Spektrofotometri Serapan Atom: Nyoman Sudarma S.Si
Spektrofotometri Serapan Atom: Nyoman Sudarma S.Si
ATOM
Skema alat
instrumen
atomic-absorption
absorpsi
+ hv
emisi
+ hv
Potensial ionisasi: 5, 139 eV
E 5
N
E 4p0
R 3d 3p
4s 3s
G 2p
Y 3 6103 A0 2s
1s
(eV) 3303 A0 3p0
2
5890 A0
3s
0
1s2 2s2 2p6 3s1
Elemen Panjang
Gelombang
(nm)
Ag (perak) 328,1
Cd (kadmium) 228,8
Cr (kromium) 357,9
Cu (tembaga) 324,8
Fe (besi) 248,3
ASPEK KUANTITATIF
Jumlah unit sinar ( tertentu) yang diabsorpsi (A) berbanding lurus
dengan koefisien absorptifitas (), jarak tempuh sinar di dalam
daerah populasi atom (b), dan jumlah atom (konsentrasi, C).
p0 p
• Persen Transmittance
• Absorbance
Teknik Analisa kuantitatif dengan AAS
Menguji beberapa larutan standard yang mengandung unsur
yang ingin diuji dengan variasi konsentrasi yang telah diketahui
ke dalam alat AAS untuk mendapatkan nilai absorbansinya.
Memplotkan variasi C (konsentrasi unsur yang ingin diuji pada
beberapa larutan standard) dengan nilai absorbansinya.
y= mx + b
dimana absorbansi (A) : sumbu y dan konsentrasi (C) : sumbu x.
Menguji larutan sampel ke dalam alat AAS untuk mendapatkan
nilai absorbansinya.
Setelah itu masukan nilai A sebagai y ke dalam persamaan
garis linear yang telah didapat pada langkah sebelumnya.
Dari persamaan itu kita akan mendapatkan nilai x yaitu
nilai konsentrasi unsur yang ingin diuji dalam sampel.
Langkah-langkah analisa kuantitatif
Menguji beberapa larutan standard yang mengandung unsur yang
ingin diuji dengan variasi konsentrasi yang telah diketahui ke dalam
alat AAS untuk mendapatkan nilai absorbansinya.
Memplotkan variasi C (konsentrasi unsur yang ingin diuji pada
beberapa larutan standard) dengan nilai absorbansinya.
y= mx + b
dimana absorbansi (A) : sumbu y dan konsentrasi (C) : sumbu x.
Menguji larutan sampel ke dalam alat AAS untuk mendapatkan nilai
absorbansinya.
Setelah itu masukan nilai A sebagai y ke dalam persamaan
garis linear yang telah didapat pada langkah sebelumnya.
Dari persamaan itu kita akan mendapatkan nilai x yaitu
nilai konsentrasi unsur yang ingin diuji dalam sampel.
ATOMISASI DAN EKSITASI
Nu gu Eex
N = # populasi atom pada masing-masing level = e kt
go
No energi;
g = faktor statistik pada setiap level dan merupakan ukuran jumlah elektron yang mungkin di setiap level
energi;
g = 2J + 1 dimana J = Russel-Saunders coupling constant dan nilainya J = L + S or L S dimana L = bilangan
kuantum momentum sudut orbital # (=0,1,2,3 untuk s, p, d, f ) dan S = spin = ±½.
Misalnya untuk transisi pada atom Na
3s½ 3p3/2 gu = 2(L+S) + 1 = 2(1 + ½) + 1 = 4 and
go = 2(0 + ½) + 1 = 2.
3s½ 3p½ go = 2 and gu = 2(1½) + 1 = 2.
Populasi keseluruhan dari dua keadaan ini: karena terpisah hanya sebesar 5Å, maka dapat dipakai rata-
rata panjang gelombangnya dan ditambahkan populasinya untuk dua keadaan tereksitasi:
g = 4 + 2 = 6 and go = 2; lamda 5892Å.
Nu 6
3.37x10 12erg
e 1.38x 16erg 1 2673K = 3.23x104
No 2 10 K
Radiasi dengan pita yang lebar mengandung foton dengan beberapa panjang
gelombang, beberapa mungkin berguna namun kebanyakan tidak. Sehingga nilai
Po (= Pusable + Puseless) lebih besar dan absorbensinya lebih kecil dari yang diharapkan,
hanya sejumlah sinar tersedia yang bisa dipakai untuk absorpsi.
Disamping itu sinar Pusable bisa terdiri dari panjang gelombang dengan absorftifitas
yang berbeda. sampel tidak menyerap semua radiasi dengan tingkat yang sama.
Perilaku non-linear teramati jika range sumber pengeksitasi lebih besar daripada
range penyerapnya; bandwidth dari sumber pengeksitasi harus lebih sempit
daripada bandwidth penyerap.
Lebar Garis Transisi Atomik
• Lebar garis dari suatu spektrum absorpsi sangat kecil (104Å)
tetapi bisa diperlebar oleh karena
– Doppler broadening: gerakan termal acak dari atom-atom relatif
terhadap detektor
– Pressure broadening: dalam percobaaan serapan atom tekanan cukup
tinggi sehingga atom-atom dapat mengalami sejumlah tumbukan
antar atom yang berakibat pada perubahan kecil dalam level energi
yang lebih rendah.
• Lebar garis normal dari garis-garis eksitasi jauh lebih besar
dari garis ini
• Monokromator tak bisa digunakan untuk memilah rentang
panjang gelombang dalam Spektro Serapan Atom
(bandwidth few tenths of a nm).
SUMBER NYALA
Solusi terhadap masalah lebar garis yang sempit ini: dipakai sumber sinar dari atom
yang sama dengan analit yang diperiksa.
misal analisis Na analysis uap Na yang dipakai.
Atom-atom dieksitasi oleh energi listrik; atom-atom tereksitasi mengemisikan
karakteristik. Lebarpita dari sumber << lebar garis sampelkarena dihasilkan dari
kondisi dimana tidak terdapat pelebaran atau kecil
Hollow Cathode Tube : Hollow cathode yang terbuat dari material yang sama dengan
yang dianalisis, diuapkan dan mengemisikan radiasi dengan panjang gelombang
karakteristik.
Arus ion ke katoda ini mengontrol intensitas foton yang dihasilkan; Penambahan
tegangan antara katoda dan anoda akan mengontrol arus dan fluks foton totalnya.
Arus optimum untuk setiap lampu (1-20ma).
Flame Atomizer
• Definisi:
Flame Atomizer merupakan perangkat s.
Atomik yang proses pengatomannya
dilakukan melalui pemanasan media api.
Preheating
Region B
Premixed C2H2 + O2
Fine droplets of solution
Region A
ATOMISASI ELEKTROTERMAL
Semua sampel yang digunakan diatomisasi
pada tungku pengatoman (electrothermal).
Batas deteksinya 100-1000x lebih rendah dari
metode aspirasi/penga
kabutan.
Hanya beberapa mL larutan sampel yang
digunakan.
Prinsip Dasar:
Wadah sampel dipanaskan untuk
menguapkan atom logam.
Sampel dikeringkan (pelarut diuapkan)
pada 110°C;
diAbukan sampel "burn off" ( pada 200-
300°C);
diatomisasi.(2000-3000°C)
Jika dibandingkan dengan atomisasi nyala:
Ada interaksi dengan sampel matriks dan
elektroda
Reprodusibilitasnya rendah
Batas deteksinya 1010-1012g (atau 1ppb)
dimungkinkan.
Instrumental Methods of Analysis, Willard,Merritt, Dean and Settle, p.
147
Electrothermal Atomizer
Definisi:
Electrothermal atomizer adalah metode S.
Atomik yang proses atomisasinya
menggunakan pemanasan oleh arus listrik.
Electrothermal Atomizer umumnya digunakan
untuk AAS dan AFS
Keuntungan: sampel dibutuhkan hanya sedikit
dan dalam konsentrasi sangat rendah
BAHAN BAKAR/OKSIDAN
Nyala bersuhu rendah : unsur-unsur mudah
tereduksi (Cu, Pb, Zn, Cd)
Nyala bersuhu tinggi: unsur yang sulit
direduksi (e.g. logam-logam alkali).
Bahan bakar: natural gas, propana, butana,
H2, and asetien;
Pengoksidasi - Udara and O2 (nyala suhu
rendah). N2O (nyala suhu tinggi).
Karakteristik nyala:
Sampel yang memasuki nyala diuapkan,
direduksi dan akhirnya dioksidasi.
Daerah-daerah di dalam nyala bergantung
pada:
1. Laju aliran,
2. Ukuran tetesan/kabut
3. Kemudahan dioksidasi dari sampel.
4. Posisi optimum nyala.
Return to Slide 10
SIFAT-SIFAT NYALA
Saat sampel yang dinebulasikan & diumpankan ke
nyala, pelarutnya akan menguap di dalam daerah
pembakaran utama (primary combustion zone,
yang terletak di daerah ujung nyala.)
Proses diatas menghasilkan partikel padatan yang
halus (aerosol padat) dan akan masuk kedalam
daerah interzonal (daerah yang terdapat di tengah
nyala). Di dalam daerah nyala paling panas ini,
partikel padat akan berubah menjadi atom gas dan
ion elementer.
Karakteristik Nyala Pada Umumnya
no Fuel-oxidant T MaximunBurning
(0K) velocity (cm s-1)
1 C2H8 - air 2267 39-43
Dihilangkan dari penyerapan dengan modulasi dari sumber sinarnya: measures only AC levels;
emission DC level.
Pbackground, Pscattering: disebabkan absorpsi oleh nyala atau oleh matrik sampel namun independen
terhadap analit.
Interferensi cahaya dinolkan dengan membandingkan blanko dengan sampel
Problem bisa dari matrik sampel. Misalnya bisa disebabkan oleh kandungan garam yang tinggi
(dari garam-garam NaCl or KI). Garam-garam ini mempunyai spektrum absorpsi yang lebar di
dalam nyala karena tidak tereduksi. Pada umumnya dipakai sumber sekunder yang kontinyu
seperti lampu D2
Setiap lampu (D2 and HCT) termodulasi tetapi 180° ditempatkan satu sama lain.
Sistem deteksi mengukur perbedaan antara dua sinyal absorbanasi: A HCT = Asample + Abrdband
sedangkan Acontinuum source = Abrd band. Merupakan absorbensi dari sampel
Sumber lampu D2
Eliminasi Gangguan Latar Belakang
MONOKROMATOR
• Diperlukan untuk memilih satu
dari beberapa garis emisi
(emitted) dikenal sebagai HCT.
• Karena biasanya terpisah
dengan baik dari garis spektra
yang diinginkan, maka dengan
mudah bisa dipakai suatu
monokromator untuk
mengeliminasi gangguan
interferensi ini.
TEKNIK-TEKNIK ANALISIS
• Hukum Beer, A = k×C, tidak selalu terpenuhi dalam membuat
kurva kalibrasi
• Methode standar adisi digunakan untuk meminimalkan
pengaruh matriks.
• Anion- tinggi puncak serapan dipengaruhi oleh jenis dan
konsentrasi anion. Masalahnya bisa mengurangi jumlah atom
yang terbentuk. Matrik yang tidak diketahui akan sulit untuk
dilakukan koreksinya.
• Kation: Keberadaan kation-kation lain dapat membentuk
senyawa stabil dengan kation yang sedang dianalisis.
Misalnya Al + Mg memberikan hasil yang lebih rendah untuk
analisis Mg karena terbentuknya oksida Al/Mg.
Contoh Analisis
• Kandungan nikel dalam air sungai Determination of Nickel
ditentukan dengan cara Spektro Content by AA
Serapan Atom setelah 120
sebelumnya 5.00 L sampel di
lewatkan suatu penukar ion. Lalu y = 5.6x + 20
kolom dibilas dengan 25.0 mL
Absorbance Units
larutan garam melepaskan semua 80
nikel, setelah dibilas volume
ditepatkan menjadi 75.00 mL;
10.00 mL aliquot larutan ini 40
dianalisis setelah penambahan
volume larutan 0.0700 g Ni/mL
ke masing-masing larutan. Plot
grafik hasil analisis. Lalu tentukan 0
konsentrasi Ni dalam air sungai 0 5 10 15
tersebut. Volum e of Nickel Added(m L)
GANGGUAN-GANGGUAN ANALISIS
Contoh:
CaSO4 and Ca3(PO4)2 memiliki ikatan ionik yang sangat kuat;
akibatnya proses atomisasi tidak dapat berjalan sempurna
Pemecahan :
Tambahkan La, yang mempunyai ikatan ionik lebih kuat terhadap
sulfat dan fosfat, sehingga dapat membebaskan ion Ca.
b) Gangguan spektral (Spectral Interference)
Garis spektra yang akan dianalisis overlap dengan garis
spektra unsur lainnya di dalam sampel.
Problem:
Sinar dari lampu katoda diserap oleh oleh atom pengganggu
Pemecahan:
Gunakan lebar celah sesempit mungkin untuk memilahkan garis spektra
tertentu
Gunakan garis spektra sekunder selain garis spektra primer.
•Violet: 400 - 420 nm
•Indigo: 420 - 440 nm
•Blue: 440 - 490 nm
•Green: 490 - 570 nm
•Yellow: 570 - 585 nm
•Orange: 585 - 620 nm
•Red: 620 - 780 nm