DEFINISI Penyakit Radang Panggul (PID: Pelvic Inflammatory Disease) adalah infeksi pada alat genital atas. Proses penyakitnya dapat meliputi endometrium, tubafalopi, ovarium, miometrium, parametria, dan peritonium panggul. PID adalah infeksi yang paling peting dan merupakan komplikasi infeksi menular seksual yang paling biasa. (Sarwono,2011; h.227)
Pelvic Inflamatory Disease adalah suatu kumpulan radang pada
saluran genital bagian atas oleh berbagai organisme, yang dapat menyerang endometrium, tuba fallopi, ovarium maupun miometrium secara perkontinuitatum maupun secara hematogen ataupun sebagai akibat hubungan seksual. (Yani,2009;h.45) ETIOLOGI
Penyakit radang panggul terjadi apabila terdapat infeksi pada
saluran genital bagian bawah, yang menyebar ke atas melalui leher rahim. Butuh waktu dalam hitungan hari atau minggu untuk seorang wanita menderita penyakit radang panggul. Bakteri penyebab tersering adalah N. Gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis yang menyebabkan peradangan dan kerusakan jaringan sehingga menyebabkan berbagai bakteri dari leher rahim maupun vagina menginfeksi daerah tersebut. Kedua bakteri ini adalah kuman penyebab PMS. Proses menstruasi dapat memudahkan terjadinya infeksi karena hilangnya lapisan endometrium yang menyebabkan berkurangnya pertahanan dari rahim, serta menyediakan medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri (darah menstruasi). FAKTOR RESIKO Terdapat beberapa faktor resiko PID , namun yang utama adalah aktivitas seksual. PID yang timbul setelah periode menstruasi pada wanita dengan aktivitas seksual berjumlah sekitar 85% sedangkan 15% di sebabkan karena luka pada mukosa misalnya AKDR atau kuretase Usia muda juga merupakan salah satu faktor resiko yang di sebabkan oleh kurangnya kestabilan hubungan seksual dan mungkin oleh kurangnya imunitas. Faktor resiko lainnya yaitu pemasangan alat kontrasepsi, etnik, status postmaterial dimana resiko meningkat 3 kali di banding yang tidak menikah, infeksi bacterial vaginosis, dan merokok. Peningkatan resiko PID di temukan pada etnik berkulit putih dan pada golongan sosio ekonomi rendah. PID sering muncul pada usia 15 – 19 tahun dan pada wanita yang pertama kali berhubungan seksual. Pasien yang digolongkan memiliki faktor resiko tinggi untuk PID adalah wanita di usia 25 tahun, menstruasi, memiliki pasangan seksual yang multiple, tidak menggunakan kontrasepsi, dan tinggal di daerah yang tinggi prevelensi penyakit menular seksual. PID juga sering timbul pada wanita yang pertama kali berhubungan aseksual. Pemakain AKDR meningkatkan resiko PID 2 – 3 kali lipat pada 4 bulan pertama setelah pemakaian, namun kemudian resiko kembali menurun. Wanita yang tidak berhubungan seksual secara aktif dan telah menjalani sterilisasi tuba, memiliki resiko yang sangat rendah untuk PID. PATOFISIOLOGIS Ada 2 tahap pada kasus PID yang timbul
1. melibatkan akuisisi dari vagina atau infeksi
servikal. Penyakit menular seksual yang menyebabkan mungkin asimtomatik 2. Timbul oleh penyebaran asenden langsung mikroorganisme dari vagina dan serviks. JENIS JENIS PID 1. Salpingitis mikroorganisme yang menyebabkan salpingitis adalah N. Gonorhea dan C trachomatis. Salpingitis timbul pada remaja yang memiliki pasangan seksual yang multiple dan tidak menggunakan kontrasepsi 2. Abses tuba ovarium Abses ini sering muncul setelah salfingitis namun lebih sering karena infeksi adnexa yang berulang. pasian dalam keadaan asimtomatik atau dalam keadaan septic syok, ditemukan 2 minggu setelah menstruasi dengan nyeri pelvis dan abdomen, mual, muntah, demam dan takikardi. Seluruh abdomen tegang dan nyeri Tanda-tanda • Demam • Sakit pada panggul, bagian abdominal, atau pinggang • Keluarnya cairan pada vagina secara tidak normal • Pendarahan setelah hubungan seksual • Merasa kedinginan, kelelahan • Sering buang air kecil dan terasa nyeri setelah buang air kecil • Perdarahan secara tidak normal atau mudah terluka • Kehilangan nafsu makan • Mual atau muntah-muntah • Menstruasi yang tidak teratur GEJALA DAN DIAGNOSIS Keluhan atau gejala yang paling sering di kemukakan adalah nyeri abdominopelvik. Keluhan lain berfariasi, antar alin keluarnya cairan vagina, atau perdarahan, demam, menggigil, serta mual dan disuria. Demam terlihat pada 60% – 80% kasus. Daignosis PID sulit karena kaluhan dan gejala-gejala yang di kemukanan sangat berfariasi.Pada pasien dengan nyeri tekan serviks, uterus, dan adneksa, PID di diagnosis dengan akurat hanya 65%. Karena kaibat buruk PID terutama infertilitas dan nyeri panggul kronik, maka PID harus di curigai pada perempuan beresiko dan diterapi secara agresif. Kriteria diagnosis diagnostic dari CDC dapat membantu akurasi diagnosis dan ketepatan terapi. Kriteria minimum untuk diagnosis klinis adalah sebagai berikut : (ketiga tiganya harus ada) • Nyeri gerak serviks • Nyeri tekan uterus • Nyeri tekan adneksa Kriteria tambahan seperti berikut adalah dapat di pakai untuk menambah spesifisitas • Di bagian belakang Rahim terjadi kriteria minimum dan mendukung diagnosis penimbunan nanah PID. • Dalam bentuk menahun mungkin teraba •Suhu oral < 38,3Oc tumor, perasaan tidak enak (Discomfort) di •Cairan serviks atau vagina tidak normal bagain bawah abdomen (Manuaba, 2010) mukokurulen. •Leukosit dalam jumlah banyak pada pemeriksaan mikroskop sekter vagina dengan salin Keiteria diagnosis PID sangat spesifik •Kenaikan laju endap darah meliputi : •Protein reaktif – C meningkat • Bipsi endometrium desertai bukti •Dokumentasi laboraturium infeksi serviks histopatologis endometritis oleh N. gonorrhoeae atau C. trachomatis • USG transvaginal atau MRA memperlihatkan tuba menebal penuh berisi cairan dengan atau tanpa cairan Pada pemeriksaan dalam dapat bebas di panggul atau kompleks tubo – dijumpai : ovarial atau pemeriksaan dopler • Tegang di bagian bawah menyarankan infeksi panggul (missal • Nyeri serta nyeri gerak pada serviks hiperemi tuba) • Hasil pemeriksaan laporoskopi yang • Dapat teraba tumor karena konsisten dengan PID pembentukan abses DEFERENSIAL DIAGNOSA 1. Tumor adnexa 2. Apendicitis 3. Servicitis 4. Kista ovarium 5. Tersio ovarium 6. Aborsi spontan 7. Infeksi saluran kemih 8. Kehamilan ektopik 9. Endometriosis PENATALAKSANAAN 1. PADA WANITA TIDAK HAMIL Rekomendasi terapi a. Terapi perenteral • Rekomendasi terapi parenteral A Sevotetan 2 g intavena setiap 12 jam atau Sevoksitin 2 g intravena setiap 6 jam di tambah Doksisiklin 100 mg oral atau parenteral setiap 12 jam
• Rekomendasi terapi parenteral B
Klindamisin 900 mg setiap 8 jam di tambah Gentamicin dosis muatan intravena atau intramuskuler ( 2mg / kg BB) diikuti dengan dosis pemeliharaan ( 1,5 mg / kg BB) Setiap 8 jam. Dapat di ganti denagn dosis tunggal harian. • Terapi parenteral alternative Tiga terapi alternatif telah di coba dan mereka mempunyai cakupan spektrum yang luas Levofloksasin500 mg intravena 1X sehari dengan atau tanpa metronidazole 500 mg intravena setiap 8 jam atau Ofloksasin 400 mg intravena stiap 12 jam dengan atau tanpa metronidazole 500 mg intraven setiap 8 jam atau Ampisilin/sulbaktam 3 mg intavena setiap 6 jam di tambak Doksisiklin 100 mg oral atau intravena etiap 12 jam. b. Terapi oral • Rekomendasi terapi A Levofloksasin 500 mg oral 1X setiap hari selama 14 hari atau ofloksasin 400 mg 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa Metronidazole 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari • Rekomendasi terapi B Seftriakson 250 mg intramuscular dosis tunggal di tambah doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazole 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari atau Sefoksitin 2 g intramuscular dosis tunggal dan probenosid di tambah doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazole 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari atau Sefalosporin generasi ketiga (missal seftizoksim atau sefotaksim) di tambah doksisiklin oral 2x sehari selam 14 hari dengan atau tanpa metronidazole 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari 2. PADA WANITA HAMIL Pada ibu hamil yang terkena radang panggul tidak boleh di berikan antibiotic dan kemungkinan akan di lakukan terminasi. 3. PADA IBU MENYUSUI Pada ibu menyusui yang terkena radang panggul boleh di berikan antibiotic, seperti : 1. Ceftriaxone : Di anggap aman untuk digunakan selama menyusui oleh American Academy of pediatric. 2. Doksisiklin : Dapat menyebabkan noda gigi atau menghambat pertumbuhan tulang. Produsen obat klaim serius potensi efek samping. 3. Metronidazol : Potensi resiko pertumbuhan tulang. KOMPLIKASI PADA KEHAMILAN • Infertilitas : resiko infertile setelah terkena PID jumlah dan tingkat keparahannya • Kehamilan ektopik • Nyeri panggul kronis • Perihepatitis ( sindrom fitz- hugh Curtis ) : menyebabkan nyeri kuadran kanan atas • Abses tubo ovarium • Reiter’s syndrome ( reaktif arthritis ) • Pada kehamilan : PID dikaitkan dengan peningkatan persalinan prematur, dan morbiditas ibu dan janin • Neonatal : transmisi perinatal C. trachomatis atau N. gonorrhoeae dapat menyebabkan ophthalmia neonatorum pneumonitis clamidia juga bisa terjadi CARA PENCEGAHAN 1. Pencegahan dapat di lakukan dengan mencegah terjadi infeksi yang di sebabkan oleh kuman penyebab penyakit menular seksual. Terutama chalamidya. Peningkatan edukasi masyarakat, penapisan rutin, diagnosis dini, serta penanganan yang tepat terhadap infeksi chlamidya berpengaruh besar dalam menurunkan angka PID. Edukasi hendaknya focus pada metode pencegahan penyakit menular seksual, termasuk setiap terhadap satu pasangan, menghindari aktifitas seksual yang tidak aman, dan menggunakan pengamanan secara rutin. 2. Adanya progam penapisan penyakit menular seksual dapat mencegah terjadinya PID pada wamita. Mengadakan penapisan terhadap pria perlu di lakukan untuk mencegah penularan kepada wanita. 3. Pasien yang telah di diagnosa dengan PID atau penyakit menular seksual harus di terapi hingga tuntas, dan terapi juga di lkukan terhadap pasangannya untuk mencegah penularan kembali. 4. Wanita usia remaja harus menghindari aktivitas seksual hingga usia 16 tahun atau lebih. 5. Kontrasepsi oral dilakukan dapat mengurangi resiko PID 6. Semua wanita berusia 25 tahun ke atas harus di lakukan penapisan terhadap chlamidya tanpa memandang faktor resiko. Terimakasih