Anda di halaman 1dari 24

DNA EVIDENCE IN

SEXUAL ASSAULT CASES


IN PAKISTAN
ATIKA NUR AINI NIM – FK TRISAKTI
NOPIANE ROSPITA INGAN ERGANI NIM 22010119220063 – FK UNDIP
SHIFA NURZAHRA ZAKI NIM 03015182 – FK TRISAKTI
ABSTRAK

• Kejahatan seksual menjadi epidemi global, mempengaruhi hampir satu miliar wanita di seluruh dunia.
• Jurnal ini mengeksplorasi tantangan dalam diterimanya bukti DNA dalam kasus pemerkosaan di Pakistan.
• Penundaan dalam pemeriksaan kesehatan korban, pengumpulan dan pengemasan yang tidak tepat dari
bukti DNA, tidak memaksimalkan hasil.
• Dalam beberapa tahun terakhir, hukum yang ada telah diubah untuk meningkatkan kegunaan bukti DNA
selama persidangan pidana.
• Kurangnya pengetahuan yang tepat tentang bukti DNA oleh pengacara dan petugas pengadilan,
ketidakcukupan dalam hukum yang ada dan keputusan yang bertentangan dari pengadilan dapat
mempengaruhi diterimanya bukti DNA selama persidangan pidana.
PENDAHULUAN

• Kejahatan seksual berdampak parah dan merugikan pada kehidupan korban di Pakistan, karena
diskriminasi dan penghinaan sosial.
• Mengakibatkan gangguan fisik dan juga mental
• Proses peradilan dan penghukuman terutama bergantung pada investigasi yang tepat dan penuntutan
yang baik.
• Pernyataan para korban dan saksi mata menjadi bukti primer
• Laporan serologis atau DNA diakui sebagai bukti yang menguatkan. Bukti DNA belum
mendapatkan pengakuan di pengadilan hukum di Pakistan seperti yang dicapai di negara-negara maju,
seperti Amerika Serikat, Inggris dan negara-negara Eropa lainnya
Pasal 375 (1860) Pasal 376 (1890) Pasal 376A (1860) Pasal 53A (1989) Pasal 164-A dan B
Pemerkosaan: hukuman Identitas korban Petugas polisi Pemeriksaan setelah
penetrasi bagian pemerkosaan: pemerkosaan tidak memiliki wewenang mendapat izin dari
genital wanita melalui hukuman mati atau boleh diungkapkan untuk membawa korban atau setelah
penis. penjara tidak kurang kepada publik. tersangka menjalani mendapat persetujuan
dari sepuluh tahun, pemeriksaan medis ke dari orang tua atau
atau tidak lebih dari rumah sakit wali jika korban
25 tahun. pemerintah terdekat masih di bawah umur,
tidak sadar atau tidak
waras

kasus pemerkosaan
anak di bawah umur
atau orang yang tidak
waras, dapat dihukum
mati, atau hukuman
penjara seumur hidup
dan denda.
• Pemeriksaan kesehatan terhadap korban kekerasan seksual sangat penting untuk mendapatkan bahan
pembuktian biologis terdakwa untuk analisis DNA.
• Pada sebagian besar kasus pemerkosaan, pemeriksaan kesehatan terhadap korban dilakukan lebih dari 72 jam
setelah penyerangan
• Dalam wawancara, korban ditanya menenai waktu sejak penyerangan, dan apakah dia pernah
bersetubuh sebelum atau setelah penyerangan.
• Informasi tambahan, seperti apakah korban pernah menyiram atau mandi, buang air kecil atau besar,
penting dalam kasus pelecehan seksual.
KENDALA YANG TERJADI DALAM ANALYSIS DNA

1. Peralatan untuk pemeriksaan perkosaan sering tidak tersedia


di sebagian besar rumah sakit di Pakistan
• (Gambar 1 (gumpalan kapas) digunakan pada swab vaginal dan anal
(Gambar 1 (b)) digunakan untuk dimasukkan ke dalam saluran vagina
korban untuk mengumpulkan bahan mani.

2. Dokter di Pakistan memiliki sedikit pemahaman tentang


bagaimana mengambil sampel
3. Kemasan yang tidak tepat dari usap vagina dan anal dapat menghancurkan DNA pada
bahan bukti.
4. Profil DNA yang diperoleh dari satu jenis jaringan hanya dapat dilakukan perbandingan
dengan profil DNA yang diperoleh dari jenis jaringan yang sama
5. Di Pakistan, dokter mengemas semua pakaian dalam satu kain katun tipis atau amplop
kertas, yang dapat menimbulkan ancaman kontaminasi silang.
LUKA DI TUBUH KORBAN

• Dilaporkan bahwa dalam banyak kasus pemerkosaan, dapat terdapat dan tidak terdapat
tanda fisik penetrasi atau luka pada alat kelamin.
• Luka dapat ditemukan di berbagai bagian tubuh, terutama di daerah genital, vulva, labia,
mons veneries, klitoris, selaput dara, rambut kemaluan atau anus
• Robeknya selaput dara bisa memberikan petunjuk kejahatan seksual, tapi bukan bukti
pasti penetrasi. Dilaporkan ada banyak cara lain yang dapat menyebabkan selaput dara
robek, tidak hanya untuk hubungan seksual.
LUKA DI TUBUH KORBAN

• Di Pakistan, MLO melakukan two-finger test untuk mengetahui keperawanan korban


dengan mencoba memasukkan dua jari ke dalam vagina korban untuk memeriksa ruptur
selaput dara.
INTERPRETASI LAPORAN DNA

• Tes DNA forensik, juga dikenal sebagai profil DNA atau sidik jari DNA, digunakan untuk menetapkan
identitas dari seorang terdakwa, korban atau orang lain yang terkait dengan kejahatan
• Analisis DNA forensik berakhir dengan tiga jenis kesimpulan - yaitu, inklusi /kecocokan, eksklusi/ tidak
ada kecocokan, dan tidak meyakinkan.
• Ketika profil DNA dari bahan bukti cocok dengan profil DNA orang yang dikenal - yaitu, korban atau
tersangka – maka ditulis dalam laporan terdapat inklusi/kecocokan
• Ketika profil DNA dari bahan bukti tidak sesuai dengan profil DNA dari sampel yang
diketahui / referensi, hasil DNA tersebut adalah ekslusi atau tidak cocok. Tersangka atau
korban dieliminasi sebagai sumber DNA yang diperoleh dari bahan bukti.
• Hasil tidak meyakinkan karena: DNA template rendah, DNA terdegradasi, atau campuran
parsial lebih dari tiga kontributor.
• Penafsiran hasil tidak meyakinkan membutuhkan pengetahuan, keterampilan (skill), dan
pengalaman yang baik
BUKTI DNA DALAM SISTEM HUKUM PAKISTAN

• Qanun-e-Shahadat Ordinance 1984 (QSO, 1984) mengatur tentang diterimanya bukti DNA dalam proses peradilan di
Pakistan.

• Pasal 59 (QSO, 1984) menjelaskan memungkinkan penerimaan pendapat ahli di pengadilan, tentang fakta yang relevan.

• Pasal 164 (QSO, 1984) mengatur penerapan perangkat modern untuk mendapatkan fakta-fakta dalam suatu kasus.

• Laporan DNA dianggap sebagai pendapat ahli / opini tentang DNA yang diperoleh dari bahan-bahan bukti.

• Belum ada peraturan perundang-undangan berupa pengesahan substantif atas dapat diterimanya bukti DNA dalam
persidangan.

• Dalam menyelesaikan penyelidikan sebelum persidangan, laporan serologi yang merupakan prasyarat ada di bagian 510
(CrPC 1898). Mengingat DNA sebagai bahan kimia, laporan DNA tersebut dapat diterima dalam proses peradilan di
bawah peraturan ini.
BUKTI DNA DALAM SISTEM HUKUM PAKISTAN

• Provinsi Sindh telah memasukkan dua pasal baru - yaitu 156-C dan 156-D - dalam KUHAP, 1898 (CrPC, 1898).
Menurut pasal ini, polisi bertanggung jawab mengurus pemeriksaan medis korban kekerasan seksual dalam waktu 72
jam.
• Polisi dan laboratorium forensik kini bertanggung jawab untuk menyimpan dan melestarikan bukti biologis yang
diperoleh dari para korban kekerasan seksual.
• Dalam Salman Akram Raja v. Pemerintah Punjab, Mahkamah Agung berpendapat bahwa pemerintah harus mengambil
langkah yang diperlukan untuk mendapatkan keadilan bagi korban penyerangan. Tes DNA harus diwajibkan dalam
kasus pemerkosaan, namun sejauh ini belum banyak yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini.
• Untuk provinsi Khyber Pakhtunkhwa (KP), Pengadilan Tinggi Peshawar memberikan putusan dalam kasus
pemerkosaan bahwa tes DNA terhadap korban pemerkosaan harus dilakukan secara wajib berdasarkan pasal 164
(CrPC 1898) dan Undang-Undang Perlindungan Perempuan (Amandemen Hukum Pidana), 2006
BUKTI DNA DALAM SISTEM HUKUM PAKISTAN

• Penggunaan bukti DNA dalam memutuskan kejahatan kekerasan seksual secara bertahap
mendapat perhatian lebih dari pengadilan.
• Pada tahun 2011, profil DNA yang diperoleh dari barang bukti tidak sesuai dengan profil DNA
terdakwa, namun terdakwa dipidana oleh pengadilan persidangan
• Kemudian pada tahun 2013, Pengadilan Federal Shariat Pakistan mengamati bahwa terdakwa
tidak harus dihukum dalam kasus pemerkosaan tanpa laporan DNA.
• Dalam kasus selanjutnya, apabila korban cocok dengan profil DNA terdakwa, terdakwa
dinyatakan bersalah, apabila tidak terbukti dari laporan DNA, maka tuduhan pemerkosaan
dibebaskan, dimana Pengadilan juga mempertimbangkan bukti lain dalam kasus-kasus tersebut,
yang mendukung kredibilitas proposisi penuntut.
BUKTI DNA DALAM SISTEM HUKUM PAKISTAN

• Selain itu, diterimanya laporan DNA dalam kasus penyerangan masih diragukan, sebagai akibat
dari keputusan pengadilan diatasnya yang bertentangan.
• Dianggap bahwa pendapat korban adalah yang terpenting dan laporan DNA tidak dapat
menggantikan posisinya, meskipun dalam memberikan jaminan kepada terdakwa pengadilan
terutama bergantung pada laporan DNA.
BUKTI DNA DALAM SISTEM HUKUM PAKISTAN

• Jika DNA tersangka tidak ditemukan pada usapan vagina atau dubur atau pakaian korban
dan tidak ada bukti nyata lainnya, pengadilan biasanya memberinya jaminan. Pengadilan
menganggap laporan DNA forensik sebagai bukti penguat atau bukti sekunder.
• Contoh: dalam sebuah kasus, pengadilan menolak memberikan jaminan pasca
penangkapan, meskipun tidak ada DNA laki-laki yang ditemukan pada usap vagina
korban. Pengadilan menilai laporan DNA tersebut sebagai bukti sekunder yang tidak
memiliki nilai hukum karena bertentangan dengan bukti primer (keterangan korban).
BUKTI DNA DALAM SISTEM HUKUM PAKISTAN

• Dalam kasus lain, pengadilan berpendapat bahwa laporan DNA negatif tidak mendukung
dalil pembelaan, karena luka di daerah genital korban yang disebutkan dalam laporan
mediko-legal mendukung kebenaran pernyataan korban.
• Begitu pula dalam kasus pemerkosaan geng Fort Monro, lima tersangka diduga
memperkosa lima gadis. DNA salah satu tersangka ditemukan pada usapan vagina salah
satu korban, namun terlepas dari laporan DNA tersebut, pengadilan membebaskan semua
tersangka karena korban menolak untuk mengidentifikasi mereka. Jadi, keberadaan bahan
mani pada usap vagina korban memiliki nilai pembuktian yang kurang dibandingkan
dengan pernyataan korban.
BUKTI DNA DI NEGARA LAIN

• Tanggapan yudisial terhadap bukti DNA di India sama dengan tanggapan di Pakistan
dalam kasus kekerasan seksual.
• Di negara maju, seperti AS, Inggris, dan beberapa negara Eropa lainnya, pengadilan
terutama mengandalkan bukti DNA selama persidangan.
• Seiring berjalannya waktu, bukti DNA semakin berpengaruh di mata para hakim untuk
memutuskan kasus.
• Pasal 293 (1898) India membahas pemeriksaan silang laporan / kesaksian ahli forensik
untuk memastikan kompetensi para ahli dan keaslian teknologi yang digunakan selama
pemeriksaan bukti fisik
• Di Pakistan, pasal 510 (1898) membahas tentang laporan DNA diterima dalam proses
pidana
DATA DNA

• Dua jenis data digunakan dalam analisis DNA forensik yaitu data populasi dan data intelijen.
• Data populasi berisi frekuensi alel individu-individu yang tidak terkait secara acak, digunakan
untuk memperkirakan bobot bukti DNA berdasarkan frekuensi alel lazim pada populasi tertentu.
• Data intelijen DNA forensik digunakan untuk mengidentifikasi tersangka dalam suatu kasus
kejahatan. Data ini telah dibuat di berbagai negara sebagai alat vital bagi lembaga penegak hukum,
membantu dalam pencegahan dan deteksi kejahatan, dan efektif tuntutan dan hukuman pelanggar.
• Profil DNA terdakwa, tahanan, korban, eliminasi sampel (suami korban, anggota keluarga dalam
satu rumah, petugas TKP) dan profil yang dibuat untuk paternitas dan keterkaitan dalam masalah
sipil.
• Di Pakistan belum ada data populasi lokal maupun data intelijen DNA forensik yang
maksimal pelaksanaannya
• Tiga laboratorium yaitu Badan Ilmu Forensik Punjab, Laboratorium DNA dan Serologi
Sindh Forensik, dan Universitas Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Liaqat secara rutin
digunakan dalam pengujian kasus forensik berdasarkan perhitungan statistik sampel
frekuensi alel populasi Asia dari database NIST untuk proses peradilan.
KESIMPULAN

• Seperti di negara lain, kejahatan seks biasa terjadi Pakistan


• Analisis DNA forensik adalah alat penting dalam penegakan kasus kejahatan seksual.
• Tanpa tindakan pengendalian kualitas yang tepat, akan lebih sulit mendapatkan manfaat
maksimal dari analisis DNA dalam kasus kekerasan seksual.
• Analisis DNA sebagian besar memengaruhi penyelidikan terutama dalam penjatuhan hukuman
atau pembebasan tuduhan orang tertuduh dalam sebuah kasus kejahatan seksual.
• Terbentuk undang-undang RUU Siaga Zainab disahkan oleh parlemen Pakistan untuk mengatur
kasus kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur / anak-anak
• RUU ini memastikan investigasi cepat, pemeriksaan kesehatan yang tepat dan analisis DNA
forensik wajib dilakukan maksimal dalam waktu 2 bulan untuk memutuskan kasus tersebut di
Pengadilan. Terutama bila tidak ada saksi.
• Menurut RUU ini, kekerasan seksual pada anak akan dihukum mati atau penjara seumur hidup.
• Masih sedikitnya kemampuan Pakistan dalam memeriksa bukti DNA secara efisien untuk dianalisis
relevansi dan kredibilitasnya dalam penegakan kasus kejahatan seksual.
• Tanpa data frekuensi alel dari populasi lokal dan data intelijen yang tepat, dapat terjadi perhitungan
statistik yang keliru, yang mengakibatkan penekanan berlebihan pada bukti DNA dan tidak optimal.
• Pembentukan lebih banyak fasilitas forensik diperlukan untuk membantu penanganan kasus yang tepat
di pengadilan.
• Harus ada otoritas di tingkat nasional, bertanggung jawab untuk membuat standar dan pedoman
laboratorium forensik, untuk memastikan keseragaman dan validitas analisis forensik di seluruh negeri.

Anda mungkin juga menyukai