Anda di halaman 1dari 11

Sejarah Peradilan Islam

Ali Geno Berutu., SH.I., MA.Hk

INSITUT AGAMA ISLAM NEGERI


(IAIN) SALATIGA 2018
Peradilan Bngsa Arab
 Bangsa Arab pra Islam telah memiliki qodli untuk
menyelesaikan segalah permasalahan
(Tahkim/arbitrase, Kahin/dukun, Hilf al-Fudlul)
 Masyarakat Arab pada zaman Jahiliyah Pra-Islam
dapat dikatakan belum memiliki bentuk maupun
sistem peradilan maupun sistem peradilan yang
mapan, begitu juga dengan undang-undang atau
hukum tertentu semacamnya yang dapat dijadikan
referensi dalam menyelesaikan berbagai persoalan
dan persengketaan yang seringkali terjadi diantara
mereka.
PERADILAN

 Tradisi dan kebiasaan yang berlaku di masing-


masing kabilah (suku).
 Hukum balas dendam (al-akhdzu bi al-tsa’ri)
yang biasa dilakukan oleh suku-suku Arab pra-
Islam dlm kasus pidana.
 kecenderungan fanatisme dan solidaritas
internal yang sangat kuat terhadap anggota-
anggota suku.
 mendatangi para “dukun” (kāhin) dan tukang
ramal (`arrāf) yang diyakini oleh masyarakat
Arab waktu itu memiliki kelebihan pengetahuan
perihal rahasia-rahasia gaib baik melalui
ketajaman firasat, atau melalui hubungan dan
kongsi dengan para jin maupun melalui ilmu
perbintangan (astrologi). Diantara para dukun
yang dikenal saat itu adalah Rabī` ibn Rabī`ah
ibn al-Dzi’ib atau yang lebih dikenal sebagai
Saţīh al-Kāhin.
Masyarakat Arab pra-Islam mengenal juga cara
penyelesaian masalah melalui arbitrasi (tahkim)
kepada orang-orang tertentu atau arbitrator yang
dikenal “bijak” dalam menyelesaikan persengketaan
mereka. Diantara tokoh sejarah Arab pra-Islam yang
dikenal sebagai arbitrator antara lain: `Abd Al-
Muţallib, Zuhayr ibn Abu Sulma, Aktsam ibn Şayfi,
Hājib ibn Zirārah, Qus ibn Sā`idah al-Iyādi, `Āmir ibn
al-Dharib al-`Udwāni, serta Ummayah ibn Abu Şalt
dan lain-lain. Dari kalangan perempuan terdapat
juga nama `Amrah binti Zurayb.
 Bahkan Nabi Muhamad SAW sendiri
sebelum masa kerasulannya pada zaman
Jahiliyah pernah diminta untuk menjadi
arbitrator oleh kaum Quraysh ketika
berselisih dalam menentukan siapa yang
lebih berhak untuk meletakkan hajar
aswad pada saat penyelesaian ahir
pembangunan Ka’bah.
Keputusannya pun tidak sepenuhnya mengikat
karena mereka sendiri tidak punya instrumen
untuk mengeksekusi keputusan-keputusan
mereka.
Orang-orang yang bersengketa tidak diharuskan
untuk datang kepada para arbitartor ketika
menemui perselisihan dan tidak pula harus
tunduk atau menerima keputusan mereka.
Sebagaimana pula keputusan yang diambil para
arbitrator ini hanya berdasarkan pandangan-
pandangan subjektif mereka, atau tradisi mereka
bukan didasari oleh aturan atau undang-undang
hukum tertentu.
Arbitrasi yang dilakukan pada masa itu tidak
bisa disebut sebagai proses hukum yang
tertata dan secara faktual tidak mampu
mengatasi persengketaan yang terjadi
sehingga kaum Quraysh kemudian memiliki
ide untuk membentuk sebuah mekanisme
penyelesaian masalah yang disebut dengan
hilf al-fudlūl.
Kesepakatan hilf al-fudlūl ini dibuat dengan tujuan
untuk mencegah perlakuan tidak adil dan tindak
aniaya kepada siapapun baik orang merdeka
maupun hamba sahaya, warga setempat maupun
orang-orang asing, serta melindungai hak-hak yang
terampas. Saat usia beliau 35 tahun dan sebelum
kerasulannya, Nabi Muhamad SAW ikut hadir di
rumah `Abdullah ibn Jad’ān ketika kesepakatan hilf
al-fudlūl tersebut dibentuk. Beberapa waktu
kemudian setelah kenabiannya, Rasulullah SAW
menyatakan bahwa seandainya beliau diundang
untuk urusan yang sama (menghadiri hilf al-fudlūl)
di masa Islam, beliau tentu akan mendatanginya
juga.
Sebelum dibentuknya kesepakatan hilf al-fudlul ini
sebenarnya telah ada upaya-upaya lain yang telah
dilakukan oleh masyarakat Arab Jahiliyah –di Mekah
khususnya- untuk menciptakan sebuah mekanisme
penyelesaian persengketaan dan perlindungan
terhadap hak-hak warga yang teraniaya dengan lebih
terukur dan teratur. Dalam upaya ini suku Quraysh
pernah memilih beberapa tokoh-tokoh mereka
sebagai hakim (arbitrator), misalnya dengan menunjuk
tokoh-tokoh Bani Sahm untuk menyelesaikan
permasalahan internal suku Quraysh, atau
menugaskan tokoh-tokoh dari Bani `Adiy dalam
perselisihan yang melibatkan Quraysh dengan suku-
suku di luar mereka
Sekian

Anda mungkin juga menyukai