Anda di halaman 1dari 44

‘’EPILEPSI ‘’

Profesi apoteker
pagi b
A.
ARDIANSYAH
2043700059

WAHYUNI FAUSTINA
VIANYE WAI
2043700105
2043700219

KELOMPOK 2 :

NUR FITRI
RAHMI PEBRITA
2043700202 2043700053

NUR
HIDAYATI
2043700063 DOSEN PENGAMPU :
Apt. H. RUSMANA SUBANDI, M.Farm

01
DEFENISI

Manifestasi klinik
EPILEPSI dari aktivitas neuron
Suatu gangguan cortical yang
saraf kronik,
dimana terjadi
berlebihan di dalam
kejang yang korteks serebral dan
bersifat ditandai dengan

KEJANG
reccurent adanya perubahan
(berulang) aktifitas elektrik pada
saat dilakukan
pemeriksaan EEG.

Manifestasi klinik kejang sangat bervariasi tergantung dari daerah otak


fungsional yang terlibat
02
EPIDEMIOLO
GI
 EPILEPSI adalah gangguan yang menimpa sekitar 2 juta orang di Amerika
Serikat, dengan prevalensi usia disesuaikan sekitar 4-7 kasus per 1000 orang
 Insiden epilepsi di Amerika Serikat diperkirakan 35-75 kasus per 100.000
orang pertahun, yang mirip dengan negara-negara maju lainnya.
 Sekitar 8% dari populasi Amerika Serikat akan mengalami kejang selama
masa hidup mereka
 Awal terjadinya kejang pada bayi di bawah usia 1 tahun dan pada orang
dewasa setelah usia 55 tahun
 Namun, jumlah terbesar dari pasien yang menderita epilepsi adalah antara
usia 15 – 64 tahun.
 30%nya terjadi pada usia muda kurang dari 18 tahun pada saat terdiagnosa.
 Agak sulit mengestimasi jumlah kasus epilepsy  pada kondisi tanpa
serangan, pasien terlihat normal dan semua data lab juga normal, selain
itu ada stigma tertentu pada penderita epilepsy  malu/enggan
mengakui

03
TANDA DAN GEJALA

Gejala Tanda
- Gejala kejang yang spesifik akan
tergantung pada macam kejangnya. Jenis
kejang dapat bervariasi antara pasien, Interiktal (antara
namun cenderung serupa pada satu episode kejang),
individu yang sama.
tidak ada tanda
- Kejang komplek parsial dapat termasuk epilepsi yang
gambaran sematosensori atau motor fokal.
obyektif, dan
- Kejang komplek parsial dikaitkan dengan patognomonik (khas)
perubahan kesadaran.
- Ketiadaan kejang dapat tampak relatif
ringan, dengan periode perubahan
kesadaran hanya sangata singkat (detik).
- Kejang tonik klonik umum merupakan
episode konvulsif utama, dan selalu
dikaitkan dengan kehilangan kesadaran.

04
Gangguan/Abnormalitas dari pelepasan
ETIOLOGI neuron.

Anak - anak Tahun Orang Tua


menengah

• Birth trauma • Cedera • Tumor otak


• Infeksi kepala • Stroke
• Kelainan • Infeksi
bawaan • Alkohol
• Demam • Obat
tinggi stimulan
• Efek samping
pengobatan

05
06
PATOFISIOLOGI
Kejang disebabkan karena ada ketidakseimbangan
antara pengaruh inhibisi dan eksitatori pada otak,
terjadi karena :

Kurangnya transmisi inhibitori


Contoh: setelah pemberian antagonis GABA, atau selama
penghentian pemberian agonis GABA (alkohol, benzodiazepin)

Meningkatnya aksi eksitatori


 meningkatnya aksi glutamat atau aspartat

07
Hubungan antar neuron terjalin melalui impuls listrik dengan bahan perantara
kimiawi yang dikenal sebagai neurotransmiter.

08
FISIOLOGI NORMAL

09
DIAGNOSI
S
Pasien didiagnosis
epilepsi jika
mengalami serangan
kejang secara berulang

Untuk menentukan jenis


epilepsinya, selain dari
gejala, diperlukan berbagai
alat diagnostik:
EEG, CT-scan, MRI,
Lain-lain

10
KLASIFIKASI EPILEPSI

Berdasarkan tanda klinik dan data EEG, kejang


dibagi menjadi :

1. Kejang umum (generalized


seizure)  jika aktivasi terjadi pd kedua
hemisfere otak secara bersama-sama

2. Kejang parsial/focal  jika dimulai dari


daerah tertentu dari otak

11
1. Kejang umum terbagi atas:
• merupakan bentuk paling banyak terjadi
• pasien tiba-tiba jatuh, kejang, nafas terengah-engah, keluar air liur
Tonic-clonic • bisa terjadi sianosis, ngompol, atau menggigit lidah
convulsion = • terjadi beberapa menit, kemudian diikuti lemah, kebingungan, sakit kepala / tidur
grand mal

• jenis yang jarang terjadi


• umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau awal remaja
Abscense • penderita tiba2 melotot / matanya berkedip2, dengan kepala terkulai
attacks = • kejadiannya cuma beberapa detik, dan bahkan sering tidak disadari
petit mal

• biasanya tjd pada pagi hari, setelah bangun tidur


• pasien mengalami sentakan yang tiba-tiba
Myoclonic
seizure
• jenis yang sama (tapi non-epileptik) bisa terjadi pd pasien normal

• jarang terjadi
Atonic • pasien tiba-tiba kehilangan kekuatan otot  jatuh, tapi bisa segera recovered
seizure

12
2. Kejang parsial terbagi
menjadi :

- Pasien tidak
kehilangan kesadaran •Simple partial
- Terjadi sentakan2 seizures
pada bagian tertentu
dari tubuh

Pasien melakukan
gerakan-gerakan tak
terkendali : gerakan • Complex partial
mengunyah, seizures
meringis, dll tanpa
kesadaran
13
SASARAN TERAPI
• Mengontrol (mencegah dan mengurangi
frekuensi) supaya tidak terjadi kejang -
beraktivitas normal lagi
• Meminimalisasi adverse effect of drug

STRATEGI TERAPI
• Mencegah atau menurunkan lepasnya
muatan listrik syaraf yang berlebihan 
melalui perubahan pada kanal ion atau
mengatur ketersediaan neurotransmitter
14
Prinsip Pengobatan pada
Epilepsi

Monoterapi
- Menurunkan potensi Adverst • Variasi individual -- perlu
Effect pemantauan
- Meningkatkan kepatuhan pasien • Monitoring kadar obat
dalam darah - penyesuaian
- Hindari / minimalkan dosis
penggunaan antiepilepsi sedatif • Lama pengobatan
- Jika monoterapi gagal, dapat tergantung jenis
diberikan sedatif atau politerapi epilepsinya, kondisi pasien
- Pemberian terapi sesuai dengan dan kepatuhan pasien
jenis epilepsinya • Jangan menghentikan
- Mulai dengan dosis terkecil pengobatan secara tiba-
(dapat ditingkatkan sesuai dengan tiba (mendadak)
kondisi pasien)

15
Penatalaksanaan Terapi

Non
Farmakologi : Farmakologi :

• Amati faktor pemicu


•menggunakan
• Menghindari faktor obat-obat
pemicu (jika ada),
misalnya : stress, antiepilepsi
olahraga, konsumsi
kopi atau alkohol,
perubahan jadwal
tidur, terlambat
makan, dll.

16
TERAPI FARMAKOLOGI

17
Obat-obat
yang
meningkatkan
inaktivasi
kanal Na+: Inaktivasi kanal Na
 menurunkan
kemampuan
• agonis reseptor GABA 
syaraf untuk meningkatkan transmisi inhibitori
menghantarkan dg mengaktifkan kerja reseptor
muatan listrik GABA  contoh: benzodiazepin,
barbiturat
Contoh: • menghambat GABA transaminase
Fenitoin,  konsentrasi GABA meningkat 
contoh: Vigabatrin
karbamazepin, Obat-obat yang • menghambat GABA transporter 
lamotrigin, meningkatkan memperlama aksi GABA  contoh:
okskarbazepin, transmisi
Tiagabin
• meningkatkan konsentrasi GABA
valproat inhibitori pada cairan cerebrospinal pasien
GABAergik:  mungkin dg menstimulasi
pelepasan GABA dari non-vesikular

18
pool  contoh: Gabapentin
19
EPILEPSI PADA KEHAMILAN

- kemungkinan peningkatan kejang ibu,


- komplikasi kehamilan,
- hasil janin yang merugikan.

• Sekitar 25% sampai 30% wanita mengalami


peningkatan kejang selama kehamilan Lamotrigin dan Gabapentin:
• Peningkatan aktivitas kejang dapat diakibatkan oleh tidak ditemui efek
efek langsung pada ambang kejang atau penurunan teratogen pada hewan uji,
konsentrasi AED.
tetapi data pada manusia
• Barbiturat dan fenitoin berhubungan dengan
malformasi jantung kongenital, celah orofasial, dan belum cukup kuat.
malformasi lainnya.
• Asam valproat dan karbamazepin berhubungan dengan Pemberian suplemen asam
spina bifida (cacat tabung saraf) dan hipospadia. folat dan vitamin K
diperlukan selama wanita
hamil yang mengkonsumsi
obat-obat antiepilepsi.

20
ALGORITMA TERAPI
Menurut ISO Farmakoterapi Buku 1, Berikut adalah algoritma Pengobatan epilepsi

21
CONTOH KASUS 1
An. DR usia 19 tahun, BB 50 kg, tiba-tiba jatuh saat dikamarnya, kejang, nafas
terengah-engah, keluar air liur. Kejang terjadi hanya beberapa menit, kemudian
merasa lemah dan kebingungan. 

An.DR sudah tidak mengkonsumsi Dilantin 400 mg/hari sejak dua tahun


terakhir. 

An. DN kembali ke dokter yang merawatnya dan diresepkan Dilantin dengan


dosis 100 mg 3 x sehari.

Riwayat penyakit dahulu : Epilepsi semenjak usia 10 tahun, sejak dua tahun
terakhir putus obat. Sering mengeluhkan pusing kepala. An. DR juga
merupakan penderita asma.

22 Riwayat pengobatan : Symbicort 2dd 2 puff.


Pemeriksaan
Hasil pemeriksaan fisik :
laboratorium :
• TD        : 108/68 mmHg • KGDS             : 110 mg/dL
• Suhu    : 36,8ºC • LDL                : 100 mg/dL
• Prnfsn  : 21 x/menit • HDL               : 80 mg/dL
• Nadi      : 80 x/menit • Trigliserida   : 150 mg/dL

23
Analisis Kasus dengan metode SOAP

Subjektif Seorang anak DR usia 19 tahun dengan berat 50 kg

a)      Patien Medical History (Riwayat Medis Pasien)


• Pasien jatuh saat dikamar dan mengalami kejang
beberapa menit, nafas terengah-engah, keluar air liur
dan merasa lemah serta kebingungan.
• Pasien memiliki riwayat penyakit epilepsi sejak usia 10
tahun dan sudah putus obat sejak 2 tahun.
• Pasien merupakan penderita asma
• Pasien mengeluh sering pusing kepala

b)      Medication History (Riwayat Pengobatan)


• Pasien pernah mengkonsumsi Dilantin 400 mg/hari
namun sudah berhenti sejak dua tahun terakhir,  lalu An.
DN kembali ke dokter yang merawatnya dan diresepkan
Dilantin dengan dosis 100 mg 3 x sehari.
24 • Pasien pernah menggunakan Symbicort 2dd 2 puff.
OBJEKTIVE

25
ASSESMENT

• Pasien memiliki riwayat penyakit


epilepsi dan asma
• Pasien tiba-tiba terjatuh di kamarnya goals

• Tercapainya kualitas hidup


optimal, sesuai dengan
plan perjalanan penyakit epilepsi dan
disabilitas fisik maupun mental
• Pasien harus patuh mengkonsumsi obat epilepsi
yang dimilikinya
• Perbaikan pola hidup, seperti : pengaturan diet, pola
• Mencegah kekambuhan epilepsi
makan, dan olahraga teratur.
• Pasien harus menghindari Pasien harus menghindari • Mengobati asma
faktor pencetus kambuhnya asma, seperti: dingin, debu
dan stress
• Mengendalikan kejang menggunakan monoterapi,
tanpa menyebabkan efek samping yang tidak
diinginkan
26
Evaluasi Obat Terpilih

Dari kasus epilepsi diatas , diketahui bahwa pasien


mengalami gejala bangkitan parsial atau local atau fokal
disertai dengan adanya penyakit asma dan juga pasien
Junal Pemberian Fenitoin
sering mengalami pusing kepala. Yang mana pasien pada
Oral dan Timbulnya
saat mengalami kekambuhan epilepsi pasien kembali ke
Hiperplasia Ginggiva
dokter yang merawatnya dua tahun terakhir dan
diresepkan Dilantin dengan dosis 100 mg 3 x sehari.
pada Pasien Epilepsi
Dilantin adalah sediaan yang mengandung Na fenitoin Dosis tinggi fenitoin oral (≥300 mg)
dosis 100 mg (ISO Vol. 46 hal. 88) memiliki risiko 29 kali lebih tinggi
mengalami hiperplasia gingiva
dibandingkan pasien yang mendapat
fenitoin oral dengan dosis <300 mg,
sedangkan lama pemberian fenitoin tidak
merupakan faktor risiko terhadap kejadian
hiperplasia ginggiva.

27
Jurnal Evaluasi dan
Manajemen Status
Epileptikus

Fenitoin merupakan salah


satu obat yang efektif Jurnal The Efficacy of  Combination of  Inhalation
mengobati kejang akut dan Salmeterol and Fluticasone Compare with Budesonide
Inhalation to Control Moderate Persistent Asthma by The
SE. Disamping itu, obat ini Use of Asthma Control Test as Evaluation Tool.
sangat efektif pada
manajemen epilepsi kronik,
khususnya pada kejang flutikason/salmeterol
umum sekunder dan kejang            Terdapat perubahan yang bermakna  skor ACT pada kedua
parsial. Keuntungan utama kelompok tetapi nilai rerata kelompok budesonid tidak mencapai
kriteria terkontrol baik pada bulan pertama kunjungan sampai
fenitoin adalah efek
akhir kunjungan, sedangkan nilai rerata kelompok
sedasinya yang minim.
flutikason/salmeterol baik pada kunjungan bulan pertama maupun
pada akhir bulan kedua mencapai kriteria terkontrol. Dengan
demikian kelompok flutikason/salmeterol lebih baik dalam
mengontrol asma dibandingkan dengan kelompok budesonid.
28
Monitoring :

1. Tentukan diagnosis dan jenis epilepsi.


2. Perhatikan obat-obat pilihan.
3. Pahami farmakologi masing-masing obat antiepilepsi.
4. Selalu mulai dengan monofarmasi/monoterapi.
5. Terapi polifarmasi dapat diberikan bila memang
dibutuhkan.
6. Bila perlu pantau kadar obat dalam darah.
7. Pantau adanya alergi/hipersensitifitas dan efek samping
obat.
8. Kendalikan semua faktor pencetus bangkitan. 

29
Evaluasi :

Evaluasi terhadap hasil terapi, meliputi:

1. Rentang kadar terapetik secara perseorangan harus ditetapkan


untuk masing-masing pasien.
2. Pasien harus secara terus-menerus (kronis) dipantau mengenai
kontrol terhadap kejang, kemungkinan efek samping obat, pranata
sosial, interaksi obat, kepatuhan, kualitas obat dan toksisitas obat.
3. Skrining terhadap gangguan neuropsikiatrik juga penting. Respon
klinis lebih penting dibandingkan dengan kadar obat dalam
serum. Pasien harus diminta untuk mencatat tingkat keparahan
dan kekerapan (frekuensi) kejang dalam “catatan harian khusus
kejang”.

30
Kesimpulan
dapat disimpulkan bahwa pasien An. DR sudah
tepat mendapatkan obat Dilantin pada dosis
100 mg/hari, hal tersebut berdasarkan jurnal
Evaluasi dan Manajemen Status Epileptikus
yang menyatakan bahwa Fenitoin merupakan
salah satu obat yang efektif mengobati kejang
akut dan SE. Disamping itu, obat ini sangat
efektif pada manajemen epilepsi kronik,
khususnya pada kejang umum sekunder dan
kejang parsial. Keuntungan utama fenitoin
adalah efek sedasinya yang minim

31
CONTOH KASUS 2

Nama Pasien : Tn. A R


Umur : 24 Tahun Kurang lebih 5 jam SMRS pada saat akan makan siang tiba tiba
MRS : 25 September 2017 pasien kejang 15 menit sekitar jam 12.00 siang, pada saat pasien
KRS : 08 Oktober 2017 kejang tangan pasien mengepal dan terguncang naik turun kaki
pasien juga terguncang naik turun secara bersamaan. Mata
terbelalak, mulut tidak berbusa, lidah tidak tergigit, saat kejang
terjadi pasien terjatuh pada sisi tubuh sebelah kanan dengan bibir
dan kepala sisi kanan membentur batu, bibir luka sebesar 1 cm tepi
tidak rata, Kejang terjadi hingga 3 kali sekitar 15 menit, selama
masa kejang pasien tidak sadarkan diri.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat epilepsi sejak kecil (+) namun tidak terkontrol, Riwayat
penyakit kusta (+) meminum obat program (Tahun 2006)

32
1. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-Tanda Vital
• TTV: TD: 110/70mmHg,
• HR : 88x/menit, RR : 20x/menit,
• T : 38°C

2. DIAGNOSA SEMENTARA
Epilepsi dan Infeksi Intrakranial

3. TERAPI SAAT MRS (Masuk Rumah Sakit)


• IV D5% + fenitoin 3 ampul/8jam
• Ceftriaxone 2x1 ampul (iv)
• Paracetamol drip 3x1 Fl. (bila panas)

4. DIAGNOSA AKHIR
Epilepsi bangkitan umum tipe Tonik-Klonik

33
Subjective

Data subjective berisikan data dari pasien melalui


anamnesis (wawancara) yang merupakan ungkapan langsung.
Pada kasus ini kurang lebih 5 jam SMRS pada saat akan makan
siang tiba tiba pasien kejang 15 menit sekitar jam 12.00 siang,
pada saat pasien kejang tangan pasien mengepal dan
terguncang naik turun kaki pasien juga terguncang naik turun
secara bersamaan. Mata terbelalak, mulut tidak berbusa, lidah
tidak tergigit, saat kejang terjadi pasien terjatuh pada sisi tubuh
sebelah kanan dengan bibir dan kepala sisi kanan membentur
batu, bibir luka sebesar 1 cm tepi tidak rata, Kejang terjadi
hingga 3 kali sekitar 15 menit, selama masa kejang pasien tidak
sadarkan diri.

34
Objective
Data objective merupakan data yang dihasilkan
dari hasil observasi melalui pemeriksaan fisik maupun
pemeriksaan laboratorium.

Pada pemeriksaan tanda-tanda vital diperoleh


peningkatan suhu tubuh pasien diatas normal yaitu
38ᵒC

35
Assesment
Merupakan analisis dan interpretasi berdasarkan
data yang terkumpul kemudian dibuat kesimpulan
yang meliputi diagnosis, antisipasi diagnosis atau
masalah potensial, serta perlu tidaknya dilakukan
tindakan segera.

36
plan

37
In
te
r
a
ks
i

o
b
at

38
39
40
41
DAFTAR PUSTAKA

1. Arif, A. Bahan Kuliah Antiepilepsi. Farmakologi. FK UNCEN. Jayapura, 2011.


2. Beny Rilianto, (2015). Jurnal Evaluasi dan Manajemen Status Epileptikus.
file:///C:/Users/ACER/Downloads/Documents/958-1710-1-SM.pdf
3. Harsono, 2007, Epilepsi Edisi ke dua, 4-25, UGM Press Yogyakarta
4. Nur Ahmad Tabri, dkk. (2010) Jurnal The Efficacy of Combination of
Inhalation Salmeterol and Fluticasone Compare with Budesonide Inhalation
to Control Moderate Persistent Asthma by The Use of Asthma Control Test
as Evaluation Tool. file:///C:/Users/ACER/Downloads/Documents/152-8-
JULI-VOL_30-NO_3-2010.pdf
5. Tranggono Yudo Utomo , Amin Husni , Farichah Hanum (2011), Jurnal
Pemberian Fenitoin Oral dan Timbulnya Hiperplasia Ginggiva pada Pasien
Epilepsi. file:///C:/Users/ACER/Downloads/3253-7019-1-SM.pdf
6. WHO. Epilepsy: epidemiology, etiology, and prognosis. WHO Fact Sheet No.
165, 2001.
42
TERIMA
KASIH

43

Anda mungkin juga menyukai