Anda di halaman 1dari 25

Pengantar Manajemen

Patient Safety
Dwi Ochta Pebriyanti
Prodi D3 Keperawatan
Fakultas Keperawatan Universitas Jember
Kampus Lumajang
Pokok Bahasan:

• Pengertian patient safety


• Lingkup keamanan dan keselamatan pasien
• Komponen pasien safety
• Sasaran pasien safety
• Prinsip & Implikasi pasien safety dalam praktik
keperawatan
Sejarah
WHO sendiri mendirikan lembaga World Alliance for Patient Safety baru
pada tahun 2004
Indonesia mulai gerakan keselamatan pasien ini pada tahun 2005 yaitu
dengan didirikannya Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS)
oleh Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) pada tanggal 1
Juni 2005
dan dicanangkannya gerakan Keselamatan Pasien secara nasional oleh
Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada tanggal 21 Agustus 2005.
Definisi
Menurut Institute of Medicine (IOM) Keselamatan Pasien (Patient
Safety)
adalah sebagai freedom from accidental injury. Accidental injury
disebabkan karena error yang meliputi kegagalan suatu perencanaan
atau memakai rencana yang salah dalam mencapai tujuan.
Accidental injury juga akibat dari melaksanakan suatu tindakan
(commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(omission).
Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah :

1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit


2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan
masyarakat
3. Menurunnya KTD di Rumah Sakit.
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan KTD
Accidental injury dalam prakteknya akan berupa kejadian tidak diinginkan
(KTD = missed = adverse event) atau hampir terjadi kejadian yang tidak
diinginkan (near miss).
Contoh near miss :
1. pasien terima obat yg sbtlnya merupkn kontra indikasi tetapi tidak
timbul reaksi obat
2. Pasien akan memperoleh obat dg dosis lethal, tetapi staf lain tahu dan
membatalkannya sebelum obat diberikan
3. Pasien mendapatkan suatu obat dengan over dosis , diketahui secara
dini lalu diberikan antidotenya.
Causes of healthcare error
A.Human Factors
B. Medical complexity
1. Complicated technologies, powerful drugs.
2. Intensive care, prolonged hospital stay.
C. System failures
1. Poor communication
2. Disconnected reporting systems within a hospital: fragmented systems in which
numerous hand-offs of patients results in lack of coordination and errors.
3. Drug names that look alike or sound alike.
4. Reliance on automated systems to prevent error.
5. Inadequate systems to share information about errors hamper analysis of
contributory causes and improvement strategies.
6. Cost-cutting measures by hospitals in response to reimbursement cutbacks.
7. Environment and design factors. In emergencies, patient care may be rendered in
areas poorly suited for safe monitoring. The American Institute of Architects has
identified concerns for the safe design and construction of health care facilities.
8. . Infrastructure failure. According to the WHO, 50% of medical equipment in
developing countries is only partly usable due to lack of skilled operators or parts.
As a result, diagnostic procedures or treatments cannot be performed, leading to
substandard treatment.
Penanganan error atau KTD menurut James Reason

Pertama pendekatan personal.


Pendekatan ini memfokuskan pada tindakan yang tidak aman, dan
pelanggaran prosedur, dari orang yang menjadi ujung tombak
pelayanan kesehatan (dokter, perawat, ahli bedah, ahli anestesi,
farmasis dll). Tindakan tidak aman ini dianggap berasal dari proses
mental yang menyimpang seperti mudah lupa, kurang perhatian,
motivasi yang buruk, tidak hati-hati, alpa dan sembrono. Sehingga
bila terjadi suatu KTD akan dicari siapa yang berbuat salah?.
Bagaimana diumah sakit kita?. Mari kita renungkan bersama!!!.
Kedua, pendekatan system.
Pemikiran dasar dari pendekatan ini yaitu bahwa manusia adalah dapat berbuat salah
dan karenanya dapat terjadi kesalahan.
Disini kesalahan dianggap lebih sebagai konsekwensi daripada sebagai penyebab.
Dalam pendekatan ini diasumsikan bahwa kita tidak akan dapat mengubah sifat
alamiah manusia ini, tetapi kita harus mengubah kondisi dimana manusia itu bekerja.
Pemikiran utama dari pendekatan ini adalah pada pertahanan system yang
digambarkan sebagai model keju Swiss (gambar 2). Dimana berbagai pengembangan
pada kebijakan, prosedur, profesionalisme, tim, individu, lingkungan dan peralatan
akan mencegah atau meminimalkan terjadinya KTD.
program keselamatan pasien harus meliputi tiga yaitu

Pertama,
perubahan budaya yaitu perubahan dari mencari kesalahan personal
menjadi mencari kegagalan sistem seperti yang diungkapkan oleh
Kenneth Shine (The President Institute of Medicine) ...”Error occur
because of system failure American health care system needs a
fundamental change... tryng harder will not work. Changing the
system in which we practice will”. Tujuan dari perubahan budaya
adalah transparansi.
Kedua,
• Perubahan proses. Proses memerlukan standarisasi an meminimalisir
variasi guna meningkatkan kualitas pelayanan dan menurunkan
terjadinya KTD
Ketiga,
mengukur proses. Proses harus dapat diukur apakah sudah baik atau
belum.
Dalam buku Panduan Nasional
• Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang diterbitkan Departemen
Kesehatan pada tahun 2006 sudah terdapat hal-hal yang harus diukur
yaitu berupa 7 standar dan 9 parameter.
Langkah-2 keselamatan pasien
1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
2. Memimpin dan mendukung staf untuk komit dan fokus pada
keselamatan pasien
3. Integrasi Manajemen Risiko
4. Sistem pelaporan di Rumah Sakit
5. Komunikasi dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman keselamatan pasien
7. Cegah cedera melalui Implementasi keselamatan pasien
Langkah-2 yg dilakukan oleh Persatuan Rumah Sakit
Seluruh Indonesia (PERSI)
1 Membangun budaya keselamatan pasien
2 Memimpin dan mendukung staf
3 Mengintegrasikan kegiatan-kegiatan manajemen risiko
4 Meningkatkan kegiatan pelaporan
5 Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6 Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
7 Menerapkan solusi-solusi untuk mencegah cidera
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong RS-RS di
Indonesia untuk menerapkan Sembilan Solusi “Life-Saving”
Keselamatan Pasien Rumah Sakit, atau 9 Solusi, langsung atau
bertahap, sesuai dengan kemampuan dan kondisi RS masing-masing.
PERHATIKAN TINDAKAN2 SEBAGAI BERIKUT
1.Pastikan Identifikasi Pasien.
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien
secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, transfusi
maupun pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang;
penyerahan bayi kepada bukan keluarganya, dsb.
• Rekomendasi ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap
identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini;
standardisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam
suatu sistem layanan kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi
ini; serta penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien
dengan nama yang sama.
2.Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima / Pengoperan Pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/ pengoperan pasien
antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa
mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang
tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien.
• Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien
termasuk penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi
yang bersifat kritis; memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk
bertanya dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat serah
terima,dan melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses serah
terima.
3. Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar.
Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasus-
kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi
tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan
tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar. Faktor yang paling
banyak kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam ini adalah
tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi.
• Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang
tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan;
pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan
melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang terlibat dalam
prosedur’Time out” sesaat sebelum memulai prosedur untuk
mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah.
4.Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated).
Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras
memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi
khususnya adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat
standardisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan pencegahan atas
campur aduk / bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.
5.Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi / pengalihan.
Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang
didesain untuk mencegah salah obat (medication errors) pada titik-titik
transisi pasien.
• Rekomendasinya adalah menciptakan suatu daftar yang paling lengkap
dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga
disebut sebagai “home medication list", sebagai perbandingan dengan
daftar saat admisi, penyerahan dan / atau perintah pemulangan
bilamana menuliskan perintah medikasi; dan komunikasikan daftar tsb
kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien akan ditransfer atau
dilepaskan.
6.Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube).
Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain
sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian
Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui
penyambungan spuit dan slang yang salah, serta memberikan medikasi
atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah
menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail / rinci bila
sedang mengenjakan pemberian medikasi serta pemberian makan
(misalnya slang yang benar), dan bilamana menyambung alat-alat
kepada pasien (misalnya menggunakan sambungan & slang yang benar).
7.Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai.
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan HIV, HBV,
dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari jarum suntik.

• Rekomendasinya adalah perlunya melarang pakai ulang jarum di fasilitas


layanan kesehatan; pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga
layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-pninsip pengendalian
infeksi,edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai
penularan infeksi melalui darah;dan praktek jarum sekali pakai yang
aman.
8.Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk
Pencegahan lnfeksi Nosokomial.

Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia
menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan Tangan yang
efektif adalah ukuran preventif yang pimer untuk menghindarkan masalah ini.

• Rekomendasinya adalah mendorong implementasi penggunaan cairan “alcohol-


based hand-rubs" tersedia pada titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada
semua kran, pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan taangan yang benar
mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja; dan pengukuran
kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan / observasi dan
tehnik-tehnik yang lain.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai