Anda di halaman 1dari 45

Rabies /Anjing Gila merupakan penyakit

infeksi akut yang bersifat zoonosis ( anjing


(98%) /kucing/kera (2 %) ) yang menyerang
susunan saraf pusat dengan CFR 100%
 MK --Stadium

a. Prodomalnyeri tenggorokan , demam, malaise


b. Sensoriskesemutan daerah gigitan, cemas
c. Eksitasifotofobia, hidrofobia, paralisi otot
d. Paralisis paralis otot pernafasan.
Prioritas 2 setelah Avian
Influenza (flu burung). 20.000-
WHO 30.000 kasus per tahun

Indo
1894 125 kasus per tahun
cirebon Endemis ( 24 dari 33
manusia Provinsi yang ada)
2007 BEBAS RABIES

OKT 4 kasus Rabies di Dinkes


2008 Badung ; CFR 100%

2008-
KLB
20012
Surat Edaran Gubenur Bali
No.524.3/14414/Sekret,
Tgl. 1 Desember 2008
Tentang Kewaspadaan
Terhadap Penyakit Rabies
( Bali dinyatakan KLB
Rabies)
• Kasus rabies pertamakali dilaporkan pada oktober 2008 dimana dari 405 GHPR 3
orang dinyatakan positif rabies . GHPR dan postif rabies terus meningkat dan
mencapai puncak pada tahun 2012 dengan GHPR 8509 namun dgn adanya upaya
intensif penanggulangan KLB terpadu di Bali sehingga mampu menurunkan kasus
GHPR dan kematian akibat rabies mulai tahun 2013 sampai sekarang
KASUS GHPR PER BULAN Th.2012 -2015 ( JULI )
DI KABUPATEN BADUNG
DATA GHPR PER KECAMATAN DI KABUPATEN
BADUNG TAHUN 2012 S/D 2015 ( JULI )

Distribusi kasus GHPR berdasarkan tempat di Dinkes Kab Badung. Dari 6 kecamatan
yang ada kasus GHPR tertinngi di temukan pada kecamatan abiansemal dan mengwi
karena merupakan wilayah pedesaan dengan mobilitaas warga yang tinggi di luar rumah.
Ditambah dgn adanya kepercayaan terkait pemeliharaan anjing sebagai penjaga tanpa
disertai dgn pemahaman yang baik ttg perawatan anjing spt vaksinasi dan pengikatan
maka banyak anjing yang diliarkan atau sengaja diliarkan resiko GHPR semakin tinggi.
KASUS GHPR DAN PEMBERIAN VAR
DI KABUPATEN BADUNG TAHUN 2012 S/D
2015 ( JULI )
5

30 TDK DPT VAR


VAR TDK LENGKAP

TDK DPT SAR


65
Bahaya CFR 100 %
Ancietas----masalalah
spiskis
Masalh ekonomi ,
terkait kunjungan
pariwisata Bali

Usaha pengendalian
penyakit berupa
pencegahan dan
penanggulangan
program eleminasi
rabies 2020 pada
manusia
Keputusan Bupati Badung
No. 4044/02/Hk/2008,
Tgl.2 Desember 2008
Tentang Pembentukan Tim
Koordinasi Administrasi Teknis
Pencegahan Dan Pemberantasan
Penyakit Rabies

Keputusan Kepala Dinas Kesehatan


Kabupaten Badung
No. 443/1914/Dikes, Tgl 2 Desember
2008
Tentang Pencegahan dan
Penanggulangan KLB Penyakit Rabies pada
Manusia di Kabupaten Badung

RABIES
Rabies menurun
GHPR tetap tinggi

Masalah compleks
Budaya
Kepercayaan
Kepemilikan hewan-perawatan
(kurang)

(Peraturan Daerah Provinsi Bali


No. 15 Tahun 2009 tentang
pengendalian rabies)
Usaha pengendalian
penyakit rabies
Dinkes Kab Badung

SURVEILANS
Epidemiologi
 Gambaran epidemiologi rabies Kab Badung
 Membantu dalam perencanaan dan evaluasi

program penanggulangan Rabies kab BAdung


 Deteksi dini KLB
 Untuk mengetahui sejauhmana
sistem surveilans penyakit rabies di
Provinsi Bali khususnya Dinas
Kesehatan Kabupaten Badung maka
dianggap perlu dilakukan evaluasi
terhadap sistem surveilans yang
sedang berjalan berdasarkan 7
atribut sistem surveilans yang ada.
Bagaimana Sistem Surveilan
Rabies Di Dinkes Kab Badung?
Penemuan GHPR dan Positif rabies dilakukan secara pasif dan aktif, sumber data berasal
dr 13 puskesmas dan RSUD (rabies Center) di wilayah kerja Dinas kabupaten. Kasus dari
pustu akan dilaporkan ke puskesmas bersama penyakit lainnya dalam laporan LB1
dikirim pd tgl (5) bulan berikutnya. pemegang program rabies puskesmas
mengkompilasi data dr pustu ke dalam form yg ada dan dilaporkan pd tgl 10bulan
berikutnya ke dinkes. Dinkes mengkompilasi data  ke Dinas Kesehatan Provinsi tgl
15@ bulannya. Selanjutnya Dinkesa Provinsi Bali mengumpulkan laporan ke Ditjen PPM
dan PL setiap tanggal duapuluh (20) tiap bulannya.
Dalam sisitem surveilans ini juga tampak adanya koordinasi yang jelas antara dinkes
Kab Badung dengan Dinas Peternakan kabupaten Badung terkait surveilans rabies.
Dimana kasus GHPR dan rabies pada manusia ditangani oleh Dinkes sedangkan Vektor
anjingnya ditangani oleh Dinas Peternakan.
INPUT

 Tenaga surveilasn kurang dan masih memiliki


tugas rangkap
1 tenaga surveilans terpadu
DINKES 1 pemegang program rabies
SKM + pelatihan

1 Tenaga surveilas
terpadu
Pusk D3 Kesehatan +
pelatihan

Begitu Kabupaten Badung dinyatakan berstatus KLB Rabies pada Bulan Nopember
2008, Pemerintah Pusat melalui Departemen Kesehatan langsung menyelenggarakan
pelatihan (12) orang petugas surveilans puskesmas se-Kabupaten Badung & (2)
orang petugas surveilans Dinkes Badung mengenai penyakit rabies.  Pelatihan
belum dilakukan secara berkesinambungan
Input

 MATERIAL

DIAGNOSIS –RABIES CENTER


MANUSIA---Anamnesa+px Fisik belum ada
pemeriksaan lab pada manusia sehingga kasus
bersifat suspec penanganan Ssi Protap VAR/SAR

HEWAN---Koordinasi Dinas Peternakan untuk


pemeriksaan Spesimen dalam menunjang
diagnosa pasti rabies.
Kasus gigitan Anjing,
Kucing, Kera

Hewan penggigit lari/hilang dan tidak dapat Hewan pengigit dapat ditangkap &
ditangkap, mati/dibunuh diobservasi 10 – 14 hari

Luka resiko Luka resiko Luka resiko Luka resiko


tinggi rendah tinggi rendah

Segera diberi Segera diberi VAR Segera diberi Tidak diberi VAR tunggu
VAR & SAR VAR & SAR hasil observasi

Jika tidak dapat


diperiksa di Lab. Spesimen otak dapat Hewan Hewan Hewan Mati Hewan
lanjutkan VAR diperiksa di Lab Sehat Mati Sehat

Stop VAR Tidak di


Beri/Lanjutkan VAR VAR
Positif Negatif

Spesimen otak diperiksa di Lab.


Lanjutkan VAR Stop VAR

Positif Negatif

Lanjutkan VAR Stop VAR


Disnak bersama
Puskesmas/
Pustu
Sweeping
LAB Lanjutkan
hilang/lari RESTI kasus baru , Positif
pastikan dapat VAR
mati/dibunuh
RC VAR
Kasus GHPR Ke
RS
Tidak di
Puskesmas OBSERVASI SEHAT
PROVOKASI

PROVOKASI
Mati Lab +

Sweeping kasus
OBSERVASI
baru , pastikan
dapat VAR

SEHAT Mati Lab +


Sweeping kasus
baru , pastikan
dapat VAR
Input

 SARANA

Pada sistem pelaporan surveilans rabies oleh rabies


center Sudah menggunakan Formulir laporan yang
sudah ditetapkan
Pengiriman laporan diawali dengan memamfaatkan
medsos-SMS-Email yang disusulkan dengan laporan
hard copy sehingga penyampaian lap tepat waktu

Laporan dianalisis menggunakan —computer—SPSS


Dan disajikan dalam bentuk tabel-grafik maupun
diagram
Input

 Pendanaa

APBD II Kabupaten Kota di peruntukkan bagi


kegiatan operasional program seperti pengadaan
formulir, rapat koordinasi dengan puskesmas dan
RS serta pengadaan Vaksin dan sweeping bila
pasien tidak melanjutkan pemberian VAR III dan IV.
Sedangkan dana di tingkat puskesmas dialokasikan
untuk operasional pelaksanaan program.
Evaluasi Sistem Surveilans Rabies
Berdasarkan Atribut di Dinas Kesehatan
Kabupaten Badung
(Simplicity)

 Kesederhanaan sistem surveilans menyangkut


struktur dan pengorganisasian sistem
• Saat ini sistem surveilans rabies di Dinkes Kab
Badung tampak sederhana.
• Sistem pelaporan secara berjenjang dari
puskesmas/RS sampai ketingkat pusat disertai arah
koordinasi dengan Dinkes tampak jelas.
• Ada koordinasi penyampaian lap terkait vektor
anjing kpd Dinas Peternakan
• Pelaporan kasus juga tampak sederhana, dimana
dalam formulir pengumpulan data hanya meliputi
karakteristis demografi pasien, jumlah kasus GHPR,
penatalaksanaan VAR/SAR serta kasus positif rabies.
(Flexibility)

Sistem surveilans yang fleksibel dapat mengatasi perubahan-


perubahan dalam kebutuhan informasi atau kondisi operasional
tanpa memerlukan banyak biaya, waktu dan tenaga

• Dari 6 (enam) bulan yang lalu sudah menggunakan


surveilans yang terintegrasi dengan Dinas
Peternakan
• Tapi belum tampak ada line koordinasi dengan
sesama rabies center dan dinkes kabupaten di Bali
terkait pelaporan penemuan kasus di luar wilayah.
(Acceptability)

Penerimaan terhadap sistem surveilans tercermin dari tingkat


partisipasi individu, organisasi dan lembaga kesehatan

• Akseptabilitas dari sistem surveilans rabies yang


berjalan selama ini semakin jelas terutama
keterkaitan instansi lain dalam penanggulangan
rabies. Dimana Dinas Kesehatan bekerjasama
dengan Dinas peternakan dalam menangani kasus
GHPR dan Rabies
• Provider swasta seperti LSM peduli anjing dan
praktisi swasta belum berperan dalam sistem. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena informasi ke
provider swasta untuk berperan dalam sistem
surveilans rabies yang ada belum .
(Sensitivity)

Sensitivitas suatu surveilans dapat dinilai dari kemampuan


mendeteksi kejadian atau kasus-kasus penyakit

• Mampu menggambarkan kasus---deteksi KLB

• Sistem surveilens rabies tingkat puskesmas dan


RSUD di Kabupaten Badung belum sensitif karena
kasus rabies hanya bersifat suspec. Sistem ini hanya
mampu menemukan kasus GHPR.
• Kondisi ini sangat mempengaruhi data hasil
surveilans yang dilakukan untuk memberikan
gambaran kasus yang sebenarnya di masyarakat.
(Positive Predictive
Value).

Daya prediksi suatu sistem surveilans diukur sebagai proporsi


mereka yang diidentifikasi sebagai kasus, yang memang
menderita penyakit atau kondisi sasaran surveilans.

• Pada Beberapa Bag. Sudah (+) Diagnosis-deteksi


Dini—penatalaksanaan Ssi Protap VAR/SAR
• Tidak sesuainya form pelaporan terkait laporan
observasi anjing dan hasil pemeriksasan specimen
otak mempengaruhi tatalaksana
• Tidak Adanya Dalam Form Pelaporan Kasus Luar
Wilayah Serta Kurangnya Pelapororan Antar Dinas
Kesehtan Di Bali Terkait Kasus Luar Wilayah
• Tidak Berperan Aktifnya Provider Swasta Seperti LSM
Peduli Anjing Dan Praktisi Swasta Dalam Sistem
Pelaporan Kasus
(Representativeness):

Sistem surveilans yang representatif mampu mendeskripsikan


secara akurat distribusi kejadian penyakit menurut karakteristik
orang, waktu dan tempat.

• Sistem surveilans rabies yang berjalan saat ini belum


representative karena belum bisa menggambarkan
kejadian rabies sebenarnya yang terjadi di
masyarakat.
• otoritas kesehatan tidak berpartisipasi secara
optimal, yang paling krusial bahwa kasus-kasus
yang berobat ke praktisi tidak dilaporkan ke dinas
kesehatan kabupaten. Hal ini menyebabkan angka
prevalensi yang ada tidak mendekati kenyatan dalam
masyarakat
Waktu (Timeliness)

Ketepatan waktu suatu sistem surveilans dipengaruhi oleh


ketepatan dalam memproses data mulai dari deteksi, pengisian
form, pelaporan dan pengolahan data serta pendistribusian
informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan

• Sudah sesuai dengan time line yang ada awalnya


pelaporan hanya memamfaatkan sms dan email
tetapi selanjutnya laporan dalam bentuk hardcopy
secepatnya dilampirkan sehingga data terkumpul
dan bisa diolah tepat waktu
• Feedback pertelpon pertemuan rutin atau evaluasi
yang dilakukan untuk penyakit rabies.
 Tenaga surveilan rabies di Dinas Kesehatan
Kabupaten Badung masih kurang dan pelatihan
surveilans rabies belum dilakukan secara
berkesinambungan.

 Penegakan diagnosa rabies pada manusia masih


bersifat suspec, karena harus menunggu hasil
laboratorium spesimen hewan penggigit yang
dilakukan oleh Dinas Peternakan.
 Format pencatatan dan pelaporan bulanan GHPR
,rabies dan VAR di Dinkes Badung tidak sesuai
dengan format pencatatan dan pelaporan yang
tertuang dalam Modul Pelatihan Penanggulangan
Rabies, Ditjen PP Dan PL Depkes RI 2008 yang
diadopsi oleh Dinkes Provinsi Bali. Dimana
pelaporan penelitian laboratorium hewan penggigit
sehat, mati,positif dan negatif tidak ada.
 .
 Tidak adanya peran aktif provider / praktisi swasta
terkait sistem surveilans rabies di Kabupaten
Badung.
 Kurangnya kerjasama interen antar Dinkes
Kabupaten se Propinsi Bali dalam pelaporan
temuan kasus di luar wilayah
Rencana implementasi
Untuk menentukan pengembangan intervensi
pada sistem surveilans yang tepat maka perlu
dilakukan skoring untuk menentukan skala
prioritas yang akan diambil dalam
memperbaiki sistem surveilans rabies di
Dinkes Kabupaten Badung dengan metode
Urgency, Seriousness dan Growth (USG).
 Urgency meliputi ketersediaan waktu terkait
mendesak atau tidaknya masalah untuk
diselesaikan.
 Seriousness melihat pada dampak masalah

yang ada terhadap produktivitas kerja,


pengaruhnya terhadap keberhasilan serta
membahayakan sisitem yang ada.
 Growth mengarah pada apakah masalah
berkembang sedemikian rupa sehingga sulit
atau tidak bisa dicegah
 Dari nilai total nilai skor yang didapat maka
kelemahan ada pada sistem surveilans rabies
di Dinas Kesehatan Kabupaten Badung yaitu
tidak sesuai dengan format pencatatan dan
pelaporan yang tertuang dalam Modul Pelatihan
Penanggulangan Rabies, Ditjen PP Dan PL
Depkes RI 2008 yang diadopsi oleh Dinkes
Provinsi Bali, dimana pelaporan penelitian
laboratorium hewan penggigit sehat,
mati,positif dan negatif tidak ada sehingga
pelaporan tercatat pada kolom keterangan HPR
 Intervensi yang dilakukan ditujukan untuk
meningkatkan peran provider pemerintah
maupun swasta dalam pelaporan surveilans
rabaies sesuai dengan form yang sudah ada
dengan menyamakan persepsi dari petugas
surveilans yang ada di masing-masing
tingkatan dalam hal pengisian format
pelaporan.
 Pengembangan sistem surveilans kasusu
gigitan anjing pengumpulan data kasus
GHPR harus terlaporkansesuai format yang
ada lengkap dengan hasil penelitian
laboratorium spesimen anjing serta observasi
keadaan anjing.
 Peran aktif provider swasta dan pemerintah

Loss

Pelaporan lintas kabupaten advokasi

Anda mungkin juga menyukai