Anda di halaman 1dari 41

THT

Hipotensi Kendali
Definisi

 Suatu tehnik anestesi umum yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah
saat tindakan operasi
 Menurunkan MAP 50-60 mmHg Pada pasien yang normotensi
 Menurunkan MAP 20-30% Pada pasien yang hipertensi
Tujuan

 Menurunkan perdarahan
 Meningkatkan visualisasi lapangan operasi
 Mengurangi waktu operasi
INDIKASI

 Bedah saraf
 Bedah mikro
 Bedah vaskular
 THT
 Bedah tulang : THR, Laminektomi
Kontraindikasi

1. Penyakit kardiovaskular
2. Diabetes
3. Anemia
4. Penyakit hepar
5. Stroke
6. Penyakit ginjal
7. Insufisiensi pernapasan
8. Hipertensi sistemik berat
9. Alergi / intoleransi terhadap obat hipotensi yang di gunakan
Kontraindikasi Absolut

 Serebrovaskular disease
 Kurangnya pengalaman anestesiolog
Komplikasi

Akibat kurangnya perfusi organ besar


 Cerebral thrombosis
 Hemiplegia
 Massive hepatic necrosis
 Buta
 Retinal artery thrombosis
 Ischemic optic neuropathy
Monioring

 Tekanan darah invasif


 EKG, ST segmen
 Tekanan vena sentral
 Output urin
 Suhu
 Kehilangan darah
Metode

 Non farmakologis
 farmakologis
Non farmakologis

 Posisi badan
 Efek hemodinamik dari ventilasi mekanis
Farmakologis

Agen Hipotensi yang ideal


 Mudah untuk diberikan
 Waktu onset pendek
 Cepat menghilang saat berhenti
 Penghapusan cepat
 Tidak ada metabolit beracun
 Efek yang bisa diabaikan pada organ vital
 Efek yang dapat diprediksi
 Tidak hipertensi rebound
Farmakologis

 MAP = Cardiac Output X SVR


 Cardiac Output = Stroke Volume X Heart Rate
 Stroke Volume dipengaruhi preload, afterload dan kontraktilitas
Farmakologis

 Penggunaan tunggal
 Penggunaan tunggal/kombinasi

 Inhalation  Calcium channel antagonists


anaesthetics
 Sodium  Beta-Blockers
nitroprusside
 Nitroglycerin  Fenoldopam

 Prostaglandine E1
 Adenosine  Kombinasi
 ACE inhibitors
 Remifentanil/opioid
 Agents
 Clonidine
for spinal anaesthesia
Sevoflurane

 umumnya digunakan pada anak-anak karena induksinya cepat, nyaman dan


toleransi terhadap jalan nafas lebih baik dibandingkan inhalasi yang lain.
 Kombinasi sevofluran dan remifentanil atau sufentanil digunakan untuk
mengontrol hipotensi pada anak-anak.
 Konsentrasi 4% diperlukan untuk mencapai MAP 55-65 mmHg.
 Studi pada tikus, sevoflurane 1,0 MAC menurunkan MAP sebesar 36% dan
berkurangnya SVR 34%.
Phentolamine Mesylate

 Penghambat alfa adrenergik menghasilkan vasodilatasi melalui mekanisme hambatan kompetitif


reseptor adrenergik post sinap dalam sistem simpatis.
 Efek phentolamine relative pendek antara 20–40 dan reversibel,
 phenoxybenzamine bertahan beberapa hari karena obat ini merupakan nitrogen mustard
derivative, membentuk kompleks reseptor yang irreversibel.
 Phentolamine juga mempunyai efek stimulant miokard (beta adrenergik), meningkatkan konsumsi
oksigen dan denyut jantung, sebaliknya phenoxybenzamine memiliki efek sedasi.
 Sedangkan chlorpromazine dan droperidol yang mempunyai efek mild alpha adrenergik block
sering digunakan untuk preparasi pasien sebelum anestesi hipotens
Propanolol

 Keuntungan menggunakan antagonis beta adrenergik pada anestesi hipotensi yaitu menurunnya
denyut jantung dan curah jantung.
 Propranolol sering digunakan untuk menghasilkan “rheostatic” hypotension. Terapi oral 3x40
mg/hr bisa digunakan sebagai medikasi pra anestesi, sedangkan dosis 1-2 mg iv dapat digunakan
selama anestesi.
 Labetalol (kombinasi anatagonis alfa dan beta adrenergik) juga ideal untuk menginduksi hipotensi,
tetapi durasi obat ini hanya bertahan selama 30 menit dibandingkan penghambat beta yang
berdurasi 90 menit.
 efek penghambat beta 5-7 kali lebih poten dibandingkan penghambat alfa.
Sodium nitroprusside

 Sodium nitroprusside adalah antihipertensi yang poten


 Biasanya diencerkan hingga konsentrasi 100 mcg / mL
 Diberikan sebagai infus intravena kontinyu (0,5-10 mcg / kg / menit)
 Onset aksi yang sangat cepat (1–2 menit)
Klonidin

 obat antihipertensi golongan parsial selektif alfa-2 adrenergik agonis. Memberikan efek sedasi,
analgesi, dan anti cemas.
 bekerja dengan menurunkan respon simpatis dari sistem saraf pusat, bekerja pada adrenoreseptor
alfa-2 pre sinaps mengurangi pelepasan norepinefrin pada terminal saraf simpatis  dilatasi
pembuluh darah dan mengurangi efek kronotropik pada jantung.
 Pemberian premedikasi klonidin dengan dosis 1,5 mcg/kgbb intravena akan memberikan efek sedasi
yang adekuat
Nitrogliserin

 Nitrogliserin digunakan iskemia miokard, hipertensi, dan kegagalan ventrikel.


 Nitrogliserin umumnya diencerkan hingga konsentrasi 100 mcg / mL
 Diberikan sebagai infus intravena kontinyu (0,5-10 mcg / kg / menit)
 Nitrogliserin juga dapat diberikan dengan rute sublingual (peak effect dalam 4
menit)
Hydralazine

 Hydralazine bekerja melemaskan otot polos arteriol, menyebabkan pelebaran


pembuluh darah melalui peningkatan cGMP.
 Hipertensi intraoperatif biasanya dikontrol dengan dosis intravena 5-20 mg
hydralazine.
 Onset aksi adalah dalam 15 menit, dan efek antihipertensi biasanya berlangsung
2-4 jam.
 Hydralazine dapat digunakan untuk mengontrol hipertensi yang diinduksi
kehamilan.
Fenoldopam

 Fenoldopam mesylate (dosis berkisar dari 0,01-1,6 mcg / kg / menit)


 Mengurangi tekanan darah sistolik dan diastolik pada pasien dengan hipertensi
maligna sampai tingkat yang sebanding dengan nitroprusside.
 Efek samping termasuk sakit kepala, flu, mual, takikardia, hipokalemia, dan
hipotensi.
 Onset dari efek hipotensi terjadi dalam waktu 15 menit, dan penghentian infus
dengan cepat membalikkan efek ini tanpa hipertensi rebound.
Opioid

 opioid mempengaruhi kardiovaskuler dengan menurunkan respon simpatis melalui pusat


vasomotor di medula dan meningkatkan respon parasimpatis melalui jalur vagal.
 Opioid dosis tinggi (fentanyl: loading dose 3-10 mcg/kh iv, sufentanil: loading dose 0.5-
1.5 mcg/kg iv), diikuti oleh baik intermiten bolus atau infus kontinyu merupakan
preferensi pilihan penulis untuk operasi THT besar.
 Untuk prosedur-prosedur yang mungkin memiliki stimulasi yang tinggi, namun
berasosisasi dengan ketidaknyamanan post operasi minimal (mis., operasi operasi laser
pada airway), opioid dengan kerja lebih pendek lebih disukai: remifentanil (loading dose
0.5-1.0 mcg/kg iv, infus 0.1-0.3 mcg/kg iv)
Opioid

 Fentanyl Intraoperative anesthesia  2–50 mcg/kg


 Postoperative analgesia  0.5–1.5 mcg/kg
 Sufentanil Intraoperative anesthesia IV  0.25–20 mcg/kg
 Alfentanil Intraoperative Loading dose  8–100 mcg/kg
 Maintenance infusion  0.5–3 mcg/kg/min
 Remifentanil Intraoperative loading dose  1.0 mcg/kg
 Maintenance infusion  0.5–20 mcg/kg/min
 Postoperative analgesia/sedation  0.05–0.3 mcg/kg/min
Fentanyl

 Bekerja sebagai agonis opioid


 75 s/d 125 kali lebih kuat dari morfin
 Fentanyl di metabolisme oleh N demethylation menjadi norfentanyl
Kesimpulan

 Teknik hipotensi terkendali, merupakan salah satu teknik anestesi dengan menurunkan
tekanan darah penderita dalam batas-batas tertentu dengan tujuan lapangan pembedahan
bebas dari perdarahan .
 Caranya bermacam-macam, antara lain dengan hambatan farmakologi, obat vasodilatasi
langsung, dan mengubah posisi tubuh.
 Teknik hipotensi terkendali memerlukan monitoring yang ketat baik selama maupun
pasca bedah. Pemilihan calon penderita dan pemeriksaan harus teliti supaya tidak
terjadi komplikasi
HIPERTENSI
HIPERTENSI

adalah: tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih pada dua saat pengukuran yang
terpisah paling sedikit 1 sampai 2 minggu

Menurut JNC 7
Tekanan Darah TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120 - 139 80 – 89
Hipertensi derajat 1 140 - 159 90 – 99
Hipertensi derajat 2 ≥ 160 ≥ 100
KLASIFIKASI
1. HIPERTENSI ESENSIAL
Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui.
Terjadi pada sekitar 90 % penderita hipertensi.
 Sensitive garam
 Genetik keturunan
 Homeostatis Renin
 Umur
 Resistansi Insulin
 Obesitas
TIDAK DAPAT DISEMBUHKAN TETAPI DAPAT DIKONTROL
2. HIPERTENSI SEKUNDER

 5 – 10 % penderita hipertensi, Penyebabnya adalah penyakit ginjal dan penyakit


renovaskular.
 1 _ 2 % penderita hipertensi, Penyebabnya adalah kelaianan hormonal dan
pemakaian obat tertentu.
Penyakit ginjal :
Stenosis arteri renalis Penyakit ginjal polikista
Pielonefritis Trauma pd ginjal (luka)
Glomerulonefritis Penyinaran pada ginjal
Tumor-tumor ginjal
KLASIFIKASI LAINNYA..

 Hipertensi Kritis : saat tekanan darah lebih dari 180/120 mmHg, dgn ada atau
tidaknya ancaman atau peningkatan organ target
 Emergency hipertensi :saat tekanan darah lebih dari 180/120 mmHg, dgn
kerusakan organ target
 Hipertensi urgensi :situasi dimana tekanan darah diperbaiki secara cepat, tetapi
psien tidak menunjukkan adanya ancaman pada kerusakan organ target
MANAJEMEN ANESTESI PADA
PASIEN DENGAN HIPERTENSI
 PREOPERATIF
Anamnesis Riwayat penyakit (berapa lama, TDT, TDH, terapi yang di
konsumsi, gejala yang dirasakan)
pemeriksaan fisik dan penunjang
pertimbangan pemberian premedikasi.
puasa pasien 8 jam SMRS
pertimbangan pemberian premedikasi
Penundaan tindakan operasi

 Untuk operasi elektif : bila didapatkan tekanan darah diastolik > 110 mmHg,
operasi ditunda sampai tekanan darah terkontrol
 Keputusan penundaan operasi dengan mempertimbangkan :
1. derajat beratnya peningkatan tekanan darah yang ditemukan

2. Penyakit penyerta yang didapatkan seperti iskemik miokard, disfungsi


ventrikel, komplikasi serebral atau ginjal

 Jenis pembedahan
 Pengobatan jangka panjang bertujuan untuk mengurangi progresivitas hipertensi,
insiden stroke, CHF, CAD, dan kerusakan ginjal
 Hipertensi ringan  single drug therapy
 Hipertensi sedang – berat  2 atau 3 jenis obat anti hipertensi.
TERAPI HIPERTENSI
DIURETICS ADVERSE EFFECT
THIAZIDE Hypokalemia, hyponatremia,
hyperglicemia, hyperuricemia,
hypomagnesemia, hyperlipidemia,
hypercalcemia
LOOP Hypokalemia, hyperglycemia,
hypocalcemia, hypomagnesemia,
metabolic alkalosis
POTASSIUM Hyperkalemia
SPARING
SYMPATHOLYTICS ADVERSE EFFECT
β – Adrenegic Blokers Bradycardia, conduction blockade, myocardial
depression, enhanced bronchial tone,,
sedation, fatigue, depression

α – Adrenergik Blokers Postural hypertension, tachycardia, fluid


retention
Central α2 – agonist Postural hypotension, sedation, dry mouth,
depression, decreased anesthetic requirements,
bradycardia, rebound hypertension, positive
Coombs test, hemolytic anemia
( methyldopa ), hepatitis ( methyldopa )

Ganglionic Blokers Postural hypotension, diarrhea, fluid retention,


depression ( reserpin )
VASODILATORS ADVERSE EFFECT

Ca – channel blockers Cardiac depression, bradycardia, conduction


blockade ( verapamil, diltiazem ), peripheral
edema ( nifedipine ), tachycardia ( nifedipine ),
enhanced neuromuscular nondepolarizing
blockade

ACE inhibitors Cough, angioedema, reflex tachycardia, fluid


retention, renal dysfunction, renal failure in
bilateral renal artery stenosis, hyperkalemia,
bone marrow depression ( captopril )

Angiotensin – receptor antagonists Hypotension, renal failure in bilateral renal


artery stenosis, hyperkalemia

Direct vasodilators Reflex tachycardia, fluid retention, headache,


SLE – like syndrome ( hydralazine ), pleural or
pericardial effusion ( minoxidil )
INTRA OPERATIVE

Tujuan
 Menjaga tekanan darah stabil
 Hipertensi borderline dikelola sebagai normotensif
 Tekanan darah arteri dipertahankan 10 – 20 % dari level preoperatif :
- Pe MAP sampai 25% akan mencapai
batas autoregulasi yang lebih rendah
- Pe MAP sampai 55% akan mengakibatkan hipoperfusi
cerebral simptomatis
B. Monitoring : Gambaran EKG, urine output.
 Induksi dan Intubasi Endotrakeal  periode rawan pada
pasien hipertensi
 Teknik:
- Mendalamkan anestesi dengan agent volatil dlm 5-10menit
- Pemberian Opioid bolus (Fentanil 2,5-5ug/kg)
- Pemberian lidocain 1,5ug/kg iv
- Blokade β-adrenergik (propanolol 1-3mg)
- Anestesi topikal jalan nafas
POST OPERATIF

 Hipertensi pasca operatif dapat terjadi dan harus diantisipasi terutama pada pasien
dengan hipertensi yang tidak terkontrol
 Bila pasien sudah memungkinkan untuk minum,
obat2 antihipertensi oral sebelumnya dapat
diberikan
 Post op pain

Anda mungkin juga menyukai