Hello!
1. AULIA DWI PRATIWI
(201951002)
2. DENAKURYA APRIJUWANTI
(201951057)
3. ROSMANIZAR (201951004)
4. ROH SETYANINGSIH
(201951007)
5. SINDY ELMA RAHMAWATI
(201951197)
2
DEFINISI ARTIAL
FIBRILASI
1
Artial fibrilasi (AF) adalah suatu keadaan
dimana hantaran implus elektrik di kedua
atrium jantung (atria) lebih cepat dari keadaan
normal, sehingga menyebabkan atrium
berkontraksi sangat cepat dan tidak berarturan
(fibrilasi).
4
Hal
. ini ditandai dengan timbulnya focus ectopic –
focus etopic yang terjadi didalam atrium. Focus etopic
yang terjadi menyebabkan atrium berkontraksi lebih
dari satu kali, dengan kata lain atrium akan bergetar
sehingga disebut sebagai atrium yang mengalami
fibrilasi.
5
PENYEBAB TIMBULNYA ATRIUM
FIBRILASI
6
Salah satu hal penting dalam penanganan atrium
fibrilasi adalah bahaya trombo emboli yang terjadi
pada jantung. Trombo emboli adalah gumpalan yang
muncul saat atrium mengalami fibrilasi, bila thrombus
ini lepas atau dikeluarkan dari jantung dapat
menimbulkan sumbatan pada pembuluh darah secara
mendadak.
7
Bila pembuluh darah otak yang
tersumbat,maka akan terjadi
stroke atau cerebrovascular
accident (CDA) yang mendadak.
Bila pembuluh darah jantung
yang tersumbat, maka akan
terjadi serangan jantung atau
infrak miokard akut.
8
9
KLASIFIKASI ATRIAL
FIBRILASI (AF)
2
Berdasarkan penyebaran, AF dapat dikalsifikasi menjadi dua, yaitu :
1. AF primer atau yang dikenal dengan lone AF
Artial fibrilasi premier atau Lone atrial fibrilasi adalah semua atrial
fibrilasi yang penyebabnya tidak diketahui secara pasti.
2. AF sekunder
Atrial fibrilasi sekunder adalah atrial yang diketahui penyebabnya secara
pasti, seperti penyakit katup jantung, kelainan tiroid, hipertensi, dan lain –
lain.
11
“
Berdasrkan waktu timbulnya, AF
dapat dikalsifikasi menjadi tiga,
yaitu :
1. Artial Fibrilasi Paroksimal
2. Artial Fibrilasi Persistens
3. Artial fibrilasi Adrenergik
12
1. ATRIAL FIBRILASI PAROKSISMAL
13
2. ARTIAL FIBRILASI PERSISTENT
14
3. ARTIAL FIBRILASI ADERNERGIK
15
PENANGANAN ARTIAL
FIBRILASI (AF)
3
Tujuan dari pengobatan AF secara garis besar dibedakan
menjadi dua, yaitu :
1. Rate Control (upaya mengendalikan kecepatan detak
jantung, khusus atrium agar menjadi normal rata – rata
detak jantung 100 kali/menit.
2. Rhythm Control (upaya untuk mengembalikan irama
jantung dari irama AF menjadi irama jantung
normal/irama sinus.
17
Cara menentukan normalitas pompa jantung:
1. Evaluasi klinis penderita dengan cara melihat ada
tidaknya tanda - tanda gagal.
2. Pemeriksaan radiologi (melihat ada tidaknya
pembesaran jantung, serta tanda tangan paru/ kongesti
paru)
3. Konfirmasi pemeriksaan echo cardiography
18
Tujuan Pengobatan
1. Rate Control : Tujuannya untuk
mengendalikan kecepatan irama atrial.
2. Rhythm Control : Pemilihan obat
untuk rhythm control dapat
mempertimbangkan onset AF
Onset AF dibagi Menjadi ,yaitu:
a. Onset AF kurang dari 48 Jam
b. Onset AF lebih dari48 Jam
19
A. ONSET AF KURANG DARI 48 JAM
20
B. ONSET AF LEBIH DARI 48 JAM
21
▸ Delayed Cardioversion ▸ Early Cardioversi
Dilakukan dengan cara 1. Pemberian antikoagulan heparin secara
memberikan antikoagulan intravena beberapa saat sebelum dilakukan
tindakan (heparinisasi)
selama 3 minggu sebelum
tindakan karioversi dan dapat 2. Pemeriksaan transesophageal
dilanjutkan 4 minggu sesudah echocardiography (TEE) untuk melihat ada
tindaknya sumbatan atrial
tindkan kardioversi.
3. Tindakan karidorvesi 24 jam berikutnya
4. Pemberian antikoagulan selama 4 minggu
setelah tindakan
22
FARMAKOTERAPI
ATRIAL FIBRILASI (AF)
4
Artial fibrilasi (AF) merupakan Terapi AF melibatkan 3
jenis aritma (gangguan irama) strategi, yaitu :
jantung yang paling sering 1. Rate Control
terjadi.
2. Rhythm Control
3. Pencegahan
Tromboemboli
24
Ada 2 Golongan Obat Untuk Farmakoterapi AF, yaitu:
01 Beta Bloker
25
1. BETA BLOKER
26
“
KontraIndikasi Penggunaan Beta Bloker:
▸ Pasien asma (bronkospasme)
▸ Bradikardia berat
▸ Heart block derajat II/III
▸ Sick sinus syndrome
▸ Syok kardiogenik
▸ Gagal ventrikel kiri yang belum stabil
▸ Penyakit vaskuler perifer berat
27
2. PENGHAMBAT KANAL KALSIUM/
ANTAGONISKALSIUM NON-DIHIDROPIRIDIN
29