Anda di halaman 1dari 29

ANALISIS RESEARCH ARTIKEL CASE STUDY

Kelompok Peminatan Jiwa


• Mira Wahyu Kusumawati
• Nadya Karlina Megananda
• Febriyanti
• Sigit Yulianto
• Devanda Faiqh Albyn
• Alifia Dian Sukmaningtyas
• I Dewa Gede Candra Dharma
• Amin Aji Budiman
• Ratna Wulandari
• Liana
• Resti Ikhda Syamsiah
• Wahyi Sholehah Erdah S
• Yosef Andrian Beo
Case Study, Apa itu?

• Studi kasus adalah suatu studi yang


mengeksplorasi suatu masalah dengan batasan
terperinci, memiliki pengambilan data yang
mendalam dan menyertakan berbagai sumber
informasi. Pengambilan data dalam penelitian
ini dibatasi oleh waktu, tempat dan kasus yang
dipelajari berupa program, peristiwa, aktivitas
atau individu (Creswell, 2014).
Ingin memilih Case Study Sebagai
Metodelogi Penelitian? Lakukan hal-hal
berikut!

• Mengikuti jalur metodologi yang jelas.


“Pertama yang dilakukan adalah studi pendahuluan di lapangan, studi literature
sehingga ada dasar teori atau literature yang relevan dengan penelitian yang akan
dilakukan.”

• Mengetahui Kelemahan dan Kekuatan dari


penelitian yang akan dilakukan.

• Menetapkan topic sesuai dengan bidang atau


profesi peneliti.
Desain Studi Kasus

5 komponen dalam desain penelitian study kasus


adalah:
1. Pertanyaan study kasus
2. Proposisinya
3. Kasusnya
4. Pemikiran yang logis terkait hubungan data dan
proposisinya.
5. Kriteria untuk menginterpretasikan hasil temuan
penelitian.
Persiapan Pengumpulan Data Pada Penelitian
Case Study

• Persiapan dimulai dari mempersiapkan kemampuan


dan nilai yang dimiliki oleh peneliti case study
• Pelatihan untuk case study yang spesifik
• Mengembangkan protocol case study
• Screening kasus yang akan diteliti, dan
• Melakukan uji coba case study.
Pengumpulan Data Dalam Case Study
Pengumpulan data dalam
case study dapat
dilakukan melalui:
• Dokumentasi
• Arsip Data
• Wawancara
• Pengamatan Langsung
• Observasi partisipan
• Peninggalan Fisik
Analisis Data Case Study
• menyesuaikan teori
• mengerjakan data dan mengelompokan
(categorizing)
• mengembangkan diskripsi dari kasus
• memeriksa kembali penjelasan yang dipaparkan.
• pattern matching
• explanation building
• time-series analysis
• logic models
• and crosscase synthesis.
REVIEW JURNAL
Identitas Artikel

• Judul:
When Trauma, Spirituality, and Mental Illness
Intersect: A Qualitative Case Study
• Author: Vincent R. Starnino
• Tahun: 2016
Pembahasan Artikel
• Mayoritas dari penderita gangguan kejiwaan adalah pengidap trauma
(Substance Abuse and Mental HealthServices Administration, 2014).

• Studi penelitian sebelumnya telah menunjukkan spiritualitas dan agama


sebagai sumber daya yang bermanfaat untuk menangani berbagai peristiwa
trauma termasuk pemerkosaan, pelecehan seksual, penyakit yang
mengancam jiwa, dan kehilangan orang yang dicintai (Shaw, Joseph, & Linley,
2005).

• Meskipun demikian, masih sedikit yang diketahui tentang hubungan antara


trauma dan spiritualitas untuk orang dengan penyakit mental yang parah
seperti gangguan depresi mayor, bipolar, skizofrenia

• Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk lebih memahami hubungan antara


trauma, spiritualitas, dan penyakit mental yang parah.
• Artikel ini berupaya mengatasi kesenjangan
pengetahuan ini dengan mengeksplorasi
secara singkat literatur yang menghubungkan
spiritualitas dengan pemulihan dari penyakit
mental yang parah, serta teori trauma dan
teori spiritualitas yang ada.

• Selanjutnya, dua kasus dari studi kualitatif


disajikan untuk menggambarkan pengalaman
trauma dan spiritualitas bagi orang-orang
dengan gangguan kejiwaan.
Kasus 1, Kisah James

James adalah seorang pria berusia 28 tahun dan berkewarganegaraan Amerika. Selama masa kecilnya james rajin

menghadiri untuk beribadah di Gereja Kristen bersama kakek neneknya. Selama masa sekolah saat anak anak, James

terlibat masalah dengan teman-temannya. James mulai mengkonsumsi alkohol saat remaja. Pada saat usia 20 tahun

james menjadi pengasuh neneknya yang menderita kanker. Setelah satu tahun dirawat james, nenek James meninggal

dunai, disusul ayahnya meninggal setelah satu minggu kepergian neneknya. Akibat kejadian tersebut hal itu membuat

James menajdi pecandu alkohol berat dan menjadi tunawisma. Semenjak itu james sering mendengarkan suara-suara

dan berhalusinasi dan dipenjara. Pada saat dipenjara James mendengarkan suara-suara yang mengatakan semua

keluarganya sudah meninggal, dunia akan berakhir melalui api penyucian, mendengar suara orang disiksa, James seperti

berada diantara keduanya . James sepenuhya percaya terhadap kejadian tersebut.. James dipenjaara kurang lebih satu

bulan sampai akhirnya dibawa ke rumah sakit jiwa dan di diagnosa Skizofrenia, saat ini James hidup dalam sebuah

kelompok dan mendapatkan pengobatan. Namun James masih mendengar suara-suara walau tidak sekuat dimasa lalu.

Trauma yang dialami James meliputi kematian dua anggota dekat yang terjadi secara berturut-turut, dan dipenjara.
• Koping Spiritual James
Kegaiatan dan sumber koping psiritual James berasal dari gereja Kristen
di Amerika melalui doa, meditasi, drumming, karya seni, upacara
minum teh, musik seruling dll

• Tata cara pelaksanaan


James memanfaatkan hubungan kegiatan spiritual dengan sumber daya
dengan tujuan dapat berbagi pengalaman dan emosi yang positif
seperti harapan, rasa syukur, perasaan damai dan tenang dan rasa
kebebasan dan berkomuikasi dengan sesama orang yang mempunyai
tada gejala penyakit mental.
Aktivitas yang dilakukan james adalah meditasi, mendengarkan,
bermain musik flute dan menggunakan afirma positif.
James memanfaatkan aspek spiritualitas secara teratur untuk
membantu mengatasi gejala yang muncul seperti suara-suara,
penggunaan narkoba, kecemasan, dan pikiran untuk bunuh diri.
• Makna Trauma
Ketika james ditanya tentang pengalamannya
saat dipenjara dimana James percaya berada
dalam suatu pertempuran antara baik dan
jahat.
James menjelaskan bahwa dia yakin bahwa
ada hal baik dan buruk diluar sana, dan yakin
bahwa benar-benar ada Tuhan diluar sana.
• Kecenderungan pemulihan James
Pada saat James menyetujui menjadi responden penelitian, 8 tahun
telah berlalu semenjak James dipenjara dan pertama kali dirawat
dirumah sakit jiwa.
Dalam periode yang panjang. James berjuang dengan masalah
penggunaan alkohol dan tunawisma.
Dilanjutkan dengan perawatan kesehatan mental yang tidak
berkelanjutan, james telah tinggal di rumah sakit jiwa untuk beberapa
waktu sebelum wawancara dan tinggal dirumah kelompok.
James mengambil langkah positif untuk kesembuhnya, James sudah 3
bulan tidak mengkonsumsi alkohol dan telah meminum obat psikiatrik
secara rutin.
James masih mendengar suara-suara tersebut setiap hari, dan hal itu
menjadi tantangan beasar tersendiri untuk pemulihanya.
Kasus 2, Kisah Helen
Helen adalah seorang wanita Kaukasia berusia 42 tahun, helen adalah seorang Kristiani yang mengenal Tuhan adalah

pendendam. Pada masa awal remajanya helen mengalami masalah pelecehan seksual oleh anggota keluarganya, dan

menganggap pelecehan tersebut adalah hukuman dari Tuhan untuknya karena telah melakukan beberapa dosa. Ketika

helen lulus dimasa sekolah dimasa awal usia 20 tahun. Helen mulai mengingat kembali tuduhan dan pelecehan seksual yang

dialaminya. Helen menjelaskan jika mendengar suara-suara yang mengatakan bahwa dia adalah orang yang terpilih, dan

layak menerima apa yang telah terjadi terhadapnya. Sampai akhirnya helen mencoba bunuh diri untuk pertama kalinya dan

pengalaman pertamanya mendapatkan perawatan dirumah sakit jiwa. Hal tersebut membuat helen menjadi seorang

tunawisma dan tidak dapat melanjutkan program pascasarjananya.

Sepuluh tahun yang lalu helen sudah membahas tentang pelecehan seksual yang dialaminya dengan seorang terapis, dan

hasilnya dia bisa terlepas dari banyaknya pemikiran negatif tentang agamanya dan membahas kerangka kerja yang lebih

adaptif. Untuk saat ini helen memiliki pekerjaan dan dukungan sosial yang kuat, terlibat dalam sebuah advokasipekerjaan

dan tidak mendapatkan perawatan dalam beberapa tahun. Helen saat ini di diagnosa Gangguan Skizoafektif ( Diagnosis

sebelum PTSD). Adapun pengalaman trauma yang dialami helen adalah pelecehan seksual saat remaja, rawat inap berulang,

tunawisma, dan putus sekolah pascasarjana.


• Koping Spiritual Helen
Kegiatan dan sumber daya spiritualitas yang dilakukan helen
seperti membaca buku self help dengan tema spiritual,
menghabiskan waktu di alam, berinteraksi dengan teman sebaya
yang positit, tetap merasa bersyukur, meditasi. Hal ini
menunjukan pergerakan menuju personalisasi spiritualitas.

• Tata cara pelaksanaan


Tata cara pelaksanaan yang dilakukan helen sama dengan James
yaitu tantangan yang dialami setiap hari seperti memunculkan
pikiran emosional positif dan rasa bersyukur. Kerangka spiritual
yang helen terapkan membantunya melawan konsep diri negatif
dimasa depan terkait pelecehan seksual yang dialaminya yang
mana dia meyakini dia tidak layak dimata Tuhan.
• Makna trauma
Kutipan yang disampaikan oleh helen
“sebelumnya saya berpikir Tuhan tidak
menyukaiku, sekarang saya berpikir bahwa saya
adalah bagian dari kekuatan yang lebih besar
dan lebih tinggi dan bagian dari kemanusiaan.”
• Helen mempercayai sebuah reinkarnasi.
Keyakinan helen terhadap reinkarnasi
memainkan peran dalam merubah
pandangannya terhadap trauma yang dialaminya.
• Kecenderungan pemulihan
Selain dengan membantu orang lain, ada
tambahan tambahan spiritualitas yang helen
lakukan untuk meningkatkan kesembuhannya.
Dengan termotivasi untuk tumbuh lebih religius.
Helen ikut serta dalam kegiatan yang independen
dari sistem kesehatan mental.
Pada saat wawancara, dia telah dipekerjakan di
lembaga layanan masyarakat lebih dari setahun
sebagai pemberi motivasi, dan hal tersebut adalah
aspek utama dalam proses penyembuhan.
Bagaimana peniliti dapat
mendalami Kasus James dan
Helen?
• Diawali dengan peneliti melakukan studi
literatur tentang spritual dan trauma.
• Setelah itu peneliti membuat pertanyaan
penelitian difokuskan pada hal-hal berikut:
(a) bagaimana peserta mendefinisikan spiritualitas
dan agama
(b) aktivitas dan kepercayaan spiritual saat ini dan
masa lalu
(c) hambatan dan tantangan terkait penggunaan
spiritualitas, dan
(d) pembuatan makna spiritual.
• Langkah selanjutnya, peneliti menentukan
peserta.
• Peserta direkrut dari pusat kesehatan mental masyarakat
dan organisasi yang dikelola konsumen di negara bagian
Midwestern dengan bantuan para pemimpin dan staf
lembaga.
• Kriteria kelayakan termasuk memiliki diagnosis penyakit
mental yang parah seperti skizofrenia, gangguan bipolar
dan depresi berat dan menerima layanan di salah satu
lembaga yang berpartisipasi.
• Mereka yang memenuhi kriteria yang disyaratkan dan
tertarik untuk berpartisipasi dalam penelitian diundang
untuk bergabung
• Peneliti lalu melakukan pengumpulan data
dengan wawancara mendalam serta dengan
observasi pada James dan Helen
• Setelah itu Peneliti melakukan analisa data.
Kesimpulan Artikel, Studi Kasus
James dan Helen
• Artikel ini memberikan wawasan mengenai
hubungan antara spiritualitas, trauma, dan SMI.
• Presentasi kasus menawarkan contoh yang
berguna tentang bagaimana spiritualitas dan
trauma dapat berdampak satu sama lain, dan
bagaimana orang-orang penyandang gangguan
kejiwaan memanfaatkan spiritualitas pasca
trauma karena mereka berusaha untuk
pemulihan.
Kelebihan dari study casus antara lain
adalah :
• Penekana pada pemahanan konteks. Usaha mencari
tahu dengan metode study kasus pendalaman
pemahaman mengenai persoalan atau kelompok
orang tertentu.
• Studi kasus mampu mengungkap hal-hal yang
spesifik, unik dan hal-hal yang amat mendetail yang
tidak dapat diungkap oleh studi yang lain.
• Detail, menangkap mekna di balik kasus sehingga
bermanfaat untuk memecahkan masalah-masalah
spesifik.
Kekurangan studi kasus
• Dari kacamata penelitian kuantitatif, studi
kasus dipersoalkan dari segi validitas,
realiabilitas dan generalisasi.  
• Karena masalah interpretasi subjektif pada
pengumpulan dan analisa data studi kasus,
maka mengerjakan pekerjaan ini relative lebih
sulit dari penelitian kuantitatif
• Sulit untuk digeneralisasi.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai