Anda di halaman 1dari 10

Kewarganegaraan

“Demokrasi”

Nama Kelompok 1:
1.Aisyah Fika Fajri (5230019051)
2.Dian Agustini (5230019053)
3.Enggar Rachmawati (5230019055)
4.Evi Amalia (5230019054)
5.Nurul Qomaria (5230019056)
6.Nofian Ismail (5230019034)
7.Tutut Sandra (5230019041)
Pengertian

“Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari demos dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan rakyat.“

Umumnya, demokrasi merupakan sebuah bentuk pemerintahan yang seluruh rakyatnya memiliki kesetaraan hak dalam
keputusan yang dapat mempengaruhi kehidupan warga negara. Seperti pada asasnya demokrasi yaitu sesuatu yang berasal dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Selain itu, cakupan demokrasi sangatlah luas yaitu mencakup kondisi ekonomi, sosial, politik bahkan budaya sekalipun. Oleh
karena itu, sebuah pemerintahan yang berdasarkan demokrasi mengijinkan warganya untuk menyampaikan aspirasi secara
langsung demi kebaikan negara.
Sejarah dan Perkembangan

Sejak 4000 tahun sebelum masehi, kota Mesopotamia telah menerapkan bentuk sederhana dari demokrasi sendiri meskipun
pada masa itu demokrasi masih belum dikenal.
Pada kala itu, bangsa Sumeria terdiri dari dari berbagai kota yang independen. Di antara kota satu dengan yang lainnya, rakyatnya
seringkali berkumpul untuk berdiskusi mengenai permasalahan dan lalu mengambil keputusan berdasarkan hasil mufakat.
Dan pada 508 SM, para penduduk Athena di Yunani mulai membentuk sistem yang merupakan dasar dari demokrasi modern.
Setiap kota di Yunani yang terdiri dari 1500 kota kecil memliki sistem pemerintahan yang bermacam-macam, ada yang oligarki,
demokrasi, monarki dan tirani. Salah satu kota yang terkenal atau Athena mencoba sebuah model pemerintahan yang baru yaitu
demokrasi langsung.
Lalu pada akhirnya sistem demokrasi ini dicontoh oleh bangsa Romawi kuno pada tahun 510 SM sampai dengan 27 SM. Bangsa
Romawi menggunakan sistem demokrasi perwakilan yang mana setiap bangsawan memiliki perwakilan di Senat dan untuk rakyat
biasa memiliki perwakilan di Majelis.
Jenis-Jenis Demokrasi

Pada umumnya, sistem demokrasi digolongkan menjadi dua jenis yaitu sistem demokrasi langsung dan sistem demokrasi
perwakilan.

• Demokrasi Langsung
Pada sistem demokrasi langsung, setiap rakyat memberikan aspirasinya melalui pendapat atau suara dalam menentukan sebuah
keputusan. Biasanya, setiap rakyat mewakili dirinya sendiri dalam memilih kebijakan sehingga secara langsung keadaan politik
berada di tangan rakyat.
Namun, sistem ini jarang diterapkan di era modern. Hal ini dikarenakan kepadatan penduduk serta kurangnya minat penduduk
untuk mempelajari keseluruhan permasalahan politik di negara tersebut.

• Demokrasi Perwakilan
Dalam sistem demokrasi perwakilan, seluruh rakyat memberikan pendapatnya melalui pemilihan umum dalam memilih wakil
rakyat.
Setelah terpilih, wakil rakyat tersebut mengutarakan aspirasi rakyatnya dalam mengatasi permasalahan negara.
Macam-macam Demokrasi di Indonesia, dari Parlementer hingga Pancasila
1. Demokrasi Parlementer (1945-1959)
Macam-macam demokrasi di Indoensia yang pertama adalah demokrasi parlementer yang menonjolkan peranan parlementer
serta partai-partai. Akibatnya, persatuan yang digalang selama perjuangan melawan musuh bersama menjadi kendor dan tidak
dapat dibina menjadi kekuatan konstruktif sesudah kemerdekaan.
Sistem parlementer ini mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan diproklamirkan dan kemudian diperkuat dalam Undang-
Undang Dasar 1945 dan 1950. Banyak para ahli menilai bahwa demokrasi parlementer kurang cocok untuk Indonesia. Karena
lemahnya benih-benih demokrasi sistem parlementer memberi peluang untuk dominasi partai-partai politik dan Dewan
Perwakilan Rakyat.
Undang-Undang Dasar 1950 menetapkan berlakunya sistem parlemen di mana badan eksekutif terdiri dari presiden sebagai
kepala Negara konstitusional beserta menteri-menterinya yang mempunyai tanggung jawab politik. Karena fragmentasi partai-
partai politik usai kabinet pada masa ini jarang dapat bertahan lama. Koalisi yang dibangun dengan gampang pecah hal ini
mengakibatkan destabilisasi politik nasional.
Faktor-faktor semacam ini, ditambah dengan tidak memiliki anggota-anggota partai yang tergabung dalam konstituante untuk
mencapai konsensus mengenai dasar Negara untuk undang-undang dasar baru. Kondisi tersebut akhirnya mendorong Ir.
Soekarno sebagai presiden untuk mengeluarkan dekrit 5 juli yang menentukan berlakunya kembali UUD 1945. Dengan demikian
demokrasi parlementer di Indonesia berakhir.
2. Demokrasi Terpimpin (1959-1965)

Macam-macam demokrasi di Indonesia berikutnya adalah demokrasi terpimpin. Demokrasi terpimpin ini telah menyimpang dari
demokrasi konstitusional dan lebih menampilkan beberapa aspek dari demokrasi rakyat. Masa ini kuat ditandai dengan dominasi
presiden, terbatasnya peran partai politik, perkembangan pengaruh komunis dan peran ABRI sebagai unsur sosial-politik semakin
meluas.
UUD 1945 membuka kesempatan bagi seorang presiden untuk bertahan selama sekurang-kurangnya lima tahun. Namun
ketetapan MPRS No. III/1963 yang mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup telah membatalkan pembatasan
waktu lima tahun ini yang ditentukan oleh Undang-Undang Dasar.
Selain itu, banyak sekali tindakan yang menyimpang atau menyeleweng terhadap ketentuan-ketentuan Undang-Undang Dasar
seperti pada tahun 1960 Ir. Soekarno sebagai presiden membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat hasil pemilihan umum. Padahal
dalam penjelasan UUD 1945 secara eksplisit ditentukan bahwa presiden tidak mempunyai wewenang untuk berbuat demikian.
Berakhirnya pemerintahan Soekarno menjadi akhir dari berlakunya demokrasi terpimpin di Indonesia, yang kemudian digantikan
dengan demokrasi pancasila.
3. Demokrasi Pancasila

• Era Orde Baru (1966-1998)


Demokrasi pancasila merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial. Landasan formal periode ini
adalah pancasila, UUD 1945, dan Tap MPRS/MPR dalam rangka meluruskan penyelewengan terhadap UUD 1945 yang terjadi
pada masa demokrasi terpimpin. Namun, dalam perkembangannya peran presiden justru semakin dominan terhadap lembaga-
lembaga Negara yang lain.
Melihat praktik demokrasi pada masa ini, nama pancasila hanya digunakan sebagai legitimasi politik penguasa pada saat itu.
Sebab kenyataannya yang dilaksanakan tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Demokrasi Pancasila pada era Orde Baru kerap ditandai dengan dominasi peran ABRI, Birokratisasi dan sentralisasi pengambilan
keputusan politik, pengebirian peran dan fungsi partai politik, campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan partai politik
dan publik, masa mengambang, monolitisasi ideologi negara, inkorporasi lembaga non pemerintah. Pemerintahan Orde Baru
sendiri berakhir pada tahun 1998 setelah Soeharto dilengserkan oleh rakyatnya pada Mei 1998.

• Demokrasi Pancasila Era Reformasi (1999-Sekarang)


Setelah Orde Baru berakhir, Indonesia mulai memasuki era Reformasi di mana pemerintah Habibie mulai menjalankan demokrasi
dengan menyuburkan kembali alam demokrasi di Indonesia dengan jalan kebebasan pers dan kebebasan berbicara. Keduanya
dapat berfungsi sebagai check and balances serta memberikan kritik supaya kekuasaan yang dijalankan tidak menyeleweng
terlalu jauh. Dalam perkembangannya demokrasi di Indonesia setelah rezim Habibie diteruskan oleh presiden Abdurahman
Wahid sampai dengan Pemerintahan Joko Widodo.
Tantangan Demokrasi di Indonesia

Sejak memasuki era reformasi, konsep demokrasi semakin nyata didengungkan. Hal ini terlihat dari kebebasan pers dan kebebasan
berpendapat di kalangan masyarakat dalam mengkritik pemerintah.
Dicabutnya larangan ekspresi budaya Tionghoa oleh Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid menandakan bahwa prinsip Demokrasi Pancasila
masih diminati oleh bangsa ini.
Namun di sisi lain, era reformasi juga membawa dilema untuk bangsa ini. Salah satunya adalah karena kebebasan berpendapat kerap
disalahgunakan sebagai penegasan terhadap identitas kelompok tertentu atas nama mayoritas.
Hal tersebut tentunya menjadi permasalahan tersendiri bagi bangsa ini dan secara potensial ini dapat mencederai hakikat Demokrasi Pancasila.
Sebagai contohnya, banyak kita temukan konflik berbasis perbedaan agama dan budaya terjadi di masyarakat, maraknya ujaran kebencian
terhadap kelompok minoritas, serta bermunculannya ideologi intoleran dan kejahatan terorisme.
Di level pemerintahan dan politik, kondisi demokrasi di Indonesia, khususnya dari aspek supremasi hukum, juga cukup mengkhawatirkan.
Salah satunya bisa kita soroti dari banyaknya tindakan pelanggaran HAM, minimnya pelibatan aspirasi publik terhadap Rancangan berbagai
Undang-Undang seperti Revisi UU KPK, RKUHP, keberadaan UU ITE yang menyulitkan pejuang HAM, beberapa penerbitan Perpu yang tidak
dilandaskan pada kajian yang objektif dan masih banyak lagi.
Hal tersebut sangat ironis karena kedaulatan ada di tangan rakyat dan partisipasi rakyat adalah hal yang mutlak sekaligus kunci dari demokrasi
itu sendiri.

Selain itu, jika kita melihat situasi politik belakangan ini, banyak politikus yang memanfaatkan isu-isu SARA untuk saling menyerang lawan
politik mereka demi mendapatkan legitimasi dari masyarakat. Oleh karena itu, beberapa contoh di atas berpotensi mencederai Demokrasi
Pancasila dan memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Kita seakan lupa bahwa negeri ini menjadi kuat karena dibangun dari
perbedaan.
Bagaimana seharusnya demokrasi dijalankan secara ideal?

Lalu, bagaimana kita menjaga Demokrasi Pancasila agar tetap lestari sebagai prinsip bernegara dan bermasyarakat?
Sebagai bangsa demokratis, negara harus mengakomodasi aspirasi atau suara rakyat (khususnya kaum minoritas) karena dalam
sistem demokrasi rakyat memegang kekuasaan penuh atas pemerintahan yang dijamin secara konstitusional.
Oleh karena itu, sebagai upaya menjalankan demokrasi yang bebas, adil, dan jujur, penentuan pemimpin harus dilakukan melalui
pemilihan umum yang melibatkan penuh asprirasi rakyat, atau kata kuncinya adalah legitimasi.
Dengan kata lain, legitimasi merupakan salah satu tolok ukur apakah prinsip demokrasi dijalankan dengan sebaik-baiknya atau
tidak karena legitimasi merupakan representasi dari suara rakyat yang seharusnya dijadikan referensi utama oleh negara dalam
menentukan pemimpin.
Musyawarah untuk mencapai mufakat yang merupakan prinsip utama demokrasi juga harus dilakukan secara bertanggung-jawab
karena dengan cara inilah rakyat dapat menentukan harapan bersama dengan tetap menjaga harmoni dan stabilitas sosial-politik.
Selain itu, di lingkup sosial, literasi masyarakat tentang prinsip dan hakikat demokrasi juga harus disuarakan. Media massa dan
negara melalui sektor pendidikan harus memberikan pendidikan politik dan demokrasi yang baik supaya kebebasan berpendapat
dapat diutarakan dengan kritis, santun, dan bertanggungjawab.
Satu hal yang terpenting dari penerapan demokrasi yang kita jalankan harus bermuara pada kemanusiaan karena secara filosofis
prinsip demokrasi adalah merangkul dan mengakomodasi suara rakyat baik mayoritas maupun minoritas demi terciptanya suatu
masyarakat yang adil, makmur, dan beradab.
-Thank You-

Anda mungkin juga menyukai