Anda di halaman 1dari 18

• ASSALAMUALAIKUM Wr.

Wb
ERA PEMERINTAHAN GUS DUR
(KH.ABDURRAHMAN WAHID)
MASA JABATAN
20 OKTOBER 1999 - 23 JULI 2001

Disusun Oleh :
YONATAN HARI WIBAWA (32)
TRIYO AGEL N. (25)
YENI ENDARWATI (30)
MEGA JULIANI UDA (5)

KELOMPOK 3
• Nama Lengkap : KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
PROFIL
• Lahir K.H.ABDURRAHMAN
: Jombang, 7 September 1940 WAHID
• Wafat : Jakarta, 30 Desember 2009
• Agama : Islam
• Istri : Sinta Nuriyah
• Anak : 4 orang putri
• Partai Politik : Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
• Karier :
1972-1974 Fakultas Ushuludin Universitas Hasyim Ashari, Jombang, sebagai Dekan
dan Dosen
1974-1980 Sekretaris Umum Pesantren Tebu Ireng
1980-1984 Katib Awwal PBNU
1984-2000 Ketua Dewan Tanfidz PBNU
1987-1992 Ketua Majelis Ulama Indonesia
1989-1993 Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat RI
1998 Partai Kebangkitan Bangsa, Indonesia, Ketua Dewan Syura DPP PKB
1999-2001 Presiden Republik Indonesia
2000 Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Mustasyar
2002 Rektor Universitas Darul Ulum, Jombang, Jawa Timur, Indonesia
Lanjutan . . .
Abdurrahman Wahid lahir dari pasangan Wahid Hasyim dan Solichah. Ia lahir
dengan nama Abdurrahman Addakhil. "Addakhil" berarti "Sang Penakluk".
Kata "Addakhil" tidak cukup dikenal dan diganti nama "Wahid", dan
kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur. "Gus" adalah panggilan
kehormatan khas pesantren kepada seorang anak kiai yang berati "abang"
atau "mas".
Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara. Wahid lahir dalam
keluarga yang sangat terhormat dalam komunitas Muslim Jawa Timur. Kakek
dari ayahnya adalah K.H Hasyim Asyari, pendiri Nadhlatul Ulama (NU),
sementara kakek dari pihak ibu, K.H. Bisri Syansuri, adalah pengajar
pesantren pertama yang mengajarkan kelas pada perempuan Ayah Gus Dur,
K.H. Wahid Hasyim, terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri
Agama tahun 1949. Ibunya, Ny. Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok
Pesantren Den Anyar Jombang. Saudaranya adalah Salahuddin Wahid dan
Lily Wahid. Ia menikah dengan Sinta Nuriyah dan dikaruniai empat putri:
Alisa, Yenny, Anita, dan Inayah.
PENDIDIKAN

SD KRIS pindah ke SD Mataram Perwari


SMP di Pondok Pesantren Krapyak
Pesantren Tegal Rejo
Pesantren Tambak Beras
Universitas Al - Azhar Kairo, Mesir
Universitas Baghdad, Irak
• PENGHARGAAN
2010 Lifetime Achievement Award dalam Liputan 6 Awards 2010
• 2010 Bapak Ombudsman Indonesia oleh Ombudsman RI
• 2010 Tokoh Pendidikan oleh Ikatan Pelajar Nadhlatul Ulama (IPNU)
• 2010 Mahendradatta Award 2010 oleh Universitas Mahendradatta, Denpasar, Bali
• 2010 Ketua Dewan Syuro Akbar PKB oleh PKB Yenny Wahid
• 2010 Bintang Mahaguru oleh DPP PKB Muhaimin Iskandar
• 2008 Penghargaan sebagai tokoh pluralisme oleh Simon Wiesenthal Center
• 2006 Tasrif Award oleh Aliansi Jurnanlis Independen (AJI)
• 2004 Didaulat sebagai “Bapak Tionghoa” oleh beberapa tokoh Tionghoa Semarang
• 2004 Anugrah Mpu Peradah, DPP Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia, Jakarta, Indonesia
• 2004 The Culture of Peace Distinguished Award 2003, International Culture of Peace Project
Religions for Peace, Trento, Italia
• 2003 Global Tolerance Award, Friends of the United Nations, New York, Amerika Serikat
• 2003 World Peace Prize Award, World Peace Prize Awarding Council (WPPAC), Seoul, Korea
Selatan
• 2003 Dare to Fail Award , Billi PS Lim, penulis buku paling laris "Dare to Fail", Kuala Lumpur,
Malaysia
• 2002Pin Emas NU, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Jakarta, Indonesia.
• 2002 Gelar Kanjeng Pangeran Aryo (KPA), Sampeyan dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan
Lanjutan
Pakubuwono ..
XII, Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia
• 2001 Public Service Award, Universitas Columbia , New York , Amerika Serikat
• 2000 Ambassador of Peace, International and Interreligious Federation for World peace (IIFWP),
New York, Amerika Serikat
• 2000 Paul Harris Fellow, The Rotary Foundation of Rotary International
• 1998 Man of The Year, Majalah REM, Indonesia
• 1993 Magsaysay Award, Manila , Filipina
• 1991 Islamic Missionary Award , Pemerintah Mesir
• 1990 Tokoh 1990, Majalah Editor, Indonesia
• Doktor Kehormatan bidang Filsafat Hukum dari Universitas Thammasat, Bangkok, Thailand (2000)
• Doktor Kehormatan dari Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand (2000)
• Doktor Kehormatan bidang Ilmu Hukum dan Politik, Ilmu Ekonomi dan Manajemen, dan Ilmu
Humaniora dari Pantheon Universitas Sorbonne, Paris, Perancis (2000)
• Doktor Kehormatan dari Universitas Chulalongkorn, Bangkok, Thailand (2000)
• Doktor Kehormatan dari Universitas Twente, Belanda (2000)
• Doktor Kehormatan dari Universitas Jawaharlal Nehru, India (2000)
• Doktor Kehormatan dari Universitas Soka Gakkai, Tokyo, Jepang (2002)
• Doktor Kehormatan bidang Kemanusiaan dari Universitas Netanya, Israel (2003)
• Doktor Kehormatan bidang Hukum dari Universitas Konkuk, Seoul, Korea Selatan (2003)
Diangkatnya Gus Dur sebagai Presiden
Masa pemerintahan K.H. Abdurrahman Wahid atau yang, sering kita sebut
dengan Gus Dur dimulai dari sidang umum MPR yang diselenggarakan pada
tanggal 1-21 Oktober 1999, Pembacaan pidato pertanggungjawaban Presiden
B.J Habibie tersebut ditolak oleh segenap anggota dengan menggunakan
voting. Suara yang menolak 355 yang menerima 322, absen 9, dan tidak sah 4.
Dengan demikian B.J Habibie tidak dapat maju mencalonkan diri menjadi
Presiden RI selanjutnya. Akhirnya diadakan Pemilu 1999 dengan hasil PKB
memenangkan 12% suara dengan PDI - P memenangkan 33% suara.

Dengan kemenangan partainya, Megawati memperkirakan akan


memenangkan pemilihan presiden pada Sidang Umum MPR. Namun, PDI - P
tidak memiliki mayoritas penuh, sehingga membentuk aliansi dengan PKB.
Pada Juli, Amien Rais membentuk Poros Tengah, koalisi partai-partai Muslim.
Poros Tengah mulai menominasikan Gus Dur sebagai kandidat ketiga pada
pemilihan presiden dan komitmen PKB terhadap PDI - P mulai berubah.
Pada 7 Oktober 1999, Amien dan Poros Tengah secara resmi menyatakan
Abdurrahman Wahid sebagai calon presiden. Pada 19 Oktober 1999, MPR
menolak pidato pertanggungjawaban Habibie dan ia mundur dari pemilihan
presiden. Beberapa saat kemudian, Akbar Tanjung, ketua Golkar dan ketua
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan Golkar akan mendukung Gus
Dur. Pada 20 Oktober 1999, MPR kembali berkumpul dan mulai memilih
presiden baru. Abdurrahman Wahid kemudian terpilih sebagai Presiden
Indonesia ke-4 dengan 373 suara, sedangkan Megawati hanya 313 suara

Tidak senang karena calon mereka gagal memenangkan pemilihan,


pendukung Megawati mengamuk dan Gus Dur menyadari bahwa Megawati
harus terpilih sebagai wakil presiden. Setelah meyakinkan Jendral Wiranto
untuk tidak ikut serta dalam pemilihan wakil presiden dan membuat PKB
mendukung Megawati, Gus Dur pun berhasil meyakinkan Megawati untuk
ikut serta. Pada 21 Oktober 1999, Megawati ikut serta dalam pemilihan
wakil presiden dan mengalahkan Hamzah Haz dari PPP.
Masa Awal Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid
Kabinet pertama Gus Dur, Kabinet Persatuan Nasional adalah kabinet
koalisi yang meliputi anggota berbagai partai politik: PDI-P, PKB, Golkar, PPP,
PAN, dan Partai Keadilan (PK), non-partisan dan TNI juga ada dalam kabinet
tersebut. Wahid kemudian mulai melakukan dua reformasi pemerintahan.
Reformasi pertama adalah membubarkan Departemen Penerangan, senjata
utama rezim Soeharto dalam menguasai media. Reformasi kedua adalah
membubarkan Departemen Sosial yang korup.
Pada November 1999, Wahid mengunjungi negara-negara anggota
ASEAN, Jepang, Amerika Serikat, Qatar, Kuwait, dan Yordania. Setelah itu,
pada bulan Desember, ia mengunjungi Republik Rakyat Cina.
Setelah satu bulan berada dalam Kabinet Persatuan Nasional, Menteri
Menteri Koordinator Pengentasan Kemiskinan (Menko Taskin) Hamzah Haz
mengumumkan pengunduran dirinya pada bulan November. Muncul dugaan
bahwa pengunduran dirinya diakibatkan karena Gus Dur menuduh beberapa
anggota kabinet melakukan korupsi selama ia masih berada di Amerika
Serikat. Beberapa menduga bahwa pengunduran diri Hamzah Haz diakibatkan
karena ketidaksenangannya atas pendekatan Gus Dur dengan Israel.
Rencana Gus Dur adalah memberikan Aceh referendum. Namun
referendum ini menentukan otonomi dan bukan kemerdekaan seperti
referendum Timor Timur. Gus Dur juga ingin mengadopsi pendekatan yang
lebih lembut terhadap Aceh dengan mengurangi jumlah personel militer di
Negeri Serambi Mekkah tersebut. Pada 30 Desember, Gus Dur mengunjungi
Jayapura di provinsi Irian Jaya. Selama kunjungannya, Abdurrahman Wahid
berhasil meyakinkan pemimpin-pemimpin Papua bahwa ia mendorong
penggunaan nama Papua.
Pada Januari 2000, Gus Dur melakukan perjalanan ke luar negeri lainnya ke Swiss
untuk menghadiri Forum Ekonomi Dunia dan mengunjungi Arab Saudi dalam
perjalanan pulang menuju Indonesia. Pada Februari, Wahid melakukan perjalanan luar
negeri ke Eropa lainnya dengan mengunjungi Inggris, Prancis, Belanda, Jerman, dan
Italia. Dalam perjalanan pulang dari Eropa, Gus Dur juga mengunjungi India, Korea
Selatan, Thailand, dan Brunei Darussalam. Pada bulan Maret, Gus Dur mengunjungi
Timor Leste. Di bulan April, Wahid mengunjungi Afrika Selatan dalam perjalanan
menuju Kuba untuk menghadiri pertemuan G-77, sebelum kembali melewati Kota
Meksiko dan Hong Kong. Pada bulan Juni, Wahid sekali lagi mengunjungi Amerika,
Jepang, dan Prancis dengan Iran, Pakistan, dan Mesir sebagai tambahan baru ke dalam
daftar negara-negara yang dikunjunginya, Pada Maret 2000, pemerintahan Gus Dur
mulai melakukan negosiasi dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dua bulan
kemudian, pemerintah menandatangani nota kesepahaman dengan GAM hingga awal
tahun 2001, saat kedua penandatanganan akan melanggar persetujuan. Gus Dur juga
mengusulkan agar TAP MPRS Nomor XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme -
Leninisme dicabut.
Ia juga berusaha membuka hubungan dengan Israel, yang menyebabkan
kemarahan pada kelompok Muslim Indonesia. Isu ini diangkat dalam pidato Ribbhi
Awad, duta besar Palestina untuk Indonesia, kepada parlemen Palestina tahun 2000. Isu
lain yang muncul adalah keanggotaan Gus Dur pada Yayasan Shimon Peres. Baik Gus
Dur dan menteri luar negerinya Alwi Shihab menentang penggambaran Presiden
Indonesia yang tidak tepat, dan Alwi meminta agar Awad, duta besar Palestina untuk
Indonesia, diganti.
Kebijakan – Kebijakan
Presiden Abdurrahman Wahid
 Mengganti nama Irian Jaya menjadi Papua
 Menjadikan Tahun Baru Imlek menjadi hari libur
nasional
 Pencabutan Larangan penggunaan huruf Tiong Hoa
 Meliburkan kegiatan sekolah selama bulan Ramadhan
 Melakukan negoisasi dengan Gerakan Aceh Merdeka
(GAM)
 Melakukan beberapa kunjungan ke Luar Negeri
 Membubarkan Kementerian yang terlibat korupsi
 Memberikan Aceh referendum Otonomi
 Ingin mereformasi militer
Kebijakan – Kebijakan Presiden
Abdurrahman Wahid yang Kontroversial
 Pencopotan beberapa menteri yang tidak menurutinya
dan tidak sejalan dengannya seperti : Jusuf Kalla
(Menag Perindustrian dan Perdagangan) ; Laksamana
Sukardi (Menteri BUMN) ; Wiranto (Menkopolkam) ;
Yusril Ihza Mahendra (Menkum HAM) ; Susilo Bambang
Yudhoyono (Menkopolsoskam) dan lain – lain,
sehingga merenggangkan hubungan dengan Golkar
dan PPP.
 Berusaha membuka hubungan dengan Israel.
 Menghapus TAP MPRS yang melarang Marxisme-
Leninisme
 Mengizinkan bendera bintang kejora berkibar di Papua
Barat asalkan berada di bawah bendera Indonesia
 Mengeluarkan Dekrit Presiden untuk membekukan
DPR/MPR
Berakhirnya Masa Pemerintahan Presiden
Abdurrahman Wahid
Pada akhir tahun 2000, terdapat banyak elit politik yang kecewa
dengan Abdurrahman Wahid. Orang yang paling menunjukkan
kekecewaannya adalah Amien. Ia menyatakan kecewa
mendukung Gus Dur sebagai presiden tahun lalu. Amien juga
berusaha mengumpulkan oposisi dengan meyakinkan Megawati
dan Gus Dur untuk merenggangkan otot politik mereka.
Megawati melindungi Gus Dur, sementara Akbar menunggu
pemilihan umum legislatif tahun 2004. Pada akhir November, 151
anggota DPR menandatangani petisi yang meminta pemakzulan
Gus Dur. Anggota DPR merasa kurang puas dengan kinerja dari
Presiden yang seenaknya sendiri mengangkat dan mencopot
pejabat negara tanpa pertimbangan DPR.
Puncak kekecewaan DPR dibuktikan dengan dikeluarkannya memorandum I untuk
presiden pada tanggal 1 Februari 2001. Namun beliau tidak hadir dalam sidang
tersebut. Karena DPR dianggap sebagai Taman Kanak-Kanak (TK). Kemudian DPR
kesal dan kembali mengeluarkan memorandum II pada tanggal 30 April 2001. Namun
hal ini tidak jauh beda dengan memorandum sebelumnya. Akhirnya Presiden datang
tetapi tidak untuk berniat untuk melakukan sidang tersebut (hanya sekedar datang
lalu pulang). Akhirnya pada 20 Juli, Amien Rais menyatakan bahwa Sidang Istimewa
MPR akan dimajukan pada 23 Juli. TNI menurunkan 40.000 tentara di Jakarta dan juga
menurunkan tank yang menunjuk ke arah Istana Negara sebagai bentuk penunjukan
kekuatan. Di lain pihak pimpinan partai politik lima besar pemenang pemilu minus
PKB mulai mendekati dan mendorong Wapres Megawati untuk menjadi presiden.
Oleh karena itu Gus Dur menengarai adanya persengkokolan oleh para elit politik
untuk menjatuhkannya. Akhirnya presiden mengeluarkan dekrit presiden meski tidak
mendapatkan dukungan yang penuh dari kabinetnya. Dekrit presiden tanggal 23 Juli
2001 sebagai perlawanan terhadap Sidang Istimewa MPR yang berisi :
1. Membekukan MPR dan DPR RI
2. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan menyusun badan – badan untuk
menyelenggarakan Pemilu dalam waktu satu tahun
3. Membekukan partai Golkar
Amien Rais selaku Ketua MPR menolak secara tegas dekrit tersebut, dan ternyata
dekrit tersebut hanya didukung oleh NU dan PKB. Namun hal ini juga tidak mendapat
dukungan dari TNI dan Polri.
•Namun dekrit tersebut tidak
memperoleh dukungan dan pada 23 Juli,
MPR secara resmi memakzulkan Gus Dur
dan menggantikannya dengan Megawati
Soekarno Putri. Abdurrahman Wahid terus
bersikeras bahwa ia adalah presiden dan
tetap tinggal di Istana Negara selama
beberapa hari, namun akhirnya pada
tanggal 25 Juli ia pergi ke Amerika Serikat
karena masalah kesehatan.
•Dalam Sidang Istimewa MPR tanggal
23 Juli 2001, MPR memilih Megawati
Soekarno Putri sebagai Presiden RI
menggantikan Presiden K.H
Abdurrahman Wahid dan Hamzah Haz
sebagai Wapres RI, maka berakhirlah
kekuasaan Presiden K.H Abdurrahman
Kelebihan dan Kekurangan Pemerintahan Presiden
Abdurrahman Wahid

Kelebihan
• Presiden Abdurrahman Wahid menghargai adanya perbedaan
• Iklim politik yang demokratis
• Lebih memerhatikan kaum minoritas
Kekurangan
• Presiden Abdurrahman Wahid memerintah seenaknya sendiri, jika ada yang
tidak sejalan dengannya maka akan langsung di copot jabatannya “gitu aja
kok repot”
• Banyak kebijakannya yang menimbulkan kritik
• Memberikan peluang kepada separatis
• Tak punya basis politik yang kuat di Parlemen
WASSALAMUALAIKUM Wr.Wb

Anda mungkin juga menyukai