DEPARTEMEN MIKROBIOLOGI
FK USU
Specific Learning Objectives
1. Menjelaskan morfologi dan struktur bakteri-bakteri
batang gram positif berspora dan tidak berspora.
2. Menyebutkan bakteri-bakteri yang termasuk bakteri
batang gram positif berspora dan tidak berspora.
3. Menjelaskan cara identifikasi bakteri batang gram
positif berspora dan tidak berspora
4. Menyebutkan penyakit-penyakit yang berhubungan
dengan bakteri batang gram positif berspora dan
tidak berspora.
2
REFERENCES
JAWETZ, MELNICK & ADELBERG’S MEDICAL
MICROBIOLOGY, 24TH EDITION by Geo. F. Brooks,
Karen C. Carroll, Janet S. Butel, and Stephen A.
Morse, McGraw-Hill, 2007.
Lippincott’s Illustrated Reviews Microbiology 2nd
edition by Richard A. Harvey, Pamela C. Champe,
Bruce D. Fisher, 2007, Lippincott Williams &
Wilkins.
MEDICAL MICROBIOLOGY by FH Kayser, K.A.
Bienz, J. Eckert, R.M.Zinkernagel, Thieme, 2005.
3
BATANG GRAM POSITIF AEROB
BERSPORA:
• Bacillus B.anthracis, B.cereus, B. subtilis
TIDAK BERSPORA:
• Corynebacteria C.diphtheriae
• Listeria L.monocytogenes
• Erysipelothrix E.rhusiopathiae
• Nocardia asteroides
4
BACILLUS
• Batang besar, aerob, gram positif.
6
7
Bacillus anthracis
• Tumbuh menggunakan sumber nitrogen dan
karbon sederhana untuk energi.
8
Patogenesis
• Terutama penyakit pada herbivora (kambing, domba, kuda)
• Manusia terinfeksi karena kontak dengan hewan yang
terinfeksi atau produk mereka.
• Bioterorism anthrax thn 2001 di US
• Port d entry :
-kulit yang terluka (anthrax cutaneus) : 95%
-inhalasi spora ke paru (anthrax inhalasi) : 5%
-membran mukosa (anthrax gastrointestinal): jarang
9
Patogenesis
• Spora mengalami germinasi pada jaringan
tempat masuknya dan perkembangan
organisme ini menyebabkan edema dan
kongesti.
• Basil ini menyebar melalui saluran limfe
sampai ke aliran darah dan bermultiplikasi
dalam darah dan jaringan
10
Patogenesis
• B.anthracis yang tidak mempunyai kapsul
tidak virulen dan tidak menyebabkan anthrax
pada tes dengan hewan.
12
Anthrax cutaneous
• Terjadi edema.
• Dapat muncul demam, sakit kepala.
• 20% dapat menjadi sepsis (infeksi sistemik),
meningitis, yang berakhir dengan kematian.
13
Anthrax inhalasi
• Pulmonary anthrax, woolsorter’s disease
• Masa inkubasi 6 minggu
• Gejala awal seperti infeksi saluran respirasi
biasa
• Dapat berkembang menjadi nekrosis
hemoragik dan edema mediastinum.
• Nyeri substernal
• Thorax foto terlihat pelebaran mediastinum
14
Anthrax inhalasi
• Efusi pleura hemoragik
• Sepsis
• Penyebaran hematogen ke saluran cerna,
meningen
15
Anthrax gastrointestinal
• Jarang pada manusia
• Muntah, nyeri perut, dan diare berdarah.
16
Uji Laboratorium
• Spesimen : cairan atau pus dari lesi lokal,
darah dan sputum.
• Pada sediaan basah dapat dilakukan
pewarnaan gram, sediaan kering dengan
teknik fluoresensi
• Dari pewarnaan terlihat batang besar
berspora yang tersusun seperti rantai dan
gram positif.
17
Uji Laboratorium
• Koloni pada agar darah berwarna kelabu hingga
putih, nonhemolitik dengan permukaan kasar
(ground glass appearance).
• Pada tepi koloni berbentuk tonjolan seperti koma
(medusa head)
• Teknik ELISA dapat dilakukan pengukuran
antibodi terhadap toksin.
• Hasil positif terdapat empat kali peningkatan
titer atau titer > 1:32
18
Terapi dan Pencegahan
• Harus dilakukan seawal mungkin
• Siprofloksasin, penicillin G, gentamisin atau
streptomisin dapat digunakan
• Profilaksis untuk paparan potensial :
doksisiklin atau siprofloksasin diberikan
selama 4 minggu disamping 3 dosis vaksin.
Atau 8 minggu jika tanpa vaksin.
19
Bacillus cereus
• Penyebab keracunan makanan
• 2 tipe : tipe muntah (biasanya nasi) dan tipe
diare (biasanya daging dan saos)
• Toksin sebagai penyebab penyakit.
• B.cereus adalah organisme tanah yang sering
mengkontaminasi nasi
• Penyebab penting dari infeksi mata, keratitis
berat, endoftalmitis dan panoftalmitis
20
Bacillus cereus : gram stained cells
1 µm wide, 5-10 µm long,
arranged singly or in short chains.
21
Colonies of Bacillus cereus on the left; colonies of Bacillus anthracis on the right.
B. cereus colonies are larger, more mucoid, and this strain exhibits a slight zone of
hemolysis on blood agar
22
Corynebacterium diphtheriae
MORFOLOGI
• Batang, positif gram
• Club shaped (lebih lebar pada salah satu
ujungnya), tersusun palisade atau membentuk
susunan huruf V atau L / seperti huruf Cina
• Granula metakhromatik Babes Ernst dengan
pewarnaan Neisser atau Loeffler
• Tidak membentuk spora, tidak tahan asam
• Tidak bisa bergerak
23
24
25
Corynebacterium diphteriae
SIFAT BIAKAN
• Pertumbuhan optimal dalam suasana aerob
• Memerlukan perbenihan kompleks, perbenihan
serum Loeffler, Mc Leod atau agar darah
• Koloni kecil mengkilap berwarna putih keabu-
abuan, tepi tidak teratur pada agar darah
• Pada agar telurit koloni berwarna coklat, hitam
dengan halo coklat hitam
26
27
Corynebacterium diphtheriae
Patogenesis
• Port d entry : saluran pernafasan, luka atau
pada kulit
• Droplet atau kontak dengan kulit atau mukosa
yang luka
• Produksi eksotoksin yang menghambat
sintesa protein (efek nekrosis dan
neurotoksik)
28
Patogenesis
30
31
Gejala Klinis
• Radang tenggorokan
• Demam
• Dyspneu
• Aritmia jantung
• Gangguan penglihatan
• Gangguan berbicara
• Kesulitan menelan
• Kesulitan bergerak
32
Diagnosis laboratorium
• Swab dari hidung, tenggorokan atau lesi lain
• Media transport semisolid Amies
• Pewarnaan gram
• Pewarnaan Neisser untuk melihat granul
• Kultur pada media Loffler atau agar telurit
atau agar darah
• Tes toksigenitas : metode Elek, PCR, ELISA,
immunochromographic assay
33
Modified Elek Method
• A filter paper disk containing antitoxin is
placed on an agar plate.
• The cultures to be tested for toxigenicity are
spot innoculated 7 to 9 mm away from the
disk.
• After 48 hours of incubation, the antitoxin
diffusing from the paper disk has precipitated
the toxin diffusing from toxigenic cultures and
has resulted in precipitate bands between the
disk and the bacterial growth.
34
PENATALAKSANAAN
• Antitoksin dengan segera tanpa menunggu
prosedur diagnostik laboratorium 20.000-
100.000 unit (hati-hati alergi)
• Penicillin G atau eritromisin menghambat
pertumbuhan basil menghentikan produksi
toksin.
35
PENCEGAHAN
• Imunisasi aktif dengan vaksin DPT yang
diberikan 3 kali pada usia 2, 3 dan 4 bulan.
Booster pada usia 1 tahun dan 6 tahun.
Booster lanjutan tiap 10 tahun.
36
LISTERIA
• Listeria monocytogenes
• Listeriosis.
• Food borne (produk susu, daging dan unggas).
• Bakteri intraseluler
37
MORFOLOGI & IDENTIFIKASI
• Basil pendek
• Gram positif
• Non spora
• Rantai pendek (3-5 basil)
• Flagel peritrikh
• Motilitas : ‘tumbling end over end’ pada suhu
22-28°c pada wet mount
38
KULTUR & KARAKTERISTIK
PERTUMBUHAN
• Tumbuh baik pada agar darah dan agar
triptosa.
• Pada agar darah koloni dikelilingi zona
hemolisis beta yang kecil
• Pada agar triptosa koloni jernih/bening.
39
KULTUR & KARAKTERISTIK
PERTUMBUHAN
• Lebih mudah diasingkan dari spesimen
patologik apabila spesimen disimpan lebih
dahulu pada suhu 4°c selama beberapa hari
sebelum ditanam
• Anaerob fakultatif
• Katalase positif
• Motil
• Fermentasi karbohidrat menghasilkan asam
tanpa gas
40
Struktur Antigen
• Somatic Ag (O), flagella Ag (H)
• Isolat yang dari manusia (patogen) sebanyak
90% adalah serotype Ia, Ib, dan IVb
• Serotype IV b ini penyebab dari epidemi
listeriosis yang berhubungan dengan keju
yang dibuat dari susu yang pasteurisasi nya
tidak memadai
41
42
PATOGENESIS & IMUNITAS
• Virulensi disebabkan komponen
antifagositosis dan hemolisin.
• L. monocytogenes masuk ke tubuh melalui
saluran pencernaan setelah memakan
makanan yang terkontaminasi seperti keju
atau sayuran
• Protein permukaan dinding sel yaitu internalin
yang ber interaksi dengan sel epitel,
memfasilitasi proses fagositosis
43
PATOGENESIS & IMUNITAS
• Setelah fagositosis, bakteri dikelilingi
fagolisosom, dimana pH yang rendah meng-
aktivasi bakteri memproduksi listeriolisin O.
• Enzim ini mengakibatkan lisis membran
fagolisosom dan bakteri ini akan lolos ke
sitoplasma sel
• Bakteri ini berproliferasi dan protein Act A,
protein permukaan lain, menginduksi aktin,
sehingga bakteri ini akan terdorong ke
membran sel.
44
PATOGENESIS & IMUNITAS
• Kemudian terbentuk protrusi yang
memanjang yang disebut filopoda
• Filopoda di fagosit sel epitel, makrofag dan
hepatosit, Listeria dilepaskan dan siklus
dimulai kembali
• Listeria dapat pindah dari sel ke sel tanpa
terpapar ke antibodi, komplemen atau sel
PMN
• Imunitas terhadap bakteri ini adalah imunitas
selular
45
GEJALA KLINIS
1. Perinatal listeriosis :
A. Sindrom onset dini (granulomatosis
infantiseptica)
- Infeksi dalam uterus
- Sepsis neonatal
- Lesi pustular
- Granuloma pada organ multipel
- Kematian dapat muncul sebelum atau
sesudah kelahiran
46
GEJALA KLINIS
B. Sindrom onset lambat
- Menyebabkan meningitis antara waktu
kelahiran sampai dengan 3 minggu usia bayi
47
DIAGNOSIS LABORATORIUM
• Didasarkan atas isolasi L.monocytogenes dari
spesimen: sekret serviks atau vagina, lokhia, darah
tali pusat, mekonium, darah dan cairan
serebrospinal.
• Pewarnaan gram secara langsung
• Kultur pada suhu 35°c atau spesimen disimpan
sekurangnya 48 jam pada suhu 4°c pada tripticase
soy agar ditambah 5% darah. Jika sampel darah bisa
ditanam pada tripticase soy broth
• Media khusus : Vermont enrichment broth(UVM)
48
PENGOBATAN
PENCEGAHAN
Vaksin belum tersedia
Penyiapan makanan yang tepat
49
Erysipelothrix rhusiopathiae
Karakteristik
• Batang Gram positif
• Koloni kecil, transparan dan berkilau
• Pada agar darah bersifat alfa hemolitik
• Dapat tersusun tunggal, rantai pendek atau
filamen panjang tidak bercabang
• Bersifat katalase, oksidase dan indol negatif
• Pada agar TSI (Triple Sugar Iron) menghasilkan
gas H2S
50
Erysipelothrix rhusiopathiae
51
Gejala Klinis
Terapi
Penicillin G (drug of choice)
53
NOCARDIA
55
Identifikasi Laboratorium
• Spesimen : sputum, pus, CSF, dan material biopsi
• Basil gram positif
• Anyaman filamen
• Aerob
• Katalase positif
• Tahan asam parsial (kebanyakan)
• Tumbuh pada kebanyakan media laboratorium
56
Terapi
• Sulfametoksazol (drug of choice)
• Drainase bedah atau reseksi mungkin
diperlukan
57