Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
Hukum Acara Perdata
Dr.Rachmi Sulistyarini, SH, MH ©
ASAS- ASAS

HUKUM ACARA
KUASA HUKUM SURAT GUGATAN SENDIRI PERDATA DALAM
PRAKTEK
menjawab jawab

PENGGUGAT TERGUGAT
PEMBUKTIAN

kesimpulan para pihak


(tidak harus ada)

PUTUSAN HAKIM

UPAYA HUKUM
DARI PARA PIHAK

EKSEKUSI 2
A. Definisi, Sifat, dan Fungsi Hukum
Acara Perdata
 Hukum Perdata ada 2 macam:
 Perdata Materiil
 Perdata Formil  Acara Perdata
 Hubungan antara HUKUM ACARA PERDATA dan
HUKUM PERDATA adalah:
HUKUM ACARA PERDATA HUKUM PERDATA
(hukum formil) (hukum materiil)

 Hukum acara perdata untuk melaksanakan apabila


ada pelanggaran hak terhadap hukum perdata
 Hukum perdata berisi tentang hak dan kewajiban
3
 Keduanya saling membutuhkan
 Hukum Perdata Materiil tanpa ada Hukum
Formal tidak dapat dilaksanakan, demikian
pula sebaliknya
 Keduanya dapat dibedakan, tetapi tidak dapat
dipisahkan
 Hukum Perdata adalah
 hukum yang mengatur hubungan individu yang
satu dengan yang lain di dalam pergaulan
masyarakat
 Yang mempertahankan hukum perdata apabila
dilanggar adalah individu/ perorangan.
4
 Hukum Acara Perdata adalah
 Hukum yang mengatur bagaimana melaksanakan

dan mempertahankan hukum perdata materiil.


 Melaksanakan: dalam hal ada pelanggaran hak
 Contoh: dalam hal wanprestasi, ia punya hak, tetapi

tidak mendapatkan hak tersebut, maka ia dapat


mengajukan tuntutan hak, karena telah terjadi
pelanggaran hak.
 Mempertahankan: dalam hal ada tuntutan hak
 Tegasnya:
 Bagaimana cara mengajukan tuntutan hak

 Cara memeriksa dan memutusnya

 Pelaksanaan dari putusannya

5
 Definisi Hukum Acara Perdata menurut UU
No 14 Tahun 1970 tentang Pokok- pokok
Kekuasaan Kehakiman,yaitu:
 Hukum yang mengatur cara- cara yang
dipergunakan untuk melaksanakan hukum perdata
materiil oleh/ dengan perantara hakim.
 Tuntutan hak mempunyai pengertian yang
lebih luas dari pada gugatan.
 Tuntutan hak: tindakan meminta perlidungan
hukum dari pengadilan
 Kegunaanya untuk menghindari tindakan main
hakim sendiri

6
 Tuntutan hak dibedakan menjadi dua jenis:
 Tuntutan hak yang mengandung sengketa, dikenal
dengan istilah GUGATAN  terdapat dua pihak,
tergugat dan penggugat
 Tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa,
dikenal dengan istilah PERMOHONAN  hanya
ada satu pihak.
 Berdasarkan 2 macam tuntutan hak tersebut,
maka peradilan dibedakan menjadi 2 macam:
 Peradilan: Pelaksanaan hukum dalam hal konkrit
manakala ada tuntutan hak (untuk proses
pemeriksaan perkara di pengadilan).
 Pengadilan: Lembaga yang berfungsi
melaksanakan peradilan.
7
 Peradilan ada 2 macam:
1. Contentieuse jurisdictie
Disebut juga peradilan sesungguhnya atau
peradilan yang sebenarnya, adalah peradilan
yang diperuntukkan bagi tuntutan hak yang
mengandung sengketa, cirinya:
 terdapat dua pihak
 Tuntutan diajukan dengan cara gugatan
 Peradilan terbuka untuk umum
 Ketentuan- ketentuan pembuktian baik dalam HIR
ataupun dalam buku IV BW dilaksanakan sepenuhnya
 Hasil akhir berupa putusan atau vonis
 Hakim betul- betul berfungsi sebagai lembaga
yudikatif, memeriksa dan mengadili perkara
Contoh: perkara pembagian waris, perkara utang- piutang
8
2. Voluntaire jurisdictie
Disebut juga peradilan semu atau peradilan yang
tidak sesungguhnya, adalah peradilan yang
diperuntukkan bagi tuntutan hak yang tidak
mengandung sengketa, cirinya:
 Diajukan dengan cara permohonan
 Peradilan tertutup
 Ketentuan- ketentuan mengenai pembuktian tidak
diperlukan sepenuhnya, karena tidak ada sengketa
 Hasil akhir berupa penetapan atau beschikking
 Hakim lebih bersifat administratif
Contoh: pengangkatan anak, penetapan wali

9
 Tahap- tahap tindakan Hukum Acara Perdata
1. Pendahuluan
Karena mendahului pemeriksaan perkara, tahap
yang dilakukan sebelum pemeriksaan perkara.
terdiri dari:
a. Pencatatan (pencatatan gugatan)
b. Penetapan biaya (biaya perkara)
Perkara tidak akan dicatat oleh panitera
pengadilan apabila belum membayar biaya perkara
c. Penetapan hari sidang oleh ketua majelis
d. Pemanggilan para pihak atas perintah ketua majelis oleh
juru sita
e. Sita jaminan:
 Pada tahap pendahuluan
 Pada tahap pemeriksaan perkara sedang berlangsung
 Pada tahap tingkat banding 10
2. Penentuan/ pemeriksaan
Hal penting:
a. Hakim menjatuhkan putusan gugur dan verstek
b. Perdamaian
c. Jawaban, rekonvensi, eksepsi
d. Perubahan gugatan
e. Kumulasi gugatan
f. Pembuktian
g. Putusan: bukan merupakan akhir dari proses,
hanya merupakan akhir dari tahap 2 (penentuan/
pemeriksaan)

11
3. Pelaksanaan putusan
a. Aanmaning

b. Sita eksekutorial

c. Pelaksanaan

Apabila putusan telah mempunyai putusan


hukum yang tetap (inkracht) maka dilaksanakan
eksekusi, apabila ada pihak yang mengajukan
banding, maka putusan hakim tersebut belum
inkracht, apabila tidak ada pihak yang banding,
maka sudah inkracht

12
B. Sumber Hukum Acara Perdata
 Adalah segala sesuatu (ketentuan- ketentuan di
mana hukum acara perdata tersebut )berasal.
 Karena belum ada hukum acara perdata yang
permanen, maka selama ini sumber hukum
acara perdata diperoleh dari berbagai sumber.
 Akan dijelaskan beberapa sumber hukum
acara perdata, yaitu:

13
1. H.I.R (Het Herziene Indonesisch Reglement)
R.I.B (Reglemen Indonesia Baru)
Dulunya HIR bernama I.R. (Irlands Reglement), krn
adanya peraturan tahun 1848, maka sejak itu telah
mengalami perubahan. Tetapi perubahan yang drastis
terjadi pada tahun 1941, awal perang dunia II.
Pada awalnya kejaksaan adalah pegawai dari
departemen dalam negeri, kemudian terjadi
perubahan, kejaksaan berdiri sendiri, maka I.R.
berubah menjadi H.I.R.
H.I.R./ R.I.B. hanya diperuntukkan untuk Jawa dan
Madura.

14
2. R.Bg (Rechts Reglement Buitengewesten)
R.Bg untuk daerah seberang, selain Jawa dan Madura.
Sebenarnya prinsipnya sama, dipisahkan karena ada hal- hal
yang khusus untuk luar Jawa yang tidak diatur dalam H.I.R.
3. Buku ke IV B.W.
4. UU no. 4 tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman
UU no. 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum jo UU no
8/2004
UU no. 14 tahun 1985 tentang MA jo UU 5/2004
UU no. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo UU no
3/2006
UU no. 5 tahun 1986 tentang PTUN jo UU no 9/2004

15
5. UU no. 20 tahun 1947 tentang
Banding untuk Jawa dan Madura
6. UU no. 1 tahun 1974 tentang
perkawinan, serta PP no 9 tahun
1975.
 Perkawinan dan perceraian
merupakan perkara khusus, yang
bersifat tertutup, ketentuan-
ketentuannya khusus. 16
7. B.Rv/ R.V. (Burgerlijke Rechtsvordering)
Pasal 131 yo 163 IS penggolongan penduduk.
Akibat dari pembagian golongan ini maka hukum
juga dibedakan:
a. Raad van Justitee, pengadilan untuk orang
Eropa atau yang disamakan dengan orang
Eropa, berlaku hukum acara perdata B.Rv/ R.V.
b. Land Raad, pengadilan untuk bumiputera,
berlaku hukum acara perdata H.I.R.
 Ketentuan dalam H.I.R. disesuaikan untuk
kepentingan bumiputera yang dianggap bodoh.
Apabila tidak diatur dalam H.I.R. tapi dibutuhkan
dalam praktek maka menggunakan R.V.
 Setelah merdeka, Raad van Justitee tidak ada lagi.
 Land Raad menjelma menjadi Pengadilan Negeri 17
dengan sumber H.I.R.
8. Ilmu Pengetahuan
9. Jurisprudentie

18
C. Asas- asas Hukum Acara Perdata
 Hal- hal yang paling prinsip dalam beracara:
1. Hakim bersifat menunggu- inisiatif mengajukan
tuntutan hukum diserahkan sepenuhnya kepada para
pihak.
 Terdapat suatu adagium berbunyi “Nemo judex sine
actore” (apabila tidak ada perkara maka hakim tidak
ada).
 Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan
mengadili suatu perkara yang ditujukan dengan dalih
bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib
untuk memeriksa dan mengadilinya.

19
 Pasal 16 (1) UU No 4 tahun 2004:
hakim sebagai organ pengadilan dianggap
memahami hukum pencari keadilan, andaikata
ia tidak menemukan hukum tertulis, ia wajib
menggali hukum tidak tertulis untuk
memutuskan berdasarkan hukum sebagai
seorang yang bijaksana dan bertanggung jawab
penuh kepada Tuhan YME, diri sendiri,
masyarakat, bangsa, dan negara.
 Ius Curia Novit: hakim dianggap tahu akan
hukum. Apabila tidak ada hukumnya, hakim
harus melakukan penemuan hukum.
Ahli dipanggil hakim untuk membantu
memecahkan suatu masalah.
20
2. Hakim bersifat pasif
a. Di dalam gugatan, isi gugatan ada
3 hal, yaitu:
 Identitas
 Posita: dasar dalam mengajukan
gugatan
 Petitum: apa yang diminta oleh
penggugat untuk diputus
oleh hakim.
21
b. Hakim bersifat pasif dalam hal mengakhiri
sengketa.
 Apabila para pihak sepakat mengakhiri sengketa, maka
hakim tidak dapat menghalangi.
c. Pasal 178 HIR, pasal 189 (2,3) R.Bg
Pasal 178 HIR:
1) Waktu musyawarah, hakim berwajib, karena
jabatannya, mencukupkan segala alasan hukum, yang
tidak dikemukakan oleh kedua belah pihak.
2) Hakim itu wajib mengadili segala bagian tuntutan.
3) Ia dilarang akan menjatuhkan putusan atas perkara yang
tiada dituntut, atau akan meluluskan lebih dari pada
yang dituntut.
 Hakim dilarang menjatuhkan putusan tentang hal- hal
yang tidak dimohon atau tidak dituntut oleh para pihak,
sehingga putusan hakim:
 Putusan terhadap gugatan boleh dikabulkan semua
 Putusan terhadap gugatan tidak boleh ditambah
 Putusan terhadap gugatan boleh dikurangi/ tidak dikabulkan
semua 22
d. Hakim bersifat pasif dalam hal apakah para
pihak banding atau tidak, tergantung dari
para pihak.
 dalam HIR tidak sepenuhnya hakim bersifat
pasif, tetapi pada prinsipnya hakim bersifat
pasif.
 Selaku pimpinan sidang hakim aktif:
 Pasal 119 HIR: memberikan pertolongan
 Pasal 132 HIR: memberikan nasihat
 Pasal 195 HIR: memimpin eksekusi
Hal ini berbeda dengan B.Rv, dalam B.Rv
hakim benar- benar bersifat pasif, karena yang
berperkara menurut B.Rv harus pengacara atau
advokad.
23
3. Sidang terbuka untuk umum
 Setiap sidang boleh disaksikan oleh
semua orang, untuk memungkinkan
masyarakat mengontrol jalannya
persidangan sehingga hakim berlaku
pobyektif  sosial kontrol
 Pasal 19(1)(2) UU No 4 tahun 2004,
pasal 179 (1), 317 HIR, pasal 190
R.Bg, mensyaratkan bahwa apabila
sidang tidak terbuka untuk umum,
maka “batal demi hukum.”
24
 Pasal 19 UU 4/ 2004:
1) Sidang pemeriksaan pengadilan adalah
terbuka untuk umum, kecuali apabila
undang- undang menentukan lain.
2) Tidak dipenuhinya ketentuan dalam
ayat (1) mengakibatkan batalnya
putusan menurut hukum.
3) Rapat permusyawaratan hakim bersifat
rahasia

25
 Pasal 19UU 4/ 2004:
Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai
kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka
untuk umum.
 Pasal 179 HIR:
Setiap putusan hakim/ pengadilan harus dibacakan di muka
persidangan yang dibuka untuk umum.
Di dalam hukum acara perdata, terdapat beberapa
perkecualian, tahapan- tahapan tertentu yang tertutup untuk
umum.
Dalam hal- hal tertentu, boleh dilakukan sidang tertutup,
tapi harus sesuai dengan asas, yaitu sidang terbuka kemudian
dilakukan secara tertutup. Misalnya untuk kasus perceraian
dengan alasan perzinahan, hal ini dimaksudkan agar para
pihak tidak malu mengemukakan pendapat atau alasannya.
Walaupun bersifat terbuka untuk umum, namun ada
beberapa peraturan sidang, antara lain: tidak boleh merokok
dalam ruang sidang, membawa senjata tajam, makanan, dan
lain sebagainya. Tujuannya adalah agar hakim dalam
mengadili benar- benar obyektif.
26
4. Mendengarkan kedua belah pihak
 Pasal 5 (1) UU no 4 tahun 2004: pengadilan
mengadili menurut hukum dengan tidak
membeda- bedakan orang.
 Pengadilan dalam mengadili perkara harus
memberikan kesempatan yang sama bagi kedua
belah pihak untuk mengemukakan pendapat.
 Audi Et Altera Parte: hakim tidak boleh
membenarkan pernyataan satu pihak sebelum
mendengarkan pihak yang lain.
 Kedua belah pihak yang bersangkutan harus
diperlakukan sama oleh hakim, karena hakim
mengadili perkara berdasarkan hukum asas
obyektivitas, hal ini untuk menjamin hak- hak
asasi manusia yang mendapatkan perlindungan.
27
5. Putusan disertai alasan
 Dasar mengadili: pasal 25 UU No 4 tahun 2004,
pasal 184 (1), Pasal 319 HIR, pasal 195 R.Bg.
 Setiap putusan hakim harus memuat alasan- alasan
dan pertimbangan yang cukup dan sempurna.
 Pasal 25 UU 4/ 2004:
Segala putusan pengadilan selain harus memuat
alasan- alasan dan dasar- dasar putusan itu, juga
harus memuat pula pasal- pasal tertentu dari
peraturan- peraturan yang bersangkutan atau
sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar
untuk mengadili.
 Alasan/ argumentasi: sebagai pertanggungjawaban
hakim atas putusannya. 28
6. Dikenakan biaya
 Ps. 4 (2), Ps. 5 (2) UU 4/ 2004, Ps. 121, 182, 183
HIR, Ps. 145 (4), Ps. 192- 194 R.Bg.
 Ps. 182 HIR – Penggunaan biaya
 Disebutkan dalam putusan
 Ps. 237 HIR, 273 R.Bg.  Cuma- Cuma
7. Tidak ada Keharusan Mewakilkan
 Pemeriksaan secara langsung
 Ps. 123 HIR, 147 R.Bg  kuasa
 Kuasa khusus
 Pen. Kuasa tidak boleh gugat lisan
29
D. BADAN- BADAN PERADILAN
 Ps. 10 (2) UU 4/ 2004
Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh pengadilan
dalam lingkungan:
 Peradilan umum
 Peradilan agama
 Peradilan militer
 Peradilan tata usaha negara
 Ps. 11 (1)
MA adalah pengadilan negeri tertinggi
 Ps. 14
Susunan kekuasaan serta acara …. diatur dalam UU
tersendiri 30
SUSUNAN
 Ps. 3 (1) UU 2/ 1986
Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan
umum dilaksanakan oleh:
 Pengadilan negeri
 Pengadilan tinggi
 Ps. 3 (2)
Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan
umum berpuncak pada MA sebagai pengadilan
negara tertinggi.
31
COMPETENTIE
 Kompetensi absolut
 Attribute van rechsmacht
 Kompetensi relatif
 Distibutuie van rechsmacht
 Kuasa Khusus
 Diberikan kepada orang tertentu
 Melaksanakan perbandingan tertentu
 Lawan orang tertentu
 Mengenai hal tertentu
 Di pengadilan tertentu

32

Anda mungkin juga menyukai