Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus yang paling sering dialami oleh
neonatus. Demikian pula, kebanyakan kasus Hirschsprung terdiagnosis pada bayi, walaupun beberapa
kasus baru dapat terdiagnosis hingga usia remaja atau dewasa muda (Izadi M, 2007).
Hirschprung merupakan suatu kelainan bawaan berupa aganglionosis usus yang dimulai dari
sfingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang bervariasidan termasuk anus sampai rektum.
Juga dikatakan sebagai kelainan kongenital dimanatidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari
pleksus auerbact di kolon (A. Aziz Alimul Hidayat,2006).
Etiologi/Faktor Predisposisi
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan terbatas
dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 di daerah rektosigmoid,
10% sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5% dapat mengenai seluruh usus dan pilorus.
Adapun penyebab hirschsprung atau mega kolon kongenital adalah karena faktor genetik
dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan sindrom Down, kegagalan sel saraf pada
masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan
submukosa pada dinding plexus.
Sedangkan menurut (Amiel, 2001) penyebab hisprung tidak diketahui, tetapi ada
hubungan dengan kondisi genetik Mutasi pada Ret proto-onkogen telah mengalami
neoplasia endokrin 2A atau 2B pada penyakit Hirschsprung yang dikenal (Edery, 1994).
Gen lain yang berhubungan dengan penyakit Hirschsprung termasuk sel neurotrofik
glial yang diturunkan dari factor gen, dari factor gen endhotelin-B, dan gen endothelin -3
(Marches, 2008) .Penyakit Hirschprung juga terkait dengan Down syndrome, sekitar 5-15%
dari pasien dengan penyakit Hirschprung juga memiliki trisomi 21 (Rogers, 2001).
Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala pada neonatus meliputi:
1.Kegagalan mengeluarkan mekonium dalam tempo 24 hingga 48 jam karena usus tidak mampu
mendorong isinya ke arah distal.
2.Muntah dengan muntahan yang mengandung feses atau empedu sebagai akibat obstruksi intestinal.
3.Distensi abdomen yang terjadi sekunder karena retensi isi usus dan obstruksi usus.
4.Iritabilitas (anak menjadi rewel) akibat distensi abdomen yang ditimbulkan.
5.Kesulitan menyusu dan kegagalan tumbuh kembang yang berhubungan dengan retensi isi usus dan
distensi abdomen.
6.Dehidrasi yang berhubungan dengan kesulitan menyusu dan ketidakmampuan mengonsumsi cukup
cairan.
7.Diare overflow yang terjadi sekunder karena peningkatan sekresi air kedalam usus disertai obstruksi
usus.
Lanjutan. . .
Tanda dan gejalah pada dewasa ( yang lebih jarang ditemukan dan prevalen pada laki-laki) meliputi:
7.Distensi abdomen akibat penurunan motilitas usus dan konstipasi.
8.Konstipasi intermitan yang kronis dan merupakan keadaan sekunder karena gangguan motilitas usus. (Kowalak, Welsh, &
Mayer, 2014)
Patofisiologi Hirschsprung
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak
adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam
rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak
adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum
tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya
akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada
Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden).
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik
secara normal. Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut,
menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan
menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson ).
Pemeriksaan Fisik/ Penunjang/ Diagnostic
Pemeriksaan fisik pada hirschsprung yaitu pada inspeksi, perut kembung atau membuncit di seluruh lapang pandang.
Untuk menentukan diagnosis penyakit Hirschsprung dapat pula dilakukan pemeriksaan rectal touche dapat dirasakan fingter
anal yang kaku dan sempit, saat jari ditarik terdapat explosive stool (Izadi,2007).
Pemeriksaan penunjang dan diagnostic pada hirscsprung, diantaranya:
1. Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat penghisap and mencari sel ganglion pada daerah
submukosa.
2. Biopsy otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan dibawah narkos. Pemeriksan ini bersifat
traumatic.
3. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap. Pada penyakit ini klhas terdapat peningkatan aktivitas
enzim asetikolin enterase.
4. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus, (Ngatsiyah, 1997 : 139)
Menurut (Betz, 2002 : 197)
5. Foto abdomen ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.
6. Enema barium : untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.
7. Biopsi rectal untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion.
8. Manometri anorektal ; untuk mencatat respons refleks sfingter interna dan ekstema
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pembedahan hirschsprung dilakukan dalam 2 tahap, yaitu dilakukan kolostomi loop atau double-
barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembali normal (memerlukan waktu 3-4 bulan),
lalu dilanjutkan dengan 1 dari 3 prosedur, sebagai berikut :
1.Prosedur Duhamel : Penarikan kokon nomal ke arah bawah dan menganastomosiskannya di belakang usus aganglionik.
2.Prosedur Swenson dilakukan anastomosis end to end pada kolon berganglion dengan saluran anal yang dibatasi.
3.Prosedur saave : Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke
anus.
4.Intervensi bedah
ini terdiri dari pengangkatan ari segmen usus aganglionik yang mengalami obstruksi, Pembedahan rekto-signoidektomi
dilakukan teknik pull-through dapat dicapai dengan prosedur tahap pertama, tahap kedua atau ketiga, rekto sigmoidoskopi
di dahului oleh suatu kolostomi
Komplikasi
1. Inspeksi: Tanda khas didapatkan adanya distensi abnormal. Pemeriksaan rectum dan fese akan didapatkan adanya
perubahan feses seperti pita dan berbau busuk.
2. Auskultasi: Pada fase awal didapatkan penurunan bising usus, dan berlanjut dengan hilangnya bisng usus.
3. Perkusi: Timpani akibat abdominal mengalami kembung.
4. Palpasi: Teraba dilatasi kolon abdominal.
5. Sistem kardiovaskuler: Takikardia.
6. Sistem pernapasan: Sesak napas, distres pernapasan.
7. Sistem pencernaan: Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah berwarna hijau. Pada anak yang lebih
besar terdapat diare kronik. Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan
keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.
8. Sistem saraf : Tidak ada kelainan.
9. Sistem lokomotor/musculoskeletal : Gangguan rasa nyaman : nyeri
10. Sistem endokrin: Tidak ada kelainan.
11. Sistem integument: Akral hangat, hipertermi
12. Sistem pendengaran: Tidak ada kelainan
Lanjutan. . .
1. Diagnosa keperawatan
2. Intervensi
• Observasi bising usus dan periksa adanya distensi abdomen pasien, Pantau dan catat frekuensi dan
karakteristik feses
• Catat asupan haluaran secara akurat
• Dorong pasien untuk mengkonsumsi cairan 2.5 L setiap hari, bila tidak ada kontraindikasi
• Lakukan program defekasi, Letakkan pasien di atas pispot atau commode pada saat tertentu setiap hari, sedekat
mungkin kewaktu biasa defekasi (bila diketahui)
• Berikan laksatif, enema, atau supositoria sesuai instruksi.
• Timbang berat badan pasien setiap hari sebelum sarapan
• Ukur asupan cairan dan haluaran urin untuk mendapatkan status cairan
• Pantau berat jenis urin
• Observasi faktor-faktor yang meningkatkan resiko injuri
• Kolaborasi pemberian antibiotik pasca bedah
• Observasi suhu minimal setiap 4 jam dan catat pada kertas grafik. Laporkan evaluasi kerja
Lanjutan. . .
3. Implementasi
Merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana keperawatandilaksanakan : melaksanakan
intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang
telah dicatat dalam rencana perawatan pasien.Pelaksanaan keperawatan/implementasi harus sesuai dengan rencana yang
telahditetapkan sebelumnya dan pelaksanaan ini disesuaikan dengan masalah yang terjadi. Dalam pelaksanaan
keperawatan ada 4 tindakan yang dilakukan yaitu :
a.Tindakan mandiri
b.Tindakan observasi
c.Tindakan health education
d.Tindakan kolaborasi
4. Evaluasi
Setelah mendapat implementasi keperawatan, maka pasien dengan hisrchprung diharapkan sebagai berikut:
• Tidak adanya konstipasi dan BABnya normal.
• Kebutuhan cairan pasien terpenuhi
• Tidak adanya injuri
• Tidak adanya tanda-tanda atau reksi infeksi.
WOC
Analisis Jurnal
1. Judulnya : Peran Pemeriksaan Barium Enema pada Penderita Megacolon Congenital
(Hirschprung Diseases)
2. Lokasi penelitian : Yogyakarta
3. Membahas tentang : tanda dan gijala Hirschprung Diseases dan menentukan
gambaran radiologi Hirschprung Diseases
4. Kesimpulan : bahwa penegakan diagnosis HD dengan mengenali tanda dan gejala serta
gambaran pemeriksaan barium enema dengan sistem skoring dapat menurunkan angka
kesakitan dan kematian penderita HD
5. Metode penelitian :penelitian ini menggunakan analisa data dengan sistem penilaian
sistem Skoring
6. Populasi : bayi yang menderita megacolon congenital (Hirschprung Diseases)
Thanks!
CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, including icons
by
CREDITS:
Flaticon, This
and infographics
presentation &
template
imageswas
by Freepik.
created
by Slidesgo, including icons by Flaticon, and
infographics & images by Freepik.