Anda di halaman 1dari 23

Heart Disease

Presented By: Endah Warroza Putri


Mentored By : Dr. I Gusti Rai Putra Wiguna , M.Biomed, SpKJ
PSIKIS (JIWA)  Dapat menemukan hubungan antara
kepribadian dengan penyakit

 Sehat  meliputi kesehatan fisik, psikologis,


sosial dan spritual.

 Gangguan penyakit fisik erat hubungannya dengan


faktor psikososial, faktor prilaku, sehingga
faktor psikis mempunyai peran
etiologi yg bermakna

SOMA (BADAN)
Pendahuluan
• Penyakit kardiovaskular adalah penyebab kematian sepertiga orang
dewasa di Amerika, dan adalah penyebab utama kematian di negara
maju
• Hubungan antara gangguan psikiatri dan penyakit kardiovaskular sangat
kompleks, termasuk efek faktor psikososial pada jantung dan sistem
vaskular dan efek perubahan sistem kardiovaskular pada keadaan
mental
• Banyak keadaan dan sifat psikologis telah diidentifikasi sebagai risiko
terjadinya pengembangan atau eksaserbasi penyakit jantung, termasuk
kecemasan, pola perilaku tipe A, depresi, stres, dan, gangguan tidur
Hubungan gangguan psikis dan penyakit jantung
Berdasarkan penelitian dan kenyataan klinis hubungan antara
gangguan psikis dengan penyakit jantung dapat digambarkan sebagai
berikut :
• Gangguan pada jantung bisa merupakan gangguan fungsional
• Pasien yang mengalami sakit jantung akan diikuti oleh perasaan tidak
enak (disforik)
• Gangguan psikis merupakan salah satu faktor risiko PJK
• Gangguan jantung fungsional dengan berbagai macam manifestasi
klinis tanpa ditemukan adanya kelainan organik yang menyebabkan
munculnya berbagai macam diagnosis :
• sindrom kardiorespirasi
• irritable heart syndrome
• sindroma da Costa
Psikofisiologi gangguan jantung fungsional

• Mekanisme yang terjadi pada psikosomatis dapat melalui rasa takut


atau kecemasan yang akan mempercepat denyutan jantung,
meninggikan daya pompa jantung dan tekanan darah, menimbulkan
kelainan pada ritme dan EKG.
• Kehilangan semangat dan putus asa mengurangi frekuensi, daya
pompa jantung dan tekanan darah
 Gangguan Psikosomatik Reaksi Cardio Vasculer
> Gangguan jantung fungsional
Terjadinya stress psikis → stimulasi saraf simpatis → kontraksi miokard ↑
→ HR↑→komsumsi O2 ↑ dan Aliran darah koroner ↓
akibat vaso spasme koroner.
• Untuk mempertahankan aliran darah koroner yg cukup akan diimbangi
oleh vasokonstriksi arteriole sistemik.
• Melalui hormonal stress psikis saraf otonom merangsang medulla dan
korteks adrenal katekolamin dan kortisol.
• Efek Hormon katekolamin dan kortisol :
TD↑, HR↑, konsumsi O2↑, lemak bebas↑, kolesterol↑, TG↑,
Kadar gula darah↑, retensi Na+ dan air
Jantung dan pembuluh darah

• Hipertensi esensial juga dapat merupakan suatu gejala gangguan


psikosomatik. Ketegangan emosi dapat menyebabkan vasokonstriksi
dan bila keadaan ini berlangsung lama, maka terjadi fiksasi pada
hipertensi tersebut.
• Sakit kepala vaskuler terjadi karena terjadi pelebaran (dilatasi) atau
pengecilan (konstriksi) pembuluh darah.
• Sakit kepala vasospastik (karena vasokonstriksi), terasa berkurang bila
kepala lebih rendah atau dikompres dengan air hangat dan diberi obat
vasodilatator (analgetika kurang menolong).
Emosi dan jantung

• Kemarahan dan kecemasan memicu kelenjar adrenal untuk melepas


hormon-hormon tersebut, yang kemudian menggerakkan sumber-
sumber tubuh untuk mengatasi situasi yang mengancam.
• Apabila orang terus-menerus atau berulang-ulang mengatami
kegelisahan dan kemarahan  pelepasan hormon-hormon stres terus
berlanjut  kerusakan pada jantung dan pembuluh darah.
• Hormon stres  meningkatkan kepekatan faktor pembekuan darah
 meningkatkan kemungkinan terbentuknya sumbatan yang
membahayakan dalam pembuluh darah
Anger, Type A Behavior, and Hostility

• Pola perilaku Tipe A ditandai oleh kemarahan, ketidaksabaran,


kejengkelan, dan iritabilitas dikaitkan dengan penyakit koroner insiden
pada pria di tahun 1970an
• Permusuhan yang rendah bersifat protektif terhadap kejadian penyakit
coroner (Shekelle et al 1983), namun kemarahan yang tinggi dan
permusuhan yang tinggi kurang jelas terkait dengan peningkatan risiko
kardiovaskular.
• Hasil Analisis Studi Normatif : hipotesis kemarahan dapat menimbulkan
kematian akibat jantung koroner, MI nonfatal, dan angina, namun tidak
memprediksi kematian jantung koroner atau MI nonfatal sampai pada
tingkat signifikan secara statistik (Kawachi et al 1996).
• Flanders Dunbar menggambarkan pasien dengan penyakit jantung koroner
mempunyai ciri kepribadian agresif-kompulsif dengan kecendrungan bekerja
dengan waktu yang panjang dan untuk meningkatkan kekuasaan.
• Meyer Fiedman dan Ray Roesman mendefinisikan kepribadian tipe A tipe B.
Kepribadian tipe A adalah berhubungan erat dengan perkembangan penyakit
jantung koroner.
• Kepribadian tipe A Mereka adalah orang yang berorientasi tindakan
berjuang keras untuk mencapai tujuan yang kurang jelas dengan cara
permusuhan kompetitif. Mereka sering agresif, tidak sabar, banyak bergerak
dan marah jika dihalangi.
• Kepribadian tipe B adalah kebalikannya. Mereka cenderung santai, kurang
agresif, kurang aktif berjuang mencapai tujuannya
• Friedman dan Roesman dari hasil penelitiannya selama 30 tahun
menyimpulkan bahwa kepribadian tipe A yang berciri emosional
kompetitif, agresif, dan selalu terburu-buru dalam mencapai
tujuannya merupakan faktor risiko PJK, seperti halnya hipertensi,
hiperkolesterolemia, dan merokok.
• Kepribadian tipe A kemungkinan terkena PJK 1,7-4,5 kali dibandingkan
kepribadian tipe B yang berciri sebaliknya.
• Studi lain mendapatkan kejadian angina pektoris dan MI akut yang
berbeda bermakna pada kepribadian tipe A dibanding kontrol.
Sleep Apnea

• Sleep apnea berhubungan dengan hipertensi dan CHF (Bradley dan Floras
2003a, 2003b).
• Dua penelitian bersifat kronis Pasien gagal jantung menemukan
prevalensi obstruktif sleep apnea berkisar antara 11% sampai 37%, sleep
apnea meningkatkan risiko terkena gagal jantung.
• Obstructive apnea menyebabkan hipoksia, tekanan intrathoracic tinggi,
dan aktivasi sistem saraf simpatik, dengan peningkatan denyut jantung
dan tekanan darah.
• Kelainan fisiologis ini dapat menyebabkan terjadinya perkembangan
gagal jantung, kejadian iskemik, dan aritmia (Shamsuzzaman et al., 2003).
Sexual Dysfunction

• Disfungsi seksual setelah timbulnya penyakit jantung terjadi sebagai akibat dari faktor
fisik dan psikologis.
• Faktor fisik  obat-obatan, kondisi medis seperti penyakit vaskular perifer dan
diabetes melitus, dan gangguan curah jantung.
• Faktor psikologis meliputi depresi, kecemasan, dan ketakutan yang memicu serangan
jantung.
• Coital angina (angina yang terjadi selama menit atau jam setelah aktivitas seksual)
Coital angina 5% dari semua serangan anginal.
• prevalensi angina koital lebih tinggi pada pria daripada pada wanita.
• Frekuensi koitus berkurang seiring bertambahnya usia pada wanita dan pria, terutama
setelah timbulnya penyakit arteri koroner, yang terjadi sekitar 10 tahun kemudian pada
wanita daripada pada pria. 1
Atypical Chest Pain and Palpitations

• Sebuah penelitian terhadap 199 pasien rawat jalan kardiologi klinik


pasien nyeri dada menemukan bahwa dengan cutoff skor dari 5 poin,
diidentifikasi dengan benar 74% pasien gangguan panik dengan
sensitivitas 55% dan spesifisitas dari 86%.
• Gangguan jiwa sering terjadi pada pasien dengan keluhan palpitasi.
Prevalensi dari gangguan panik dan depresi berat masing-masing
adalah 27% dan 21%. (Barsky et al 1994).
Special Issues

• Transplantasi Jantung
 Psikiater  sebagai bagian dari evaluasi kesiapan pasien untuk
menjalani transplantasi jantung.
 Sering mengalami gejala depresi  melihat dirinya sendiri sebagai
orang yang tidak berdaya
 Dosis kortikosteroid oral dan intravena pada minggu awal setelah
operasi akan menginduksi  peningkatan nafsu makan, retensi
cairan, delirium dan mood lability.
• cardioverter-defibrillator / AICDs
Penggunaan defibrilator otomatis (implantable cardioverter-
defibrillator / AICDs) mengurangi angka kematian (DiMarco 2003),
namun pengalaman defibrilasi “tidak menyenangkan” pada pasien.
Implantable defibrillator discharge dikaitkan dengan kecemasan
iatrogenik, terutama pada pasien yang mengalami defibrilator
berulang, sering, atau dini setelah implantasi (Heller et al 1998).
Stress Management and Health Education Interventions in
CAD Patients Heart Disease

• Penelitian yang dilakukan pada pasien Mitral insufisiensi yang


berulang, efek psiko intervensi (psikoterapi) dikaitkan dengan tekanan
darah sistolik, perilaku merokok, latihan fisik, dan tingkat emosional
mendapatkan hasil bahwa “Pasien yang berpartisipasi dalam program
psikoterapi tiga kali lebih mungkin untuk berhasil berhenti merokok”
(Dusseldorp et al., 1999).
Treatment Issues
• Psikoterapi
Uji coba ENRICHD menguji efek dari intervensi CBT versus perawatan
biasa. Percobaan tersebut menunjukkan manfaat intervensi CBT yang
sederhana, meskipun secara statistik signifikan, sangat kecil (Komite
Penulis Penyidik ​ENRICHD 2003).
• Psychopharmacological Treatment

Anda mungkin juga menyukai