OLEH PT. TRIANGLE PASEE INC BY: Nadila ulfa Nim : 170310101074 Triangle Energy (Global) Limited adalah perusahaan produksi dan eksplorasi minyak dan gas yang berbasis di Australia. Perusahaan terlibat dalam divestasi kepentingannya di aset Perusahaan Indonesia, penilaian lanjutan (dan akuisisi kepentingan tambahan) dari aset eksplorasi Reid's Dome di Queensland dan penyelesaian Akuisisi cliff’s head di Australia Barat. Segmen Perusahaan termasuk Dimiliki untuk dijual-eksplorasi Indonesia, wa oil productiom dan korporasi Australia. Ladang minyak Cliff Head terletak sekitar 10 kilometer di lepas pantai Australia Barat pada kedalaman air 15 hingga 20 meter. Lapangan tersebut mencakup sekitar enam kilometer persegi dalam izin eksplorasi Commonwealth WA- 286-P. The Reid's Dome Tenement mencakup area seluas sekitar 181 kilometer persegi di sisi barat Bowen Basin di Queensland. Ladang Gas Kubah Reid terletak di dalam Petak Kubah Reid. Pada awalnya, sejak tahun 1981, sumur gas yang dimiliki oleh pt.Triangle pase saat ini merupakan milik Mobil pase inc, anak perusahaan dari ExxonMobile. Pada Desember 2006 , dikarenakan cadangan gas menipis dan menghasilkan kandungan air yang tinggi, Exxon lantas menutup lapangan Pase. Pada Juni 2009, Exxon menjual 100 persen saham Mobil Pase kepada Triangle Energy Global Limited, perusahaan asal Australia. Triangle Energy lantas mengubah nama Mobil Pase menjadi Triangle Pase. BP Migas mencatat perubahan nama ini pada 17 September 2009. Triangle Pase merehab kembali sumur gas yang sudah berkarat itu. Pada Juli 2009, Triangle Pase memulai produksi pertama dan menghasilkan sekitar 3 MMCFD atau tiga juta kaki kubik gas per hari dari sumur gas A-1 dan A- 5. Saat ini, gas yang dihasilkan menciut menjadi 2 juta kaki kubik per hari. Angka ini menurun jauh dibanding saat masih dikelola Exxon. Di bawah manajemen Exxon, pada 1998-2006 gas yang dihasilkan sebanyak 120–140 juta kaki kubik per hari . Triangle telah sukses menjadi pemegang kendali terhadap Production sharing Contract (PSC) mulai dari agustus 2009. Mulanya, Pada 23 Februari 2012, kepemilikan Triangle di Blok Pase berakhir. Meski memutuskan tidak memperpanjang kontrak Triangle, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik, memutuskan memberi izin kepada Triangle untuk mengelola Blok Pase hingga enam bulan. hingga ditetapkan pengelola baru. Keputusan itu tertuang dalam surat yang ditandatangani Jero Wacik tanggal 10 Februari 2012. Menjelang berakhirnya kontrak, Triangle Energy bergerak cepat. Dalam laporannya kepada otoritas bursa Australia pada 27 April 2012, Triangle menyebutkan rencananya menambah investasi di Blok Pase untuk melakukan survei dan pengeboran sumur baru. Produksi pase PSC ini sendiri terletak di sumatra utara, tepatnya di desa Pante Bidari aceh Timur yang lebih dikenal dengan BP-1, Dan sumur kedua terletak di Aceh Utara dekat dengan Lhoksukon dan dikenal sebagai BP-2 Selain Triangle, sejumlah perusahaan lain juga berebut mengincar Blok Pase. Selain perusahaan dari luar Aceh, perusahaan milik pemerintah daerah juga ikut bertarung. Dari luar Aceh muncul nama PT Multindo Jaya Abadi, Triangle Pase, PT Artha Jaya Energi dan Mandiri Oil. Adapun perusahaan milik pemerintah daerah adalah PD Pase Energi milik Pemerintah Aceh Utara dan PT Investa Aceh, perusahaan holding Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemerintah Aceh yang dibentuk berdasarkan Qanun Nomor 6 Tahun 2011 Pada 11 Januari 2012, Gubernur Aceh sebelumnya, Irwandi Yusuf, telah menyurati Menteri ESDM agar pengelolaan Blok Pase diserahkan kepada BUMD. Surat ini kemudian diperkuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) yang ditandatangani Ketua DPRA Hasbi Abdullah. Dalam suratnya, Hasbi menyarankan kepada Pemerintah Aceh agar pengelolan Blok Pase diserahkan kepada PT Investa sebagai salah satu perusahaan milik daerah. Pada 20 Maret, Penjabat Gubernur Aceh, Tarmizi Karim yang menggantikan Irwandi Yusuf, menerbitkan Keputusan Nomor 540/220/A/2012 yang menunjuk PT Investa sebagai pengelola Blok Pase. 23 April 2012, Triangle telah meneken nota kesepakatan dengan PT Investa Aceh untuk pengelolaan bersama wilayah kerja Blok Pase. Dengan sistem join venture. Triangle dan PT Investa sepakat membentuk perusahaan baru bernama Aceh Global Energy untuk mengelola Blok Pase. Kepemilikan sahamnya dibagi 75% untuk Triangle dan 25% untuk PT Investa. Kesepakatan itu ditandatangani oleh Surya Darma selaku Direktur Investa, John E. Towner dari Triangle Energy, dan disetujui Tarmizi Karim selaku Penjabat Gubernur Aceh. Dalam dokumen kesepakatan yang diperoleh disebutkan, modal dasar investasi sebesar 25 persen itu dipinjamkan oleh Triangle. Selain itu, ada pula klausul yang menyebutkan,
“Apabila perusahaan joint venture tidak berhasil
memproduksi minyak dan gas pada wilayah kerja Blok Pase yang telah diekslorasi, PT Investa dibebaskan dari kewajiban membayar semua biaya yang dikeluarkan Triangle selama proses eksplorasi.” Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said, memastikan PSC Pase diperpanjang selama 20 tahun. Pada 2014, Triangle Pase menutup sumur produksi dikarenakan produksi yang terus menurun dan bersamaan dengan berakhirnya perjanjian jual beli gas dengan Arun. pada Mei 2015,Triangle Pase mendapatkan perpanjangan PSC atas blok Pase selama 20 tahun terhitung efektif sejak 12 Februari 2012 hingga 11 Februari 2032. Pada awal 2016, Triangle Energy (Global) melepas kepemilikannya 100% di Triangle Pase kepada Enso Asia Inc. Kemudian pada Maret 2018, Triangle Pase beroperasi kembali untuk mengalirkan gas dari sumur existing ke wilayah Medan melalui Perusahaan Gas Negara (PGN) sebagai pembeli. Dari data 2019, produksi gas Blok Pase berasal dari Lapangan Pase A dan B sebesar 3 MMSCFD. Produksi saat ini jauh menurun dari produksi gas pertama kali pada tahun 1998 sebesar 110 MMSCFD. Pada 6 Maret 2019, Perusahaan memberitahukan kepada pemegang saham bahwa telah menerima permohonan arbitrase dari mantan mitra usaha patungan Perusahaan Daerah Pembangunan Aceh (PDPA), sebuah perusahaan milik pemerintah Aceh, dengan PDPA mengajukan permohonan arbitrase ke Pusat Arbitrase BANI yang berlokasi di Jakarta. Klaim tersebut berkaitan dengan Kontrak Bagi Hasil untuk Konsesi Pase (di mana Perusahaan menjual kepemilikannya pada Februari 2016, sebagaimana disebutkan di atas), dengan PDPA menuduh Perusahaan tidak memenuhi berbagai kewajiban untuk memberikan kontribusi tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat. dana pembangunan (sekitar $ 1,1 juta) dan untuk membangun jalan (dengan klaim PDPA, berdasarkan penawaran, sekitar $ 4,8 juta). Perusahaan bermaksud untuk membela klaim tersebut dan telah menunjuk penasihat hukum Indonesia untuk menilai manfaat dari klaim tersebut.