Anda di halaman 1dari 149

Kelompok 4

Modul 1
Batuk & Sesak
pada Dewasa

Skenario 1
Anggota: • Ade Nurul C011191112
• Asty Suci Ramadani C011191094
• Raimond Loa C0111191230
• Imam Adrian Rakhman C011191014
• Dzulkifli Lukman C011191074
• Andi Fitri Atiqah R. M. C011191036
• Raihan Ahmad Biruni S. C011191132
• St. Faradillah C011191104
• Irfan Ardiansyah C0111911541
• Annisa Fitriah C011191212
• William Wirijanto C011191172
• Rante Kada, Sindi Wati C011191248
• Muh. Soultan Chaeran H.C011191056
Skenario 1
Penderita laki-laki 30 tahun, pekerjaan wiraswasta, datang ke poliklinik RS dengan
keluhan batuk lebih 2 minggu, dahak kehijauan disertai sedikit bercak darah. Kadang-
kadang merasa demam dan agak sesak napas. Penderita juga mengeluhkan nyeri dada
sebelah kanan. Pemeriksaan fisis didapatkan tekanan darah 110/70, nadi 100
kali/menit, pernapasan 22 kali/menit, suhu 37,8 OC. Pemeriksaan toraks didapatkan
bunyi perkusi redup apeks paru kanan, auskultasi terdapat ronki basah sedang pada
daerah redup. Riwayat merokok sejak 10 tahun lalu, rata-rata habis sebungkus dalam
sehari. Penderita baru berhenti merokok 2 minggu terakhir.
KATA KUNCI
1. Umur 30 tahun
2. Nyeri dada sebelah Kanan
3. Demam
4. Sesak Napas
5. Batuk >2 minggu
6. Dahak lendir hijau + bercak darah
7. Perkusi pada apeks paru: Bunyi Redup
8. Ronki basah pada daerah redup
9. Causa rokok
PERTANYAAN INDIKATOR
1. Epidemiologi? Insidensi Kejadian?
2. Anatomi, Fisiologi, Histologi, Biokimia ?
3. Mekanisme Batuk ?
4. Dahak berwarna hijau ?
5. Klasifikasi suara patologis pernapasan ?
6. Hubungan riwayat merokok dengan penyakit ?
7. Pemeriksaan fisis dan Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis ?
8. Tatalaksana (Farmakologis dan Non-Farmakologis)
9. Differential Diagnosis (TB Paru, Pneumonia, PPOK, Kanker Paru)
10. Pencegahan Preventif ?
Cough
Cough is a modified respirator process
characterized by forced expiration. It is a
protective reflex an it is caused by irritation
of respiratory tract

Cough begins with deep inspiration followed by


forced expiration with closed glottis. This
increases the intrapleural pressure above 100
mm Hg. Then, glottis opens suddenly with
explosive outflow of air at a high velocity.
Velocity of the airflow may reach 960 km/hour.
It causes expulsion of irritant substances out of
the respiratory tract.

K. Sembulingam, Prema Sembulingam. Essentials of Medical Physiology,


4th Edition, Unipress Jaypee: 2006 .p. 699.
Graphic from : PPT-Ema Swingwood Respiratory Pathway
Lead/Physiotherapist University Hospitals Bristol NHS Foundation Trust
https://youtu.be/usAqJoVYVSc
https://youtu.be/usAqJoVYVSc
Mechanism of Cough Akut : +/- 3 Minggu
Subakut : 3-8 Minggu
Kronis : > 8 Minggu

https://youtu.be/fn1XjzXQrwY
Suara Napas Normal
1. Suara napas vesikuler bernada rendah,
terdengar lebih panjang pada fase inspirasi daripada
ekspirasi dan kedua fase bersambung. Suara napas
vesikuler pada kedua paru normal dapat meningkat
pada anak, orang kurus dan latihan jasmani,. Bila
salah satu meningkat berarti ada kelainan pada salah
satu paru. Suara vesikuler melemah kemungkinan
adanya cairan, udara, jaringan padat pada rongga
pleura dan
keadaan patologi paru.
2. Suara napas bronkial bernada tinggi dengan fase
ekspirasi lebih lama daripada inspirasi dan terputus.
3. Sedangkan kombinasi suara nada tinggi dengan
inspirasi dan ekspirasi yang jelas dan tidak ada silent
gaps disebut bronkovesikuler.

http:/repository.unand.ac.id15481/3/2011_penuntun_skills_lab.
pdf
PPT from : Shivshankar Badole, General Medicine Resident at MGM Medical College
Indore
Suara Napas AbNormal
1. Stridor : yaitu suara yang terdengar kontinu (tidak terputus-putus),
bernada tinggi yang terjadi baik pada saat inspirasi maupun pada saat
ekspirasi, dapat terdengar tanpa menggunakan stetoskop, bunyinya
ditemukan pada lokasi saluran napas atas (laring) atau trakea, disebabkan
karena adanya penyempitan pada saluran napas tersebut. Pada orang
dewasa, keadaan ini mengarahkan kepada dugaan adanya edema laring,
kelumpuhan pita suara, tumor laring, stenosis laring yang biasanya
disebabkan oleh tindakan trakeostomi atau dapat juga akibat pipa
endotrakeal.
3. Pleural friberciut, disertai ction rub
Adalah suara tambahan yang timbul akibat terjadinya peradangan
2. Crackles : Adalah bunyi yang berlainan, non kontinu akibat penundaan pada pleura sehingga permukaan pleura menjadi kasar.
pembukaan kembali jalan napas yang menutup. Terdengar selama : Karakter suara : kasar, keluhan nyeri pleura.
inspirasi. Terdengar selama : akhir inspirasi dan permulaan ekspirasi. Tidak
• Fine crackles / krekels halus : dapat dihilangkan dengan dibatukkan. Terdengar sangat baik pada
Terdengar selama : akhir inspirasi. Karakter suara : meletup, terpatah- permukaan anterior lateral bawah toraks.
patah. Penyebab : udara melewati daerah yang lembab di alveoli atau
bronchioles / penutupan jalan napas kecil. Suara seperti rambut yang Terdengar seperti bunyi gesekan jari tangan dengan kuat di dekat
digesekkan. telinga, jelas terdengar pada akhir inspirasi dan permulaan
ekspirasi, dan biasanya disertai juga dengan keluhan nyeri pleura.
• Krekels kasar : Bunyi ini dapat menghilang ketika nafas ditahan. Sering didapatkan
Terdengar selama : ekspirasi. Karakter suara : parau, basah, lemah, kasar, pada pneumonia, infark paru, dan tuberculosis
suara gesekan terpotong.
Penyebab : terdapatnya cairan atau sekresi pada jalan nafas yang besar.
Mungkin akan berubah ketika klien batuk. http:/repository.unand.ac.id15481/3/2011_penuntun_skills_lab.pdf
3. Wheezing (mengi) : Adalah bunyi seperti bersiul, kontinu, yang durasinya
lebih lama dari krekels.
Terdengar selama : inspirasi dan ekspirasi, secara klinis lebih jelas pada saat
ekspirasi. Penyebab : akibat udara melewati jalan napas yang
menyempit/tersumbat sebagian.
Dapat dihilangkan dengan batuk.Dengan karakter suara nyaring, suara terus
menerus yang berhubungan dengan aliran udara melalui jalan nafas yang
menyempit (seperti pada asma dan bronchitis kronik). Wheezing dapat
terjadi oleh karena perubahan temperature, allergen, latihan jasmani, dan
bahan iritan terhadap bronkus.

4. Ronchi : Adalah bunyi gaduh yang dalam.

Terdengar selama : ekspirasi.


Penyebab : gerakan udara melewati jalan napas yang menyempit akibat
obstruksi napas. Obstruksi : sumbatan akibat sekresi, odema, atau
tumor. Contoh : suara ngorok.
 Ronchi kering : suatu bunyi tambahan yang terdengar kontinyu
terutama waktu ekspirasi disertai adanya mucus/secret pada bronkus.
Ada yang high pitch (menciut) misalnya pada asma dan low pitch oleh
karena secret yang meningkat pada bronkus yang besar yang dapat juga
terdengar waktu inspirasi.
 Ronchi basah (krepitasi) : bunyi tambahan yang terdengar tidak
kontinyu pada waktu inspirasi seperti bunyi ranting kering yang terbakar,
disebabkan oleh secret di dalam alveoli atau bronkiolus. Ronki basah
dapat halus, sedang, dan kasar. Ronki halus dan sedang dapat
disebabkan cairan di alveoli misalnya pada pneumonia dan edema
paru, sedangkan ronki kasar misalnya pada bronkiekstatis.
Perbedaan ronchi dan mengi. Mengi berasal dari bronki dan
bronkiolus yang lebih kecil salurannya, terdengar bersuara tinggi
dan bersiul. Biasanya terdengar jelas pada pasien asma. Ronchi
berasal dari bronki dan bronkiolus yang lebih besar salurannya,
mempunyai suara yang rendah, sonor. Biasanya terdengar jelas
pada orang ngorok.

Diagnostic value of the physical examination in patients with dyspnea Cleveland Clinic
Journal of Medicine. Richard A. Shellenberger, DO., Bathmapriya Balakrishan., MD
Sindhu Avula, MD., Ariadne Ebel, DO., Sufiya Shaik, MD
Kandungan dalam rokok disertai Komplikasi
Penyakit

Di dalam sebatang rokok terkandung lebih dari :


• 4000 Jenis Senyawa Kimia,
• 400 Zat Berbahaya,
• 43 Zat Penyebab Kanker ( Karsinogenik )
• Nikotin: Aditif, kematian, bila kadar >30 mg.
Pembekuan darah lebih cepat, serangan jantung
• Karbon Monoksida: Merusak lapisan Vaskuler dan
Menaikkan kadar lemak pada dinding vaskuler 
Penyumbatan
• Tar: Penyebab tumbuhnya sel kanker, merusak sel
paru

http://p2ptm.kemkes.go.id/infografhic/kandungan-dalam-sebatang-rokok-bagian-2
TB PARU
Tuberculosis (TB) Paru
PENDAHULUAN:
• Tuberculosis (TB) Paru merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh BTA,
Mycobacterium Tuberculosis
• Penyakit Kuno (>4000 tahun)
• Menyebar melalui udara
• Gejala: Batuk kronis, nyeri di dada, hemoptisis, lemas atau kelelahan, penurunan
berat badan, demam, sesak nafas, dan keringat malam
• Risiko merokok 2,3- 2,7 kali menderita tuberkulosis dibandingkan dengan yang
tidak merokok. Hubungan ini bisa dijelaskan bahwa dengan racun yang terdapat
dalam rokok merusak mekanisme pertahanan paru-paru (Disebabkan akumulasi sel-
sel inflamasi sehingga terjadi pelepsan Elastase dan Oksidan)

Saida; Syamsiar 2019, The Relationship Between Smoking Habits and


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/
Environmental Conditions with The Incidence of Pulmonary Tuberculosis in
articles/PMC2980871/ the Work Area of Guali Public Health Center in 2016
Epidemiologi Dunia

S U M B E R : G L O B A L T U B E R C U L O S I S R E P O R T, 2 0 1 9
HTTPS://APPS.WHO.INT/IRIS/BITSTREAM/HANDLE/10665/329368/97892415657
14-ENG.PDF?UA=1
Estimasi Insidens TBC menurut Regional, 2018

S U M B E R : G L O B A L T U B E R C U L O S I S R E P O R T, 2 0 1 9
HTTPS://APPS.WHO.INT/IRIS/BITSTREAM/HANDLE/10665/329368/97892415657
14-ENG.PDF?UA=1
Negara-negara dengan Beban Tinggi Berdasarkan TB, TB/HIV,
dan MDR-TB Menurut WHO Tahun 2016-2020

Sumber : Global Tuberculosis Report, 2019


https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/329368/9789241565714-eng.pdf?ua=1
Indonesia

Sumber : TB Indonesia,2020

https://tbindonesia.or.id/wp-content/uploads/2020/05/data-tb-indonesia-27-april-2020-01.jpg
Prevalensi TBC menurut Karakteristik Umur, Pendidikan, dan Sosial Ekonomi

Sumber : Survei Prevalensi Tuberkulosis 2013-2014, Kemenkes RI


https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-tuberkulosis-2018.pdf
Sulawesi Selatan

Sumber : Riset Kesehatan Dasar, 2018


https://www.google.com/imgres?imgurl=https%3A%2F%2Fimage.slidesharecdn.com%2Fhasil-riskesdas-2018-1-
181113232107%2F95%2Fhasil-riskesdas-riset-kesehatan-dasar-tahun-2018-25-638.jpg%3Fcb%3D1542151333&imgrefurl=https
%3A%2F%2Fwww.slideshare.net%2Fssuser200d5e%2Fhasil-riskesdas-riset-kesehatan-dasar-tahun-
2018&tbnid=eXZP_ytBTeFRKM&vet=12ahUKEwj75-XY5I3sAhU0JLcAHSlgC0oQMygPegUIARC-
AQ..i&docid=Z1NFP8AkP4fczM&w=638&h=359&q=epidemiologi%20tb%20di%20sulawesi%20selatan
%202019&hl=id&safe=strict&ved=2ahUKEwj75-XY5I3sAhU0JLcAHSlgC0oQMygPegUIARC-AQ
Makassar

Pada tahun 2015 jumlah kasus TB BTA positif di propinsi Sulawesi Selatan terbanyak terdapat di Kota Makassar
sebesar 1.928 kasus yaitu 1.205 (62,5%) pada laki-laki dan 723 (37,5%) pada wanita. Sedangkan jumlah seluruh
kasus TB di Kota Makassar sebesar 3.639 kasus yaitu 2.192 (60,24%) pada laki-laki dan 1.447 (39,76%) pada
wanita. Kasus TB pada anak umur 0-14 tahun di Kota Makassar sebesar 210 kasus. Angka kesembuhan (Cure
Rate) Kota Makassar sebesar 1.214 (73,09%) dari 1.661 pasien TB BTA positif yang diobati
Yusran yunus, Muhammad. 2018 “FAKTOR RISIKO YANG
BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH PESISIR
KECAMATAN TALLO KOTA MAKASSAR (WILAYAH KERJA PUSKESMAS
RAPPOKALLING). Skripsi. FKM, Kesehatan Masyarakat, Universitas
Hasanuddin, Makassar (
http://digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YTRlZm
I5NzM4NTZjNWQyOGViN2MyZDBmNjFiZjZmZTVkY2QzODBlZA==.pdf
) diakses pada tanggal 29 September 2020
ANATOMI

Upper tract
• Nose(cavum nasi)
• Pharynx
Lower tract
• Larynx
• trachea
• bronchi
• broncioles
• alveoli

Sherwood Physiology 8th Edition


GAMBARAN PARU PENDERITA TB

Buku Ajar Patologi Dasar Robbins ed.10


LARYNGS HISTOLOGI

Eroschenko, Victor P. DiFiore's atlas of histology with


functional correlations. Lippincott Williams & Wilkins, 2008
TRACHEA BRONCUS

Eroschenko, Victor P. DiFiore's atlas of histology with


functional correlations. Lippincott Williams & Wilkins, 2008
BRONKIOLUS ALVEOLAR

Eroschenko, Victor P. DiFiore's atlas of histology with functional


correlations. Lippincott Williams & Wilkins, 2008
HISTOLOGI TB

Buku Ajar Patologi Dasar Robbins ed.10


FISIOLOGI
Perpindahan O2 dari alveoli ke

Pertukaran udara anatara dalam darah dan CO2 dari darah


atmosfer dan alveolus ke alveoli

VENTILASI DIFUSI

PERFUSI TRANSPORTASI

Proses distribusi O2 dan Proses


pengeluaran CO2 antara pengangkutan O2
darah dan jaringan tubuh dan CO2 dalam
darah antara paru-
paru dan jaringan
tubuh

Sherwood Physiology 8th Edition


BIOKIMIA
• Perlekatan M. TB ke Makrofag (Akibat Pengikatan dinding sel bakteri dengan berbagai molekul permukaan sel di Makrofag, termasuk
reseptor komplemen, reseptor mannose, reseptor immunoglobulin GFcγ dan reseptor scavenger tipe A.

• Fagositosis ditingkatkan oleh pengaktifan komplemen  Opsonisasi Basil oleh produk-produk C3 aktif (mis. C3b).

• Setelah terbentuk Fagosom, kelangsungan hidup M. TB  Bergantung pada proses pengasaman (Karena kurangnya akumulasi Proton-
Adenosin Trifosfatase Vesikel)

• Serangkian kejadian complex dicetuskan oleh Glikolipid  Hambat kenaikan Ca2+ intraseluler

• Jalur Ca2+/Kalmodulin (Fusi Fagolisosom) terganggu  Basil bertahan hidup dalam Fagosom

• Fagosom M. TB  Hambat Pembentukan Fosfatidilinositol 3-Fosfat (PI3P) (Dalam keadaan normal, PI3P akan menandai Fagosom untuk
penyortiran dan pematangan membran, termasuk pembentukan fagolisosom yang akan menghancurkan bakteri.

• Faktor-faktor Bakteri  Menghambat Pertahanan Autofagi Pejamu  Pemisahan Fagosom oleh sel tersebut ke dalam suatu vesikel membran
ganda (Autofagosom) untuk didifusikan dengan Lisosom.

• Apabila Bakteri berhasil mencegah pematangan Fagosom  Replikasi dimulai dan Makrofag pecah  Membebaskan Basil yang terdapat di
dalamnya.

• Sel Fagositik lain yang belum terinfeksi akan direkrut untuk melanjutkan siklus infeksi  Memakan makrofag yang sekarat sekaligus bersama
kandungan basilnya sehingga turut terinfeksi dan memperluas infeksi

Joseph Loscalzo, Harrison Pulmonologi dan Penyakit Kritis, Edisi 2


BIOKIMIA

• Beberapa penelitian meniliti bahwa adanya penanda biokimia seperti aktivitas ADA
(Adenosine Deaminase) untuk mendiagnosis TB pleuritis disebutkan kadar ADA >
47IU/L dalam cairan pleura dapat menunjukan ke arah TB

http://eprints.undip.ac.id/46258/3/Wizri_suhariani_22010111140172_LAP.KTI_bab_II.pdf
Etiologi
• Mycobacterium Tuberculosis
• Bersifat tahan asam dalam pewarnaan Ziehl
Neelsen
• Tahan terhadap suhu rendah (4-70 Celcius)
• Sensitif terhadap UV
• Dapat bersifat dorman

https://www.researchgate.net/figure/Microphotograph-of-TB-bacillus-
Mycobacterium-tuberculosis-on-an-oil-immersion-smear_fig1_236166795
McAdam AJ, Milner DA, Sharpe AH. Infectious diseases. In: Kumar V, Abbas
AK, Aster JC. Robbins and Cotran pathologic basis of disease. 9th ed.
Philadelphia: Elsevier; 2015. p. 371–6
Murray PR, Rosenthal KS, Pfaller MA. Medical microbiology. 8th ed.
Philadelphia: Elsevier; 2016. p. 218–25
Patofisiologi
Patofisiologi

http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/1031/5/BAB%20II.pdf
Patogenesis Hemoptisis pada TB Paru
• Patogenesis hemoptisis  TB Paru aktif  Kavitasi dan peradangan
 Ulserasi Bronkus atau Alveolus disekitarnya
• Kavitasi + Peradangan  Nekrosis atau erosi pembuluh darah dinding
bronkus dan alveolus di sekitarnya
• Erosi  Pecah Pembuluh darah  Hemoptisis
• Patogenesis hemoptisis pada bekas TB Paru  Kerusakan structural
parenkim paru dan pembuluh darah akibat Luasnya Lesi TB yang
telah diderita sebelumnya
• Penderita bekas TB dengan hemoptosis  Memiliki lesi ektasis
bronkus sisa lesi lama berupa: Bronkiektasis, Hipervaskularisasi,
Pelebaran darah bronkial, Kavitas, Pembentukan pembuluh darah
kolateral anastomosis
Dr. dr. Yusup Subagio Sutanto Sp.P(K) FISR, Hemoptisis TB 2018
Patogenesis Hemoptisis pada TB Paru

Ruptur Aneurisma Rassmussen’s  Penyebab


utama hemoptisis masif penderita TB paru aktif dan
bekas TB

Aneurisma Rassmussen’s  Pelebaran pembuluh


darah pulmonal yang berada di sekitar dinding kavitas

Ruptur Aneurisma Rassmussen’s  Melibatkan


Tunika Adventitia pembuluh darah yang mengalami
destruksi akibat inflamasi lokal (Infeksi TB yang aktif
Kembali)

CT Scan Thorax

Dr. dr. Yusup Subagio Sutanto Sp.P(K) FISR, Hemoptisis TB 2018 https://radiopaedia.org/cases/rasmussen-aneurysm-1
Patogenesis Hemoptisis pada TB Paru
• Erosi Lesi Kalsifikasi merupakan sebab lain hemoptisis  Bekas TB
• Lesi Kalsifikasi membentuk Bronkolith di dekat pembuluh darah
dinding saluran napas.
• Gerakan saluran napas saat batuk menyebabkan erosi dinding
pembuluh darah oleh kalsifikasi  Hemoptisis Masif
• Hemoptisis pada TB  Pelepasan Faktor Pertumbuhan Angiogenik yang
memivu neovaskularisasi dan remodelling pembuluh darah pulmonal
• Vaskularisasi baru yang terhubung dengan system kolateral ini rapuh dan
cenderung rupture ke dalam saluran napas
• Peningkatan pembentukan pembuluh paru  Penyakit Paru Kronis
(Bronkiektasis, Bronkitis kronis, TB, Mikosis paru, Abses paru kronis dan
penyakit neoplastik

Dr. dr. Yusup Subagio Sutanto Sp.P(K) FISR, Hemoptisis TB 2018


Pemeriksaan Fisis
• Tergantung dari organ yang terkena
• Pada TB paru tergantung luas kelainan biasanya pada apeks lobus atas
(S1 & S2) dan apeks lobus bawah (S6),dapat ditemukan berbagai
bunyi napas pokok pada auskultasi
• Pada pleuritis TB tergantung dari jumlah cairan di rongga pleura, pada
perkusi pekak ,auskultasi suara napas melemah sampai hilang
• Pada limfadenitis TB, pembesaran KGB leher, ketiak dapat menjadi
“Cold Abscess”

Nawas, arifin. “Diagnosis dan Penatalaksanaan TB Paru”. FK, kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta. (
https://staff.ui.ac.id/system/files/users/moarifin.nawas/material/diagnosisdanpenatalaksanaantbparu08.pdf) diakses pada tanggal
30 September 2020
Pemeriksaan Fisis
• Tempat kelainan lesi paling dicurigai pada Apex Paru
• Bunyi redup pada perkusi
• Penurunan fremitus pada palpasi
• Penurunan bunyi napas pada auskultasi paru bila cairan efusi
sudah melebihi 300 ml
• Foto Thorax dapat digunakan untuk mengkonfirmasi
terjadinya efusi pleura
• Ronki basah, kasar dan nyaring

Ana Majdawati, Diagnostic Test for Chest Radiography in Clinical Lung Simanjuntak E.S., Right Pleural Effusion Because Of Carcinoma
Tuberculose Patients, Bagian Radiologi Program Studi Pendidikan Dokter Mammae Dextra With Lung Metastatis, Medical Faculty University of
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Lampung
Pemeriksaan Patologi Anatomi

• Pada pemeriksaan lebih dekat,


granuloma memiliki area
Nekrosis Kaseosa.
• Penyakit granulomatosa yang
sangat luas.
• Pattern of Multiple Caseating
Granulomas pada lobus superior

http://www.pathologyoutlines.com/topic/lungnontumortb.html
Pemeriksaan Patologi Anatomi

Ghon Complex pada Hilus


Pulmonalis

http://www.pathologyoutlines.com/topic/lungnontumortb.html
Pemeriksaan Patologi Anatomi

Kavitasi pada
Tuberculosis

Pathology Respiratory Sistem Ed Friedlander, M.D., Pathologist


Pemeriksaan Patologi Anatomi

Granuloma Tuberculosis

Pathology Respiratory Sistem Ed Friedlander, M.D., Pathologist


Pemeriksaan Patologi Anatomi

Granuloma
Tuberculosis dalam
Interstitium Paru

Pathology Respiratory Sistem Ed Friedlander, M.D., Pathologist


Pemeriksaan Patologi Anatomi

Granuloma Paru

Pathology Respiratory Sistem Ed Friedlander, M.D., Pathologist


Pemeriksaan Patologi Anatomi

Granuloma dengan
Nekrosis Kaseosa

Pathology Respiratory Sistem Ed Friedlander, M.D., Pathologist


Pemeriksaan Laboratorium

1. Pemeriksaan Bakteriologi:
• Menegakkan diagnosis
• Evaluasi hasil terapi
• Menentukan paduan OAT yang akan diberikan
• Bahan:
 Berasal dari dahak
 Bilasan Bronkus (BAL)
• Sputum (Bau Amis)
 Sputum 3-5 ml (Kental, bukan ludah)
 Sputum SPS (Sewaktu Pagi Sewaktu)
 Sputum secara fisik yaitu dipilih yang kental, purulen berwarna hijau kekuningan, kadang ada
bercak darah agar dalam pembuatan sediaan menjadi berkualitas.

Loubue PA. .Diagnosis of Tuberculosis. In : Tuberculosis a comprehensive International Approach. Dr. dr. Yuyun Widaningsih, M.Kes, SpPK, Gambaran
Eds : Reichman LB, Hershfield ES, Marcel Dekker Company, New York ,2000. 341-75 Laboratorium Penyakit Sistem Pernapasan

Teguh Budiharjo; Kundjoro Adi Purjanto, PENGARUH PENANGANAN SPUTUM


TERHADAP KUALITAS SPUTUM PENDERITA TBC SECARA MIKROSKPIS BAKTERI
TAHAN ASAM, Jurnal Riset Kesehatan, 5(1), 2016, 40-44
Jenis Pemeriksaan Bakteriologis
A. Pemeriksaan Mikroskopik: (-)  Tidak ditemukan jumlah BTA per 100
• Pewarnaan Ziehl-Neelsen lapang pandang

Acid-Fast Bacilli  Ditemukan BTA antara


1-9 per 100 lapang pandang

+ atau (+1)  Ditemukan BTA antara 10-99


per 100 lapang pandang

++ atau (+2)  Ditemukan BTA antara 1-10


per lapang pandang

+++ atau (+3)  Ditemukan BTA antara >10


per lapang pandang

CSL 2 Buku Panduan Pemeriksaan Sputum BTA,


Departemen Bagian Mikrobiologi, FK-UNHAS 2020
Jenis Pemeriksaan Bakteriologis
B. Pemeriksaan Biakan Kuman uji aktivitas anti tuberkulosis metode
dilusi cair dengan media Middlebrook 7H9

Melakukan pemeriksaan
biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti
 dan dapat mendeteksi Mycobacterium Tuberculosis
dan juga Mycobacterium Other Than Tuberculosis
(MOTT).

A: Daun kenikir dan B: Daun Sendok). K(+) : Kontrol positif; K(M):


Kontrol media Middlebrook 7H9; K(P): Kontrol pelarut (DMSO 5%);
K(A): Kontrol antibiotik (Rifampicin 40 g/ml); K: Ekstrak etil asetat
daun kenikir dengan konsentrasi 0,25; 0,5; dan 1 mg/ml; DS: Ekstrak
etil asetat daun sendok dengan konsentrasi 0,25; 0,5; dan 1mg/ml 

https://www.researchgate.net/figure/Gambar-1-Hasil-uji-aktivitas-anti- Dr. dr. Yuyun Widaningsih, M.Kes, SpPK, Gambaran Laboratorium


tuberkulosis-metode-dilusi-cair-dengan-media_fig1_324909641 Penyakit Sistem Pernapasan
Pemeriksaan Laboratorium
2. Uji Tuberkulin
• Kurang berarti bagi orang dewasa
• Reaksi uji tuberkulin yang dilakukan secara intradermal akan menghasilkan hipersensitivitas tipe IV
atau Delayed-Type Hypersensitivity (DTH). Masuknya protein TB saat injeksi akan menyebabkan
sel T tersensitisasi dan menggerakkan limfosit ke tempat suntikan. Limfosit akan merangsang
terbentuknya indurasi dan vasodilatasi lokal, edema, deposit fibrin dan penarikan sel inflamasi ke
tempat suntikan.
• (+)  Sedang terinfeksi basil TB. Tampak edema lokal atau infiltrat maksimal 48-72 jam setelah
suntikan
• (-)  Tidak terinfeksi dengan basil TB

Kenyorini, Suradi, Eddy Surjanto, Uji Tuberkulin, Bagian Pulmonologi dan


Dr.dr. Irawaty Djaharuddin, Sp.P (K), Tuberculosis Paru 2017 Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Pemeriksaan Laboratorium

3. Pemeriksaan LED
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik tuberkulosis.Laju endap darah (LED)
jam pertama dan kedua sangat dibutuhkan. Data ini sangat penting sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan
nilai keseimbangan biologik penderita, sehingga dapat digunakan sebagai salah satu respon terhadap pengobatan
penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit bisa
menggambarkan biologik / daya tahan tubuh penderita. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju
endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberculosis. Limfositpun kurang spesifik

Dr.dr. Irawaty Djaharuddin, Sp.P (K), Tuberculosis Paru 2017


Pemeriksaan Laboratorium
4. Pemeriksaan Lain-lain:
• Pemeriksaan serologi dengan berbagai metode antara lain: ELISA (EnzymLinked Immunosorbent Assay), Mycodot, Uji
Peroksidase Anti Peroksidase (PAP), Dot EIA TB.
• PCR (Polymerase Chain Reaction)
• RFLP (Restrictive Fragment Length polymerase)
• LPM (Ligth producing mycobacteriophage)

Dr.dr. Irawaty Djaharuddin, Sp.P (K), Tuberculosis Paru 2017


Pemeriksaan
Radiologis
Bercak Infiltrate di Apex Pulmonis,
Lobus Dextra et Sinistra Pulmonis

https://www.researchgate.net/figure/Postero-anterior-chest-X-ray-
showing-pulmonary-infiltrate-in-the-apex-of-the-right-
lung_fig3_234824629
Pemeriksaan
Radiologis
Konsolidasi, Kavitasi, Bercak
Infiltrate di Apex Pulmonis, Lobus
Dextra.

Raviglione MC. Tuberculosis. In: Kasper DL, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL,
Jameson JL, Loscalzo J, eds. Harrison’s principles of internal medicine. 20th ed.
New York: McGraw-Hill; 2019. p. 1236–59.
Pemeriksaan
Radiologis
Ghon Fokus dengan Cavitation dan
Bilateral bronchopneumonic
consolidation.

https://www.researchgate.net/figure/Radiological-
classification-Ghon-focus-with-cavitation-and-bilateral-
bronchopneumonic_fig2_8411486
PERMENKES NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN
TUBERKULOSIS
Alur diagnosis TB dan TB Resistan Obat di Indonesia
Tatalaksana

• Minimal 4 macam obat untuk mencegah resistensi


• Dosis tepat
• Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh Pengawas Menelan Obat
sampai selesai pengobatan
• Diberikan dalam jangka waktu cukup
• Tahap Awal dan Lanjutan  Adekuat, mencegah kekambuhan

Dr.dr. Irawaty Djaharuddin, Sp.P (K), Tuberculosis Paru 2020


PERMENKES NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN
TUBERKULOSIS
Dr.dr. Irawaty Djaharuddin, Sp.P (K), Tuberculosis Paru 2020
Lini 2
Lini (Kategori 1 dan 2)
Penatalaksanaan (Kategori 1)

PERMENKES NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN


Pasien Baru:
• TB Paru terdiagnosa
bakteriologis/klinis
• TB Ekstra Paru

TUBERKULOSIS
2RHZE/ 4RH(3) atau 2RHZE/ 4RH
• Fase Awal (Intensif): diberikan RHZE
selama 2 Bulan
• Fase lanjutan: RH selama 4 bulan

Dr.dr. Irawaty Djaharuddin, Sp.P (K), Tuberculosis Paru 2020


Penatalaksanaan (Kategori 1)

PERMENKES NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN


OAT – Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT)/ Fixed Dose
Combination

• Penggunaan obat KDT lebih


efektif

TUBERKULOSIS
• Menurunkan Resiko terjadinya
resistensi obat dan kesalahan
penulisan resep
• Obat ditelan lebih sedikit
• Kepuasan pasien tinggi
• Mudah resep dan distribusi obat

Dr.dr. Irawaty Djaharuddin, Sp.P (K), Tuberculosis Paru 2020


Penatalaksanaan (Kategori 1)
OAT lepas (Kombipak)  Sendiri, untuk alergi obat tertentu

PERMENKES NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN


Dr.dr. Irawaty Djaharuddin, Sp.P (K), Tuberculosis Paru 2020
TUBERKULOSIS
Sifat Kuman TB

Lag Phase:
Kuman Kontak dengan OAT  Penurunan pertumbuhan kuman 2-3 hari  Kuman aktif
kembali

Fall and Rise Phenomen:


Pemberian 1 macam OAT berakibat,
• Kuman sensitive berkurang jumlahnya
• Kuman resisten naik jumlahnya
Sehingga terbentuk POPULASI KUMAN RESISTEN

Dr.dr. Irawaty Djaharuddin, Sp.P (K), Tuberculosis Paru 2020


Penatalaksanaan (Kategori 2)

Pasien pernah diobati sebelumnya:


• Pasien kambuh
• Pasien gagal OAT Kategori 1
• Pasien putus obat

2RHZES/ 1RHZE/ 5RHE


• Fase Awal (Intensif): diberikan RHZES
selama 2 Bulan
• Fase Awal (Sisipan): 1 bulan RHZE
• Fase lanjutan: RH selama 5 bulan

PERMENKES NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN


TUBERKULOSIS

Dr.dr. Irawaty Djaharuddin, Sp.P (K), Tuberculosis Paru 2020


Penatalaksanaan (Kategori 2)
OAT – Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT)/ Fixed Dose Combination

Dr.dr. Irawaty Djaharuddin, Sp.P (K), Tuberculosis Paru 2020 PERMENKES NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN
TUBERKULOSIS
Penatalaksanaan (Kategori 2)
OAT lepas (Kombipak)  Sendiri, untuk alergi obat tertentu

Dr.dr. Irawaty Djaharuddin, Sp.P (K), Tuberculosis Paru 2020 PERMENKES NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN
TUBERKULOSIS
Penatalaksanaan
Pemantauan pengobatan OAT
Lini 1: Kategori 1 dan 2

Dr.dr. Irawaty Djaharuddin,


Sp.P (K), Tuberculosis Paru
2020

PERMENKES NOMOR 67 TAHUN 2016


TENTANG PENANGGULANGAN
TUBERKULOSIS
Penatalaksanaan

Hasil Pengobatan Pasien TB

Dr.dr. Irawaty Djaharuddin,


Sp.P (K), Tuberculosis Paru
2020

PERMENKES NOMOR 67 TAHUN 2016


TENTANG PENANGGULANGAN
TUBERKULOSIS
TINDAKAN PREVENTIF

• Tutupi mulut saat bersin, batuk, dan tertawa, atau kenakan Apabila
menggunakan tisu untuk menutup mulut, buanglah segera setelah digunakan.

• Tidak membuang dahak atau meludah sembarangan.

• Pastikan rumah memiliki sirkulasi udara yang baik, misalnya dengan sering
membuka pintu dan jendela agar udara segar serta sinar matahari dapat
masuk.

• Jangan tidur sekamar dengan orang lain, sampai dokter menyatakan TBC
yang Anda derita tidak lagi menular.

http://www.padk.kemkes.go.id/health/read/2019/03/25/6/pencegahan-
tuberkulosis-tbc-tuberkulosis.html
PNEUMONIA
DEFINISI
Pneumonia adalah infeksi jaringan paru-paru. Ketika seseorang menderita pneumonia, kantung
udara di paru-parunya dipenuhi oleh mikroorganisme, cairan dan sel inflamasi, dan paru-parunya
tidak dapat bekerja dengan baik.
Pneumonia didefinisikan sebagai peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.

sumber : National Institute for Health and Care Excellence (NICE), Dahlan Z. 2009. Pneumonia, dalam Sudoyo
AW, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Universitas Indonesia.
EPIDEMIOLOGI
● Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyakit infeksi yang banyak terjadi dan juga penyebab kematian dan kesakitan yang

terbanyak di dunia. Angka kematian pneumonia komunitas pada rawat jalan 2%, rawat inap 5-20%, lebih meningkat pada pasien di

ruang intensif yaitu lebih dari 50%. Risiko kematian lebih meningkat pada pasien umur > 65 tahun, laki-laki dan ada komorbid.
● Di Amerika, rata-rata insidens tahunan 6/1000 pada kelompok umur 18-39 tahun dan menigkat menjadi 34/1000 pada kelompok umur
diatas 75 tahun.

● Di Indonesia, penumonia termasuk dalam 10 besar penyakit rawat inap di rumah sakit dengan proporsi kasus 53,95% laki-laki dan

46,05% paerempuan, dengan crude fatality rate (CFR) 7,6%, paling tinggi bila dibandingkan penyakit lainnya.
sumber: Dr.dr. Irawaty Djaharuddin, Sp.P (K), Pneumonia 2017
ANATOMI
Sumber : Atlas of pathophysiology, second edition Respiratory Disorders
FISIOLOGI
Pernafasan mencakup dua proses:
1. Pernafasan eksterna, yaitu penyerapan oksigen (O2 ) dan pengeluaran
karbondioksida (CO2) dari tubuh secara keseluruhan; serta
2. Pernafasan interna, yaitu penggunaan O2 dan pembentukan CO2 oleh sel serta
pertukaran gas diantara sel tubuh dan media cair di sekitarnya. Sistem
pernafasan terdiri atas organ paru dan pompa ventilasi paru. Pompa ventilasi
paru ini terdiri atas dinding dada, otot pernafasan yang dapat memperbesar dan
memperkecil ukuran rongga dada, pusat pernafasan di batang otak yang
mengendalikan otot pernafasan, serta jaras dan saraf yang menghubungkan
pusat pernafasan dengan otot pernafasan (sumber : Guyton dkk, Fisiologi Tubuh
Manusia)
Paru-paru dapat dikembang kempiskan dengan dua cara:
1. Gerakan naik turunnya diafragma untuk memperbesar dan memperkecil
rongga dada kraniokaudal.
2. Kedua, dengan depresi dan elevasi tulang iga untuk memperbesar dan
memperkecil diameter anteroposterior rongga dada.
(sumber : Guyton dkk, Fisiologi Tubuh Manusia)
Untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan dapat dibagi menjadi empat
mekanisme dasar, yaitu :
a. Ventilasi paru yang berfungsi untuk proses masuk dan keluarnya udara
antara alveoli dan atmosfer.
b. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah.
c. Transport dari pasokan oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan
tubuh ke dan dari sel.
d. Pengaturan ventilasi pada sistem pernapasan. Pada waktu menarik nafas
atau inspirasi maka otot-otot pernapasan berkontraksi, tetapi pengeluaran udara
pernafasan dalam proses yang pasif. Ketika diafragma menutup, penarikan
nafas melalui isi rongga dada kembali memperbesar paru-paru dan dinding
badan bergerak hingga diafragma dan tulang dada menutup dan berada pada
posisi semula . (sumber : Guyton dkk, Fisiologi Tubuh Manusia)
HISTOLOGI
● Evaginasi dari: Bronkiolus respiratorius
Duktus alveolaris
Saccus alveolaris
● Kantung kecil yg terbuka pada satu sisi
● Tempat pertukaran gas
● Epitel sangat tipis < 1 um
● Epitel alveoler berhubungan langsung dgn sel endotel kapiler.
● Septum interalveolaris à antara 2 alveolus yang berdekatan mengandung kapiler &
jaringan ikat.
Saccus Alveoli
Alveolus
Udara alveoli dipisahkan dgn darah kapiler:
1. sitoplasma sel epitel alveoler
2. lamina basalis sel ep alveoler
3. lamina basalis sel endotel kapiler
4. sitoplasma sel endotel
SAWAR DARAH-UDARA (0,1-1,5 um)
Sel yang terdapat pada dinding interalveolaris:
1, sel endotel kapiler
2. sel epitel gepeng (sel pneumocyt I)
sumber : PPT Dr.dr. Mirna Muis, Sp.Rad (K)
BIOKIMIA
PRODUKSI :
● Surfaktan
● collagen + elastin
● mucus
AKTIVASI :
● Angiotensin
INAKTIVASI :
● ROS,Kinins, serotonin, acetylcholin, serta toxic dari
komponen lain (cytochrom P450 in microsomes) (sumber:
PPT dr. Marhaen Hardjo)
Surfaktan Paru

● Kompleks lipoprotein aktif permukaan yang dibentuk oleh sel alveolar tipe II
● Kompleks protein dan lipid dengan daerah hidrofilik dan hidrofobik
● Kelompok kepala hidrofilik menghadap ke air dan ekor hidrofobik menghadap ke udara
● Mengurangi tegangan permukaan
● Tegangan permukaan adalah efek di dalam lapisan permukaan suatu zat cair yang
menyebabkan lapisan tersebut berperilaku sebagai lembaran elastis
● Meningkatkan kemampuan paru-paru meregang dalam perubahan volume relatif terhadap
perubahan tekanan yang diterapkan.
(sumber: PPT dr. Marhaen Hardjo)
Lyra, P.P.R.; de Albuquerque Diniz, E.M. Clinics 62: 181, 2007
PATOMEKANISME

1. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring)


kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi
inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari
sebagian besar infeksi paru
2. Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli
menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul
dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi
permulaan fagositosis sebelum terbentuk antibodi.
3. Sel-sel PNM mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan
bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis sistoplasmik
mengelilingi bakteri tersebut kemudian terjadi proses fagositosis.
Sumber : Mandell LA, Wunderink RG, Anzueto A, et al. Infectious Diseases Society of America/American Thoracic Society
consensus guidelines on the management of community-acquired pneumonia in adults. Clin Infect Dis 2007; 44: Suppl. 2,
S27–S72. Tersedia di : www.thoracic.org/sections/publications/statements/ pages/mtpi/idsaats-cap.html [Diakses 3 Maret
2017].
Pada waktu terjadi perlawanan antara host dan bakteri maka akan nampak
empat zona pada daerah pasitik parasitik terset yaitu :
1) Zona luar (edama): alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema;
2) Zona permulaan konsolidasi (red hepatization):
terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah;
3) Zona konsolidasi yang luas (grey hepatization):
daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang banyak;

4) Zona resolusi E:
daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, leukosit dan
alveolar makrofag

sumber: PDPI. 2003. Pneumonia komuniti-pedoman diagnosis dan


penatalaksaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Manifestasi Klinik
● Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk
(baik non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir,
purulen, atau bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala
umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada 5 yang sakit dengan
lutut tertekuk karena nyeri dada.
● Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian
bawah saat pernafas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus,
perkusi redup sampai pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat
cairan pleura, ronki, suara pernafasan bronkial, pleural friction rub.
sumber : Dahlan Z. 2009. Pneumonia, dalam Sudoyo AW, dkk (editor). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia.
Diagnosis pneumonia kominiti didasarkan kepada riwayat penyakit yang
lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis
pasti pneumonia komunitas ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat
baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini:
a. Batuk-batuk bertambah
b. Perubahan karakteristik dahak/purulen
c. Suhu tubuh > 38C (aksila) /riwayat demam
d. Pemeriksaan fisis: ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas
bronkial dan ronki
e. Leukosit > 10.000 atau < 4500
sumber: PDPI. 2003. Pneumonia komuniti-pedoman diagnosis dan penatalaksaan di
Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
PEMERIKSAAN FISIS
Diagnosis
Diagnosis pneumonia dipastikan oleh dokter melalui beberapa langkah berikut:
Wawancara mengenai gejala dan riwayat penyakit yang diderita.
● Pemeriksaan fisik. Dokter akan mendengarkan suara pernapasan pasien dengan
stetoskop.
● Tes darah.
● Rontgen dada untuk menentukan diagnosis pneumonia dan lokasi paru -paru yang
mengalaminya.
● Analisis gas darah.
● Tes dahak.
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

Pemeriksaan menggunakan Foto


Thoraks (PA/lateral) merupakan
pemeriksaan penunjang utama
(Gold Standart) untuk
menegakkan diagnosis
pneumonia dapat berupa infiltrat
baru atau infiltrat progresif
TINDAKAN PREVENTIF

Pneumonia dapat dicegah dengan beberapa cara, di antaranya:


● Menjalani vaksinasi
● Memperkuat daya tahan tubuh, misalnya dengan mencukupi asupan
nutrisi
● Menjaga kebersihan diri, misalnya rajin mencuci tangan dan tidak
menyentuh hidung atau mulut dengan tangan yang belum dicuci
● Tidak merokok
● Tidak mengonsumsi minuman beralkohol
● Menjaga jarak dengan orang yang sedang sakit batuk atau pilek
PPOK
Pengertian PPOK
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat dicegah dan
diobati, yang ditandai dengan hambatan aliran udara yang persisten, yang biasanya
progresifdan berhubungan dengan respon inflamasi kronis pada saluran udara dan paru
-paru yang meningkat terhadap partikel dan gas berbahaya.

Epidemiologi PPOK
World Health Organization (WHO) melaporkan terdapat 600 juta orang menderita
PPOK di dunia dengan 65 juta orang menderita PPOK derajat sedanghingga berat.
Pada tahun 2002 PPOK adalah penyebab utama kematian kelima di dunia dan
diperkirakan menjadi penyebab utama ketiga kematian di seluruh dunia tahun 2030.
Lebih dari 3 juta orang meninggal karena PPOK pada tahun 2005,yang setara dengan
5% dari semua kematian secara global. Menurut Riset Kesehatan Dasar, pada tahun
2007 angka kematian akibat PPOK menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab
kematian di Indonesia dan prevalensi PPOK ratarata sebesar 3,7%
Anatomi
Patologi PPOK

Perubahan patologi pada pasien PPOK menurut The Global Initiative


for Chronic Obstructive Pulmonary Disease 2017 antara lain:
1. Inflamasi kronis, dengan peningkatan jumlah sel radang di paru
2. Perubahan stuktur saluran napas, akibat luka dan perbaikan yang
berulang kali.
Patomekanisme PPOK
Adanya proses penuaan menyebabkan penurunan fungsi paru - paru. Keadaan ini juga menyebabkan berkurangnya
elastisitas jaringan paru dan dinding dada sehingga terjadi penurunan kekuatan kontraksi otot pernafasan dan
menyebabkan sulit bernafas. Kandungan asap rokok dapat merangsang terjadinya peradangan kronik paru paru. Mediator
peradangan dapat merusak struktur penunjang di paru-paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya
alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat
pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di
dalam paru dan saluran udara kolaps. Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yaitu jumlah oksigen
yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan aliran
darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti
fungsi ventilasi paru. Faktor risiko merokok dan polusi udara menyebabkan proses inflamasi bronkus dan juga
menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis
akan terjadi obstruksi pada bronkiolus terminalis yang mengalami obstruksi pada awal fase ekspirasi. Udara yang mudah
masuk ke alveoli pada saat inspirasi akan banyak terjebak dalam alveolus pada saat ekspirasi sehingga terjadi penumpukan
udara (air trapping). Kondisi inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak nafas dengan segala akibatnya. Adanya
obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan
ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi.
Klasifikasi PPOK
Klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Jackson (2014) :
a. Asma Bronkial
Penyakit jalan nafas obstruktif, reversible dimana trakea
dan bronkus berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimulasi
tertentu.

b. Bronkhitis kronis
Bronkhitis Kronis merupakan batuk produktif dan menetap minimal 3
bulan secara berturut-turut dalam kurun waktu sekurang-kurangnya
selama 2 tahun. Bronkhitis Kronis adalah batuk yang hampir terjadi
setiap hari dengan disertai dahak selama tiga bulan dalam setahun dan
terjadi minimal selama dua tahun berturut-turut.

c. Emfisema
Emfisema adalah perubahan struktur anatomi parenkim paru yang
ditandai oleh pembesaran alveolus, tidak normalnya duktus alveolar
dan destruksi pada dinding alveolar.
Manifestasi Klinis PPOK
Manifestasi klinis pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah
manifestasi awalnya ditandai dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya
yang makin menjadi di saat pagi hari. Nafas pendek sedang yang berkembang
menjadi nafas pendek akut. Batuk dan produksi dahak (pada batuk yang dialami
perokok) memburuk menjadi batuk persisten yang disertai dengan produksi dahak
yang semakin banyaK. Biasanya pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan
dan kehilangan berat badan yang cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien
tersebut tidak akan mampu secara maksimal melaksanakan tugas-tugas rumah
tangga atau yang menyangkut tanggung jawab pekerjaannya. Pasien mudah sekali
merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak mampu melakukan kegiatan sehari-
hari. Selain itu pada pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat badan
yang cukup drastis, sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena produksi
dahak yang makin melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera
makan (isolasi sosial) penurunan kemampuan pencernaan sekunder karena tidak
cukupnya oksigenasi sel dalam sistem (GI) gastrointestinal. Pasien dengan PPOK
lebih membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak mengeluarkan tenaga dalam
melakukan pernafasan
Pemeriksaan Fisis
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Perkusi
4. Auskultasi

Pemeriksaan Penunjang
1. Uji Faal Paru
2. Foto Toraks PA dan
Lateral
3. Analisa Gas Darah (AGD)
4. Pemeriksaan Sputum
5. Pmeriksaan Darah Rutin
Tatalaksana (Farmakologi)
Bronkodilator adalah pilihan farmakoterapi yang paling utama, baik saat penggunaan reguler ataupun saat
eksaserbasi akut. Obat-obatan yang digunakan adalah golongan ß2-agonist, antikolinergik, ataupun golongan
xanthine. Pemilihan obat dilakukan berdasarkan ada atau tidaknya obat dan respon pasien. Semua jenis
bronkodilator di atas dapat meningkatkan kapasitas beraktivitas namun tidak dapat meningkatkan fungsi paru.
Bronkodilator lebih baik jika digunakan secara reguler. Dapat pula digunakan secara kombinasi untuk
meningkatkan FEV1 seperti contohnya kombinasi ß2-agonist dan antikoninergik. Digunakan juga sesuai dengan
respon pasien, sebagai contoh, nebulizer terus digunakan jika terapi konvensional tidak menghasilkan respon
yang baik namun baik dengan nebulizer. Terapi farmakoterapi yang lain yang dapat digunakan dengan
penggunaan glukokortikoid, yaitu pada pasien dengan stage III atau IV dan terjadi eksaserbasi yang berulang.
Pilihan pemakaiannya adalah dengan inhalasi yang diharapkan dapat digunakan untuk menurunkan frekwensi
eksaserbasi. Lebih baik lagi jika digunakan dengan kombinasi bersama ß2-agonist, dan tidak dianjurkan untuk
menggunakan glukokortikoid secara oral yang berkepanjangan karena memiliki efek samping sistemik berupa
steroid myopathy.
Tatalaksana (Non-Farmakologi)
Terapi nonfarmakologi yang diberikan pada pasien PPOK antara
lain: berhenti merokok, latihan dan rehabilitasi paru berupa latihan
fisik dan latihan napas khusus serta bantuan psikis, dan asupan
nutrisi yang adekuat.

Tatalaksana Preventif
Dalam upaya preventif terhadap penyakit PPOK maka bentuk pencegahan yang dapat
dilakukan adalah berhenti merokok. Pelayanan multidisiplin mulai dari penyuluhan,
pemberian farmakoterapi, hingga kolaborasi dengan bagian rehabilitasi medik dan kesehatan
jiwa merupakan bentuk keseriusan dalam memberikan pelayanan bagi masyarakat yang
memerlukan bantuan dalam mewujudkan niatnya untuk berhenti merokok. Metode skrining
berupa pemeriksaan spirometri juga dilakukan agar dapat menjaring pasien PPOK sejak
dini. Bagi pasien yang terdiagnosis PPOK, pelayanan kesehatan secara menyeluruh juga
terus diberikan dalam rangka memperbaiki status kesehatan dan meningkatkan kualitas
hidup pasien PPOK. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia juga turut mengusulkan dan
mendorong ketersediaan obat-obatan PPOK dalam bentuk inhaler yang terjangkau oleh
masyarakat luas dalam program BPJS. Sehingga diharapkan segala upaya promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif untuk PPOK dapat terlaksana dan tercapai.
REFERENSI

https://
spesialis1.radiologi.fk.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/PENYAKIT-PARU-OBSTRUKTIF-KR
ONIK-PPOK.pdf
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/23f8d4e4236fc8d9f53f0832bf8aba04.pdf
http://repository.unimus.ac.id/1813/8/BAB%20II.pdf
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/10859/BAB%20II.pdf?sequence=3&isAllowe
d=y#:~:text=Manifestasi%20Klinis&text=Nafas%20pendek%20sedang%20yang%20berkembang,eks
pirasi%20lebih%20lama%20daripada%20inspirasi
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2128/1/KTI%20CORNELIS%20YOHNI%20MENGKO.pdf
http://repository.wima.ac.id/18168/1/nonfarmakoterapi%20PPOK_WMLentera.pdf
http://klikpdpi.com/index.php?mod=article&sel=8720
ASMA BRONKIAL
Asma Bronkial

Definisi: Anatomi
Suatu kelainan berupa inflamasi kronik pada
saluran napas yang menyebabkan
hipersensitivitas bronkus terhadap rangsangan
yang ditandai dengan gejala episodik berulang.
Episodik tersebut berhubungan dengan
obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan
seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan.
Sumber: Medical Mini Notes: Pulmonology And
Respiratory Medicine, 2019
Asma Bronkial
Histopatologi Ditemukan adanya mediator pro inflamasi seperti
Ditandai dengan sejumlah perubahan struktural, TH2 cytokines IL-4, IL-5, dan IL13, IL17 dan IL9
seperti hiperplasia pada kelenjar mukus, fibrosis Patofisiologi
subepitel, infiltrasi sel inflamasi, hipertrofi otot Pada asma terjadi peningkatan resistensi
polos bronkus, dan perubahan vaskular. intratorakal akibat penyempitan bronkus, karena
(Sumber: PPT Patologi Anatomi Sistem Respirasi dr. Ruth kontraksi otot polos, dan penebalan lapisan
Norika Amin, M.Kes, Sp.PA)
mukus, disebabka oleh alergen yang
Biokimia menimbulkan peradangan pada mukosa bronkus
sehingga menyebabkan pelepasan histamin dan
leukotrien.
(Sumber: Silbernagl, S Lang, F. 2003. Buku Atlas
Patofisologi)
Asma Bronkial
Etiologi Pemeriksaan Fisis
1. Infeksi 1. Spirometri
2. Alergi 2. Skin test, untuk mengukur IgE
3. Merokok 3. PEF ( peak expiratory flow),
4. Perubahan suhu mengukur tingkat asma
5. Polusi udara Pemeriksaan Laboratorium
Gejala 4. Pemeriksaan hitung darah
 Adanya bunyi mengi atau lengkap : peningkatan eosinophil
wheezing 5. Pemeriksaan serum untuk
 Sesak napas mengukur IgE
 Batuk yang berat pada malam
hari
 Dada terasa sesak
Sumber: Buku Kapita Selekta Kedokteran Edisi 4
Tata Laksana
Terapi farmakologis terdiri dari obat reliever dan obat controller. Obat reliever
diberikan pada saat serangan asma, sedangkan obat controller ditujukan untuk
pencegahan serangan asma berikutnya. Untuk obat reliever terdiri dari
bronkodilatator (b-2 agonis kerja cepat dan ipratroprium bromida) dan
kortikosteroid sitemik, sedangkan obat controller terdiri dari kortikosteroid inhalasi,
b-2 agonis kerja Panjang, anti leukotriene, dan teofilin lepas lambat.

Terapi Non Farmakologis


Mengontrol alergen di dalam dan di luar ruangan, mengontrol polusi udara
didalam dan di luar ruangan, dan mengontrol faktor pencetus lain

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan


Asma Di Indonesia.
EMFISEMA
DEFINISI

Emfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik yang melibatkan


kerusakan pada kantung udara (alveoli) di paru-paru. Emfisema disebabkan
karena hilangnya elastisitas alveolus. Asap rokok dan kekurangan enzim
alfa-1-antitripsin adalah penyebab kehilangan elastisitas ini. Pada penderita
emfisema,volume paru-paru lebih besar dibandingkan dengan orang yang
sehat karena karbondioksida yang seharusnya dikeluarkan dari paru-paru
terperangkap didalamnya. Akibatnya, tubuh tidak mendapatkan oksigen yang
diperlukan. Emfisema membuat penderita sulit bernafas. Penderita
mengalami batuk kronis dan sesak napas.

http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/viewFile/1011/1733
PATOFISIOLOGI EMFISEMA
Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi saluran nafas yaitu:
Peningkatan sel inflamasi di paru pasien emfisema yang disebabkan oleh
paparan asap rokok. Sel inflamasi yang dimaksud adalah netrofil, makrofag
dan limfosit T-sitotoksik; Terjadi produksi lendir yang berlebihan; Kehilangan
rekoil elastin jalur napas; Dan kolaps bronkeolus serta redistribusi udara ke
alveoli yang berfungsi.
Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang
kontak langsung Dengan Kapiler paru secara kontinu berkurang,
mengakibatkan Peningkatan ruang rugi dan mengakibatkan kerusakan difusi
oksigen.
Kerusakan difusi oksigen menyebabkan hipoksemia. Pada tahap akhir
penyakit, eliminasi Karbon dioksida mengalami kerusakan, mengakibatkab
peningkatan tekanan karbondioksida dalan darah arteri dan menyebabkan
asidosis respiratori. Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan,
jaringan” kapiler pulmonal berkurang.

http://www.jurnalrespirologi.org/index.php/jri/article/download/43/27
GEJALA EMFISEMA

Penyakit emfisema bisa tidak menimbulkan gejala. Bila timbul gejala, keluhan yang
dirasakan dapat muncul secara bertahap, antara lain:
• Napas menjadi pendek
• Batuk
• Cepat lelah
• Penurunan berat badan
• Jantung berdebar
• Bibir dan kuku menjadi biru
• Depresi
Perkembangan emfisema dapat berlangsung selama bertahun-tahun. Oleh karena itu,
gejala yang signifikan biasanya baru dirasakan pada usia sekitar 40-60 tahun.

https://www.alomedika.com/penyakit/pulmonologi/emfisema-paru
PEMERIKSAAN FISIS

Pada pemeriksaan fisik, hasil yang sering ditemukan adalah :


Pasien bernapas pursed lips (bibir setengah terkatup mencucu)
Bentuk dada pasien seperti tong (barrel chest), dengan diameter
anterior-posterior dada dan sela-sela iga melebar
Ekspirasi memanjang
Peningkatan laju napas
Penggunaan otot bantu napas
Pada auskultasi ditemukan suara napas wheezing atau suara
vesikuler melemah
1. Pada perkusi didapatkan hipersonor
PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN
LAB RADIOLOGI
Pemeriksaan laboratorium pada penderita Pemeriksaan penunjang yang dapat
emfisema paru tidak rutin dilakukan, dilakukan pada pasien dengan
namun dapat diperiksa sesuai dengan emfisema paru adalah rontgen dada
pertimbangan dokter. Pemeriksaan atau CT scan dada. Hasil yang dapat
analisa gas darah, hematokrit, serum ditemukan pada pemeriksaan rontgen
bikarbonat, dan serum antitripsin alfa-1 dada adalah hiperinflasi paru, yang
adalah pemeriksaan laboratorium yang ditandai dengan diafragma mendatar,
mungkin diperlukan. Pemeriksaan analisa peningkatan radiolusensi, sela iga
gas darah umumnya hanya dilakukan melebar, dan peningkatan diameter
apabila saturasi pasien <92% dan tidak anteroposterior rongga dada.
dilakukan apabila gejala klinis pasien
ringan-sedang.
PENATALAKSANAAN

Terapi farmakologi
Terapi farmakologi emfisema dapat menggunakan bronkodilator,
kortikosteroid, dan antibiotik.

Terapi non farmakologi


Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat diberikan adalah oksigenasi
dan terapi nutrisi. Pada pasien yang merokok, harus dilakukan terapi untuk
berhenti merokok. Pasien dengan emfisema dapat juga mengalami
malnutrisi karena peningkatan kebutuhan energi (hipermetabolisme).
BRONKITIS KRONIS
Bronkitis Kronis

Anatomi
Definisi: Bronkitis kronis merupakan suatu Proses patofisiologi yang predominan adalah
gangguan klinis yang di tandai oleh proses peradangan saluran nafas, disertai
pembentukan mucus yang berlebihan dalam penebalan mukosa dan hipersekresi mukus
bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk sehingga terjadi obstruksi difus
kronik dan pembentukan sputum selama
sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurang-
kurangnya dalam 2 tahun berturut-turut.

Sumber: McPhee, s. J. (n.d.). Patofisiologi penyakit. Jakarta: Penerbit buku kedokteran : EGC.
Price, S. A. (n.d.). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit edisi 6. Jakarta: Penerbit buku kedokteran: EHC.
PATOFISIOLOGI

Bronkitis kronis diduga disebabkan oleh produksi berlebih dan hipersekresi


lendir oleh sel goblet. Sel epitel yang melapisi jalan napas merespon terhadap
racun, rangsangan infeksi dengan melepaskan mediator inflamasi seperti
interleukin 8 dan sitokin pro-inflamasi lainnya. Ada juga penurunan terkait
dalam pelepasan zat pengatur seperti angiotensin-converting enzyme dan
endopeptidase. Epitel alveolus merupakan target sekaligus inisiator proses
inflamasi pada bronkitis kronik. Selama eksaserbasi akut bronkitis kronik,
selaput lendir bronkial menjadi hiperemik dan edematosa dengan
berkurangnya fungsi mukosiliar bronkus. terhambat aliran udara karena
obstruksi luminal ke saluran udara kecil. Saluran udara menjadi tersumbat dan
ini semakin meningkatkan iritasi. Batuk khas bronkitis disebabkan oleh sekresi
lendir yang berlebihan pada bronkitis kronis.

Sumber: Jetmalani K, Thamrin C, Farah CS, Bertolin A, Chapman DG, Berend N, Salome CM, King GG. Peripheral airway dysfunction and
relationship with symptoms in smokers with preserved spirometry. Respirology. 2018 May;23(5):512-518. 
HISTOPATOLOGI

Perubahan awal bronkitis kronis pada histologi mikroskopis menunjukkan


hipersekresi lendir pada saluran napas dengan hipertrofi kelenjar
submukosa di trakea dan bronkus, kemudian peningkatan sel goblet di
saluran napas kecil berkontribusi pada obstruksi jalan napas akibat mukosa
yang berlebihan. Kelenjar mukosa submukosa menempati sebagian besar
dinding bronkus. Ini diukur dengan indeks Reid yang merupakan
perbandingan ketebalan lapisan kelenjar mukosa dengan ketebalan dinding
antara epitel dan tulang rawan. Indeks standar Reid adalah 0,4. Pada
bronkitis kronis, indeks Reid meningkat. Bronkitis kronis juga dikaitkan
dengan berbagai derajat displasia, metaplasia skuamosa.

Sumber: Imran S, Shan M, Muazam S. A Comparative Histological Study of Submucosal Gland Hypertrophy in Trachea of Mice Exposed to
Cigarette and Shisha Smoke. J Coll Physicians Surg Pak. 2018 Mar;28(3):192-195 
ETIOLOGI
Ada banyak penyebab bronkitis kronis yang diketahui, tetapi faktor penyebab
terpenting adalah paparan asap rokok baik karena merokok aktif atau inhalasi pasif.
Banyak iritan yang terhirup pada saluran pernapasan seperti kabut asap, polutan
industri, dan bahan kimia beracun dapat menyebabkan bronkitis kronis. Walaupun
infeksi bakteri dan virus biasanya menyebabkan bronkitis akut, paparan berulang
terhadap infeksi dapat menyebabkan bronkitis kronis. Virus dominan yang menjadi
penyebab adalah Influenza tipe A dan B, dan agen bakteri yang dominan adalah
Staphylococcus, Streptococcus, dan Mycoplasma pneumonia. Orang yang memiliki
latar belakang terkait penyakit pernapasan seperti asma, fibrosis kistik, atau
bronkiektasis memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk mengembangkan bronkitis
kronis. Orang yang berulang kali terpapar polutan lingkungan seperti debu atau
bahan kimia di udara seperti amonia dan sulfur dioksida memiliki risiko lebih tinggi
terkena bronkitis kronis.

Sumber: Mejza F, Gnatiuc L, Buist AS, Vollmer WM, Lamprecht B, Obaseki DO, Nastalek P, Nizankowska-Mogilnicka E, Burney PGJ.,
BOLD collaborators. BOLD study collaborators. Prevalence and burden of chronic bronchitis symptoms: results from the BOLD study.  Eur.
Respir. J. 2017 Nov;50(5) 
MANIFESTASI KLINIS

 Batuk Produktif  Demam


 Kelelahan  Takipenia
 Sianosis  Mengi
 Penggunaan otot pernapasan  Pemanjangan waktu respirasi
tambahan  Wheezing
 Nyeri dada  Hipertensi pulmonar
 Penyumbatan rongga-rongga
sinus
 Sesak napas

Sumber: McPhee, s. J. (n.d.). Patofisiologi penyakit. Jakarta: Penerbit buku kedokteran : EGC.
Price, S. A. (n.d.). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit edisi 6. Jakarta: Penerbit buku kedokteran: EHC.
PEMERIKSAAN BRONKITIS KRONIS

 Pemeriksaan Fisis
 Chest X-ray
 Oxygen level test (Pemeriksaan kadar oksigen dalam darah)
 Tes Fungsi Paru/Spirometer
 Tes darah
 Pemeriksaan Sputum: Analisis sel dalam sputum dapat
membantu menentukan penyebab beberapa masalah pada
paru-paru

Sumber: Arkhipov V, Arkhipova D, Miravitlles M, Lazarev A, Stukalina E. Characteristics of COPD patients according to GOLD classification and clinical
phenotypes in the Russian Federation: the SUPPORT trial. Int J Chron Obstruct Pulmon Dis. 2017;12:3255-3262.
Smith DRM, Dolk FCK, Pouwels KB, Christie M, Robotham JV, Smieszek T. Defining the appropriateness and inappropriateness of antibiotic
prescribing in primary care. J. Antimicrob. Chemother. 2018 Feb 01;73(suppl_2):ii11-ii18.
TATA LAKSANA

Tujuan utama pengobatan bronkitis kronis adalah untuk meredakan


gejala, mencegah komplikasi dan memperlambat perkembangan
penyakit. Tujuan utama terapi ditujukan untuk mengurangi produksi
lendir yang berlebihan, mengendalikan peradangan dan menurunkan
batuk. Ini dicapai dengan intervensi farmakologis serta
nonfarmakologis.

Sumber: Arkhipov V, Arkhipova D, Miravitlles M, Lazarev A, Stukalina E. Characteristics of COPD patients according to GOLD classification and clinical
phenotypes in the Russian Federation: the SUPPORT trial. Int J Chron Obstruct Pulmon Dis. 2017;12:3255-3262.
Smith DRM, Dolk FCK, Pouwels KB, Christie M, Robotham JV, Smieszek T. Defining the appropriateness and inappropriateness of antibiotic
prescribing in primary care. J. Antimicrob. Chemother. 2018 Feb 01;73(suppl_2):ii11-ii18.
TERAPI FARMAKOLOGIS

Bronkodilator: Agonis reseptor β-Adrenergik kerja pendek dan panjang serta bantuan
Antikolinergik dengan meningkatkan lumen saluran napas, meningkatkan fungsi siliaris dan
dengan meningkatkan hidrasi mukosa.

Glukokortikoid: Mengurangi peradangan dan produksi lendir Kortikosteroid yang dihirup


mengurangi eksaserbasi dan meningkatkan kualitas hidup.Namun, ini diberikan di bawah
pengawasan medis dan untuk waktu yang singkat karena penggunaan jangka panjang dapat
menyebabkan osteoporosis, diabetes, dan hipertensi.

Terapi antibiotik: tidak diindikasikan dalam pengobatan bronkitis kronis namun terapi makrolide
telah terbukti memiliki sifat anti-inflamasi dan karenanya mungkin berperan dalam pengobatan
bronkitis kronis.

Phosphodiesterase-4 inhibitors: mengurangi peradangan dan meningkatkan relaksasi otot


polos saluran napas dengan mencegah hidrolisis zat adenosin monofosfat siklik ketika
terdegradasi menyebabkan pelepasan mediator inflamasi.

Sumber: Arkhipov V, Arkhipova D, Miravitlles M, Lazarev A, Stukalina E. Characteristics of COPD patients according to GOLD classification and clinical
phenotypes in the Russian Federation: the SUPPORT trial. Int J Chron Obstruct Pulmon Dis. 2017;12:3255-3262.
Smith DRM, Dolk FCK, Pouwels KB, Christie M, Robotham JV, Smieszek T. Defining the appropriateness and inappropriateness of antibiotic
prescribing in primary care. J. Antimicrob. Chemother. 2018 Feb 01;73(suppl_2):ii11-ii18.
TERAPI NON-FARMAKOLOGIS

Intervensi nonfarmakologis yang paling utama adalah berhenti merokok.


Penghentian merokok meningkatkan fungsi mukosiliar dan menurunkan
hiperplasia sel goblet. Penghentian merokok juga telah terbukti mengurangi
cedera saluran napas yang mengakibatkan penurunan tingkat mukus yang
terkelupas dalam sel trakeobronkial.

Rehabilitasi paru merupakan bagian penting dari pengobatan bronkitis


kronis yaitu rehabilitasi paru yang terdiri dari pendidikan, modifikasi gaya
hidup, aktivitas fisik secara teratur dan menghindari paparan polutan yang
diketahui baik di tempat kerja maupun lingkungan hidup.

Sumber: Arkhipov V, Arkhipova D, Miravitlles M, Lazarev A, Stukalina E. Characteristics of COPD patients according to GOLD classification and clinical
phenotypes in the Russian Federation: the SUPPORT trial. Int J Chron Obstruct Pulmon Dis. 2017;12:3255-3262.
Smith DRM, Dolk FCK, Pouwels KB, Christie M, Robotham JV, Smieszek T. Defining the appropriateness and inappropriateness of antibiotic
prescribing in primary care. J. Antimicrob. Chemother. 2018 Feb 01;73(suppl_2):ii11-ii18.
KANKER PARU
DEFINISI DAN EPIDEMIOLOGI

Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru
sendiri (primer) sedangkan kanker paru sekunder adalah sel kanker yang menyebar dari anggota
tubuh lain. Kanker Paru Primer dibedakan menjadi dua jenis; Kanker Paru jenis Karsinoma Sel Kecil
(KPKSK) dan Kanker Paru jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK) Kanker paru jenis karsinoma
bukan sel kecil terdiri dari berbagai jenis, antara lain: Karsinoma sel skuamosa (KSS),
Adenokarsinoma, Karsinoma sel besar (KSB).

Kanker paru merupakan penyebab utama keganasan di dunia, mencapai hingga 13 persen dari semua
diagnosis kanker. Selain itu, kanker paru juga menyebabkan 1/3 dari seluruh kematian akibat kanker
pada laki-laki. Di Amerika Serikat, diperkirakan terdapat sekitar 213.380 kasus baru pada tahun 2007
dan 160.390 kematian akibat kanker paru. Berdasarkan data WHO, kanker paru merupakan jenis
kanker terbanyak pada laki-laki di Indonesia, dan terbanyak kelima untuk semua jenis kanker pada
perempuan Kanker paru juga merupakan penyebab kematian akibat kanker terbanyak pada lakilaki dan
kedua pada perempuan.

(panduan penatalaksanaan kanker paru. Kementrian kesehatan republik indoneisa


http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKParu.pdf )
ANATOMI

Sonora.id Grid.id
https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/360x240/ph https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/intisarifoto/origi
oto/2019/12/18/941207430.jpg nal/30125_hanya-9-penderita-kanker-paru-bertahan-hidup.jpg
FISIOLOGI
Fungsi utama paru adalah untuk melengkapi kebutuhan oksigen dan mengekskresi
karbondioksida dari darah untuk metabolisme sel. Sedangkan kanker paru adalah
penyakit-penyakit dengan ciri khas adanya pertumbuhan sel yang tidak terkontrol pada 
jaringan paru-paru
Seperti jenis kanker lainnya, kanker paru diinisiasi oleh aktivasi onkogen atau inaktivasi 
gen supresor tumor. Onkogen diyakini menjadikan orang lebih rentan terhadap kanker
Reseptor faktor pertumbuhan epidermal (EGFR) mengatur proliferasi sel, apoptosis, 
angiogenesis, dan invasi tumor. Mutasi dan amplifikasi EGFR biasa ditemukan pada
kanker paru bukan-sel-kecil. Kerusakan kromosomal bisa menyebabkan hilangnya
heterozigositas. Hal ini bisa menyebabkan inaktivasi gen supresor tumor. Kerusakan
pada kromosom 3p, 5q, 13q, dan 17p secara spesifik ditemukan pada kanker bukan-sel-
kecil. Gen supresor tumor p53, yang terdapat di kromosom 17p, terpengaruh pada 60-
75% kasus. Gen-gen lain yang sering dimutasi atau dikuatkan adalah c-MET, NKX2-1, 
LKB1, PIK3CA, dan BRAF

Herbst, RS (September 2008). "Lung cancer". New England Journal of


Medicine. 359 (13): 1367–1380. doi:10.1056/NEJMra0802714. PMID 18815398
BIOKIMIA

Squamos cell carsinoma


Mutasi gen p53, RB
Adenocarsinoma
• Mutasi K-RAS
• Inaktivasi dan mutasi p53, RB dan p16
Small cell carsinoma
Mutasi p53, RB
HISTOLOGI

https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F https://www.google.com/url?sa=i&url=http%3A%2F
%2Ffdokumen.site%2Fdocument%2Fhistologi-saluran- %2Feprints.undip.ac.id
pernafasan- %2F50571%2F3%2FIna_Marlina_22010112120006_Lap
bawah.html&psig=AOvVaw2WSeRdKkF8LFSltv6Efo7z& .KTI_Bab2.pdf&psig=AOvVaw1Oj9pRMXky8ZEiF_7w-
ust=1601474325254000&source=images&cd=vfe&ved=2 RxO&ust=1601473408665000&source=images&cd=vfe&
ahUKEwiU6brzwo7sAhVpBrcAHawAA3wQjB16BAgAEA ved=2ahUKEwiK07K-
g v47sAhVWFnIKHYMTC3EQjB16BAgAEAg
Skuamous Sel Karsinoma

Robbins Cotran Basic


Pathology ed.9
Large Cell
Adenocarsinoma

Robbins Cotran Basic


Pathology ed.9 Small Cell
PATOMEKANISME

Mostafa, Ezzeldin. (2019). Spotlights on


Cardiovascular & Thoracic Surgery 4e.
GEJALA KLINIS
• keluhan berupa
• batuk kronis dengan/tanpa produksi sputum, batuk darah
pada hampir 50% kasus,
• nyeri dada juga umum terjadi dan bervariasi mulai dari
nyeri pada lokasi tumor atau nyeri yang lebih berat oleh
karena adanya invasi ke dinding dada atau mediastinum.
• Sesak napas,
• penurunan berat badan,
• infeksi paru / saluran napas berulang.
• Dari anamnesis juga sering dijumpai adanya paparan
faktor risiko paparan merokok.

Bakta, I. M., Wibawa, I. D. N. and Suega, K. (2017) PKB-TRIGONUM SUMEDA- ILMU


PENYAKIT DALAM XXV. Denpasar.
PEMERIKSAAN FISIK

• Pemeriksaan fisik mencakup


• Penemuan abnormal terutama pada pemeriksaan fisik paru benjolan leher, ketiak atau dinding dada,
tanda pembesaran hepar atau tanda asites, nyeri ketok di tulang.
• Pada pemeriksaan fisik, tanda yang dapat ditemukan pada kanker paru dapat bervariasi tergantung
pada letak, besar tumor dan penyebarannya. Pembesaran kelenjar getah bening (KGB)
supraklavikula, leher dan aksila menandakan telah terjadi penyebaran ke KGB atau tumor di dinding
dada, kepala atau lokasi lain juga menjadi petanda penyebaran.
• Sesak napas dengan temuan suara napas yang abnormal (Wheezing) pada pemeriksaan fisik yang
didapat jika terdapat massa yang besar, efusi pleura atau atelektasis.
• Venektasi (pelebaran vena) di dinding dada dengan pembengkakan (edema) wajah, leher dan lengan
berkaitan dengan bendungan pada vena kava superior (SVKS).
• Sindroma Horner sering terjadi pada tumor yang terletak si apeks (pancoast tumor).
• Thrombus pada vena ekstremitas ditandai dengan edema disertai nyeri pada anggota gerak
• Tandatanda patah tulang patologik dapat terjadi pada kanker yang bermetastasis ke tulang. Tanda-
tanda gangguan neurologis akan didapat jika kanker sudah menyebar ke otak atau tulang belakang.

Kementerian Kesehatan.Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran kanker Paru. 2016


PEMERIKSAAN PENUNJANG

• LAB
• Pemeriksaan Laboratorium Darah rutin: Hb, Leukosit,
Trombosit, fungsi hati, fungsi ginjal.
• Pemeriksaan Patologi Anatomik
• 1. Pemeriksaan Patologi Anatomik (Sitologi dan
Histopatologi)
• 2. Pemeriksaan imunohistokimia untuk menentukan jenis
(seperti TTF-1 dan lain-lain) dilakukan apabila fasilitas
tersedia.
• 3. Pemeriksaan Penanda molekuler yang telah tersedia
diantaranya adalah mutasi EFGR hanya dilakukan
apabila fasilitas tersedia

Kementerian Kesehatan.Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran kanker Paru. 2016


Pemeriksaan Pencitraan
• 1. Foto toraks AP/lateral merupakan pemeriksaan awal untuk menilai pasien dengan
kecurigaan terkena kanker paru. Berdasarkan hasil pemeriksaan ini, lokasi lesi dan
tindakan selanjutnya termasuk prosedur diagnosis penunjang dan penanganan dapat
ditentukan. Jika pada foto toraks ditemukan lesi yang dicurigai sebagai keganasan,
maka pemeriksaan CT scan toraks wajib dilakukan untuk mengevaluasi lesi tersebut.
• 2. CT scan toraks dengan kontras merupakan pemeriksaan yang penting untuk
mendiagnosa dan menentukan stadium penyakit, dan menentukan segmen paru
yang terlibat secara tepat.
• 3. CT scan kepala dengan kontras diindikasikan bila penderita mengeluh nyeri kepala
hebat untuk menilai kemungkinan adanya metastasis ke otak.
• 4. USG abdomen dilakukan untuk menilai kemungkinan metastasi
• 5. Bone Scan dilakukan untuk mendeteksi metastasi ke tulangtulang. Bone survey
dilakukan jika fasilitas bone scan tidak ada.
• 6. PET-scan dapat dilakukan untuk menilai hasil pengobatan

Kementerian Kesehatan.Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran kanker Paru. 2016


Pemeriksaan Khusus
• 1. Bronkoskopi adalah prosedur utama untuk mendiagnosa kanker paru.
Prosedur ini dapat membantu menentukan lokasi lesi primer, pertumbuhan
tumor intraluminal dan mendapatkan spesimen untuk sitologi dan biopsi,
sehingga diagnosa dan stadium kanker paru dapat ditentukan.
• 2. Bila tersedia, pemeriksaan Endobrachial Ultrasound (EBUS) dapat
dilakukan untuk membantu menilai kelenjar getah bening mediastinal, hilus,
intrapulmoner juga untuk penilaian lesi perifer dan saluran pernapasan, serta
mendapatkan jaringan sitologi dan histopatologi pada kelenjar getah bening
yang terlihat pada CT-scan toraks maupun PET CT-scan.
• 3. Biopsi Biopsi transtorakal (transthoracal biopsy-TTB
• 4. Tindakan biopsi lain, seperti aspirasi jarum halus kelenjar untuk
pembesaran kelenjar getah bening, maupun biopsi pleura dapat dilakukan bila
diperlukan.

Kementerian Kesehatan.Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran kanker Paru. 2016


Tatalaksana Kanker
Paru-Paru


[ta·ta lak·sa·na]
Arti : cara mengurus (menjalankan) perusahaan
dan sebagainya; dalam hal ini adalah mengatasi
kanker paru-paru
Manajemen Terapi Terbagi Atas:
1. KPKSK = non small cell 2. KPKSK = small cell
carcinoma carcinoma

Kanker paru jenis karsinoma bukan sel Secara umum, jenis kanker paru ini
dapat dibagi menjadi dua
kecil terdiri dari berbagai jenis, kelompok:
antara lain: 1. Stadium terbatas (limited stage
disease = LD)
1. Karsinoma sel skuamosa (KSS) 2. Stadium lanjut (extensive stage
2. Adenokarsinoma disease = ED)
Berbeda dengan KPBSK, pasien
3. Karsinoma sel esar (KSB) dengan KPKSK tidak memberikan
4. Jenis lain yang jarang ditemukan respon yang baik terhadap terapi target.
Kebijakan umum Terdiri atas :
pengobatan KPKBSK 1.Bedah
Pilihan pengobatan sangat tergantung pada
stadium penyakit, tampilan umum penderita,
2.Radioterapi
komorbiditas, tujuan pengobatan, dan cost- 3.Kemoterapi
effectiveness. Modalitas penanganan yang
tersedia adalah bedah, radiasi, kemoterapi, 4.Terapi Target
dan terapi target. Penedekatan penanganan
dilakukan secara integrasi multidisiplin.
5.Terapi Kombinasi
Tatalaksana Kanker Paru jenis Karsinoma Bukan Sel
Kecil (KPKBSK)
Bedah Kemoterapi
Radioterapi
Modalitas ini adalah terapi utama utama Kemoterapi dapat diberikan sebagai

untuk sebagian besar KPBSK, terutama modalitas neoadjuvant pada stadium


Radioterapi merupakan salah
dini, atau sebagai adjuvant pasca
stadium I-II dan stadium IIIA yang masih satu modalitas penting dalam
pembedahan. Terapi adjuvant dapat
dapat direseksi setelah kemoterapi tatalaksana kanker paru.
diberikan pada KPKBSK stadium IIA,
neoadjuvan. Jenis pembedahan yang Radioterapi dalam tatalaksana
IIB dan IIIA. Pada KPKBSK stadium
dapat dilakukan adalah lobektomi, kanker paru Bukan Sel Kecil
lanjut, kemoterapi dapat diberikan
segmentektomi dan reseksi sublobaris. (KPKBSK) dapat berperan di
dengan tujuan pengobatan jika
Pilihan utama adalah lobektomi yang semua stadium KPKBSK
tampilan umum pasien baik
sebagai terapi kuratif definitif,
menghasilkan angka kehidupan yang (Karnofsky >60; WHO 0-2). Namun,
kuratif neoajuvan atau ajuvan
paling tinggi.. guna kemoterapi terbesar adalah
maupun paliatif.
sebagai terapi paliatif pada pasien
dengan stadium lanjut.
Tatalaksana Kanker Paru jenis Karsinoma Bukan Sel
Kecil (KPKBSK)

Terapi Target Terapi Kombinasi


Terapi target diberikan pada Terapi radiasi dan kemoterapi dapat
penderita dengan stadium IV diberikan pada kasus-kasus tertentu,
KPKBSK EGFR mutasi positif yang terutama yang tidak memenuhi
sensitif terhadap EGFR-TKI. Terapi syarat untuk menjalani pembedahan.
EGFRTKI yang tersedia yaitu Selain itu, terapi kombinasi dapat
Gefitinib, Erlotinib atau Afatinib. diberikan dengan tujuan pengobatan
pada pasien dengan tampilan umum
baik (Karnofsky >70%) dan
penurunan berat badan minimal, dan
pasien usia lanjut yang mempunyai
komorbiditas berat atau
kontraindikasi operasi.
1. Stadium Terbatas

Kanker Paru jenis Karsinoma Sel Pilihan modalitas terapi pada stadium ini adalah kombinasi
Kecil (KPKSK) dari kemoterapi berbasis-platinum dan terapi radiasi
toraks. Kemoterapi dilakukan paling banyak 4-6 siklus,
dengan peningkatan toksisitas yang signifikan jika
Secara umum, jenis kanker
paru ini dapat dibagi menjadi diberikan lebih dari 6 siklus.
dua 2. Stadium Lanjut
kelompok: Pilihan utama modalitas terapi stadium ini adalah
1. Stadium terbatas (limited
kemoterapi kombinasi. Regimen kemoterapi yang dapat
stage disease = LD)
digunakan pada stadium ini adalah: sisplatin/karboplatin
2. Stadium lanjut (extensive
stage disease = ED) dengan etoposid (pilihan utama), atau sisplatin/karboplatin
dengan irinotekan. Pilihan lain adalah radiasi paliatif pada
lesi primer dan lesi metastasis.
Tindakan Preventif Kanker
Paru-Paru


[Tindakan Preventif]
Arti : bentuk tindakan yang dilakukan
untuk menangani suatu kejadian yang
terjadi pada lingkungan, dengan
diharapkan tidak akan terulang kembali di
masa yang akan datang.
Menurut CDC (2010), pencegahan dari kanker paru
ada empat, yaitu :

1 2
Menghindari
Berhenti menghisap rokok
orang lain
Merokok (secondhand smoke
)

3
Membuat 4
Mengkonsumsi
lingkungan kerja buah dan sayuran
dan rumah aman yang banyak
dari gas radon
Differential Diagnosis
PPOK
TB Paru Pneumonia Kanker
Asma Emfisema Bronkitis Paru
Bronchiale Kronis

30 tahun ✓ x ✓ x ✓ ✓

Nyeri dada sebelah ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓


Kanan

Demam ✓ ✓ x x ✓ x

Sesak Napas ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓

Batuk >2 minggu ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓

Dahak lendir hijau + ✓ ✓ Darah: x x Darah: x Darah: ✓


bercak darah Hijau: ✓ Hijau: ✓ Hijau: x

Perkusi pada apeks ✓ ✓ x x x ✓


paru bunyi redup

Ronki basah pada ✓ ✓ x x x x


daerah redup

Causa rokok ✓ x ✓ ✓ ✓ ✓
Thank You!

Anda mungkin juga menyukai