Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Pengertian
◦ Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada dan trepsis yang berarti
makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah suatu keadaan tidak adanya atau
tertutupnya lubang badan normal.
◦ Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar (Walley,1996).
Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada
distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi,2001). Sumber lain menyebutkan atresia ani
adalah kondisi dimana rectal terjadi gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan.
◦ Jadi menurut kesimpulan penulis, atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak
mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi
saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa
terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
Etiologi
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh
gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Atresia ani atau anus imperforate dapat
disebabkan karena :
1) Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan,
fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik
2) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur
3) Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam
kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan
4) Berkaitan dengan sindrom down
5) Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus
urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
Patofisiologi
Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang
berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitoury dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal
karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan
migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan
migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak
ada pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan sehungga
intestinal mengalami obstrksi.
WOC ATRESIA ANI
◦ Manifestasi Klinis
1) Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
3) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
4) Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula).
5) Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6) Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
7) Perut kembung.
◦ Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
a. Asidosis hiperkioremia.
b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
d. Komplikasi jangka panjang.
- Eversi mukosa anal
- Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
g. Prolaps mukosa anorektal.
h. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)
◦ Klasifikasi
◦ Klasifikasi atresia ani :
◦ Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar.
◦ 2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
◦ 3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.
◦ 4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum
Pemeriksaan Penunjang
◦ Pembedahan
◦ Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan kelainan. Semakin tinggi
gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan dilakukan kolostomi beberapa lahir,
kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal)
dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk
memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga
memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah baik status nutrisnya. Gangguan
ringan diatas dengan menarik kantong rectal melalui afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila
ada harus tutup kelainan membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal membran
tersebut dilubangi degan hemostratau skapel
Pengobatan
1) Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
2) Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan korksi sekaligus
(pembuat anus permanen)
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1) Biodata klien
2) Riwayat keperawatan
a. Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang
b. Riwayat kesehatan masa lalu
3) Riwayat psikologis
Koping keluarga dalam menghadapi masalah
4) Riwayat tumbuh kembang
a. BB lahir abnormal
b. Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang pernah mengalami trauma saat sakit
c. Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal
d. Sakit kehamilan tidak keluar mekonium
5) Riwayat sosial
Hubungan sosial
6) Pemeriksaan fisik
2. Diagnosa Keperawatan
Dx Pre Operasi
1) Konstipasi berhubungan dengan aganglion.
2) Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah.
3) Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan.
Dx Post Operasi
1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari kolostomi.
2) Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
3. Rencana Keperawatan
Intervensi :
1. Jelaskan dengan istilah yang dimengerti oleh orang tua tentang anatomi dan fisiologi saluran pencernaan
normal. Gunakan alay, media dan gambar
R/ Agar orang tua mengerti kondisi klien
2. Beri jadwal studi diagnosa pada orang tua
R/ Pengetahuan tersebut diharapkan dapat membantu menurunkan kecemasan
3. Beri informasi pada orang tua tentang operasi kolostomi
R/ Membantu mengurangi kecemasan klien
.Diagnosa Post Operasi
Dx 1 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari kolostomi.
Tujuan : Klien tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan kulit lebih lanjut.
Intervensi :
1. Gunakan kantong kolostomi yang baik
2. Kosongkan kantong ortomi setelah terisi ¼ atau 1/3 kantong
3. Lakukan perawatan luka sesuai order dokter
Dx 2 Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
Tujuan : Orang tua dapat meningkatkan pengetahuannya tentang perawatan di rumah.
Intervensi :
1. Ajarkan pada orang tua tentang pentingnya pemberian makan tinggi kalori tinggi protein.
2. Ajarkan orang tua tentang perawatan kolostomi.
ASKEP HISPRUNG
KELOMPOK 4 :
1. AMANDA NABILLA PUTRI
2. DEWI NOFITA GUSRINA
3. LILIA MAWADDAH
4. NURUL FATIHA SARI
5. PUTRI FHARAS SWANDI
6. SHINTIA EDRAWITA
A. Definisi
1. Kegagalan mengeluarkan mekonium dalam tempo 24 hingga 48 jam karena usus tidak mampu
mendorong isinya ke arah distal.
2. Muntah dengan muntahan yang mengandung feses atau empedu sebagai akibat obstruksi intestinal.
3. Distensi abdomen yang terjadi sekunder karena retensi isi usus dan obstruksi usus.
4. Iritabilitas (anak menjadi rewel) akibat distensi abdomen yang ditimbulkan.
5. Kesulitan menyusu dan kegagalan tumbuh kembang yang berhubungan dengan retensi isi usus dan
distensi abdomen.
6. Dehidrasi yang berhubungan dengan kesulitan menyusu dan ketidakmampuan mengonsumsi cukup
cairan.
7. Diare overflow yang terjadi sekunder karena peningkatan sekresi air kedalam usus disertai obstruksi
usus.
◦ Tanda dan gejalah pada anak-anak meliputi:
1. Konstipasi persisten akibat penurunan motilitas gastrointerstinal (GI)
2. Distensi abdomen akibat retensi feses.
3. Massa feses yang bisa diraba akibat retensi feses.
4. Ekstremitas yang lisut( pada kasus-kasus berat) yang terjadi sekunder karena gangguan motilitas intestinal dan pengaruhnya
pada nutrisi serta asupan makanan.
5. Kehilangan jaringan subkutan (pada kasus-kasus berat) yang terjadi sekunder karena malnutrisi.
6. Abdomen yang besar dan menonjol akibat retensi feses dan perubahan homeostatis cairan serta elektrolit yang ditimbulkan.
7. Tanda dan gejalah pada dewasa ( yang lebih jarang ditemukan dan prevalen pada laki-laki) meliputi:
8. Distensi abdomen akibat penurunan motilitas usus dan konstipasi.
9. Konstipasi intermitan yang kronis dan merupakan keadaan sekunder karena gangguan motilitas usus. (Kowalak, Welsh, &
Mayer, 2014)
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a)Kimia darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan panel renal biasanya dalam batas
normal. Anak dengan diare memiliki hasil yang sesuai dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini dapat
membantu mengarahkan pada penatalaksanaan cairan dan elektrolit.
b)Darah rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui hematokrit dan platelet preoperatiof.
c)Profil koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada gangguan pembekuan
darah yang perlu dikoreksi sebelum operasi dilakukan.
2. Pemeriksaan Radiologi
a)Foto polos abdomen dapat menunjukan adanya loop usus yang distensi dengan adanya udara dalam rectum.
b)Barium enema
1)Jangan membersihkan kolon bagian distal dengan enema sebelum memasukkan kontras enema karena hal ini akan
mengaburkan gambar pada daerah zona transisi.
2)Kateter diletakkan didalam anus, tanpa mengembangkan balon, untuk menghindari kaburnya zona transisi dan
beresiko terjadinya peforasi. foto segera diambil setelah injeksi kontras, dan diambil lagi 24 jam kemudian.
3)Colon bagian distal yang menyempit dengan bagian proksimal yang mengalami dilatasi merupakan gambaran klasik
penyakit Hirschsprung. Akan tetapi temuan radiologis pada neonatus lebih sulit diinterpetasi dan sering kali gagal
memperlihatkan zona transisi.
4)Gambaran radiologis lainnya yang mengarah pada penyakit Hirschsprung adalah adanya retensi kontras lebih dari 24
jam setelah barium enema dilakukan.
3. Biopsi
◦ Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus submukosa
meisner, apakah terdapat ganglion atau tidak. Pada
penyakit hirschprung ganglion ini tidak ditemukan.
H. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
◦ Pembedahan pada penyakit hirscprung dilakukan dalam dua tahap. Mula-mula dilakukan kolostomi loop
atau double–barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertrofi dapat kembali normal
(memerlukan waktu kira-kira 3 sampai 4 bulan). Bila umur bayi itu antara 6-12 bulan (atau bila beratnya
antara 9 dan 10 Kg), satu dari tiga prosedur berikut dilakukan dengan cara memotong usus aganglionik dan
menganastomosiskan usus yang berganglion ke rectum dengan jarak 1 cm dari anus. Prosedur Duhamel
umumnya dilakukan terhadap bayi yang berusia kurang dari 1 tahun. Prosedur ini terdiri atas penarikan
kolon nromal ke arah bawah dan menganastomosiskannya di belakang anus aganglionik, menciptakan
dinding ganda yang terdiri dari selubung aganglionik dan bagian posterior kolon normal yang ditarik
tersebut. Pada prosedur Swenson, bagian kolon yang aganglionik itu dibuang. Kemudian dilakukan
anastomosis end-to-end pada kolon bergangliondengan saluran anal yang dilatasi. Sfinterotomi dilakukan
pada bagian posterior. Prosedur Soave dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dan merupakan prosedur
yang paling banyak dilakukanuntuk mengobati penyakit hirsrcprung. Dinding otot dari segmen rektum
dibiarkan tetap utuh. Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus, tempat dilakukannya anastomosis
antara kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa.
2. Konservatif
◦ Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui
pemasangan sonde lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium
dan udara.
◦ Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode
neonatal, perhatikan utama antara lain :
◦ Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini.
◦ Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak.
◦ Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis (pembedahan).
◦ Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang.
◦ Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak dengan mal nutrisi tidak dapat bertahan dalam
pembedahan sampai status fisiknya meningkat. Hal ini sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema.
Diperlukan juga adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan nutrisi parenteral
total.
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
◦ Informasi identitas/data dasar meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, tanggal
pengkajian, pemberi informasi.
◦ b. Keluhan Utama
◦ keluhan utama yang lazim di temukan pada anak adalah nyeri abdomen. Keluhan orangtua
pada bayinya dapat berupa muntah-muntah. Keluhan gastrointestinal lain yang menyertai
seperti distensi abdominal, mual, muntah dan nyeri kolik abdomen.
2. Riwayat kesehatan
◦ A. Riwayat kesehatan sekarang
◦ Keluhan orang tua pada bayi dengan tidak adanya evakuasi mekonium dalam 24-48 jam pertama setelah lahir
diikuti obstruksi konstipasi, muntah, dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstripasi selama beberapa minggu
atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi
abdomen, dan demam. Adanya fases yang menyemprot pada saaat colok dubur merupakan tanda yang khas.
◦ Pada anak, selain tanda pada bayi, anak akan rewel dan keluhan nyeri pada abdominal. Keluhan lainnya berupa
konstipasi atau diare berulang. Pada kondisi kronis, orang tua sering mengeluh anak mengalami gangguan
pertumbuhan dan perkembangan. Anak mungkin didapatkan engalami kekurangan kalori-protein. Kondisi gizi
buruk ini merupakan hasil dari anak kaen selalu merasa kenyang, perut tidak nyaman, dan distensi terkai dengan
konstipasi kronis. Dengan berlanjutny proses penyakit, maka akan terjadi eterokolitis. Kondisi enterokolitis
dapat berlanjut ke sepsis, transmural nekrosis usus, dan perforasi.
◦ B. Riwayat kesehatan dahulu
◦ Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit Hirschsprung
◦ C. Riwayat kesehatan keluarga
◦ Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada anaknya
3. Pemeriksaan Fisik
◦ Pemeriksaan yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinis. Pada survey umum terlihat lemah atau gelisah. TTV biasa
didapatkan hipertermi dan takikardi dimana menandakan terjadinya iskemia usus dan gejala terjadinya perforasi. Tanda
dehidrasi dan demam bisa didapatkan pada kondisi syok atau sepsis
◦ Pada pemeriksaan fisik fokus pada area abdomen, lipatan paha, dan rectum akan didapatkan
◦ A. Inspeksi:Tanda khas didapatkan adanya distensi abnormal. Pemeriksaan rectum dan fese akan didapatkan adanya
perubahan feses seperti pita dan berbau busuk.
◦ B. Auskultasi: Pada fase awal didapatkan penurunan bising usus, dan berlanjut dengan hilangnya bisng usus.
◦ C. Perkusi: Timpani akibat abdominal mengalami kembung.
◦ D. Palpasi: Teraba dilatasi kolon abdominal.
◦ Sistem kardiovaskuler: Takikardia.
◦ Sistem pernapasan: Sesak napas, distres pernapasan.
◦ Sistem pencernaan:Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah berwarna hijau. Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik.
Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.
◦ Sistem saraf : Tidak ada kelainan.
◦ Sistem lokomotor/musculoskeletal : Gangguan rasa nyaman : nyeri
◦ Sistem endokrin: Tidak ada kelainan.
◦ Sistem integument: Akral hangat, hipertermi
◦ Sistem pendengaran: Tidak ada kelainan
◦
◦4. Diagnosa Keperawatan
◦ Diagnose keperawatan yang mungkin muncul adalah :
◦ 1. Konstipasi b/d aganglionik
◦ 2. Hipovolemia b/d kehilangan cairan aktif
◦ 3. Nyeri b/d agen pencedera fisik (prosedur operasi)
◦ 4. Risiko infeksi (prosedur operasi)
5. Intervensi Keperawatan
2. Hipovolemia b/d kehilangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan a. Timbang berat badan pasien setiap hari sebelum sarapan
cairan aktif selama 3x24 jam, diharapakn status cairan b. Ukur asupan cairan dan haluaran urin untuk mendapatkan status cairan
membaik, dengan kriteria hasil : c. Pantau berat jenis urin
a. Kekuatan nadi meningkat d. Periksa membran mukosa mulut setiap hari
b. Output urine meningkat e. Tentukan cairan apa yang disukai pasien dan simpan cairan tersebut di samping tempat tidur pasien, sesuai instruksi
c. Membran mukosa membaik f. Pantau kadar elektrolit serum.
d. Intake cairan membaik
e. Mual dan muntah berkurang
ASKEP ASRERIA BILIARIS
O
L
E
H
KELOMPOK 4
1.Pengertian Atresia Bilier
Atresia bilier adalah kondisi di mana terdapat gangguan aliran cairan empedu.
Akibatnya, cairan empedu tidak dapat menuju usus, terakumulasi di dalam hati, dan pada
akhirnya menimbulkan kerusakan hati (sirosis). Kelainan ini merupakan salah satu penyakit
yang jarang terjadi dan khas terjadi pada bayi baru lahir. Terdapat dua bentuk atresia bilier,
yaitu perinatal dan postnatal.
2.Etiologi
Penyebab pasti atresia bilier hingga kini masih belum diketahui. Salah satu kemungkinan adalah karena
terjadi gangguan saat berlangsung proses perkembangan hati dan saluran empedu ketika bayi dalam
kandungan.
Dugaan lain terkait dengan adanya paparan terhadap infeksi atau zat beracun dalam kandungan atau
sebelum lahir. Meski demikian, hingga kini masih belum diketahui adanya hubungan kelainan genetik, obat
yang dikonsumsi ibu, penyakit ibu, atau hal lainnya yang dilakukan oleh sang ibu ketika hamil, dengan
atresia bilier.
Penyakit ini jarang timbul pada lebih dari satu penderita di sebuah keluarga. Atresia bilier lebih sering
terjadi pada anak perempuan daripada laki-laki. Penyakit ini juga lebih sering terjadi pada orang Asia,
Afrika-Amerika, dan bayi prematur, dibandingkan ras Kaukasia.
3.patofisiologi
Patofisiologi atresia bilier melibatkan berbagai faktor, antara lain defek embriogenesis,
gangguan/abnormalitas sirkulasi fetus/prenatal, faktor genetik, toksin, infeksi virus, serta
autoimun. Faktor-faktor tersebut mengganggu perkembangan normal serta maturasi sistem
bilier dan terjadi pada periode tertentu (sebelum usia 3 bulan kehamilan).
Secara singkat, patogenesis atresia bilier berawal dari adanya faktor lingkungan (toksin atau
virus) yang dapat menginduksi kerusakan duktus biliaris, kemudian diikuti dengan proses
autoimun serta proses inflamasi yang berlebihan pada duktus biliaris, dan berakhir
dengan sirosis hepatis karena adanya kerusakan duktus yang progresif serta obstruksi
duktus.
4.Pathway
5.Manifestasi klinis
● Gejala Atresia Bilier
Bayi dengan atresia bilier akan terlihat normal saat lahir, namun pada minggu
kedua atau ketiga setelah dilahirkan, bayi akan mengalami penyakit kuning. Berat
badan bayi juga masih normal selama satu bulan setelah dilahirkan, namun kemudian
akan mulai menurun. Penyakit kuning yang dialami seiring waktu juga akan
bertambah parah.
● Gejala lain pada atresia bilier adalah urine yang berwarna gelap, limpa yang
membesar atau splenomegali, warna pucat pada tinja disertai bau menyengat, dan
lambatnya pertumbuhan bayi.
Penyebab dan Faktor Risiko Atresia Bilier
Belum diketahui apa yang menyebabkan atresia bilier. Para ahli menduga kelainan ini terjadi
sesaat setelah bayi lahir, di mana saluran empedu bayi menjadi tertutup. Kondisi ini membuat cairan
empedu terhambat dan menumpuk di hati, sehingga dapat mengakibatkan kerusakan pada hati.
Walaupun belum diketahui penyebabnya, beberapa faktor diduga dapat meningkatkan risiko
atresia bilier. Di antaranya adalah:
a.Infeksi virus atau bakteri setelah lahir.
b.Paparan zat kimia berbahaya.
c.Gangguan sistem kekebalan tubuh.
d.Perubahan atau mutasi gen tertentu.
e.Gangguan perkembangan hati dan saluran empedu saat di dalam rahim.
Diagnosis Atresia Bilier
Untuk mendiagnosis atresia bilier, dokter akan terlebih dahulu menanyakan riwayat gejala yang timbul pada bayi dan riwayat
penyakit pada keluarganya. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk melihat tanda penyakit kuning, dan memeriksa
warna urine dan feses bayi, bila ada. Pemeriksaan juga dilakukan dengan meraba perut bayi guna mendeteksi kemungkinan pembesaran
hati (hepatomegali) atau pembesaran limpa.
Pengobatan pada bayi penderita atresia bilier adalah dengan operasi Kasai. Operasi Kasai dilakukan dengan memotong bagian
saluran empedu yang tertutup, lalu menggantinya dengan bagian dari usus halus.
● operasi Kasai dilakukan sebelum bayi berusia 3 bulan, dengan tingkat kesuksesan mencapai 80%. Operasi ini dilakukan bila
saluran empedu yang tertutup berada di luar organ hati.Bila sumbatan terjadi di saluran empedu di dalam hati, dokter akan
menganjurkan tindakan transplantasi hati. Prosedur ini dilakukan untuk mengganti hati yang saluran empedunya tertutup, dengan
hati yang masih sehat dari pendonor. Transplantasi hati juga dilakukan pada bayi yang sudah mengalami sirosis.
● 6.Komplikasi Atresia Bilier
Bayi dengan atresia bilier tidak mampu mencerna lemak dari ASI atau susu formula. Hal ini karena
cairan empedu yang diperlukan untuk mencerna lemak tidak dapat mencapai usus. Kondisi ini akan
menghambat pertumbuhan bayi. Selain gangguan pertumbuhan, komplikasi lain yang dapat terjadi
pada bayi dengan penderita atresia bilier adalah kekurangan vitamin, terutama vitamin A, D, E, dan K.
Dua komplikasi di atas dapat ditangani dengan memberikan makanan khusus, atau obat dan suplemen
yang mampu mencukupi asupan lemak dan vitamin pada bayi.
7. Pemeriksaan penunjang
Untuk mendiagnosis atresia bilier, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan memeriksa riwayat medis pada pasien.
Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk mendiagnosis atresia bilier yaitu:
Tes darah .Pemeriksaan darah pada pasien atresia bilier dilakukan untuk mengukur:
• Enzim hati, peningkatan kadar enzim hati dapat menjadi tanda kerusakan atau cedera hati, karena enzim tersebut bocor dari hati
ke aliran darah.
• Bilirubin. Bilirubin dibuat oleh hati dan diekskresikan dalam empedu. Peningkatan kadar bilirubin menunjukkan aliran empedu
tersumbat atau ada cacat dalam proses empedu oleh hati.
• Albumin dan total protein. Kadar protein di bawah normal yang dibuat oleh hati berhubungan dengan banyak gangguan hati
kronis.
• Waktu pembekuan darah, seperti waktu protrombin (PT) dan waktu tromboplastin parsial (PTT). Tes yang mengukur waktu
yang dibutuhkan darah untuk membeku. Pembekuan darah membutuhkan vitamin K dan protein yang dibuat oleh hati.
Kerusakan sel hati dan obstruksi aliran empedu dapat mengganggu pembekuan darah yang tepat.
• Virus, termasuk hepatitis dan HIV. Memeriksa virus dalam aliran darah dapat membantu menentukan penyebab masalah hati.
• Kultur darah. Memeriksa infeksi bakteri dalam aliran darah yang dapat memengaruhi hati dapat membantu mendiagnosis atresia
biliern memerlukan transplantasi hati
● ASUHAN KEPERAWATAN ATRESIA BILIARIS
1.Pengkajian
1)Biodata Pasien
2)Riwayat Pasien
a.Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang
b.Riwayat kesehatan masa lalu
3)Riwayat psikologis
Koping keluarga dalam menghadapi masalah
4)Riwayat kumbung kembang
a.BB lahir abnormal
b.Kemampuan motorik halus , motorik kasar, kognitis dan tumbuh kembang pernah mengalami trauma at sakit
c.Sakit kelamilan mengalami infeksi intrapartal
d.Sakit kehamilan tidak keluar mekonium
5)Riwayat sosia
3.Diagnogsa keperawatan
1,Kekurangan volume cairan b.d dengan mual dan muntah
2.Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah,
3.penurunan berat badan
4.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu dalam jaringan, 5.ditandai
dengan adanya pruritis.
6.Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan distensi abdomen
7.Ansietas berhubungan dengan minimnya informasi tentang penyakit akibat kurang pengetahuan
Intervensi Keperawatan
1.Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan intake dan ouput cairan menjadi seimbang.
Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital stabil.
Turgor kulit membaik.
Pengisian kapiler nadi perifer kuat.
Haluaran urine individu sesuai.
2.Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah, penurunan berat
badan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola nutrisi adekuat.
Kriteria hasil : - BB pasien stabil
- Konjungtiva tidak anemis
3.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu dalam jaringan, ditandai dengan
adanya pruritis.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan integritas kulit baik
Kriteria hasil : - tidak ada pruritus/lecet
- jaringan/ kulit utuh bebas eskortasi
4.Pola nafas tidak efektif b.d peningkatan distensi abdomen
Tujuan : Menunjukkan pola nafas yang efektif
Kriteria Hasil :
Frekuensi pernapasan bayi umur 6-12 bulan 30x/menit
Kedalaman inspirasi dan kedalaman bernafas
Tidak ada penggunaan otot bantu nafas
5.Ansietas berhubungan dengan minimnya informasi tentang penyakit akibat kurangnya pengetahuan
Tujuan : meningkatkan pemahaman orang tua tentang perawatan pada anak yang sakit
Kriteria hasil : - Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan.
- Berpartisipasi dalam pengobatan.
TERIMAKASIH