Anda di halaman 1dari 10

Arsitektur Asia dan Nusantara

Arsitektur Tradisional Makassar, Minahasa dan Toraja

Disusun Oleh :
 Muhammad Sya’ad Fauzan (21902026) 

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN ARSITEKTUR
TAHUN 2020
Arsitektur Tradisional Makassar
1. Sistem Kepercayaan dan Kekerabatan Masyarakat Makassar
a. Sistem Kepercayaan masyarakat Makassar
Masyarakat Bugis banyak tinggal di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Mereka penganut Islam yang
taat. Masyarakat Bugis juga masih percaya dengan satu dewa tunggal yang mempunyai nama-nama sebagai
berikut.
 Patoto’e adalah dewa penentu nasib
 Dewata Seuwa-e adalah dewa tunggal
 Turie a’rana adalah kehendak tertinggi.
b. Sistem Kekerabatan Masyarakat Makassar
Perkawinan yang ideal di Makassar adalah sebagai berikut :
 Assialang Marola adalah perkawinan antara saudara sepupu sederajat kesatu baik dari pihak ayah/ibu.
 Assialanna Memang adalah perkawinan antara saudara sepupu sederajat kedua baik dari pihak ayah/ibu.

Perkawinan yang dilarang adalah perkawinan anak dengan ayah/ibu dan menantu dengan mertua.
2. Pola Kampung Tradisional Makassar, Letak dan Orientasinya.

Berdasarkan gambar di atas, maka perkampungan orang Bugis dan terletak di garis pantai dengan pola
linier mengikuti alur sungai yang mengarah dari Barat Daya menuju ke Timur Laut. Sementara, perkampungan
orang Betawi berada di “daratan”.
Secara lebih terinci, permukiman dan rumah-rumah orang Bugis di Kamal Muara dibangun mengikuti
pola alur sungai, jalan, dan gang.
Perkampungan orang Bugis di Kamal Muara adalah pakkaja (kampung nelayan) dengan pola berderet
dan mengelompok mengikuti alur sungai dan jalan. Sebagian dari rumah-rumah tersebut membelakangi
sungai. Pola demikian sesuai dengan pola spasial kampung pada tradisional Bugis di daerah asalnya.

Orientasi rumah dalam struktur kampung menghadap ke jalan atau gang karena tidak terdapat pusat
orientasi yang biasanya berupa pohon yang besar. Namun demikian kampung Bugis di Kamal Muara memiliki
langgar atau masjid yang biasanya juga dapat menjadi pusat orientasi.
3. Pengenalan Rumah Tradisional
 Rumah Adat Suku Makassar

 Rumah Adat Suku Toraja  Rumah Adat Suku Mandar

 Rumah Adat Suku Bugis

 Rumah Adat Suku Luwuk


Arsitektur Tradisional Minahasa
1. Sistem Kepercayaan dan Kekerabatan Masyarakat Minahasa
a. Sistem Kepercayaan Masyarakat Minahasa
Unsur-unsur kepercayaan pribumi merupakan peninggalan system religi sebelum berkembangnya
agama Nasrani mau pun Islam. Unsur ini mencakup konsep dunia gaib, makhluk dan kekuatan adikodrati
(yang dianggap ‘baik’ dan jahat’ serta manipulasinya, dewa tertinggi, jiwa manusia, benda berkekuatan gaib,
tempat keramat, orang berkekuatan gaib, dan dunia akhirat).
Dalam mitologi orang Minahasa dahulu mengenal banyak dewa. Dewa oleh penduduk disebut empung
atau opo, dan untuk dewa yang tertinggi disebut Opo Wailan Wangko. Dewa yang penting sesudah dewa
tertinggi adalah Karema. Opo Wailan Wangko dianggap sebagai pencipta seluruh alam dengan isinya.
Karema yang mewujudkan diri sebagai manusia adalah penunjuk jalan bagi Lumimu’ut (wanita sebagai
manusia pertama) untuk mendapatkan keturunan seorang pria yang kemudian dinamakan To’ar, yang juga
dianggap sebagai pembawa adat, khususnya cara-cara pertanian, yaitu sebagai cultural hero (dewa pembawa
adat).
b. Sistem Kekerabatan Masyarakat Minahasa
Orang Minahasa bebas untuk menentukan jodohnya sendiri, namun dikenal juga penentuan jodoh atas
kemauan orangtua. Dalam perkawinan ada adat eksogami yang mewajibkan orang kawin di luar family.
Sesudah menikah mereka tinggal menurut aturan neolokal (tumampas), namun adat ini tidak diharuskan.
Rumah tangga (sanga awu, atau dapur) baru dapat tinggal dalam lingkungan kekerabatan pihak suami
maupun pihak isteri sampai mereka mempunyai rumah sendiri.
2. Pola Kampung Tradisional Minahasa, Letak dan Orientasinya
a. Pola Perkampungan
Pola perkampungan didesa Pinabetengan bersifat menetap, dalam arti bahwa suatu desa cenderung tidak
berkurang penduduknya atau lengkap ditinggalkan akibat lading-ladang yang makin jauh. Desa ini
merupakan pusat aktifitas social dari para penduduknya. Aspek lain dari pola desa di Pinabetengan ialah
bahwa kelompok rumah-rumah itu mempunyai bentuk memanjang mengikuti arah jalan. Desa yang mulai
menjadi besar, pada sebelah menyebelah jalan dihubungkan dengan jalan-jalan samping untuk masuk lebih
kedalam. Pusat-pusat aktifitas desa seperti aktivitas-aktivitas Gereja, balai pertemuan, puskesmas, sekolah-
sekolah dan lainnya tidak terletak pada suatu deretan memanjang pada jalan utama tetapi menyebar.
b. Letak dan Orientasi
 Terletak di jazirah semenanjung utara Sulawesi Kabupaten Minahasa
 Termasuk kawasan vulkanik dengan sejumlah gunung berapi yang masih aktif seperti gunung Klabat,
Soputan, Lokon, dan Mahawu.
 Orientasi rumah menghadap kea rah yang ditentukan oleh tonaas pemberi petunjuk.
3. Pengenalan Rumah Tradisional
 Rumah Adat Walewangko

Rumah Pewaris  atau Walewangko  adalah  rumah adat daerah Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara.
Minahasa dahulu dikenal dengan nama Tanah Malesung yang merupakan daerah Semenanjung tempat
persinggahan Bangsa Portugis dan Spanyol. Oleh karena tanahnya yang subur,
Bangsa Portugis dan Spanyol tertarik dengan daerah tersebut. Sementara itu, raja pertama Manado adalah
keturunan Bangsa Spanyol, yaitu Muntu Untu. Dari raja pertama inilah diyakini masyarakat Minahasa
mengenal rumah adat. Pada masa pemerintahan raja pertama ini, sentuhan teknologi sederhana mulai dikenal,
misalnya beberapa alat pertukangan mulai masuk dan dikenal masyarakat. Pada bentuk fisik rumah adat yang
dua tiang penyangganya tidak boleh disambung. Jadi, sudah dapat dibayangkan bahwa masyarakat kala itu,
ketika mengambil kayu sebagai bahan rumah adat, sudah menggunakan perkakas pertukangan.
Rumah Adat Bolaang Mongondow

Rumah Bolaang Mongondow merupakan rumah adat tradisional dari suku Bolaang Mongondow atau


juga biasa disebut suku Bolmong yang nama tempat asalnya pun sama dengan nama suku itu sendiri
yaitu Kabupaten Bolaang Mongondow yang terletak di sebelah barat provinsi Sulawesi Utara. Mirip
seperti Rumah Pewaris, Rumah Bolaang Mongondow juga sama-sama mengadopsi rumah panggung yang
sebagian besar terbuat dari kayu jati. Bentuk dari Rumah Bolaang Mongondow ini adalah bangunan rumah
berupa rumah panggung dengan atap melintang memanjang ke belakang yang terbuat dari bahan ijuk dengan
sebuah tangga di bagian depan rumah. Tinggi Rumah Bolmung umumnya sekitar satu setengah meter sampai
dua meter dengan sebuah serambi muka yang dikenal sebagai Dungkolon. Sepanjang tahun 1957 sampai 1959
Rumah Bolaang Mongondow banyak dibakar karena kesalahpahaman yang terjadi pada peristiwa yang
disebut Perjuangan Semesta atau dalam sejarah disebut sebagai Permesta.
SEKIAN

TERIMA KASIH

WASSALAMU’ALAIKUM WARAHMATULLAHI
WABARAKATUH

Anda mungkin juga menyukai