Anda di halaman 1dari 27

ETIK DAN KEBIJAKAN TENTANG

PERAWATAN PALIATIF
Pengertian

Etik adalah Kesepakatan


tentang praktik moral,
keyakinan, sistem nilai, standar
Etika Keperawatan adalah
perilaku individu dan atau
Kesepakatan / peraturan
kelompok tentang penilaian
tentang penerapan nilai moral
terhadap apa yang benar dan
dan keputusan keputusan yang
apa yang salah, mana yang baik
ditetapkan untuk profesi
dan mana yang buruk, apa
keperawatan (Wikipedia,2008).
yang merupakan kejahatan,
apa yang dikehendaki dan apa
yang ditolak.
PRINSIP –PRISIP ETIK

Autonomy (otonomi )

Non maleficienci (tidak merugikan )

Veracity (kejujuran)

Beneficienec ( berbuat baik )

Justice ( keadilan )

Kerahasiaan ( Confidentiality )

Akuntabilitas (accountability )
Prinsip –prisip Etik

• Keyakinan bahwa individu mampu


berpikir logis dan mampu membuat
keputusan sendiri
• Bentuk respek terhadap seseorang
atau dipandang sebagai persetujuan
Autonomy tidak memaksa dan bertindak secara
(otonomi ) rasional
• tidak menimbulkan bahya /
cedera fisik dan psikologis
pada klien
• tidak merugikan, bahwa kita
Non maleficienci
(tidak merugikan ) berkwajiban jika melakukan
suatu tindakan agar jangan
sampai merugikan orang lain
• Penuh dengan kebenaran
• Nilai ini diperlukan oleh
pemberi layanan kesehatan
untuk menyampaikan
Veracity (kejujuran) kebenaran pada setiap pasien
dan untuk menyakinkan bahwa
pasien sangat mengerti.
• Bahwa informasi tentang pasien harus dijaga
privasinya
• Apa yang terdapat dalam dokumen catatan
kesehatan pasien hanya boleh dibaca dalam
Kerahasiaan
( Confidentiality
rangka pengobatan pasien.
) • Tak ada satu orangpun dapat memperoleh
informasi tersebut kecuali diijinkan oleh
pasien dengan bukti pesetujuannya.
• berhubungan erat dengan fidelity yang berarti
bahwa tanggung jawab pasti pada setiap
tindakan dan dapat digunakan untuk enilai
orang lain
Akuntabilitas
(accountability ) • standar yang pasti yang mana tindakan seorang
professional dapat dinilai dalam situasi yang
tidak jelas atau tanpa terkecuali.
KEBIJAKAN NASIONAL TERKAIT
KEPERAWATAN PALIATIF
(Kep. Menkes NOMOR : 812/Menkes/SK/VII/2007)

Persetujuan tindakan medis/informed
consent untuk pasien paliatif

Resusitasi/Tidak resusitasi pada pasien
paliatif

Perawatan pasien paliatif di ICU

Masalah medikolegal lainnya pada peraw
atan pasien paliatif
1. PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS/INFORMED CONSENT 
UNTUK PASIEN PALIATIF

• Pasien harus memahami pengertian, tujuan dan pelaksanaan perawatan paliatif. 
1

• Pelaksanaan informed consent atau persetujuan tindakan kedokteran pada
2 dasarnya dilakukan sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

• Meskipun pada umumnya hanya tindakan kedokteran (medis) yang
membutuhkan informed consent, tetapi pada perawatan paliatif sebaiknya setiap
3 tindakan yang berisiko dilakukan informed consent. 

• Baik penerima informasi maupun pemberi persetujuan diutamakan pasien sendiri
4 apabila ia masih kompeten, dengan saksi anggota keluarga terdekatnya. 

• Waktu yangcukup agar diberikan kepada pasien untuk berkomunikasi denga keluarga
terdekatnya. Dalam hal pasien telah tidak kompeten, maka keluarga terdekatnya
5 melakukannya atas nama pasien.
Cont
Tim perawatan paliatif
sebaiknya
Pesan dapat memuat
mengusahakan untuk
secara eksplisit tindakan
memperoleh pesan
apa yang boleh atau
atau pernyataan
tidak boleh dilakukan,
pasien pada saat ia
atau dapat pula hanya
sedang
menunjuk seseorang
kompeten tentang
yang nantinya akan
apa yang harus atau
mewakilinya dalam
bolehatau tidak boleh
membuat keputusan
dilakukan terhadapnya
pada saat ia tidak
apabila kompetensinya
kompeten.
kemudian menurun
(advanced directive). 
Cont

Pada keadaan darurat,
untuk kepentingan terbaik
Pernyataan tersebut dibuat pasien, tim perawatan
tertulis dan akan dijadikan paliatif dapat melakukan
panduan utama bagi tim tindakan kedokteran yang
perawatan paliatif.  diperlukan,
dan informasi dapat
diberikan 
2. RESUSITASI/TIDAK RESUSITASI 
PADA PASIEN PALIATIF

Keputusan Informasi
dilakukan atau tidak tentang hal ini sebaikny
dilakukannya tindakan a telah diinformasikan
resusitasi dapat pada saat pasien
dibuat oleh pasien yang memasuki
kompeten atau oleh Tim atau memulai perawata
Perawatan paliatif n paliatif
Cont

Pasien yang
kompeten memiliki
Keputusan tersebut
hak untuk tidak dapat diberikan
menghendaki dalam bentuk pesan
resusitasi, sepanjang (advanced directive)
informasi adekuat atau dalam bentuk
yang dibutuhkannya informed consent
untuk membuat
keputusan telah
menjelang ia kehilangan
dipahaminya kompetensinya
Cont
Keluarga terdekatnya Namun demikian, dalam
pada dasarnya tidak keadaan tertentu dan atas
boleh membuat pertimbangan tertentu
keputusan tidak yang layak dan patut,
permintaantertulis oleh
resusitasi, kecuali tela seluruh anggota keluarga
h dipesankan dalam terdekat dapat dimintakan
advanced directive penetapanpengadilan
tertulis.  untuk pengesahannya.

Tim perawatan paliatif dapat membuat keputusan untuk tidak melakukan resusitasi
sesuai dengan pedoman klinis di bidang ini, yaitu apabila pasien berada dalam
tahap terminal dan tindakan resusitasi diketahui tidak akan menyembuhkan atau
memperbaiki kualitas hidupnya berdasarkan bukti ilmiah pada saat tersebut
3. PERAWATAN PASIEN PALIATIF DI ICU

Pada dasarnya perawatan Dalam menghadapi tahap
paliatif pasien di ICU terminal, Tim perawatan
paliatif harus mengikutin
mengikuti ketentuan- pedoman penentuan kematian batang ot
ketentuan umum pada prinsip ak dan penghentian peralatan life-
perawatan paliatif supporting. 
4. MASALAH MEDIKOLEGAL LAINNYA 
PADA PERAWATAN PASIEN PALIATIF

Tim Perawatan Paliatif bekerja Pada dasarnya tindakan yang bersifat


berdasarkan kewenangan yang
kedokteran harus
dikerjakan oleh tenagamedis, tetapi d
Komunikasi antara
diberikan oleh engan pertimbangan yang pelaksana dengan
Pimpinan Rumah memperhatikan keselamatan pasien
Sakit, termasuk tindakan tindakan tertentu dapat pembuat kebijakan
didelegasikan kepada
pada saat melakukan perawat
an di rumah pasien
tenaga kesehatan harus dipelihara.
non medisyang terlatih. 
Medikolegal Euthanasia 

Rasjidi, (2010) Kata eutanasia berasal dari bah
asa  " Yunani yaitu "eu“ (baik) and
"thanatos" (maut, kematian) yang apabila
digabungkan berarti "kematian yang baik".  

Hippokrates pertama kali menggunakan istilah
 "eutanasia“ ini pada
sumpah Hippokrates yang ditulis pada masa 4

Sejarah ●
00-300 SM.
Sumpah tersebut berbunyi: "Saya tidak akan 
menyarankan dan atau
memberikan obat yang mematikan kepada sia
papun meskipun telah dimintakan untuk itu". 

Dalam sejarah hukum  Inggris yaitu  common l
aw sejak tahun 1300
hingga saat "bunuh diri" ataupun "membantu 
pelaksanaan bunuh diri“ tidak diperbolehkan. 
KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA
MENGGUNAKAN EUTHANASIA DALAM TIGA ARTI:

Berpindahnya ke alam baqa dengan tenang & aman
1 tanpa penderitaan, buat yang beriman dengan nama
 Tuhan di bibir

2 Waktu hidup akan berakhir, diringankan penderi

taan si sakit dengan memberi obat penenang.


Mengakhiri penderitaan & hidup seorang sakit

3 dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri &
keluarganya.
Pseudo-Euthanasia
• Menurut Profesor Leenen dalam Achadiat (2007) ada 4 betuk 
golongan pseudo-euthanasia ialah :

Pengakhiran perawatan medik karena gejala mati otak atau batang otak

Pasien menolak perawtan atau bantuan medik terhadap dirinya

Berakhirnya kehidupan akibat keadaan darurat karena kuasa tidak terlawan (force majure)

Penghentian perawatan/pengobatan/bantuan medik yang diketahui tidak ada gunanya.
JENIS-JENIS EUTANASIA DAN KESADARAN PELAKUNYA


Menghentikan/mencabut segala tindakan atau pengoba
tanyang perlu untuk mempertahankan hidup manusia
menyadari

Eutanasia ini dikategorikan sebagai tindakan eutanasia
negatif yang tidak menggunakan alat-alat atau langkah-
langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan pasien.

Tindakan pada eutanasia pasif ini adalah dengan secara
sengaja tidak memberikan bantuan medis untuk
Eutanasia pasif ●
memperpanjang hidup pasien. 
Misalnya tidak memberikan bantuan  oksigen bagi pasie
n
yang mengalami kesulitan dalam pernapasan atau tidak
memberikan obat-
obat baik antibioti, vasopressor, vasoaktif, atau analgetik

Eutanasia pasif ini seringkali secara terselubung dilakuka
n oleh kebanyakan rumah sakit.

Penyalahgunaan eutanasia pasif bisa dilakukan oleh tenaga  medis, maupun keputusasa
an keluargan karena ketidak sanggupan menanggung beban biaya pengobatan atau
alasan lain.

Eutanasia aktif  tidak langsung : Tindakan
medik untuk meringankan penderitaan
pasien, namun mengetahui adanya resiko
dapat memperpendek atau mengakhiri
hidup pasien pelaku menyadari.
Eutanasia aktif  ●
Eutanasia aktif langsung (mercy killing) :
Tindakan medis secara terarah yg akan
mengakhiri hidup pasien, atau
memperpendek hidup pasien, pelaku
menyadari.
PENERAPAN HUKUM POSITIF 
PADA KASUS EUTANASIA DI INDONESIA
Juga demikian halnya nampak pada p
Sutarno (2012) Berdasarkan hukum di Indonesia maka eta
nasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal engaturan pasal-
 ini dapat dilihat pada peraturan perundang- pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP ya
undangan yang ada yaitu pada Pasal 344  Kitab Undang-
undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa ”Barang s ng juga dapat dikatakan memenuhi un
iapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan ora sur-
ng itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sung
guh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun” unsur delik dalam perbuatan etanasia
.
Dengan demikian, secara formal hukum yang berlaku di
 negara kita memang tidak mengizinkan tindakan eutan
asia oleh siapa pun. Belum ada Peraturan perudangan y
ang khusus, dilihat dari sisi hukum: pembunuhan / pem
biaran / kelalaian atau malpraktik medik ? Yang berkait
an adalah : a) Perbuatan pidana dan pertanggungjawab
an dalam Hukum Pidana ?;  b) Asas legalitas, penghilan
gan nyawa; c) Kesalahan ( dolus, culpa); d) Delicta Com
missionis, Delicta Omissionis, Delicta Commissionis per 
Omissionem Commissa.
• Berkaitan dengan Tindakan Penghentian perawatan/pengobatan/bantuan m
edik yang diketahui tidak ada gunanya. ( Withdrawing or Withholding Life-
support  Treatment) bagaimanapun juga ilmu kedokteran tetap mempunyai 
batas dan hal yang erat kaitannya dengan kompetensi seorang dokter dalam 
tim perawatan paliatif. Sesuatu yang berada diluar batas ilmu kedokteran su
dah tidak merupakan wewenang dokter dalam tim perawatan untuk mengan
inya karena bukan merupakan kompetensinya. Bilamana tim perawatan palia
tif bekerja diluar kompetensinya dan apalagi tanpa izin pasien, maka dapat d
ikatakan telah melakukan penganiayaan terhadap pasiennya. Yang terpentin
g kriteria medik harus selalu digunakan untuk menentukan apakah suatu lan
gkah pengobatan atau perawatan berguna atau tidak. Tentunya semua berda
sarkan pengetahuan, kemampuan, teknologi maupun pengalaman yang dimi
liki oleh dokter dan tim perawatan. (Achadiat, 2007)
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai