Anda di halaman 1dari 25

Persiapan Perioperatif

Preceptor:
dr. Joan Willy Ansar Sp.An

Disusun Oleh :
Siti Nirwanah (20360050)
Sulesa (20360117)

BIDANG KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI


RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN MALAHAYATI
2020
Pengelolaan anestesi pada pasien diawali dengan persiapan preoperatif psikologis, dan
bila perlu, pengobatan preoperatif. Beberapa macam obat dapat diberikan sebelum
dimulainya operasi.Obat-obatan tersebut disesuaikan pada setiap pasien. Seorang ahli
anestesi harus menyadari pentingnya mental dan kondisi fisik selama visite preoperatif.
Sebab hal tersebut akan berpengaruh pada obat-obatan preanestesi, tehnik yang digunakan,
dan keahlian seorang ahli anestesi. Persiapan yang buruk akan berakibat pada berbagai
permasalahan dan ketidaksesuaian setelah operasi.
Kata “perioperatif” adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman
pembedahan, yaitu fase praoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif. Dalam setiap fase
tersebut dimulai dan diakhiri dalam waktu tertentu dalam urutan peristiwa yang membentuk
pengalaman bedah
Fase Perioperatif

Fase praoperatif dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir
ketika pasien dikirim ke meja operasi.

Fase intraoperatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke bagian atau
departemen bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan.

Fase Pascaoperatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan dan


berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatana klinik atau di rumah.
Fase Praoperatif

1. Anamnesa
Riwayat anastesi sebelumnya dan operasi sebelumnya
Riwayat alergi dan penyakit penyerta
2. Pemeriksaan fisik
Inspeksi, palpasi, perkusi, dan aukultasi
Airway ( Metode Lemon)
2. Pemeriksaan Fisik

Metode LEMON

Salah satu alat yang dikembangkan untuk menentukan pasien


mungkin menimbulkan kesulitan manajemen jalan nafas adalah
metode LEMON.
L =  Look externally
Melihat adanya hal-hal yang menyebabkan pasien
membutuhkan tindakan ventilasi atau intubasi dan evaluasi
kesulitan secara fisik, misalkan leher pendek, trauma facial, gigi
yang besar, kumis atau jenggot, atau lidah yang besar.
E = Evaluate 3 – 3 – 2 rule
Penentuan jarak anatomis menggunakan jari sebagai alat ukur
untuk mengetahui seberapa besar bukaan mulut.
O = Obstruction/Obesity
M = Mallampati score Menilai adanya keadaan yang dapat
Mallampati score digunakan sebagai menyebabkan obstruksi misalkan abses
alat klasifikasi untuk menilai visualisasi peritonsil, trauma.
hipofaring, caranya pasien berbaring dalam Obesitas dapat menyebabkan sulitnya intubasi
posisi supine, membuka mulut sambil karena memperberat ketika melakukan
menjulurkan lidah. laringoskop dan mengurangi visualisasi laring.

N = Neck deformity
Klasifikasi Klinis Menilai apakah ada deformitas leher yang
dapat menyebabkan berkurangnya range of
Kelas I Tampak uvula, pilar fausial dan
movement dari leher sehingga intubasi menjadi
palatum mole
sulit.
Kelas II Pilar fausial dan palatum mole
terlihat

Kelas III Palatum durum dan palatum


mole masih terlihat

Kelas IV Palatum durum sulit terlihat


B6
Pemeriksaan fisik yang dilakukan secara umum adalah pemeriksaan
tinggi dan berat badan, kesadaran, tanda-tanda anemia, ikterus,
sianosis, dehidrasi, oedema, tekanan darah, frekuensi nadi, suhu
tubuh, frekuensi nafas dan nyeri. Secara keseluruhan dilakukan
pemeriksaan 56 yaitu :
• B1 (Breathe)
- frekuensi napas, tipe napas, regularitas, ada tidaknya
retraksi, suara napas : vesikuler, ronki, wheezing.
• B2 (Blood/sistem kardiovaskuler)
- Nadi (Regularitas, frekuensi, isi nadi)
- Tekanan darah
- Apakah ada syok, perdarahan
•B3 (Brain/susunan saraf)
-Tingkat kesadaran penderita (GCS)
- Apakah ada kelumpuhan saraf
- Tanda-tanda TIK
•B4 (Bladder)
- Produksi urin
- Apakah ada penyumbatan saluran kencing / darah pada
kencing
•B5 (Bowel)
- Apakah ada muntah, diare, kembung, nyeri tekan
- Bising usus, peristltik usus
- Apakah ada cairan bebas di perut (ascites)
•B6 (Bone)
- Patah tulang, Bentuk leher
- Kelainan tulang belakang : skoliosis, kifosis, lordosis
3. Pemeriksaan Penunjang

Hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan.


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien preoperasi
antara lain :
a. Pemeriksaan Radiologi seperti : Foto thoraks, EKG, dll
b. Pemeriksaan Laboratorium: hemoglobin, leukosit, limfosit,
LED, dll
c. Pemeriksaan Kadar Gula Darah
Klasifikasi Status Anestesi
Your Picture Here

Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan menggunakan


metode ASA (American Society of Anasthesiologist).

Klasifikasi Status Fisik dari ASA :


• ASA 1 : Pasien tidak memiliki kelainan organik maupun sistemik selain
penyakit yang akan dioperasi.
• ASA 2 : Pasien yang memiliki kelainan sistemik ringan atau dengan sedang .
Your Picture Here
Misalnya diabetes mellitus yang terkontrol atau hipertensi ringan
• ASA 3 : Pasien memiliki kelainan sistemik berat, sehingga aktivita rutin
terbatas. Misalnya diabetes mellitus yang tak terkontrol, asma bronkial,
hipertensi tak terkontrol
• ASA 4 :  Pasien memiliki kelainan sistemik berat, tak dapat melakukan
aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya sitiap
saat. Misalnya asma bronkial yang berat, koma diabetikum
• ASA 5 : Pasien dalam kondisi yang sangat jelek dimana tindakan anestesi
mungkin saja dapat menyelamatkan tapi risiko kematian tetap jauh lebih
besar. Misalnya operasi pada pasien koma berat
Untuk operasi darurat, di belakang angka diberi huruf E ( emergency) 
Place Your Picture Here And Send To Back

Obat Premedikasi

5. Masukkan Oral
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 NO JENIS OBAT DOSIS (DEEWASA)
jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4 1 Sedatif :  
jam. Diazepam 5-10 mg
Diphenhidramine 1 mg/kgBB
6. Premedikasi
Promethazine 1 mg/kgBB
Pemberian obat 1-2 jam sebelum
induksi anestesi dengan tujuan untuk Midazolam 0,1-0,2 mg/kgBB
melancarkan induksi, rumatan dan bangun 2 Analgetik Opiat :  
dari anesthesia diantaranya: Petidin 1-2 mg/kgBB
• Meredakan kecemasan dan ketakutan Morfin 0,1-0,2 mg/kgBB
• Memperlancar induksi anesthesia Fentanil 1-2 µg/kgBB
• Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan
3 Antikholinergik :  
bronkus
• Meminimalkan jumlah obat anestetik Sulfas Atropine 0,1 mg/kgBB
• Mengurangi mual muntah pasca bedah 4 Antiemetik :  
Ondansetron 11 4-8 mg (iv) dewasa
Metoklopramid 10 g (iv) dewasa
Fase Intraoperatif

Untuk persiapan induksi anastesia sebaiknya kita ingat


kata STATICS:
S = Scope
T = Tubes
A = Airway
T = Tape
I = Introducer
C = Connector
S = Suction
Terapi Cairan

• Terapi cairan perioperatif termasuk penggantian defisit


cairan sebelumnya, kebutuhan maintenance dan luka operasi
seperti pendarahan.
• Kebutuhan Cairan Selama Operasi

Jenis Operasi Kebutuhan Cairan Selama Operasi


Ringan 4 cc/kgBB/jam
Sedang 6 cc/kgBB/jam
Berat 8 cc/kgBB/jam
Rumatan anestesi (maintenance) dapat dikerjakan
dengan secara intravena (anestesi intravena total)
atau dengan inhalasi atau dengan campuran intravena
inhalasi. Rumatan anestesi biasanya mengacu pada
trias anestesi yaitu:
Hipnosis (Propofol , Ketamine , Midazolam )
Analgesia (Fentanyl)
Relaksasi otot (Succinylcholine Rocuronium )
Anestesi Umum

Anestesi Umum (General anesthesia) merupakan tindakan


menghilangkan rasa nyeri secara sentral diseritai hilangnya
kesadaran yang bersifat reversibel.
• Anestesi Inhalasi
Halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, desflurane, dan
methoxyflurane merupakan cairan yang mudah menguap.
• Anestesi Intravena
Termasuk golongan ini adalah: barbiturate (thiopental,
methothexital); benzodiazepine (midazolam, diazepam); opioid
analgesic (morphine, fentanyl, sufentanil, alfentanil,
remifentanil); propofol; ketamin, suatu senyawa
arylcylohexylamine yang dapat menyebabkan keadaan anestesi
disosiatif dan obat-obat lain (droperianol, etomidate,
dexmedetomidine).
Anestesi Regional

Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu


bagian tubuh sementara pada impuls saraf sensorik,
sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk
sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh
sebagian atau seluruhnya. Tetapi pasien tetap sadar.
• Anestesi regional meliputi 2 cara, yaitu
- Blok sentral ( blok spinal, epidural, kaudal)
- Blok perifer ( blok pleksus, brachialis, aksiller,
anestesi regional intravena).
Beberapa anastetik lokal yang sering digunakan :

• Kokain  dalam bentuk topikal semprot 4% untuk mukosa jalan


nafas atas. Lama kerja 2-30 menit.
• Prokain  untuk infiltrasi larutan: 0,25-0,5%, blok saraf: 1-2%,
dosis 15mg/kgBB dan lama kerja 30-60 menit.
• Lidokain  konsentrasi efektif minimal 0,25%, infiltrasi, mula
kerja 10 menit, relaksasi otot cukup baik. Kerja sekitar 1-1,5 jam
tergantung konsentrasi larutan.
• Bupivakain  konsentrasi efektif minimal 0,125%, mula kerja
lebih lambat dibanding lidokain, tetapi lama kerja sampai 8 jam.
- blok perifer
 blok pleksus, brachialis, aksiller, anestesi regional intravena).
 bupivakain > lidokain > prokain
Anestesi spinal merupakan pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid.
-bupivacaine 0,75% sebanyak 10-12 mg
-untuk perosedur yang kurang dari satu jam menggunakan bupivacaine 0,75% dosis rendah sebanyak 7,5 mg
-mepivacaine 1,5% sebanyak 45 mg
-procaine 10% sebanyak 100-150 mg.
Fase Pascaoperatif

Vital sign dan oksigenasi segera dicek begitu datang.


Setelah itu tensi, nadi, dan respirasi diukur secara rutin setiap
5 menit selama 15 menit atau sampai stabil dan setelah itu
setiap 15 menit.
Meskipun kejadian hipoksia tadak ada hubungan dengan
tingkat kesadaran, Oksimetri sebaiknya dipasang kontinyu pada
semua pasien yang pulih dari anestesi umum paling tidak sampai
sadar penuh.
Semua pasien yang sadar dari anestesi umum sebaiknya
mendapat 30-40% oksigen selama pemulihan karena hipoksia
sementara dapat terjadi pada pasien yang sehat
Pasien yang tersedasi berat dan hemodinamikanya
tidak stabil setelah anestesi regional juga diberi suplemen
oksigen di RR Tingkat sensorik dan motorik dicatat periodik
pada catatan hilangnya blok. Untuk menilai blokade motoris
ekstremitas inferior oleh spinal anestesia digunakan
Bromage score.

Gerakan Ekstremitas Inferior Skor


Gerakan penuh dari tungkai 0
Tidak mampu mengekstensikan tungkai 1
Tidak mampu memfleksikan lutut 2
Tidak mampu memfleksikan pergelangan 3
kaki
Skor pemulihan post anestesia dari Aldrete (Dewasa)

Objek Kriteria Skor


Warna Kulit Merah 2
Coklat 1
Sianotik 0
Pernafasan Bisa bernafas dalam dan batuk 2
Dangkal tapi pertukaran adekuat 1
Apnea atau obstruksi 0
Sirkulasi Tensi 20% dibawah normal 2
Tensi 20-50% di bawah normal 1
Deviasi tensi >50% dari normal 0
Kesadaran Sadar baik dan berorientasi baik 2
Dapat dibangunkan tapi tertidur lagi 1
Tidak respon 0
Aktivitas Semua ekstremitas bergerak 2
Dua ekstremitas bergerak 1
Tidak ada gerak
(Idealnya pasien dikeluarkan 0 9)
bila skor total 10 atau minimal
Steward Skor (Anak-anak)

Objek Kriteria Skor


Pergerakan Gerak bertujuan 2
Gerak tak bertujuan 1
Tidak bergerak 0
Pernafasan Batuk, menangis 2
Sesak atau pernafasan 1
terbatas 0
Perlu bantuan
Kesadaran Menangis 2
Bereaksi terhadap rangsangan 1
Tidak bereaksi 0

Jumlahnya >5, penderita dapat dipindahkan ke ruangan


Kesimpulan

Tingkat keberhasilan pembedahan sangat tergantung pada


setiap tahapan yang dialami dan saling ketergantungan
antara tim kesehatan yang terkait di samping peranan
pasien yang kooperatif selama proses perioperatif.
Tindakan  prebedah, bedah, dan pasca bedah yang
dilakukan secara tepat dan berkesinambungan akan sangat
berpengaruh terhadap suksesnya pembedahan dan
kesembuhan pasien.
Your Picture Here

DAFTAR PUSTAKA

Ahsan, dkk.(2017) Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pre operasi pada pasien section caesarea di ruang
instalasi bedah sentral rsud kanjuruhan kepanjen kabupaten malang.
Apriliana, D, Harvina dkk. (2013) Rerata Waktu Pasien Pasca Operasi Tinggal Di Ruang Pemulihan Rsup Dr Kariadi
Semarang Pada Bulan Maret – Mei 2013.
Birnbaumer DM.(2015). Airway Assessment Using "LEMON" Score Predicts Difficult ED Intubation. Emerg Med
J.
Ganiswara, Silistia G. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy Pharmacology). Alih Bahasa: Bagian Farmakologi
FKUI. Jakarta, 1995
KEMENKES RI Here
Your Picture NOMOR HK.02.02/MENKES/251/2015 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
Anestesiologi dan Terapi Intensif
Latief S.A, Suryadi K, Dachlan.M. (2002) Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi ke-2. Bagian Anestesiologi dan
Terapi intensif FK UI, jakarta.
R. Sjamsuhidajat & Wim De Jonng.2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta :Penerbit buku kedokteran EGC.
Sudadi, S.Pandit, H.Ferry (2016) PENGELOLAAN PASIEN DI POST ANESTESI CARE UNIT (PACU). Vol
III.No.3
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai