Anda di halaman 1dari 22

POLIEMBRIONI

Nuha ‘Ainurrahman
BIOLOGI F 2018
Hani Nur Anasari
El Shafira Anggiet
Latar Belakang
Poliembrioni adalah proses dalam pembentukan satu embrio atau lebih dalam satu biji.
Poliembrioni terjadi apabila apomiksis dan amfimiksis terjadi secara bersamaan.
Apomiksis yaitu proses terbentuknya biji atau benih yang tidak melalui peleburan sperma-
ovum. Sedangkan amfiksis adalah bentuk suatu reproduksi non-seksual pada tumbuhan
melalui biji. Sifat tanaman yang terbentuk dari perkecambahan biji poliembrioni adalah
hanya ada satu yang berbeda dari induknya, tanaman inilah yang sebenarnya berasal dari
peleburan gamet jantan dan betina sehingga tanaman ini memiliki gen dari kedua
induknya, sedangkan tanaman lain yang terbentuk merupakan tanaman yang tumbuh dari
pembiakan vegetatif tanaman tersebut, sehingga tanaman ini memiliki sifat yang sama
dengan induknya dan dapat dimanfaatkan untuk pemuliaan tanaman.
Tujuan
1. Mengetahui perkecambahan biji jeruk, alpukat, dan mangga
2. Mengetahui pertumbuhan biji yang bersifat poliembrioni.
Dasar Teori
Secara umum, biji memiliki 1 embrio dalam biji yang akan mengalami
perkecambahan. Akan tetapi, pada angiospermae tersapat beberapa family
yang memiliki banyak embrio yang berkembang dalam satu biji Dan
berkembang pula menjadi beberapa perkecambahan yang biasa disebut
sebagai poliembrioni. Poliembrioni merupakan terdapatnya dua atau lebih
embrio dari ovulum yang telah berkembang. Penambahan jumlah embrio ini
merupakan hasil dari diferensiasi dan perekembangan dari beberapa
maternal dan jaringan zigotik yang berasosiasi dengan ovulum dalam biji
(Tisserat et al, 1979)
Pada siklus sexual normal (amphimixis), sel sphorophytic (2n) atau sel
induk megaspora pada ovulum akan berubah menjadi sel gametofmenjadi
embrio it haploid melalui pembelahan meiosis. Pada proses ini terdapat sel
telur yang akan berubah menjadi embrio setelah terjadi fertilisasi dengan
gamet jantan (syngamy).

Akan tetapi pada beberapa tumbuhan, walaupun pembelahan meiosis dan


syngamy tidak terjadi, embrio yang viabel dapat tetap terbentuk didalam
ovulum. Pementukan embrio secara aseksual biasa disebut sebagai apomixis
dam biji pada tumbuhan yang melakukan pembelahan aseksual disebut
sebagai biji apomictic.

Poliembrioni juga merupakan tipe dari apomixis yang meninisiasi


perkembangan autonomous dari embrio melalui secara aseksual.
Poliembrioni dapat diklasifikasi berdasarkan sumber asal, frekuensi tingkat kejadian dan
ploidi. Camaroon dan Soost (1979) mengklasifikasikan polembrioni berdasarkan
frekuensi poliembrioni :
● Strictly monoembryonic — Spesies tanaman di mana frekuensinya beberapa embrio
dalam waktu kurang dari 6% dijelaskan secara ketat monoembrionik.  
● Nearly monoembryonic — Dalam kasus tanaman yang hampir monoembrionic spesies
frekuensi poliembrioni bervariasi antara 6-10%.  
● Poliembrionik — Jika persen pembentukan embrio multipel lebih banyak dari 10%
kondisinya disebut polyembryony dan tanaman disebut poliembrionate.
Di sisi lain, Ernst (1910) membagi polyembryony menjadi dua kategori atas dasar
embriogenesis.  
● Poliembrioni sejati — Ketika dua atau lebih embrio muncul dalam kondisi yang sama
kantung embrio dari nucellus (jeruk, mangga, jamun), integumen, synergid, dll.
● Poliembrioni palsu — Dalam hal ini lebih dari satu kantung embrio terbentuk dalam
ovula (Fragaria sp.) yang diikuti oleh pembentukan multipel embrio.

Yakovlev (1967) mengusulkan dasar genetik klasifikasi kembaran poligami.


● Gametophytic — Embrio multipel muncul dari sel-sel gamet dari embryo sac
(synergid, antipodal) setelah atau tanpa pembuahan. Di dalam embrio case haploid /
diploid terbentuk.  
● Saprofitik — Ketika beberapa embrio muncul dari sel sporofit ovula (nucellus,
integumen) tanpa pembuahan dan hasilnya embrio diploid dan mirip dengan induk.
Metodelogi
1. Alat dan Bahan

Alat : Bahan :

a. Sekop a. Biji jeruk


b. Polibag b. Biji alpukat
c. Biji mangga
d. Tanah
2. Cara Kerja

a. Disiapkan biji jeruk, alpukat, dan mangga


b. Diisi tanah yang diambil dengan sekop ke dalam empat polibag
c. Ditanam biji yang sudah disiapkan ke dalam polibag
d. Ditempatkan polibag ditempat yang aman
Hasil Pengamatan
Tabel. Hasil Pengamatan Poliembrioni

Nama Biji Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5

Jeruk Tidak tumbuh Tidak tumbuh Tidak tumbuh Tidak tumbuh Tidak tumbuh

Alpukat Tidak tumbuh Tidak tumbuh Tidak tumbuh Tidak tumbuh Tidak tumbuh

Mangga Tidak tumbuh Tidak tumbuh Tidak tumbuh Tidak tumbuh Tidak tumbuh
Pembahasan

Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan dinyatakan gagal karena


tidak ada biji yang tumbuh selama tiga minggu pengamatan. Dalam
poliembrioni, perkecambahan suatu biji dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu
faktor dalam dan faktor luar.
Masing-masing faktor tersebut diantaranya:

a. Faktor dalam

1) Tingkat kemasakan biji


Benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai tidak mempunyai
viabilitas yang tinggi karena belum memiliki cadangan makanan yang cukup serta
pembentukan embrio belum sempurna (Sutopo, 2002). Pada umumnya sewaktu
kadar air biji menurun dengan cepat sekitar 20 persen, maka benih tersebut juga telah
mencapai masak fisiologis atau masak fungsional dan pada saat itu benih mencapat berat
kering maksimum, daya tumbuh maksimum (vigor) dan daya kecambah maksimum
(viabilitas) atau dengan kata lain benih mempunyai mutu tertinggi.
2) Ukuran benih
Benih yang berukuran besar dan berat mengandung cadangan makanan yang lebih banyak
dibandingkan dengan yang kecil pada jenis yang sama. Cadangan makanan yang
terkandung dalam jaringan penyimpan digunakan sebagai sumber energi bagi embrio pada
saat perkecambahan (Sutopo, 2002). Berat benih berpengaruh terhadap kecepatan
pertumbuhan dan produksi karena berat benih menentukan besarnya kecambah pada saat
permulaan dan berat tanaman pada saat dipanen (Blackman, dalam Sutopo, 2002).
3) Dormansi Benih
Benih dikatakan dormansi apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak
berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah
memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan atau juga dapat dikatakan dormansi
benih menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih sehat (viabel) namun gagal
berkecambah ketika berada dalam kondisi yang secara normal baik untuk berkecambah,
seperti kelembaban yang cukup, suhu dan cahaya yang sesuai.

4) Penghambat perkecambahan
Penghambat perkecambahan benih dapat berupa kehadiran inhibitor baik dalam benih
maupun di permukaan benih, adanya larutan dengan nilai osmotik yang tinggi serta bahan
yang menghambat lintasan metabolik atau menghambat laju respirasi.
b. Faktor Luar
1) Air
Penyerapan air oleh benih dipengaruhi oleh sifat benih itu sendiri terutama kulit
pelindungnya dan jumlah air yang tersedia pada media di sekitarnya, sedangkan jumlah air
yang diperlukan bervariasi tergantung kepada jenis benihnya, dan tingkat pengambilan air
turut dipengaruhi oleh suhu (Sutopo, 2002). Kira-kira 70% berat protoplasma sel hidup
terdiri dari air dan fungsi air antara lain:
a. Melembabkan kulit biji sehingga menjadi pecah atau robek agar terjadi pengembangan
embrio dan endosperm.
b. Memberikan fasilitas masuknya oksigen kedalam biji.
c. Mengencerkan protoplasma sehingga dapat mengaktifkan berbagai fungsinya.
d. Sebagai alat transport larutan makanan dari endosperm atau kotiledon ke titik
tumbuh, dimana akan terbentuk protoplasma baru.
2) Suhu

Suhu optimal adalah yang paling menguntungkan berlangsungnya perkecambahan benih


dimana presentase perkembangan tertinggi dapat dicapai yaitu pada kisaran suhu antara
26.5°C -35°C (Sutopo, 2002). Suhu juga mempengaruhi kecepatan proses permulaan
perkecambahan dan ditentukan oleh berbagai sifat lain yaitu sifat dormansi benih, cahaya
dan zat tumbuh giberelin.
3) Oksigen
Saat berlangsungnya perkecambahan, proses respirasi akan meningkat disertai dengan
meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan CO2, air dan energi Panas. Terbatasnya
oksigen yang dapat dipakai akan menghambat proses perkecambahan benih
(Sutopo, 2002). Kebutuhan oksigen dapat dikatakan sebanding dengan laju respirasi
dan dipengaruhi oleh suhu, mikro-organisme yang terdapat dalam benih.

4) Medium
Medium yang baik untuk perkecambahan haruslah memiliki sifat fisik yang baik, gembur,
mempunyai kemampuan menyerap air dan bebas dari organisme penyebab penyakit
terutama cendawan (Sutopo, 2002). Pengujian viabilitas benih dapat digunakan media
antara lain substrat kertas, pasir dan tanah
5) Cahaya
Kebutuhan benih akan cahaya untuk perkecambahannya bervariasi tergantung pada jenis
tanaman (Sutopo, 2002). Adapun besar pengaruh cahanya terhadap perkecambahan
tergantung pada intensitas cahaya, kualitas cahaya, lamanya penyinaran Menurut
Adriance and Brison dalam Sutopo (2002) pengaruh cahaya terhadap perkecambahan
benih dapat dibagi atas 4 golongan yaitu golongan yang memerlukan cahaya mutlak,
golongan yang memerlukan cahaya untuk mempercepat perkecambahan, golongan
dimana cahaya dapat menghambat perkecambahan, serta golongan dimana benih dapat
berkecambah baik pada tempat gelap maupun ada cahaya.
Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang kami lakukan, dapat disimpulkan bahwa praktikum yang
kami lakukan dinyatakan tidak berhasil karena tidak ada biji yang berkecambah dan tidak
ada tanaman yang tumbuh. Hal ini bisa disebabkan karena kurangnya intesitas
penyiraman pada biji tersebut, bisa disebabkan oleh cahaya yang terpapar pada biji
tersebut berlebihan/kurang, medium yang digunakan tanahnya kurang baik/tidak gembur
karena banyak mengandung sampah dan mikroorganisme penyebab penyakit atau
terbatasnya oksigen yang dipakai menyebabkan terhambatnya proses perkecambahan pada
biji.
Daftar Pustaka
Camaron, J.W. and R.K. Soost. 1979. Sexual and nucellar embryony in F1
hybrid and advanced crosses in Citrus with Poncirus. J. American Soc. Hort.
Sci. 104(3): 408–10.

Sutopo. 2002. Viabilitas dan Faktor-Faktor yang mempengaruhi perkecambahan


padaPoliembrioni.http://digilib.biologi.lipi.go.id/view.html?idm=12172.
Diakses pada tanggal 22 Desember 2019 pukul 15.03 WIB.

Tisserat, B., E.B. Esan and T. Murrashige. 1979. Somatic embryogenesis in


angiosperm. Horticultural Review 1: 1–78.

Yakovlev, M.S. 1967. Polyembryony in higher plants and principles of its


classification. Phytomorph. 17(1–4): 278–82.
Dokumentasi
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai