Anda di halaman 1dari 55

KETENTUAN

PEMOTONGAN DAN
PEMUNGUTAN
PAJAK PENGHASILAN
21
PEMOTONGAN PPH PASAL 21

• Objek pemotongan pajak


Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan
dengan nama dan dalam bentuk apapun.

• Yang dikenakan pemotongan pajak


Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.
• Siapa pemotong pajak ?
 pemberi kerja yang membayar gaji, dll sebagai imbalan
pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;
 bendahara pemerintah yang membayar gaji, dll sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan;
 dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang
pensiun dll;
 badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain
sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa
tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas; dan
 penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran
sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan.
• Bukan pemotong pajak
Badan perwakilan negara asing dan organisasi-organisasi
internasional.

• Besarnya tarif pemotongan pajak


Pada umumnya berlaku tarif umum, kecuali ditetapkan lain
dengan Peraturan Pemerintah.
• Penghasilan apa saja yang dikenakan PPh Pasal
21 yang bersifat final dan berapa tarifnya ?

honorarium dan imbalan  Pejabat Negara, PNS (kecuali Golongan II


ke bawah), Anggota TNI/POLRI (kecuali Pembantu Letnan Satu ke
bawah), pensiunan  15 %
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri  uang pesangon, tebusan
pensiun, Tunjangan Hari Tua  tarif progresif 5%-25%
Definisi
Pajak yang dikenakan terhadap WP Orang Pribadi
Pajak yang dikenakan terhadap WP Orang Pribadi Dalam Negeri atas
Dalam Negeri
penghasilan atas
yang terkait penghasilan
dengan yang
pekerjaan, jasa, atauterkait
kegiatan.
dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.

Penghasilan yang dimaksud dapat berbentuk gaji,


upah, honorarium,
Penghasilan tunjangan,
yang dimaksud dapat pensiun,
berbentuk gaji, atau
upah, honorarium,
tunjangan, pensiun, atau pembayaran lain dengan nama apapun.
pembayaran lain dengan nama apapun.

Saat Terutang
Saat yang lebih dahulu antara akhir bulan diterimanya pembayaran
atau akhir bulan diperolehnya penghasilan.

6
Perbedaan Pengenaan

7
Subjek Pajak
Subjek Pajak
(Bukan Pegawai yang Melakukan Pemberian Jasa)

 Tenaga ahli yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter,


konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris.
 Pekerja seni.
 Olahragawan.
 Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator.
 Pengarang, peneliti, dan penerjemah.
 Pemberi jasa dalam segala bidang atau kepada suatu kepanitiaan.
 Agen iklan.
 Pengawas atau pengelola proyek.
 Pembawa pesanan atau perantara.
 Petugas penjaja barang dagangan.
 Petugas dinas luar asuransi.
 Distributor MLM, direct selling, atau sejenis.
Pengecualian Subjek

10
Objek Pajak (1)

11
Objek Pajak (2)

12
Pengecualian Objek

13
Ketentuan Khusus

Natura dan/ atau kenikmatan lain diperhitungkan


sebagai penghasilan, jika dan hanya jika,
diberikan oleh: bukan WP, WP yang dikenai PPh
final, atau WP yang menggunakan norma
penghitungan khusus.

Natura dan/ atau kenikmatan lainnya yang diukur


berdasarkan harga pasar atau nilai wajar.

14
Objek PPh 21 Final
15
Pemotong, Penyetor, dan Pelapor

16
Pengecualian Pemotong

17
Alur Perpajakan WP OP

18
PPh 21 Lebih Bayar

Jika WP menyampaikan SPT lebih bayar, maka SPT


disampaikan maksimal 3 tahun setelah berakhirnya tahun
pajak bersangkutan.

Jika SPT disampaikan melewati 3 tahun sesudah


berakhirnya tahun pajak dan WP telah ditegur secara
tertulis, maka pelaporan tidak dianggap sebagai SPT PPh.

19
Lapisan Tarif

No. Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif


1 0 s/d Rp 50.000.00,00 5%
2 Di atas Rp 50.000.000,00 s/d Rp 15%
250.000.000,00
3 Di atas Rp 250.000.000,00 s/d Rp 25%
500.000.000,00
4 Di atas Rp 500.000.000,00 30%

20
Lapisan Tarif Khusus dan Dasar Pengenaan
(Manfaat Pensiun, THT, JHT: PP No. 68 Tahun 2009)

No. Lapisan Penghasilan Bruto Tarif


1 0 s/d Rp 50.000.00,00 0%
2 Di atas Rp 50.000.000,00 5%

Dasar Pengenaan: Penghasilan bruto tanpa dikurangi


PTKP

21
Kepemilikan NPWP
Bagi wajib pajak tidak memiliki NPWP, maka untuk setiap lapisan
tarif dikenakan persentase 20% lebih tinggi.

Pengenaan tarif lebih tinggi tidak berlaku untuk objek PPh 21 yang
bersifat final.

Jika NPWP diperoleh di pertengahan tahun berjalan, maka


perubahan penghitungan berlaku untuk periode setelahnya dan tidak
berlaku surut.

Atas pajak lebih bayar yang dibebankan di periode sebelumnya di


tahun berjalan, dapat dijadikan dasar untuk meyesuaikan
(mengurangi) pajak di periode setelahnya.

22
Dasar Pengenaan (1)

23
Dasar Pengenaan (2)

24
Elemen PTKP

No. Elemen PTKP


1 WP Sendiri Rp
54.000.000,00
2 Status Kawin Rp 4.500.000,00
3 Tanggungan, per orang, dengan Rp 4.500.000,00
jumlah maksimal tiga orang
tanggungan.
4 PTKP bagi istri yang penghasilannya Rp 4.500.000,00
digabung.

25
Tata Cara Penghitungan

26
Pegawai Tetap (1)

5% dari penghasilan bruto.


Maksimal Rp 500.000 / bulan
atau Rp 6.000.000 / tahun.

27
Tata Cara Penghitungan (2)

28
Penghasilan Pegawai Tetap

29
Perspektif Pemberi Kerja

30
Penghitungan Teknis

Gaji pokok XXX


Tunjangan, bonus, imbalan bulanan lain XXX
Iuran JKK, JKM,JPKyang dibayar perusahaan XXX
Penghasilan bruto per bulan XXX
(Biaya jabatan) (YYY)
(Iuran dana pensiun, JHT, THTyang dibayar karyawan) (YYY)
Penghasilan netto per bulan {x 12} XXX
Penghasilan netto setahun XXX
(PTKP) (YYY)
Penghasilan Kena Pajak {x Tarif} XXX
Pajak terutang setahun {/12} ZZZ
Pajak terutang per bulan ZZZ
31
KEWAJIBAN
PEMOTONG PPh PASAL 21

MENDAFTARKAN DIRI UNTUK MENDAPATKAN NPWP

MENGHITUNG, MEMOTONG, MENYETOR DAN MELAPOR PPh YANG TERUTANG


SETIAP BULAN KALENDER TERMASUK LAPORAN PENGHITUNGAN PPh YG NIHIL

MEMBUAT CATATAN ATAU KERTAS KERJA PERHITUNGAN PPh PSL 21 UTK MASING2
PENERIMA PENGHASILAN, YG MENJADI DASAR PELAPORAN PPh PSL 21 DAN/ATAU
PPh PSL 26 YG TERUTANG UTK SETIAPMASA PAJAK DAN WAJIB MENYIMPAN
CATATAN ATAU KERTAS KERJA PERHITUNGAN TSB

DALAM HAL TERJADI KELEBIHAN PENYETORAN PPh PSL 21 DAN/PPh PAL 26 YG


TERUTANG PADA SUATU BULAN,KELEBIHAN TSB DAPAT DIPERHITUNGKAN DGN
PPh PSL 21 DAN/ATAU PPh PASAL 26 YG TERUTANG PADA BLN BERIKUTNYA
MELALUI SPT MASA PPh PSL 21 DAN/ATAU PPh PSL 26

MEMBUAT & MEMBERIKAN BUKTI PEMOTONGAN PADA SAAT DILAKUKAN


PEMOTONGAN PAJAK

MENGAMBIL SENDIRI FORMULIR YG SUDAH DITETAPKAN DALAM PERDIRJEN PAJAK


KEWAJIBAN PENERIMA
PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh PASAL 21

MEMBUAT SURAT PERNYATAAN YG BERISI JUMLAH TANGGUNGAN


KELUARGA PADA AWAL TAHUN KALENDER ATAU PADA SAAT MULAI
MENJADI SUBJEK PAJAK DLM NEGERI SBG DASAR PENENTU PTKP PADA
SAAT MULAI BEKERJA ATAU MULAI PENSIUN

APABILA TERJADI PERUBAHAN TANGGUNGAN KELUARGA,


PENERIMA PENGHASILAN MEMBUAT SURAT PERNYATAAN YG BERISI
JUMLAH TANGGUNGAN KELUARGA YG BARU DAN MENYERAHKANNYA
KE PEMOTONG PPh PSL 21 DAN/PPh PSL 26 PALING LAMA SEBELU
MULAI TAHUN KALENDER BERIKUTNYA
TATA CARA PENYETORAN
PPh PASAL 21/26

TIDAK
DITANGGUNG PEMERINTAH
DITANGGUNG PEMERINTAH

DGN SSP KE : TDK ADA


- BANK PERSEPSI, ATAU PENYETORAN
- KANTOR POS GIRO

BILA JATUH PADA


PALING LAMA HARI LIBUR PENYETORAN
TGL 10 BULAN BERIKUTNYA* PADA HARI
KERJA BERIKUTNYA
*Ketentuan ini juga berlaku bagi
Wajib Pajak dengan Kriteria
Tertentu yg diijinkanmelaporkan
beberapa masa pajak dalam satu
SPT Masa
TATA CARA PELAPORAN
PPh PASAL 21/26

TIDAK DITANGGUNG
DITANGGUNG PEMERINTAH PEMERINTAH

DGN SPT MASA PPh MELAPORKAN PENGHITUNGAN


PASAL 21 PPh PSL 21
KE KPP/KP2KP DLM DAFTAR TERSENDIRI

PALING LAMA 20 HARI


SETELAH
MASA PAJAK BERAKHIR* KPP/KP2KP

JIKA JATUH PD PD HARI KERJA


HARI LIBUR BERIKUTNYA

*Bagi WP dengan Kriteria Tertentu yg iijinkan melaporkan


beberapa masa pajak dalam satu SPT Masa, batas waktu
pelaporan paling lama 20 hari setelah berakhirnya masa
pajak terakhir.
TATA CARA PELAPORAN
PPh PASAL 21/26 BAGI WP BADAN
YG MEMPUNYAI BEBERAPA CABANG

PELAPORAN
DENGAN SPT MASA
PPh PASAL 21/26

KE KPP DI TEMPAT KEDUDUKAN


ATAU USAHA DILAKUKAN (LOKASI)

PALING LAMA20 HARI


SETELAH MASA PAJAK BERAKHIR*

JIKA JATUH PD
HARI LIBUR

PADA HARI KERJA


SEBELUMNYA
*Bagi WP dengan Kriteria Tertentu yg iijinkan melaporkan
beberapa masa pajak dalam satu SPT Masa, batas waktu
pelaporan paling lama 20 hari setelah berakhirnya masa
pajak terakhir. Dit.P2Humas
Contoh Surat Setoran Pajak (SSP) yang Baru
Hanya diisi
Dlm transaksi SURAT SETORAN PAJAK
Pengalihan hak DEPARTEMEN KEUANGAN R.I. LEMBAR 1
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK (SSP)
Atas tanah dan Untuk Arsip Wajib Pajak

Atau bangunan NPWP :

Dan Kegiatan Diisi sesuai dengan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimiliki

NAMA WP : ………….……………………...……………………………………….…………………………………………………………………………………………….
Membangun ALAMAT WP : ………….……………………...……………………………………….…………………………………………………………………………………………….
sendiri ………….……………………...……………………………………….…………………………………………………………………………………………….
NOP :
Diisi sesuai dengan Nomor Objek Pajak

ALAMAT OP : ………….……………………...……………………………………….…………………………………………………………………………………………….
………….……………………...……………………………………….…………………………………………………………………………………………….
Uraian Pembayaran : ……………………………………………...……………………………….
Kode Akun Pajak Kode Jenis Setoran
……………………………………………...…………………..…………………………………………………….
……………………………………………...…………………..……………………………………………………
……………………………………………...…………………..……………………………………………………
Masa Pajak
Tahun Pajak
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Beri tanda silang (x) pada kolom bulan, sesuai dengan pembayaran untuk masa yang berkenaan Diisi Tahun terutangnya Pajak

Nomor Ketetapan : / / / /
Diisi sesuai Nomor Ketetapan : STP, SKPKB, SKPKBT

Perubahan Jumlah Pembayaran : …………………………………………………………………………….…………………………………….Diisi dengan rupiah penuh


Terbilang : ………………………………….……………………………………………...…………………………...……………………………………………………………………
………………………………………………….…….……………...………………………………………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………….…….……………...………………………………………………………………………………………………………………………………..

Diterima oleh Kantor Penerima Pembayaran Wajib Pajak/Penyetor


Tanggal …………………………………………… ……………………………….. , Tanggal ……………...………….
Cap dan tanda tangan Cap dan tanda tangan

Nama Jelas : ……………………………………. Nama Jelas : …………………………………………..

" Terima kasih Telah Membayar Pajak - Pajak Untuk Pembangunan Bangsa "
Ruang Validasi Kantor Penerima Pembayaran

F.2.0.32.01
Pajak
Penghasilan
Pasal 26
Pasal 21 UU PPh
Peraturan Dirjen Pajak
No. PER-16/ PJ/ 2016
Definisi
Pajak yang dikenakan atas penghasilan berasal dari
Indonesia yang diterima atau diperoleh WP luar negeri
selain BUT.

Subjek PPh 26 dapat merupakan WP luar negeri orang


pribadi atau WP organisasi internasional.

Cara Pemenuhan
Kewajiban atas PPh 26 dapat dipenuhi melalui
pemotongan oleh pihak pemberi penghasilan.

39
Pemotong, Penyetor, dan Pelapor

40
Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan

PPh 26 terutang di saat yang lebih dahulu terjadi antara


akhir bulan diterimanya penghasilan atau akhir bulan
diperolehnya penghasilan.

Atas PPh 26 yang dipotong, wajib disetorkan paling


lambat tanggal 10 masa pajak berikutnya setelah saat
terutang.

Pemotong wajib melakukan pelaporan SPT Masa paling


lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.

41
Tarif, Dasar dan Sifat Pengenaan (1)

42
Ilustrasi (Penghasilan Bunga)
Friedrich merupakan seorang seorang pengusaha yang memiliki kegiatan bisnis di
Asia Timur melalui pemberian dana pinjaman berbunga rendah. Selama 2013,
Friedrich telah meminjamkan dana dengan rata – rata pokok pinjaman
tertimbang sebesar $ 3.000.000 dan tingkat bunga rata – rata 7,5% p.a. Kurs
KMK ditetapkan konstan sepanjang tahun pada tingkat Rp 10.100,00/ $.
Berapakah total beban PPh 26 yang seharusnya dipotong oleh para debitur
Friedrich? Bagaimana penjurnalan oleh debitur?
Jawaban:
Pajak terutang = 20% x (7,5% x 3.000.000 x 10.100)
= 20% x 2.272.500.000
= Rp 454.500.000,00
Jurnal Beban bunga 2.272.500.000
Utang PPh 26 454.500.000
Kas 1.818.00.000

43
Ilustrasi (Pendapatan Jasa)

Barbarossa merupakan seorang dokter berkewarganegaraan asing yang


selama periode Januari – Maret 2013 tinggal di Indonesia untuk
memberikan jasa pendampingan riset bagi suatu rumah sakit yang baru
berdiri. Barbarossa menerima pembayaran senilai $ 32.750 yang
dibayarkan sekaligus di muka kontrak. Kurs KMK yang berlaku di awal
januari adalah Rp 10.350,00/ $. Berapakah total beban PPh 26 yang
seharusnya dikenakan atas penghasilan Barbarossa? Bagaimana
penjurnalan oleh pemberi kerja?
Jawaban :
Pajak terutang = 20% x (32.750 x 10.350)
= 20% x 338.962.500
= Rp 67.792.500,00
Jurnal Beban gaji 338.962.500
Utang PPh 26 67.792.500
Kas 271.170.000

44
Tarif, Dasar, dan Sifat Pengenaan (2)

45
Perkiraan Penghasilan Netto

46
Ilustrasi
(Premi Asuransi)

Von Bleucher merupakan seorang WNA direktur pemasaran bagi


perusahaan yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia. Atas
rencananya untuk menetap permanen di Indonesia, Von Bleucher merasa
perlu mengasuransikan kesehatan keluarganya dengan mengikuti
program asuransi yang diselenggarakan perusahaan asuransi di negara
asalnya dengan nilai premi $ 1.650 per tahun. Kurs KMK yang berlaku
saat pembayaran premi adalah senilai Rp 10.300,00/ $. Berapakah besar
PPh 26 yang seharusnya dipotong terhadap perusahaan asuransi luar
negeri tersebut jika:
a.Premi tersebut dibayarkan oleh Von Bleucher sendiri.
b.Premi dibayarkan melalui suatu perusahaan asuransi di Indonesia yang
melakukan pembayaran kepada perusahaan asuransi luar negeri.

47
Ilustrasi
(Premi Asuransi)

Jawaban :
a.Pajak terutang = 20% x (50% x 1.650 x 10.300)
= 20% x 8.497.500
= Rp 1.669.500,00
b.Pajak terutang = 20% x (10% x 1.650 x 10.300)
= 20% x 1.669.500
= Rp 339.900,00

48
Ilustrasi (Laba BUT)

PT. Universal merupakan unit BUT yang dimiliki oleh suatu perusahaan asing. Di
tahun 2013, PT. Universal mencatatkan peredaran bruto sebesar Rp
24.000.000.000,00 serta total biaya operasi dan non operasi sesuai laporan
finansial sebesar Rp 20.350.000,00. Atas pemeriksaan ulang, nilai tersebut perlu
mendapatkan koreksi fiskal positif senilai Rp 2.585.000.000,00. Jika penghasilan
BUT seluruhnya dikirimkan kepada perusahaan induk, berapakah PPh 26 yang
seharusnya dipotong terhadap penghasilan PT. Universal? Bagaimana PT.
Universal melakukan penjurnalan?

49
Ilustrasi (Laba BUT)

Jawaban :
Peredaran bruto Rp 24.000.000.000
Biaya operasi dan non operasi (Rp 20.350.000.000)
Koreksi fiskal positif Rp 2.585.000.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 6.235.000.000
Bagian PKP terkena keringanan tarif pasal 31E
= 4.800.000.000/ 24.000.000 * 6.235.000.000
= Rp 1.247.000.000
PPh badan atas penghasilan BUT
= 50% x 25% x 1.247.000.000 + 25% x (6.235.000.000 -
1.247.000.000)
= 12,5% x 1.247.000.000 + 25% x 4.988.000.000
= 155.875.000 + 1.247.000.000
= Rp 1.402.875.000

50
Ilustrasi (Laba BUT)

Jawaban :
Penghasilan sebelum pajak Rp 6.235.000.000
PPh badan (Rp 1.402.875.000)
Penghasilan setelah pajak Rp 4.832.125.000
PPh 26 atas penghasilan setelah pajak
= 20% x 4.832.125.000
= Rp 966.425.000,00
Jurnal
Income Summary 3.650.000.000
Laba Ditahan 3.650.000.000

Beban pajak 2.369.300.000


Utang PPh 29 1.402.875.000
Utang PPh 26 966.425.000

51
Objek PPh 26 Bersifat Tidak Final
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)

53
Ilustrasi (Penerimaan Royalti)

Leichi merupakan warga negara China yang memiliki HAKI yang diakui di
dunia. Sebuah perusahaan di Indonesia memanfaatkan HAKI tersebut
dan membayarkan royalti sebesar Rp 195.000.000,00 setiap tahunnya.
Pemerintah Indonesia dan China terikat P3B dengan ketentuan atas
royalti dipungut pajaknya oleh Pemerintah Indonesia dengan tarif 10%.
Bagaimanakah perusahaan tersebut melakukan penjurnalan?

Jawaban :
Pajak terutang = 10% x 195.000.000
= 19.500.000
Jurnal oleh perusahaan
Beban royalti 195.000.000
Utang pajak 19.500.000
Kas 175.500.000

54
Referensi

 Fitriandi, Primandita dkk. 2011. “Kompilasi Undang –


Undang Perpajakan Terlengkap” . Jakarta: Penerbit
Salemba Empat.
 Waluyo. 2011. “Perpajakan Indonesia”. Jakarta: Penerbit
Salemba Empat.

55

Anda mungkin juga menyukai