Anda di halaman 1dari 36

PANCASILA SEBAGAI

SISTEM FILSAFAT

Yuswanti Ariani Wirahayu


Lingkup Bahasan:
• Cara berfikir filsafati
• Pengertian Pancasila secara filsafat
(aspek ontologi, epistemologi, dan
aksiologi).
• Nilai-nilai Pancasila menjadi dasar dan
arah keseimbangan antara hak dan
kewajiban asasi manusia
Pengertian:
• Secara etimologi
falsafah berasal dari bahasa Yunani, philosophia:
philolphiloslphilein yang artinya
cinta/pecinta/mencintai dan sophia, yang berarti
kebijakan/wisdom/kearifan/hikmah/hakikat
kebenaran.
-- > filsafat artinya cinta akan kebijakan atau
hakikat kebenaran.
Berfilsafat: berpikir sedalam-dalamnya (merenung)
terhadap sesuatu secara metodik, sistematis,
menyeluruh, dan universal untuk mencari hakikat
sesuatu.
• D. Runes, filsafat berarti ilmu yang paling
umum yang mengandung usaha mencari
kebijakan dan cinta akan kebijakan (Bp-7,
1993:8)
Arti Filsafat:

• Filsafat dalam arti proses


• Filsafat dalam arti produk
• Filsafat sebagai ilmu
• Filsafat sebagai pandangan hidup
• Filsafat dalam arti teoretis
• Filsafat dalam arti praktis
Pancasila sebagai filsafat dalam arti
produk, sebagai pandangan hidup, dan
filsafat dalam arti praktis.
Filsafat Pancasila mempunyai fungsi dan
peranan sebagai pedoman dan pegangan
dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan
dalam kehidupan sehari-hari, dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara bagi bangsa Indonesia di
mana pun mereka berada.
Filsafat  kegiatan pemikiran yg tinggi dan
murni, tidak terikat langsung dg suatu
obyek, pemikiran yang mendalam dan daya
pikir subyek manusia dalam memahami
segala sesuatu dalam mencari kebenaran.
Berpikir aktif dalam mencari kebenaran
adalah potensi dan fungsi kepribadian
manusia.
Ajaran filsafat merupakan hasil pemikiran
yang sedalam-dalamnya tentang
kesemestaan, secara mendasar
(fundamental dan hakiki).
Sistem Filsafat:

Sistem filsafat mengajarkan:


• Sumber dan hakikat realita,
• Filsafat hidup dan tata nilai etika),
termasuk teori terjadinya pengetahuan
manusia dan logika.
Filsafat sebagai hasil pemikiran pemikir
(fllosof), mrpk suatu ajaran atau sistem
nilai, baik terwujud pandangan hidup
(filsafat hidup) maupun sebagai ideologi
yang dianut suatu masyarakat atau
bangsa dan negara.
Filsafat berkembang dan terbentuk sebagai
suatu nilai yang melembaga (dgn negara)
sbg suatu paham (isme), seperti
kapitalisme, komunisme, sosialisme,
nazisme, fasisme, theokratisme, dsb-nya
yang mempengaruhi kehidupan bangsa
dan negara modern.
Aliran filsafat terbentuk atas beberapa
ajaran filsafat dari berbagai tokoh dan
dari berbagai zaman.
Tegasnya perbedaan aliran bukan
ditentukan oleh tempat dan waktu
lahirnya filsafat melainkan oleh watak
isi dan nilai ajarannya.
Aliran Filsafat:

• Aliran Meterialisme
• Aliran Idealisme/Spiritualisme
• Aliran Realisme
Aliran Materialisme
Aliran materialisme: bahwa hakikat realitas
kesemestaan, termasuk makhluk hidup,
manusia, ialah materi.
Semua realitas ditentukan oleh materi
(misalnya benda-ekonomi, makanan) dan
terikat pada hukum alam, yaitu hukum
sebab-akibat (hukum kausalitas) yang
bersifat obyektif.
Aliran Idealisme/Spiritualisme
Idealisme atau spritualisme: ide atau spirit
manusia yang menentukan hidup dan
pengertian manusia.
Subyek manusia sadar atas realitas dirinya dan
kesemestaan, karena ada akal budi dan
kesadaran rohani.
Manusia yang tak sadar atau mati sama sekali
tidak menyadari dirinya apalagi realitas semata.
Jadi, hakikat diri dan kenyataan ialah akal budi
(ide dan spirit).
Aliran Realisme
• Realisme: bahwa aliran materialisme dan
idealisme tidak sesuai dengan kenyataan
(tidak realistis).
• Realitas kesemestaan, terutama
kehidupan bukanlah benda (materi)
semata-mata.
• Kehidupan, tampak pada tumbuhan,
hewan, dan manusia, hidup berkembang
biak, kemudian tua, akhirnya mati.
• Realitas tersebut lebih daripada materi.
Karenanya, realitas itu adalah paduan
benda (materi dan jasmaniah) dengan
yang non-materi (spiritual, jiwa, dan
rohaniah).
• Khusus pada manusia, tampak dalam
gejala daya pikir cipta, dan budi.
• Jadi, realisme merupakan sintesis antara
jasmaniah-rohaniah, materi dengan non-
materi.
Nilai Pancasila Berwujud dan
Bersifat Filsafat
1. Pancasila sebagai pandangan hidup
bangsa, artinya yang terkandung dalam
Pancasila dijadikan dasar dan pedoman
dalam mengatur sikap dan tingkah laku
manusia Indonesia, dalam hubungannya
dengan Tuhan, masyarakat, dan alam
semesta.
2. Pancasila sebagai dasar negara, berarti
nilai yang terkandung dalam Pancasila
dijadikan dasar dan pedoman dalam
mengatur tata kehidupan bernegara,
seperti yang diatur oleh UUD 1945.
3. Filsafat Pancasila yang abstrak tercermin
dalam Pembukaan UUD 1945 yang
merupakan uraian terinci dari Proklamasi
17 Agustus 1945 yang dijiwai Pancasila.
4. Pancasila yang dirumuskan dalam
Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu
kebulatan yang utuh.
5. Jiwa Pancasila yang abstrak setelah
tercetus menjadi Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945, tercermin
dalam pokok-pokok yang terkandung
dalam Pembukaan UUD 1945.
6. Berdasarkan penjelasan otentik UUD 1945,
undang-undang dasar menciptakan pokok-
pokok pikiran yang terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945 pada pasal-pasalnya.
Berarti pasal-pasal dalam Batang Tubuh UUD
1945 menjelmakan pokok-pokok pikiran yang
terkandung dalam Pembukaan UUD 1945
sebagai perwujudan dari jiwa Pancasila.
7. Karena itu, kesatuan tafsir sila-sila Pancasila
harus bersumber dan berdasarkan Pembukaan
dan Batang Tubuh UUD 1945.
8. Nilai-nilai yang hidup berkembang dalam
masyarakat Indonesia yang belum
tertampung dalam pembukaan UUD 1945
perlu diselidiki untuk memperkuat dan
memperkaya nilai-nilai Pancasila yang
terkandung dalam Pembukaan dan
Batang Tubuh UUD 1945.
Pengertian Pancasila secara Filsafat
• Pancasila sebagai filsafat mengandung
pandangan, nilai dan pemikiran yang dapat
menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi
Pancasila
• Filsafat Pancasila didefinisikan sebagai refleksi
kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai
dasar negara dan kenyataan budaya bangsa,
dengan tujuan untuk mendapatkan pokok
pengertiannya secara mendasar dan
menyeluruh
Pembahasan filsafat dilakukan secara deduktif,
dengan mencari hakikat Pancasila, menganalisis
dan menyusunnya secara sistematis menjadi
keutuhan pandangan yang komprehensif.
Secara induktif, dengan mengamati gejala sosial
budaya masyarakat, merefleksikannya, dan
menarik arti dan makna yang hakiki dari gejala.
Wawasan filsafat meliputi bidang-bidang
penyelidikan ontologi, epistemologi, dan
aksiologi. Ketiga bidang ini dapat diangap
mencakup kesemestaan.
Aspek Ontologi:

• Runes: teori tentang ada


keberadaan atau eksistensi.

• Aristoteles: ilmu yang menyelidiki


hakikat sesuatu dan disamakan
dengan metafisika.
Aspek Ontologi:
• Ontologi penyelidikan tentang makna
keberadaan (ada, eksistensi) manusia,
benda, dan alam semesta (kosmologi),
juga ada mutlak yang tidak terbatas
sebagai maha sumber ada semesta.
• Ontologi menjangkau adanya Tuhan gaib,
seperti rohani dan kehidupan sesudah
kematian (alam di balik dunia, alam
metefisika).
Aspek Epistemologi:
- Runes: bidang atau cabang filsafat
yang menyelidiki asal, syarat,
susunan, metode, dan validitas ilmu
pengetahuan.
- Lapasila: ilmu atau teori terjadinya
ilmu atau science of science atau
wissenschaftslehre. Yang termasuk
cabang epistemologi: matematika,
logika, gramatika, dan semantika.
• Bidang epistemologi: bidang filsafat yang
menyelidiki makna dan nilai ilmu
pengetahuan, sumbernya, syarat dan
proses terjadinya ilmu, termasuk semantik,
Iogika, matematika, dan teori ilmu
Aspek Aksiologi
• Runes: ”axios” yangberarti nilai, manfaat, pikiran
atau ilmu/teori.
• Pengertian modern disamakan dengan teori
nilai, yakni sesuatu yang diinginkan, disukai atau
yang baik, bidang yang menyelidiki hakikat nilai,
kriteria, dan kedudukan metafisika suatu nilai.
• Brameld: aksiologi sebagai cabang filsafat yang
menyelidiki:
a) tingkah laku moral, yang berwujud etika,
b) ekspresi etika, yang berwujud estetika atau
seni dan keindahan,
c) sosio-politik, yang berwujud idiologi
Nilai Pancasila: Dasar dan Arah
Keseimbangan Hak dan Kewajiban

Memahami nilai dari sila-sila Pancasila


terkandung beberapa hubungan manusia
yang melahirkan keseimbangan antara
hak dan kewajiban:
a. Hubungan Vertikal
b. Hubungan Horizontal
c. Hubungan Alamiah
Hubungan Vertikal
Hubungan vertikal: hubungan menusia dengan
Tuhan Yang Maha Kuasa, sebagai penjelmaan
dari nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Manusia memiliki kewajiban untuk melaksanakan
perintah Tuhan dan menghentikan segala
larangan-Nya.
Hak yang diterima oleh manusia dari Tuhan Yang
Maha Kuasa adalah rahmat yang tidak
terhingga yang diberikan oleh Tuhan yang Maha
Kuasa dan pembalasan amal baik di akhirat
nanti.
Hubungan Horizontal
Hubungan horizontal: hubungan manusia dengan
sesamanya baik dalam fungsinya sebagai warga
masyarakat, warga bangsa, dan warga negara.
Hubungan tsb melahirkan hak dan kewajiban
yang seimbang
Kewajiban warga negara: pajak yang dibayar
kepada negara
Hak yang diterima warga negara: pembangunan
infrastruktur (jalan raya, pengairan, dan lain-lain)
sebagai kewajiban negara terhadap rakyatnya.
Hubungan Alamiah
Hubungan alamiah: hubungan manusia dengan
alam sekitar yang meliputi hewan, tumbuh-
tumbuhan, dan alam dengan segala
kekayaannya.
Seluruh alam dan isinya: untuk kebutuhan
manusia, namun manusia berkewajiban
melestarikan alam dan kekayaannya
Hubungan manusia dg alam memiliki
keseimbangan antara hak dan kewajiban
sebagaimana hubungan manusia dengan
masyarakat dan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Alasan prinsipil Pancasila sebagai
pandangan hidup:
• Mengakui adanya kekuatan gaib
yang ada di luar diri manusia menjadi
pencipta serta mengatur serta
penguasa alam semesta.
• Keseimbangan dalam hubungan,
keserasian-keserasian dan untuk
menciptakannya perlu pengendalian
diri.
• Dalam mengatur hubungan, peranan dan
kedudukan bangsa sangat penting.
Persatuan dan kesatuan sebagai bangsa
merupakan nilai sentral.
• Kekeluargaan, gotong royong,
kebersamaan, serta musyawarah untuk
mufakat dijadikan sendi kehidupan
bersama.
• Kesejahteraan bersama menjadi tujuan
hidup bersama.
Masalah asasi filsafati ttg negara:
• Isi pemikiran filsafat Pancasila sebagai
suatu pemikiran filsafat tentang negara
adalah bahwa Pancasila memberikan
jawaban yang mendasar dan menyeluruh
atas masalah: Apa negara itu? Masalah
ini dijawab dengan prinsip kebangsaan
Indonesia.
• Masalah kedua: Bagaimana
hubungan antarbangsa/antarnegara?
Masalah ini dijawab dengan prinsip
perikemanusiaan.
• Masalah ketiga: siapakah sumber dan
pemegang kekuasaan negara?
Masalah ini dijawab dengan prinsip
demokrasi.
• Masalah keempat: Apa tujuan
negara? Masalah ini dijawab dengan
prinsip kesejahteraan.
• Masalah kelima: Bagaimana
hubungan antar-agama dan negara?
Masalah ini dijawab dengan prinsip
Ketuhanan yang Maha Esa.

Anda mungkin juga menyukai