Anda di halaman 1dari 51

Studi Kasus

Kelompok 1

Kelas 3B / D3
Anggota Kelompok
1. Devi Amalia Aisyah (P17334118041) 11. Moriska Ariyani Yulinar (P17334118054)
2. Ayu Shinta Permana ((P17334118053) 12. Nanda Hidayaturohim (P17334118060)
3. Sekarwangi Putri Kinasih (P17334118043) 13. Nova Hidayatul Ulfah (P17334118051)
4. Tira Kurniasih (P17334118044) 14. Mustika Amalia (P17334118047)
5. Sandra Juniarti (P17334118057) 15. Herlina Pebiranti Sagala (P17334118055)
6. Lena Milenia Habibah (P17334118048) 16. Siti Amalia Fitriah (P17334118045)
7. Novella Haritska (P17334118050) 17. Hasna Cantika Fauzia (P17334118061)
8. Fatiya Salma Hanina (P17334118046) 18. Rizka Amelia Safitri (P17334118058)
9. Asri Dwi Lestari (P17334118049) 19. Yessya Aulia Nabila (P17334118052)
10. Sesi Agustin (P17334118042) 20. Inas Ashariah (P17334118062)
01.
KASUS KETOASIDOSIS DENGAN DM
PADA ANAK
GAMBARAN UMUM KETOASISDOSIS DIABETIK (KAD)
Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan oleh penurunan insulin efektif di sirkulasi yang disertai
peningkatan hormon regulator kontra seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan hormon
pertumbuhan. Hal ini menyebabkan peningkatan produksi glukosa oleh hati dan ginjal, serta gangguan
penggunaan glukosa perifer dengan akibat terjadi hiperglikemia dan hiperosmolalitas. Peningkatan
lipolisis, disertai produksi benda keton (beta-hidroksibutirat, asetoasetat), menyebabkan ketonemia dan
asidosis metabolik. Hiperglikemia dan asidosis menyebabkan diuresis osmotik, dan hilangnya elektrolit.
Kriteria biokimia untuk diagnosis KAD meliputi hiperglikemia (kadar glukosa >11 mmol/L [>200
mg/dL]) disertai pH vena <7,3 dan/atau bikarbonat <15 mmol/L. Terdapat juga glukosuria, ketonuria
dan ketonemia.
Ketoasidosis diabetik adalah penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak penderita diabetes
mellitus tipe 1 (DMT1). Mortalitas terutama berhubungan dengan terjadinya edema serebri
(menyebabkan 57-87% dari seluruh kematian karena KAD). Angka kematian akibat KAD di Amerika
Serikat adalah 1-3%. Frekuensi KAD sendiri bervariasi antar negara, berkisar antara 15% dan 67% di
Eropa dan Amerika Utara dapat lebih sering dibandingkan negara-negara sedang berkembang.
KAD sering terjadi sebagai presentasi klinis awal pasien DMT1, namun tidak jarang pula terjadi pada
pasien yang sudah terdiagnosis DMT1. Pada pasien DMT1, KAD terjadi umumnya akibat tidak
diberikannya suntikan insulin (sering akibat depresi atau karena masalah biaya) atau karena terapi
insulin yang tidak adekuat pada masasakit/trauma.
Terapi KAD yang terpenting adalah pemberian cairan intravena yang bertujuan mengembalikan
sirkulasi darah. Defisit air dan garam harus diganti. Cairan intravena atau oral yang mungkin diberikan
sebelum pasien datang harus dimasukkan dalam penghitungan defisit. Pemberian cairan intravena harus
dimulai segera dengan cairan isotonik (NaCL 0,9% atau larutan dengan garam seimbang seperti Ringer
laktat). Volume dan kecepatan pemberian awal tergantung pada status sirkulasi dan jika diperlukan,
dapat diberikan sebanyak 10-20 ml/kg selama 1-2 jam, dapat diulang jika perlu. Gunakan cairan
kristaloid dan bukan koloid. Tata laksana cairan selanjutnya harus dengan cairan dengan tonisitas sama
atau lebih besar dari salin 0,45%; dapat menggunakan salin 0,9% atau larutan garam seimbang (RL atau
NaCl 0,45% ditambah kalium). Kecepatan cairan intravena harus dihitung untuk merehidrasi dalam
waktu sedikitnya 48 jam.
Penggantian kalium diperlukan, dan harus berdasarkan pengukuran kadar kalium serum.
Mulai pemberian kalium segera jika pasien hipokalemia; atau berikan kalium bersamaan
dengan dimulainya terapi insulin. Jika pasien hiperkalemia, tunda kalium sampai didapat
output urin. Konsentrasi kalium dalam cairan infus dimulai dengan 40 mmol/L dan
pemberian kalium harus dilanjutkan selama pemberian cairan intravena. Tidak ada bukti
bahwa penggantian fosfat memberikan manfaat klinis, namun hipofosfatemia yang berat
harus diterapi. Garam kalium fosfat dapat digunakan sebagai alternatif atau dikombinasi
dengan kalium klorida/asetat. Pemberian fosfat dapat menimbulkanhipokalsemia.
Pencegahan deteksi dini kejadian Ketoasidosis Diabetik melalui
kewaspadaan kasus diabetes tipe 1 dengan gejala khas polifagi, poliuria
dan polidipsi disertai penurunan berat badan, atau edukasi agar tidak
menghentikan terapi insulin bagi mereka yang sudah diketahui
menyandang diabetes tipe 1, dan dalam keadaan sakit/trauma atau saat
mengalami fase honeymoon period.
CONTOH STUDI KASUS KETOSIS DIABETIK
Seorang anak Perempuan M, berumur 9 tahun, dikonsulkan oleh IGD karena akan dioperasi untuk
leparotomi karena diduga appendisitis akut. Dari auto anamnesis didapati anak datang ke IGD rumah sakit
karena nyeri hebat di perut. Pada pemeriksaan fisis ditemukan kesadaran berkabut dan gelisah, namun
masih dapat menjawab bahwa perutnya terasa nyeri. BB anak 29 kg, TB 138 cm, TD 120/80, frekuensi
nadi 124 x/menit, kuat, pernafasan 48 x/menit cepat dan dalam, disertai demam (38,5°C), kulit kering,
nyeri titik McBurney tidak jelas, karena sakit di seluruh abdomen. Selama anamnesis dan pemeriksaan kali
dengan volume yang cukupbanyak. Berdasarkan pada temuan yang ada, diagnosis yang paling mungkin
pada anak tersebut adalah Ketoasidosis diabetik
HASIL PEMERIKSAAN DIABETES MELITUS DENGAN ASIDOSIS
• Hasil darah tepi: • O2 saturasi: 94,5%;

• Hb 12g/dL, • Gula darah sewaktu: 480mg/dL;

• Ht39%, • Keton darah: 3mmol/dL,

• leukosit 15.000/uL, • ureum 31mg/dL;

• trombosit 254.000/uL, • kreatinin: 2,1mg/dL;

• hitung jenis dalam batas normal. • Serum Na: 125mEq/L;

• pH darah arteri: 7,1; • K: 3,3mEq/L;

• pCO2: 16,8mm/Hg; • Cl: 101mEq/L.

• pO2: 107,2mm/Hg; • BDurin: 1.025;

• BE: -21,8; • Ketonurin: >2.5mmol/L(+++);

• HCO3: 5,3mmol/L; • Glukosaurin: (++++);


• sedimen normal.
Nilai normal parameter Analisa Gas Darah

• pHdarahArteri :7,38-7.42
• Bikarbonat(HCO3) :22-28mmol/L
• SaO2 :94-100%
• pCO2 :38-42mmHg
• pO2 :75-100mmHg
Kesimpulan Hubungan
Analisa gas darah (AGD) atau arterial blood gas (ABG) merupakan tes darah yang diambil
melalui pembuluh darah arteri untuk mengukur kadar oksigen,karbondioksida,dan tingkat
asam basa (pH) didalam darah.Selain itu,tes ini dapat dilakukan untuk memeriksa kondisi
organ jantung dan ginjal. Kondisi tersebut dapat berkaitan dengan system metabolisme
tubuh atau system pernapasan. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan perubahan
tersebut salah satunya yaitu penyakit jantung.
KAD secara umum dikategorikan menurut beratnya asidosis, bervariasi dari
ringan (pH vena <7,3, konsentrasi bikarbonat <15 mmol/L), sedang (pH <7,2,
bikarbonat <10), sampai berat (pH <7,1, bikarbonat <5). Dalam tata laksan a
KAD, hal yang terpenting adalah dilakukannya pengawasan secara ketat
mengenai denyut nadi, tekanan darah, laju napas, status neurologis, input dan
output cairan, pemberian insulin, serta pemeriksaan laboratorium seperti kadar
glukosa darah, analisis gas darah, keton darah, serta elektrolit darah.
Sehingga untuk kesimpulan hubungannya dinyatakan bahwa KAD berpengaruh
terhadap Analisis Gas Darah dikarenakan pada saat dilakukannya pemeriksaan
AGD penderita KAD tersebut memiliki nilai yang abnormal terhadap pH darah
arteri, HCO3, pCO2,dan pO2.
02.
KASUS GAGAL GINJAL AKUT
DENGAN METABOLIK
ALKOLOSIS
Kasus Gagal Ginjal Akut Dengan Metabolik Alkolosis

Pria 38 tahun dengan riwayat muntah dan diare intermiten selama 2 minggu.
Dia tidak bisa memakan apa pun selain sari buah apel dan minum air,
kemudian pengeluaran urinnya turun.
Pengonsumsi alkohol yang berlebihan,perokok berat, tetapi dia membantah
mengonsumsi narkoba. Satu-satunya obat yang dikonsumsi adalah ranitidin.
Epilepsi yang dia alami kejang selama 1 minggu.
Pernah dirawat karena overdosis obat. Saat diperiksa, napasnya berbau
alkohol. Dia gelisah tetapi berorientasi dengan Glasgow Coma Score (GCS)
15/15. Tekanan darahnya (TD) 140/80 mmHg dengan denyut nadi 90
denyut / menit dalam irama sinus. Tekanan vena jugularisnya (JVP) terlihat
1 cm di atas sendi manubriosternal. Serum negatif untuk opiat,
benzodiazepin, kokain, kanabinoid, salisilat, dan parasetamol.
Hasil Pemeriksaan Gagal Ginjal Akut Dengan
Metabolik Alkolosis

Hasil pemeriksaan laboratorium terhadap kasus pasien tersebut yaitu


enzim hati, amilase dan hormon tiroid berada dalam kisaran normal,
kalsium 2.33 mmol/L, fosfat 2.12 mmol /L, magnesium 0.77 mmol /L,
kreatin kinase 1111 U/L, kortisol acak 1207 U/L, kolesterol total 3.4
mmol/L. Sedangkan darah arteri yang teranalisis yaitu : pH 7,59, pO2
12,06 kPa (mengudara), pCO2 5,2 kPa, HCO3 38,4 mmol/L dan laktat
0.7 mmol /L.
Kesimpulan Hubungan
Muntah dapat menyebabkan alkalosis metabolik dan penurunan volume. Telah diketahui
juga bahwa gagal ginjal lanjut biasanya dikaitkan dengan asidosis metabolik. Pada
pasien yang datang dengan kombinasi gagal ginjal lanjut dan alkalosis metabolik, bisa
jadi sulit untuk melihat gambaran yang jelas tentang proses fisiologis yang mendasari.
Hilangnya cairan lambung menyebabkan hilangnya H+, Cl-, K+ dan volume, yang
semuanya dapat berkontribusi pada perkembangan alkalosis metabolik.
HCO3 yang tinggi disebabkan oleh ketidakmampuan ginjal untuk mengekskresikan

kelebihan HCO3, hal ini disebabkan karena aktifitas GFR (Glomorulus Filter
Reabsorbsion) yang terhambat, tubular reabsorbsi HCO3 yang meningkat ataupun
tubular ekskresi HCO3 yang terganggu sehingga menyebabkan metabolic alkaliosis.

pH= 7,59 alkaliosis karena tingginya kadar HCO3 dalam tubuh


PCO2 pada pasien dengan nilai HCO3 seperti itu, diharapkan PCO2 yang dimiliki
dalam rentang 5,7-7,0 kPa yang mana nilai yang dimiliki pasien lebih rendah, hal
ini kemungkinan karena kelelahan dan agitation yang membuat pasien tersebut
mengalami hipoventilasi. pO2 Kadar PO2 pada pasien tersebut normal.
03.
Kasus Tuberkulosis
dengan Manifestasi
Sindroma Distres Napas Akut
(ARDS)
Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan dunia dan penyebab
terbesar kecacatan dan kematian terutama di negara berkembang. Data tahun
2012 memperlihatkan insidens kasus TB di Indonesia menempati peringkat ke 4
setelah India, Cina, Afrika Selatan dengan rerata 0,4 juta hingga 0,5 juta kasus
pertahunnya. Eradikasi dari infeksi ini tergantung dari berbagai faktor termasuk
kondisi sosioekonomi, demografi dan kerentanan host serta virulensi dari agen
infeksi.
Kasus

Seorang perempuan, 27 tahun, 12 hari pasca melahirkan, suku Jawa, datang ke

RSUD Dr. Soetomo dengan keluhan utama sesak napas. Sesak napas sejak 1

minggu SMRS yang memberat 1 hari SMRS. Sesak napas terasa lebih berat saat

aktivitas dan membaik dengan istirahat. Keluhan sesak napas telah dirasakan

penderita sejak usia 9 bulan kehamilan tetapi tidak mengganggu aktivitas.


Menurut penderita, ia telah menyampaikan keluhan ini kepada dokter akan tetapi
dikatakan akibat kehamilan dan disarankan untuk memeriksakan diri ke dokter
kandungan. Terdapat batuk tanpa dahak sejak 1 minggu SMRS. Tidak dikeluhkan
adanya demam, hanya sumer-sumer. Penderita mengatakan terdapat penurunan napsu
makan seiring kehamilannya yang semakin membesar. Adanya penurunan berat badan
disangkal. Bengkak pada kaki disadari sejak 1 hari SMRS. Adanya riwayat bengkak
pada kaki sebelumnya disangkal.
Berdasarkan data rujukan, penderita didiagnosa dengan edema paru ec kardiomiopati
peripartum. Penderita tidak pernah mengalami sesak napas sebelumnya. Riwayat
penyakit hipertensi, kencing manis, penyakit jantung, penyakit ginjal dan penggunaan
obat rutin disangkal oleh penderita. Selain obat dari dokter kandungan berupa vitamin
kehamilan, penderita tidak pernah mengomsumsi obat apa pun secara rutin. Penderita
mempunyai riwayat partus pervaginan pada pemeriksaan di rumah sakit lain.
Berdasarkan riwayat sosial, penderita tinggal di kamar kos sempit yang kurang
memiliki ventilasi.
• Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dilakukan keadaan umum didapatkan kesan
sakit berat, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 106
x/menit, frekuensi napas 32 x/menit, dan suhu aksiler 37⁰C.

• Pada pemeriksaan kepala dan leher penderita tampak anemis dan dispnea, tidak
didapatkan tanda-tanda ikterus maupun sianosis, tidak tampak pembesaran kelenjar
getah bening leher serta tidak didapatkan adanya peningkatan tekanan vena jugularis
Pembahasan
HASIL PEMERIKSAAN AGD PENDERITA:

NILAI NORMAL :
• pH : 7, 38-7,42 • PO₂ : 75-100 mmHg
• HCO₃ : 22-28 mmol/L• SO₂ : 94-100%
• PCO₂ : 38-42 mmHg
• Adanya infeksi atau trauma (Syok) akan meningkatkan pelepasan sitokin proinflamasi sebagai
respons jejas seluler.
• Peningkatan permeabilitas dari membran selama fase akut jejas paru memungkinkan masuknya
cairan tinggi protein ke dalam interstitium peribronkial kemudian ke ruang alveoli.
• Jejas pada sel mengakibatkan gangguan pada transportasi cairan melalui penurunan jumlah pompa
Na-K yang mengganggu proses perbaikan dari edema paru. (hipokalemia)
Gambaran foto toraks berupa opasitas retikulonodular bilateral dengan
analisa gas darah saat penderita datang ke IRD RS Dr Soetomo

• penderita mengalami ARDS derajat sedang dengan rasio PaO2/FiO2 sebesar 107.

• Analisa gas darah serial kemudian memperlihatkan adanya perbaikan pertama kali pada hari 7

perawatan dengan rasio PaO2/FiO2 207,5.

• Dengan perbaikan kondisi penderita maka rasio ini kemudian berangsur mengalami

peningkatan.
Kesimpulan
Penderita mengalami TB paru kasus baru dengan ARDS (Acute
Respiratory Distress Syndrome)
04.
Kasus IMA
DESKRIPSI KASUS IMA
IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny.P
Umur : 71 tahun
Alamat : Ngajum
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status : Menikah
Pendidikan terakhir : Tidak sekolah
Tanggal masuk : Desember 2013
Keluhan utama : nyeri dada
Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sejak 4 jam sebelum MRS setelah
membersihkan kebun. Nyeri yang dirasakan hilang timbul, lamanya sekitar 30
menit, seperti tertimpa beban atau terjepit. Nyeri dada menjalar ke punggung
dan lengan kiri. Pasien juga mengeluh berkeringat dingin dan berdebar-debar
sejak 3 hari yang lalu. Mual (-), muntah (-).
Riwayat Penyakit Dahulu:
Hipertensi (+), Diabetes Melitus (-), Asma (-), Penyakit jantung (-),
Alergi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.
Hipertensi (-), asma (-), penyakit jantung (-), penyakit paru (-), DM (-), alergi
obat/makanan (-).
Riwayat Kebiasaan

• Merokok (-)
• Minum kopi (-)
• Minum alkohol (-)
• Jamu (+)
• Olah raga (+)
DATA PER HARI
Tgl Subyektif (S) Objektif (O) Assesment (A) Planing (P)
7 Jan 14 Nyeri dada(+), mual(-), Ku: Lemah/ GCS456 IMA  Inf RL 20 tpm
muntah(-), nyeri perut(-), Td: 120/80  Ranitidin 2x1 iv
sakit kepala bag N: 80  Aspilet 1x80mg
depan(+), BAB (-) 5 S:36,5  ISDN 3x5mg
hari.  Diazepam 3x5 mg
 Laksadin syr 3x1
DATA PER HARI
Tgl Subyektif (S) Objektif (O) Assesment (A) Planing (P)
8 Jan 14 Pusing sakit perut kalo Ku: baik/ GCS 456 IMA  Inf RL 20 tpm
miring kiri(-), nyeri dada Td: 130/70  Ranitidin 2x1 iv
(-), ngongsrong N: 56  Aspilet 1x80mg
(+)aktivitas ringan, S: 35,6  ISDN 3x5mg
BAB(-) sejak datang  Diazepam 3x5mg(stop)
 Laksadin syr 3x1
 Latihan duduk
DATA PER HARI
Tgl Subyektif (S) Objektif (O) Assesment (A) Planing (P)
9 jan 14 Pusing(+), sakit Ku:baik/ GCS 456 IMA  nf RL 20 tpm
perut(-),sakit dada bila Td: 110/70 EKG: (ST  Aspilet 1x80mg
miring ke kiri(+), N: 60 elevasi L1. LII,  ISDN 3x5mg
ngongsrong(+), AVF, ST  CPG
lemas(+), keringat depresi )  Lasix
dingin(+)mak/min(+)  Letonal(diaz-
morfin1amp)bila nyeri
DATA PER HARI
Tgl Subyektif (S) Objektif (O) Assesment (A) Planing (P)
10jan14 Nyeri dada(-), neri Ku: lemas/ GCS 456 IMA  inf RL 20 tpm
kepala bag Td:110/70 Mobilisasi  CPG (clopidogrel 75ml)
belakang(+), mual(+), N: 89 bertahap  Aspilet 1x80mg
perut terasa penuh, S: 36,4  ISDN 3x5mg
BAB/BAK(+)
DATA PER HARI
Tgl Subyektif (S) Objektif (O) Assesment (A) Planing (P)
11jan14 Nyeri dada(-), nyeri Ku: baik/ GCS 456 IMA  inf RL 20 tpm
kepala(-), nyeri Td: 140/60 Lat. duduk  CPG (clopidogrel 75ml)
perut(-),mual(-), sesak N:80  Aspilet 1x80mg
sedikit S:365  ISDN 3x5mg PP

Keterangan:
• ku: keadaan umum
• N: nadi • Cor: corpulmonal
• td: tekanan darah
• S: suhu
Keluhan yang khas ialah nyeri dada, nyeri dada tipikal (angina)
merupakan gejala kardinal pasien IMA
• Sifat nyeri dada angina sebagai berikut:
• Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial
• Sifat nyeri : seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk, panas atau ditindih barang berat.
• Nyeri dapat menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu, leher, rahang bawah gigi,
punggung/interskapula, perut dan dapat juga ke lengan kanan.
• Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat dan responsif terhadap nitrat.
• Faktor pencetus : latihan fisik, stres emosi, udara dingin dan sesudah makan
• Gejala yang menyertai dapat berupa mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan lemas.
DIAGNOSIS IMA (IMA dengan ST elevasi)
Anamnesis
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara cermat apakah
nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai dari jantung perlu
dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada
riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor resiko antara lain hipertensi, diabetes
melitus, dislipidemi, merokok, stres serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga. Pada hampir
setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stres
emosi atau penyakit medis lainnya. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam,
variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.
Pemeriksaan fisik
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat. Seringkali ekstremitas pucat dan disertai
keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat
STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf
simpatis (takikardi dan atau hipotensi). Dan hampir setengah pasien infark inferior menunjukan
manifestasi hiperaktivitas saraf parasimpatis (bradikardi dan/atau hipotensi). Tanda fisik lain pada
disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 galop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split
paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolic apikal
yang bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub.
Peningkatan suhu sampai 38°C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI.
DIAGNOSIS IMA (IMA tanpa ST elevasi)
Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang epigastrium dengan ciri seperti diperas,
perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan
menjadi manifestasi gejala yang sering ditemui pada NSTEMI. Analisis berdasarkan
gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang memiliki gejala dengan onset baru angina
berat memiliki prognosis lebih baik jika dibandingkan dengan yang nyeri dada pada saat
istirahat. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada iskemi pada NSTEMI telah diketahui
dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan,
epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-
pasien berusia lebih dari 65 tahun.
HASIL PEMERIKSAAN KASUS IMA

Hematologi

• Hb : 15,6 g/dl • Leukosit : 12.700 sel/cmm


L. 13,5 - 18 | P. 12 - 18 4.000 - 11.000
• Hematokrit: 43,6 % • Trombosit : 94.000 sel/mikroliter
L. 40 - 54 | P. 35 - 47 150.000 – 450.000
• Eritrosit : 5,20 juta/cmm
L. 4,5 - 6,5 | P. 4,0 - 6,0
Kimia Darah
• Gula darah sewaktu : 183 mg/dL • Ureum : 30 mg/dL
<140
20 - 40
• SGOT : 89 U/L • Kreatinin : 0,72 mg/dL
L. 10-42 | P. 7-35
L. 0,6-1,1 | P. 0,5-0,9
• SGPT : 47 U/L
L. 10-42 | P.7-35

Saran: pemeriksaan CKMB, LDH, HbA1C


KESIMPULAN HUBUNGAN
Pemeriksaan analisis gas darah penting baik untuk menegakkan diagnosis, menentukan terapi,
maupun untuk mengikuti perjalanan penyakit setelah mendapat terapi. Sama halnya dengan
pemeriksaan EKG pada penderita jantung dan pemeriksaan gula darah penderita diabetes
mellitus. Indikasi dilakukannya pemeriksaan Analisa gas darah yaitu salah satunya karena
infark miokard yang merupakan perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Klinis nya sangat
mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumya pada pria 35-55 tahun,
tanpa gejala pendahuluan.
Sayangnya, pada laporan kasus yang telah kami dapatkan tidak dilakukan pemeriksaan
analisis gas darah (AGD) tetapi dilakukan anamnesis dan EKG. Dari anamnesis pasien Ny. P
yang berusia 71 tahun seperti telah diketahui ditemukan adanya nyeri dada, nyeri yang
dirasakan hilang timbul, lamanya sekitar 30 menit, seperti tertimpa beban atau terjepit. Nyeri
dada menjalar ke punggung dan lengan kiri. Dan pada pemeriksaan fisik terdapat tanda vital
nya yaitu Tensi : 150/90 mmHg. Nadi : 100 x / menit, reguler, isi cukup. Pernafasan : 24 x
/menit. Suhu : 34,5 oC. Dan pada pemeriksaan hematologi leukosit 12.700 sel/cmm, trombosit
94.000 sel/mikroliter, gula darah sewaktu 183 mg/dL, SGOT 89 U/L, SGPT 47 U/L, EKG
menunjukkan ST elevasi lead II,III,aVF.
Pada pemeriksaan analisa gas darah bertujuan untuk mengetahui atau mengevaluasi
pertukaran Oksigen (O2), Karbondiosida (CO2) dan status asam-basa dalam darah arteri.
Tetapi pada laporan kasus tidak dilakukan pemeriksaan tersebut. Tapi secara umum
pemeriksaan AGD akan dilakukan apabila terjadi indikasi infark miokard
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai