Anda di halaman 1dari 194

Clinical Gynecology Endocrinology and Infertilily 8th ed.

Biosintesis, Metabolisme, dan


Mekanisme Kerja Hormon II

dr. Oriza, SpOG


Mekanisme Kerja Selular
 Dua type kerja hormon :
 Hormon Tropik (peptide &
glycoprotein) mempunyai receptor
membran sel .
 Hormon steroid masuk ke dlm sel
& interaksi dgn reseptor
intracellular .
 Berbagai tipe reseptor dikategorikan
menjadi :
 Reseptor Intraselular
 Reseptor pada nucleus yang mengarahkan pada
aktivasi transkripsi.
 Reseptor G Protein
 Tersusun dari rantai polypeptide tunggal.
 Terikat pada suatu hormon khusus yang
mengarahkan pada interaksi dengan G protein yang
pada gilirannya nanti  mengaktivasi second
messenger.
 Saluran masuk ion (ion gate channels)
 Tersusun dari banyak unit yang setelah melakukan
ikatan membuka saluran ion. Aliran masuk ini
mengubah aktivitas elektris sel.
 Reseptor dengan Aktivitas Enzim Intrinsik
 Reseptor transmembran ini memiliki komponen
intraselular dengan aktivitas tyrosine atau serine
kinase. Pembentukan ikatan akan mengarahkan pada
autophosphorylation dan aktivitas reseptor.
 Reseptor Lain
 Reseptor ini tidak termasuk dalam kategori di atas,
meliputi reseptor untuk LDL, prolactin, hormon
pertumbuhan, dan beberapa faktor pertumbuhan.
Mekanisme Kerja Hormon Steroid
 Mekanismenya meliputi:
 penyebaran hormon steroid melintasi
membran sel
 ikatan hormon steroid pada protein reseptor
 interaksi senyawa hormon-resptor dengan DNA
inti
 sintesis mRNA
 perpindahan mRNA ke ribosom
 sintesis protein pada cytoplasma yang
menghasilkan aktivitas selular tertentu.
 Lokalisasi receptor berbeda pada klp
steroid
 Glucocorticoid, mineralocorticoid, androgen;
reseptor bebas di cytoplasm.
 Estrogen, progesterone ; reseptor bebas dlm
nucleus.
 Hormon bebas memasuki sel membran
dgn cepat
RESEPTOR SUPERFAMILY

 Teknik DNA rekombinan telah memungkinkan


penelitian sekuens gen yang mengkode sintesis
reseptor-reseptor nukleus
 Reseptor hormon steroid memiliki struktur yang
serupa dengan reseptor hormon tiroid, dan asam
retinoat sehingga, reseptor-reseptor ini disebut
sebagai superfamily
 Tiap reseptor memiliki domain khas yang serupa dan
dapat tergantikan. Sehingga hormon-hormon
spesifik dapat berinteraksi dengan satu atau lebih
reseptor dalam satu keluarga
Reseptor superfamily
 Glukokortikoid,
progesteron,
androgen, aldosteron,
estrogen, thyroid dan
retinoic acid

 Reseptor ini
mempunyai
karakteristik domain
yang sama dan dapat
bertukar tempat

9/15/2008 Sinopsis by Marly Susanti 8


RESEPTOR ESTROGEN
Reseptor estrogen
 Reseptor estrogen-α
 6.8-kilobase mRNA, mengandung 8 exon dari
gen pada lengan pajang kromosom 6
 Berat molekul 66,000 dengan 595 asam amino
 Dibagi 6 region dalam 5 domain
 Half-life 4-7 jam

11
RESEPTOR ESTROGEN
 Dua reseptor estrogen telah diidentifikasi, dan
disebut sebagai reseptor estrogen-alfa (ER-) dan
reseptor estrogen- (ER-)
 Reseptor estrogen-alfa ditemukan sekitar tahun
1960, dan sekuens asam aminonya dilaporkan pada
tahun 1986
 Ditranslasi dari mRNA berukuran 6,8-kilobase yang
mengandung 8 ekson, dan merupakan turunan dari
gen di lengan panjang kromosom 6
 Berat molekul sekitar 66.000 dengan 595 asam
amino dg waktu paruh sekitar 4-7 jam
Reseptor estrogen-beta ditemukan setelahnya &
dikode oleh gen yang terletak di kromosom 14,
q22-q24
Reseptor estrogen ketiga (reseptor estrogen-
gamma) yg muncul akibat duplikasi gen reseptor
estrogen-beta telah berhasil diklon dari ikan
teleost
Karena reseptor estrogen-gamma tidak diketahui
secara total & hubungannya dengan reseptor alfa
& beta juga belum diketahui seluruhnya, maka
pada jaringan manusia disebut sebagai “reseptor-
gamma terkait-estrogen”
Reseptor estrogen
 Reseptor estrogen β
 Gen di kromosom 14, q22 – q24
Nasib kompleks reseptor-hormon pasca aktivasi
gen disebut sebagai pemrosesan hormon-
reseptor
Pada reseptor estrogen, pemrosesan mencakup
degradasi cepat pada reseptor yang sudah tidak
berikatan dengan estrogen, dan degradasi yang
lebih lambat, pada reseptor yg masih berikatan
setelah transkripsi gen terjadi
Reseptor estrogen terbagi menjadi 6 regio dalam
5 domain, mulai dari A sampai F
Regio A/B domain regulator : asam amino terminal,
merupakan tempat paling variatif dalam suatu reseptor
Regio C domain pengikat DNA : domain tengah yg
berikatan dg DNA, penting untuk aktivasi transkripsi
Regio D hinge : mengandung sebuah area sinyal yg
sangat pentung untuk pergerakan reseptor menuju
nukleus
Regio E domain pengikat hormon : pengikat hormon dan
kofaktor
Regio F : segmen terminal, memodulasi transkripsi gen
oleh estrogen & antiestrogen
Kesamaan asam amino antara ER-α dan ER-β

ER α dan ER β Homology
The regulatory domain 18 %
The DNA-binding domain 96 %
The hinge 30 %
The hormone-binding domain 53 %
The F-region 18 %

18
A/B region, the regulatory domain
 Mengandung asam amino yang sangat bervariasi
jumlahnya mis; pd reseptor vit D 20 asam amino,
pd reseptor mineralokortikoid 600 asam amino

 Pada reseptor estrogen α mempunyai beberapa


phosphorylation site dan transcription activation
function-1 (TAF-1)

 Pada reseptor estrogen β tidak mempunyai TAF-1.

19
C-region, the DNA binding domain

 Mengandung 100 asam amino dengan 9 cystein


dg posisi yg fix yaitu 2 buah zinc finger
 Berfungsi untuk aktivasi proses transkripsi dan
mengkontrol gen reseptor yang spesifik yang
mempunyai high-affinity DNA binding terhadap
hormon. Fungsi ini dilakukan oleh zinc finger.
 Finger pertama akan mengenali pesan spesifik
ini, dan finger kedua akan melakukan fungsinya
terletak pada d (distal) box
 Dengan merubah gugus asam amino pd finger
pertama akan merusak fungsi gen ini 20
 Reseptor estrogen, progesteron, androgen
dan glukokortikoid berikatan dengan elemen
reseptor  dimer
 Bagian penting dari pola konformasional
tersusun atas unit pengulangan sistein yang
ditemukan pada dua struktur 
dipertahankan pada bentuk seperti jari oleh
ion zink, yang dikenal sebagai zink finger.
 Zink finger pada reseptor hormon beragam
tidak identik. Jari-jari asam amino diduga
berinteraksi dengan pola konformasi DNA.
D region, the hinge
 Merupakan signal area.
 Penting untuk pergerakan reseptor ke
nukleus yang diikuti sintesis di cytoplasma

23
E region, the hormone-binding domain

 Mengandung 251 asam


amino

 Mengandung 2 site :
 Cofactor binding ; bertanggung
jawab utk proses dimerisasi,
dan pengaktifan transcriptional
activation-2 (TAF-2)
 Heat shock protein (hsp 90)
binding ; ikatan ini mencegah
terjadinya dimerisasi dan DNA
binding (inactive state) 24
F region
 Pada reseptor estrogen α merupakan segmen C-
terminal dengan 42 asam amino

 Regio ini yang menkonfirmasi (conformation


shape) ikatan ligand dg reseptor apakah bersifat
agonis atau antagonis, kemudian mempengaruhi
aktivitas TAF-1 dan TAF-2 apakah akan
menginduksi protein coactivator atau corepressor

25
Reseptor Estrogen
 ER terbagi 2 :
 ER–
 Ditemukan thn 1960
 Rangkaian Asam amino thn 1986.
 Diubah dari 6.8 kilobase mRNA
 Berat molekul : 66,000; 595 amino acids.
 Half – life : 4 - 7 jam.
 ER–
 Baru ditemukan
 Berlokasi di kromosom 14
 Reseptor estrogen terbagi atas 6 regio
yang terdapat pada 5 domain:
 Domain Pengatur
 Domain pengikat DNA
 Engsel
 Domain pengikat Hormon
 Region F
 Region A/B
 ER– mengandung situs phosphorylasi &
TAF–1.
 Domain pengikat DNA
 Mengikat DNA
 Terdiri dari 100 a amino dgn 9 cystein
 Penting utk aktivasi transcripsi.
 Mengatur gen yg akan diregulasi
 Engsel
 Penting utk pergerakan reseptor kedlm
nucleus.
 Tempat rotasi utk pembentukan
konformational .
 Domain pengikat hormon
 Terdiri atas 251 asam amino .
 Bertanggung jawab atas dimerisasi.
 Mengandung TAF–2.
 Situs dr heat shock protein – binding (hsp90).
Mekanisme kerja Reseptor Estrogen

1. LIGAND - DEPENDENT NUCLEAR ACTIVITY


2. LIGAND - INDEPENDENT NUCLEAR ACTIVITY
3. LIGAND-CELL MEMBRANE EXTRANUCLEAR
RECEPTOR ACTIVITY (NONGENOMIK)
4. LIGAND DEENDENT ERE INDEPENDENT
ACTIVITY

30
LIGAND DEPENDENT NUCLEAR
ACTIVITY
 Reseptor estrogen dan progesteron terletak di dalam
nukleus dalam keadaan tidak terikat dengan ligand

 Reseptor androgen, mineralokortikoid dan


glukokortikoid terletak di cytoplasma dan harus
berikatan dengan hormon sewaktu masuk ke dalam
nukleus

 Reseptor estrogen dapat berdifusi keluar mengikat


ligand dan kembali masuk ke dalam nukleus secara
cepat utk proses metabolisme, transportasi ini
disebut nucleocytoplasmic shuttling 31
 Apabila shuttling ini terganggu mis pd pemberian
antagonis estrogen akan mencegah terjadinya
dimerisasi dan translokasi nukeus tidak terjadi,
sehingga degradasi reseptor di cytoplasma
meningkat

 Apabila tidak berikatan dengan ligand, reseptor


akan berikatan dengan estrogen response element
pada gen nukleus.
 Signal utk melakukan shuttling direspons dg tjdnya
degradasi proteasome via ubiquitin pathway
32
 Sebelum berikatan, reseptor estrogen dalam keadaan
inaktif. Reseptor steroid berikatan longgar dengan hsp
membentuk suatu kompleks  sehingga tidak dapat
berikatan dengan DNA

 Ketika reseptor estrogen berikatan dengan ligand, hsp 90


dilepaskan  mengaktifkan reseptor dan transformasi
menyeberangi membran nukleus utk  proses dimerisasi

 Hormon binding domain mengandung helices yang


berbentuk pocket. Setelah berikatan dg ligand, pocket ini
akan ke regio F membentuk conformational shape yang
penting untuk mentransmisikan pesan yang spesifik ke gen.
34
Conformational shape ini yang menterjemahkan apa jenis
ligand tsb, agonis atau antagonis
 Conformational shape akan menentukan interaksi
kompleks ini dengan coactivator atau dengan
corepressor

 Reseptor estrogen, progesteron, androgen dan


glukokortikoid berbentuk dimer utk merespon
elemen, satu molekul hormon berikatan dengan 2
unit dimer

 Ikatan dimer ini bisa berasal dari reseptor α maupun


reseptor β. Homodimer bila serupa (α-α, β-β),
heterodimer bila berlainan (α-β) 35
 Ikatan kompleks reseptor-hormon pada
elemen responsif-hormon memberikan
banyak perubahan  salah satunya adalah
gangguan konformasi dari DNA.
 Terdapat tiga polimerase berbeda (jenis I, II,
III) yang masing-masing ditujukan sebagai
transkripsi dari set gen yang berbeda dengan
promotor spesifik (lokasi inisiasi polimerase
dari transkripsi).
 Faktor transkripsi berupa polipeptida,
kompleks dengan enzim polimerase yang
memodulasi transkripsi pada lokasi promotor
atau pada sekuen upstream dari DNA lebih
lanjut.
 Reseptor hormon steroid, dengan
demikian,merupakan faktor transkripsi.
 Reseptor thyroid dan retinoic acid tidak mempunyai
heat shock protein. Dapat melakukan dimerisasi untuk
respon elemen di DNA. Apabila tidak berikatan dengan
ligand, berperan sebagai repressor transkripsi

 Reseptor hormon steroid mengaktivasi transkripsi


dalam beberapa kelompok polipeptida :
1. Transcription factors – peptida yang berikatan dengan
enzym polymerase dan DNA
2. Coactivators dan corepressors (adaptor protein atau
coregulators) – peptida yang berikatan dengan TAF
3. Chromatin factors – perubahan struktur yang menyebabkan
respon transkripsi 38
 TAF (transcriptional active function)  bagian
dari reseptor yang mengaktivasi transkripsi
gen setelah berikatan dengan DNA.
 TAF-1 dapat menstimulasi transkripsi dengan
absennya hormon ketika berfusi dengan DNA
 TAF-2 dipengaruhi oleh ikatan ligan dan reseptor
estrogen bergantung pada ikatan estrogen untuk
aktivitas penuh.

 Aktivitas TAF-1 dan TAF-2  sangat beragam,


sesuai promotor pada sel target.
 Aktivitas TAF yang berbeda terjadi untuk
aktivitas berbeda pada sel yang berbeda pula.
 Hormon yang sama dapat menghasilkan
respon berbeda pada sel yang berbeda sesuai
dengan konteks seluler protein regulator
 Konsentrasi koaktivator/korepresor 
mempengaruhi respon seluler.
 Sejumlah kecil reseptor tetapi dengan jumlah
yang besar dari koaktivator/korepresor  sel
dapat sangat responsif walau dengan sinyal
lemah.
 Fosforilasi reseptor  meningkatkan potensi
molekul untuk meregulasi transkripsi.
 Growth factor dapat menstimulasi fosforilasi
protein kinase yang dapat menghasilkan
aktivasi sinergistik dari gen bahkan aktivitas
ligan-independen.
LIGAND INDEPENDENT NUCLEAR
ACTIVITY
 Growth factor seperti EGF (Epidermal Growth Factor), IGF-1,
dan TGF-α dapat mengaktifkan reseptor estrogen tanpa
keberadaan hormon estrogen.

 GF berikatan dengan reseptor di membran sel, akan


mengaktifkan cAMP dan protein kinase A pathway,  terjadi
phosphorylasi pada reseptor estrogen  bisa membuat
reseptor ini langsung teraktivasi atau mengaktifkan peptida
terlebih dahulu seperti coactivator atau corepressor baru 
mengaktifkan reseptor kemudian terjadi  proses transkripsi

 Mekanisme ini bisa di block oleh pure antiestrogen; diduga


antagonis yang kuat dapat memblock reseptor pada fase
conformation 41
 Pengaktifanprotein kinase A ini hanya untuk ligand
yang spesifik; jadi tidak semua ligand menstimulasi
terjadinya phosphorylasi

 Halini juga menjelaskan mengapa pada mekanisme


positive feedback dg paparan hormon estrogen dalam
jumlah kecil dapat terjadi respons yang lebih kuat
yaitu;
 sejumlah kecil estrogen akan mengaktifkan reseptor
estrogen, dan gen terekspresi menstimulasi growth factor
(EFG, IGF-1, TGF-α, fibroblast growth factor) yang
kemudian secara autocrine akan juga mengaktifkan
reseptor estrogen sehingga respons menjadi lebih kuat 42
Aktivitas ligan-independen

 Fosforilasi dapat diregulasi oleh reseptor


membran sel dan ikatan ligan  metode ligan
yang berikatan pada membran untuk
berkomunikasi dengan reseptor gen.
 C-AMP dan protein kinase  Jalur yang
meningkatkan aktivitas transkripsi dari
reseptor estrogen untuk fosforilasi.
 Phosphorylasi
 Memodulasi akrifitas reseptor
 Meregulasi aktifitas peptida spesifik atau
koaktifator/korepresor  memodulasi reptor

 Fosforilasi memungkinkan pengikatan steroid dan


terjadi pada baik sitoplasma dan nukleus.
 Fosforilasi ini dipercaya mampu meningkatkan
aktivitas kompleks reseptor steroid.
 Epidermal growth factor (EGF), IGF-1 dan
transforming groth factor-α (TGF-α) 
mengaktivasi reseptor estrogen walau
estrogen (-)

 Respon ini terhadap faktor pertumbuhan


dapat diblok dengan antiestrogenik murni
(menunjukkan bahwa antagonis mengunci
reseptor dengan konformasi yang bertahan
dengan jalur ligan-independen).
Ringkasan — Langkah-langkah dalam
Mekanisme Hormon Steroid dan
Reseptornya
1. Ikatan hormon dengan hormon binding domain di
buat dalam keadaan inaktif oleh heat shock protein
2. Aktivasi kompleks hormon-reseptor oleh
conformational change setelah pelepasan heat
shock protein
3. Terjadi proses dimerisasi
4. Terjadi ikatan dimer antara hormon dengan
responsive element pada DNA oleh zinc finger yang
terletak pada DNA-binding domain
5. Stimulasi transkripsi, oleh TAF, dipengaruhi oleh
protein di dlm sel (other transcription factor,
coactivator/corepressor) dan oleh phosphorylasi 47
Ringkasan — Faktor-faktor yang
Menentukan Aktivitas Biologis

1. Affinitas dari hormon yang mempengaruhi


hormone-binding domain pada reseptor
2. Perbedaan ekspresi target tissue pada
subtipe reseptor (ER-α dan ER-β)
3. Conformational shape dari kompleks
ligand-reseptor, mempunyai 2 aktivitas
penting : dimerisasi dan modulasi dari
adapter protein
4. Perbedaan ekspresi target tissue dari
adapter protein dan phosphorylasi 48
Peran yang berbeda untuk ER-α dan
ER-β

 Mencit jantan dan betina yang homozigot


untuk meneliti gangguan gen-gen
reseptor estrogen telah dikembangkan 
disebut “estrogen-receptor-knockout
mice”.
 Mencit yang kekurangan estrogen
receptor α dikenal sebagai mencit ERKO,
dan mencit yang kekurangan ER-β
sebagai mencit BERKO.
 Spermatogenesis dalam mencit αERKO
jantan berkurang  testis mengalami
atrofi yang progresif, satu akibat dari
peran testikuler untuk estrogen, karena
konsentrasi gonadotropin dan
steroidogenesis testikuler masih normal.
 Tingkah laku seksual tidak terganggu,
tetapi penetrasi, ejakulasi, dan tingkah
laku agresif berkurang.
 Mencit betina dengan gangguan estrogen
receptor α tidak mengalami ovulasi, dan
ovarium tidak berespon terhadap
stimulasi gonadotropin.
 Perkembangan uterus terjadi normal
(karena sedikitnya testosteron pada awal
kehidupan), tetapi pertumbuhan
terganggu.
 Perkembangan duktus dan alveoler
kelejar mammae tidak terjadi.
 Mencit betina dengan tidak adanya
aktivitas estrogen receptor alpha tidak
memperlihatkan perilaku seksual reseptif.
 Hasil dari mencit yang knockout
estrogen receptornya sama juga
dengan mencit dengan gangguan dari
enzim aromatasenya 
mengindikasikan bahwa estrogen
penting untuk fertilitas, tetapi tidak
untuk perkembangan traktus
reproduksi atau untuk bertahan hidup
(survival).
 Perbedaan ekspresi dari reseptor alfa dan
beta mirip di berbagai jaringan yang
menghasilkan respon yang berbeda dan
selektif untuk estrogen yang spesifik.
 Sel-sel granulosa manusia dari folikel ovarium
mengandung hanya ER-β mRNA; payudara
manusia mengandung baik ER-α dan ER-β,
tetapi ER-α tidak ada dalam sel-sel yag
sedang berproliferasi.
 Pada beberapa jaringan, ER-β menurunkan
transkripsi gen yang diatur oleh ER-α,
walaupun dalam kondisi tidak adanya ER-α,
ER-β dapat berfungsi sebagian sebagai
reseptor estrogen.
 ER-β bekerja supressor alami untuk
aktivitas estrogen (ER-α) di jairngan
payudara.
 Estrogen yang sama yang mengikat reseptor
alfa dan beta dapat menghasilkan efek-efek
yang berlawanan.
 Sebagai contoh, estradiol dapat menstimulasi
transkripsi gen dengan ER-α pada lokasi
tertentu dari elemen respon estrogen,
 sementara estradiol menghambat transkripsi
gen dengan ER-pada sistem yang sama.
 Pada jaringan lain estradiol meningkatkan
ekspresi ER-β.
 Pesan-pesan yang berbeda dan unik
dapat ditentukan dengan kombinasi
spesifik dari
(1) estrogen tertentu
(2) reseptor beta atau alfa
(3) elemen respon yang dituju.
 Sampai taraf tertentu, perbedaan-
perbedaan dengan ER-α dan ER-β
dipengaruhi oleh 
1. aktivasi TAF-1 dan TAF-2
2. agen-agen yang mampu untuk memproduksi
pesan-pesan agonistik campuran agonisme
dan antagonisme estrogen via TAF-1 dengan
ER-α
Ligand-cell membrane receptor activity
(nongenomic action)

 Tidak semua aksi dari estrogen menghasilkan


transkripsi gen
 Respons seluler yang cepat setelah pemberian
estrogen diinisiasi oleh ikatan hormon estrogen
dengan reseptornya di membran sel yang akan
memicu transkripsi gen dan transkripsi independen
seperti:
 mengaktifkan pompa calcium dan potassium,
 sistem second messenger, dan
 efek tdk lgs pada transciption factor dan
 genetic promoters.
 Contoh membrane-associated estrogen activity ini adl;
stimulasi sintesis endothelial nitric oxide
Ligand dependent
ERE independent activity
RESEPTOR PROGESTERON
Reseptor progesteron
 Reseptor progesteron diinduksi oleh estrogen pada
level transcriptional dan menurun oleh progestin
pada level transcriptional dan translation

 Mempunyai 2 bentuk;
 reseptor A ; berat molekul 94.000, 769 asam amino
 reseptor B ; berat molekul 114.000, 933 asam amino

 Pada reseptor progesteron TAF-1 terletak pd


segmen 91 asam amino diatas DNA-binding domain.
 TAF-2 berada di hormon binding domain
60
 Daerah C menghasilkan efek inhibisi jk
hormon pengikat (-)
 Agonis :perubahan yg mengatasi fungsi inhibisi
 Antagonis : perubahan struktural yg
memungkinkan aktivitas penghambat.
Reseptor progesteron
 Hormon binding domain pada reseptor
progesteron B mempunyai full-length
dibandingkan reseptor A.

 Reseptor B juga mempunyai daerah BUS


yang mengandung TAF-3, yg secara
otomatis dapat mengaktifkan transkripsi
atau bekerja sama dengan TAF yang lain

63
Reseptor progesteron
 Mekanisme kerjanya sama dengan
mekanisme reseptor estrogen yaitu;
unbound complex dg hsp, hormone
binding, dimerization, DNA binding to a
progesteron response element, modulasi
transkripsi oleh phosphorylasi dan protein.

 Dimerisasi dapat berupa homodimer (AA


dan BB) atau heterodimer (AB)
64
Reseptor progesteron

 Reseptor A dan B banyak di ekspresikan


pada breast cancer dan endometrial cancer

 Kedua reseptor ini dapat diregulasi secara


independen. misalnya pada siklus
menstruasi didapatkan kadar di dalam
endometrium yang berbeda dari kedua
jenis reseptor ini
65
Reseptor progesteron
 Reseptor A dan B mempunyai fungsi yang berbeda,
berefek pada gen yang berbeda, shg respons
jaringan target terhadap progesteron akan
dipengaruhi oleh ekspresi yang berbeda dari
masing-masing reseptor, dan ratio dari masing-
masing konsentrasi dan keberadaan adaptor protein
di jaringan target
 Reseptor B adalah positive regulator of
progesteron-responsive genes, A menghambat
aktivitas B
 Represi dari aktivitas transkripsi reseptor estrogen
(juga reseptor glukokortikoid, mineralokortikoid dan
androgen) tergantung pada ekspresi reseptor A
Reseptor progesteron
 Kerja Reseptor A menghambat kerja hormon
steroid lain, berkompetisi dengan reseptor estrogen
pada critical protein

 Progesteron berbagi dengan estrogen (dan mungkin


semua hormon steroid)  untuk menggunakan
aktivitas pada membran sel, dan tidak tergantung
pada reseptor progesteron.
 Contoh : progesterone atau metabolit progesteron
dapat mencegah kontraksi uterus  mengikat pada
reseptor protein G oksitosin pada membran sel dan
menghambat fungsinya. 67
 Aktivitas yang luas dari reseptor A
menunjukkan bahwa A :

 Mengatur inhibisi kerja hormon steroid dimanapun


diekspresikan.
 A tidak membentuk heterodimer dgn reseptor
estrogen.
 A tidak mencegah reseptor estrogen dari ikatan
dengan DNA.
 A tidak mengubah struktur reseptor estrogen.
 A berkompetisi dengan reseptor estrogen untuk
satu protein penting; pada kasus ini A akan
menghambat reseptor estrogen hanya dalam sel-
sel yang mengandung faktor penting, atau target
sendiri merupakan protein yang penting, yang
sekali lagi merupakan aktivator transkripsi yg
esensial.
 Mencit PRKO (yg kekurangan kedua reseptor
progesteron) tidak mampu untuk mengalami
ovulasi  kegagalan untuk mengeluarkan oosit
matang dalam satu folikel yang berkembang
sempurna, khususnya kegagalan dalam ruptur
folikel yang diinduksi oleh LH.
 Bila hanya kekurangan reseptor progesteron A
ovulasi terganggu dengan berat, tetapi tidak
berkurang secara total
 mengindikasikan bahwa kedua reseptor
berkontribusi untuk ovulasi, tetapi reseptor
progesteron A esensial untuk fungsi normal.
 Penelitian lebih lanjut  reseptor progesteron A
melawan hiperplasia uterus dan kelenjar mammae
yang diinduksi oleh reseptor progesteron B
RESEPTOR ANDROGEN
Reseptor Androgen
 Androgen dapat bekerja dalam salah satu
dari ketiga langkah berikut ini:
1. Dengan konversi intraseluler dari testosteron
menjadi dehidrotestosteron (DHT), aktivitas
intrakrin.
2. Dengan testosteron itu sendiri, aktivitas
endokrin
3. Dengan konversi intraseluler testosteron
menjadi estradiol (aromatisasi), aktivitas
intrakrin.
Reseptor androgen
 Jaringan yang bekerja melalui testosteron
pathway adalah wolfian duct, folikel rambut,
sinus dan tubercle urogenital yang
membutuhkan konversi testosteron menjadi DHT
 Hipotalamus secara aktif mengubah androgen
menjadi estrogen aromatisasi mungkin
diperlukan untuk pesan feedback androgen
tertentu di otak.
 Pada proses steroidogenesis di ovarium,
androgen diubah menjadi estradiol melalui
proses aromatisasi.
Reseptor androgen
 Reseptor androgen berikatan dengan DHT tidak dengan
testosteron, karena DHT mempunyai affinitas yang lebih
besar daripada testosteron sehingga dibutuhkan utk
amplifying androgen action

 Reseptor androgen mempunyai reseptor A dan B seperti


reseptor progesteron dimana B mempunyai full length dan
A mempunyai short length,
 mekanisme kerja kedua reseptor ini juga berbeda

73
 Mekanisme DHT  merupakan mekanisme untuk
meningkatkan aksi androgen, karena reseptor
androgen lebih akan mengikat DHT (afinitas lebih
kuat). Antiandrogen, termasuk cyproterone acetate
dan spironolactone, mengikat reseptor androgen
dengan sekitar 20% afinitas dari testosteron.
 Reseptor androgen, seperti reseptor progesteron,
muncul sebagai bentuk B yang memiliki panjang
penuh dan bentuk A yang lebih pendek.
 Tampaknya bentuk A dan B dari reseptor androgen
memiliki perbedaan fungsional.
DEFINITION PHYSIOLOGY

FREE Hair follicle


TESTOSTERONE
5a-Reductase Type 1

T DHT
5a-Reductase Type 2

HYPERANDROGENISM
TESTOSTERONE (T) INSULIN, IGF

5a-Reductase Type 1

T DHT
5a-Reductase Type 2

Sebaceous
gland Archer JS, Chang RJ. Best Pract Res Clin Obstet Gynecol. 2004;18
Reseptor androgen
 Pemberian androgen dan progestin dapat bereaksi
silang antar reseptornya, tergantung konsentrasi
farmakologik
 Progestin dapat bekerja sebagai antiandrogen dan
antiestrogen
 Progestin tdk hanya berkompetisi dengan reseptor
androgen tetapi juga mempengaruhi metabolisme dari
enzim 5α-reduktase.
 Dihydroprogesteron yang dihasilkan dari metabolisme
juga berkompetisi dengan testosteron dan DHT pada
reseptor androgen
 Androgen-estrogen dapat mengkounter aksi respon
biologik masing-masing. Reaksi target jaringan dibedakan
oleh gen yang berikatan dengan hormon-receptor
complex
Reseptor androgen
 Syndrome androgen insensitivity (CAIS)
disebabkan oleh kelainan pada reseptor
androgen (reseptor androgen terletak pada
kromosom Xq11-12)  delesi pada aa dari
steroid binding domain

 Reseptor androgen juga mempunyai peranan


pada fisiologi motor neuron. Mutasi spesifik pd
reseptor androgen dapat menyebabkan
Kennedy’s disease (X-linked spinobulbar
muscular atrophy) 78
Agonis dan Antagonis
 Agonis adalah substansi yang menstimulasi
respon. Aktivitas agonistik terjadi setelah ikatan
dengan reseptor, yang menyebabkan stimulasi
pesan yang berhubungan dengan reseptor
tersebut
 Antagonis menghambat kerja dari agonis.
Aktivitas antagonistik terjadi setelah ikatan
dengan reseptor  blokade dari pesan reseptor
 Contoh-contoh antagonis meliputi tamoxifen,
mifepristone (RU 486), dan antagonis reseptor
histamin.
Agonis dan Antagonis
 Agonis
 Substansi yg merangsang respon
 Aktivitas terjadi setelah terbentuk ikatan
reseptor.
 Antagonis
 Menghambat agonis.
 Kerjanya menghambat pesan reseptor.
 Short-Acting Antagonists
 Contoh estriol
 Antagonisme : estriol bersaing dengan estradiol dalam
memperebutkan reseptor.
 Long-Acting Antagonists
 Contoh Clomiphene & tamoxifen.
 Endometrium sangat peka terhadap respons agonis
 Payudara lebih peka terhadap antagonis. Aktivitas
anatagonistik merupakan hasil dari ikatan reseptor inti
dengan perubahan pada proses reseptor-DNA yang
normal dan pada pengurangan akhir reseptor hormon
Antagonis Kerja Singkat (Short-acting)

 Antagonis kerja singkat, seperti estriol,


sebenarnya merupakan campuran kombinasi
agonisme dan antagonisme yang tergantung
pada waktu.
 Respon-respon estrogen jangka pendek dapat
ditimbulkan karena estriol mengikat pada
reseptor inti, tetapi respon-respon jangka
panjang tidak terjadi karena ikatan ini hanya
berlangsung singkat.
 Antagonisme terjadi ketika estriol berkompetisi
dengan estradiol untuk berikatan dengan
reseptor.
Antagonis Kerja Panjang (Long-acting)

 Clomiphene & tamoxifen.  campuran


agonis dan antagonis estrogen
 Endometrium sangat peka terhadap
respons agonis
 Payudara lebih peka terhadap antagonis.
 Aktivitas antagonistik merupakan hasil
dari ikatan reseptor inti dengan perubahan
pada proses reseptor-DNA yang normal
dan akhirnya deplesi dari reseptor hormon
 Perubahan molekul GnRH  menghasilkan baik
agonis maupun antagonis.
 Molekul agonis GnRH pertama-pertama
menstimulasi kelenjar hipofisis untuk mensekresi
gonadotropin stimulasi yang terus menerus 
down-regulasi dan desensitisasi reseptor membran
sel, serta sekresi gonadotropin dihentikan
 Molekul antagonis mengikat reseptor membran sel
dan gagal menyampaikan pesan  inhibitor
kompetitif.
 Berbagai agonis GnRH digunakan untuk mengobati
endometriosis, leiomyoma uteri, pubertas prekok,
kanker kelenjar prostat, hiperandrogenisme
ovarium, dan sindroma premestruasi.
Antagonis Fisiologis

 Progestin bukan merupakan antagonis estrogen.


 Progestin memodifikasi kerja estrogen 
menyebabkan penurunan reseptor estrogen.
 Selain itu, progestin menginduksi aktivitas enzim
yang mengubah estradiol potent menjadi estrone
sulfat yang tidak potent, yang kemudian disekresi
dari sel.
 Androgen memblok kerja estrogen  pada
aktifitas gen yang terjadi setelah adanya ikatan
estrogen-reseptor. Pada konsentrasi tinggi dapat
mengikat reseptor estrogen dan progesteron
Antiestrogen

 Dua kelompok antiestrogen: murni dan


campuran
 Antiestrogen memiliki ciri-ciri :
 Suatu senyawa yang akan menjadi antagonis murni
pada sel karsinoma payudara yang berproliferasi.
 Jarang terjadi resistensi atau resistensi memerlukan
paparan jangka panjang.
 Afinitas tinggi hingga dosis terapetik mudah dicapai.
 Tidak mengganggu aktivitas menguntungkan dari
estrogen.
 Tidak memiliki efek toxic atau karsinogenik.
Tamoxifen
Antiestrogen
 Tamoxifen, dalam mengikat reseptor estrogen,
menghambat ikatan estrogen secara kompetitif.
 Penelitian-penelitian in vitro memperlihatkan
bahwa aksi ini tidak sitosidal, tetapi lebih kearah
sitostatik (dan maka dari itu penggunaannya
harus jangka panjang).
Tamoxifen
Antiestrogen

 Perubahan-perubahan protein serum


mencerminkan kerja estrogenik (agonistik)
dari tamoxifen.
 Ini meliputi penurunan dalam antithrombin
III, kolesterol, dan kolesterol LDL, sementara
konsentrasi sex hormone-binding globulin/
SHBG meningkat
 Kerja estrogenik dari tamoxifen meliputi
 stimulasi sintesis reseptor progesteron,
 menjaga tulang yang seperti estrogen, dan
 efek-efek estrogenik pada mukosa vagina
dan endometrium.
Tamoxifen
Antiestrogen

 Saat ini terdapat banyak laporan mengenai


hiperplasia endometrium, polip endometrium,
dan sekitar 4 kali peningkatan dalam kanker
endometrium yang terjadi pada wanita-wanita
yang menerima terapi tamoxifen.
 Selain itu, tamoxifen telah dihubungkan
dengan gejolak mayor dalam endometriosis.
Maka dari itu, tamoxifen memiliki bermacam-
macam efek samping yang mengindikasikan
baik aktivitas estrogenik maupun aktivitas
antiestrogenik.
Ringkasan — Respon Sel-sel terhadap Estrogen
dan Antiestrogen bergantung pada:

 Sifat reseptor estrogen.


 Element respon estrogen dan promoter didekatnya.
 Konteks sel mengenai koaktivator dan korepresor
protein.
 Sifat-sifat dari ligand.
 Modulasi oleh growth factor dan agen-agen yang
mempengaruhi protein kinase dan fosforilasi.
Terapi tamoxifen untuk kanker payudara

 Terapi tamoxifen mencapai efek terbesarnya


(50% reduksi dalam penyakit rekuren) pada
tumor-tumor yang positif untuk reseptor
estrogen, tetapi ini juga efektif dalam tumor-
tumor yang negatif untuk reseptor estrogen.
 Yang paling penting, saat ini diketahui
bahwa akhirnya akan timbul resistensi dari
pemakaian tamoxifen.
Efektivitas Tamoxifen dengan Tumor-Tumor
yang Negatif untuk Reseptor Estrogen

Disamping ikatan dengan reseptor estrogen dan


memberikan inhibisi yang kompetitif, tamoxifen
memiliki kerja sebagai berikut:
 Tamoxifen dan clomiphene menghambat
aktivitas protein kinase C (fosforilasi).
 Tamoxifen menghambat fosfodiesterase cyclic
AMP yang bergantung pada calmodulin, dengan
cara mengikat calmodulin.
 Tamoxifen dan estrogen memiliki efek-efek
berlawanan pada faktor-faktor pertumbuhan
(growth factors).
Mekanisme untuk Resistensi Tamoxifen

1. Kehilangan reseptor estrogen


2. Reseptor estrogen yang berbeda dan mengalami
mutasi
3. Perubahan dalam koaktivator
4. Jalur silang antara jalur-jalur sinyaling
5. Ikatan dengan protein lain
6. Transpor seluler differensial
7. Metabolisme differensial
Antiestrogen
Murni

 Ikatan dengan antiestrogen murni mengganggu


dimerisasi menghambat ikatan DNA
 senyawa ini meningkatkan pergantian reseptor
estrogen seluler, dan kerja ini menyumbang untuk
efektivitas antiestrogennya.
 Agen yg menghambat dimerisasi  menghambat
translokasi inti  meningkatkan degradasi
sitoplasmik
 Waktu paruh reseptor estrogen bila ditempati
estradiol sekitar 5 jam  ketika ditempati
entiestrogen murni < 1 jam
Agonis/Antagonis Estrogen Selektif
(Modulator Reseptor Estrogen Selektif)

 Kelas senyawa sintetis  mempunyai bentuk


konformasional yang dihasilkan setelah
berikatan dengan reseptor  menyebabkan
modifikasi aksi,
 Pada jaringan target yang berespon utamanya
pada transkripsi gen TAF-2, agen-agen ini akan
kekurangan aktivitas estrogenik.
 Pada jaringan-jaringan yang berespon
utamanya terhadap reseptor estrogen-β yang
kekurangan aktivitas TAF-1 atau ketika jaringan
target kekurangan protein koaktivator yang
berinteraksi dengan TAF-1, agen-agen ini akan
menjadi antagonis estrogen murni.
Antiprogestin

 Baik progesteron dan antiprogestin, RU 486


(mifepristone) dan ZK 98299 (onapristone),
membentuk kompleks elemen yang responsif
terhadap hormon-dan-reseptor yang mirip,
tetapi kompleks antiprogestin memiliki
perubahan bentuk yang sedikit berbeda (pada
hormone-binding domain) yang mencegah
fungsi aktivasi transkripsi gen secara penuh
pada reseptor progesteron.
 RU 486, merupakan derivat dari 19-
nortestosterone. Tiga karakter mayor kerjanya
yang penting adalah: waktu paruh yang
panjang, afinitas tinggi untuk reseptor
progesteron, dan metabolitnya yang aktif.
 Afinitas RU 486 untuk reseptor progesteron
adalah 5 kali lipat lebih kuat dibandingkan
hormon alami.
 RU 486 tidak mengikat reseptor estrogen,
tetapi dapat bekerja sebagai antiandrogen
lemah karena ikatannya yang lemah dengan
reseptor androgen.
 RU 486 juga mengikat reseptor
glukokortikoid, tetapi dosis yang lebih tinggi
diperlukan untuk menghasilkan efek.
Antagonis
androgen
 Dua antagonis androgen yang paling banyak
digunakan adalah cyproterone acetate dan
spironolactone.
 Cyproterone dan spironolactone mengikat
reseptor androgen dan menggunakan campuran
agonisme-antagonisme.
 Flutamide merupakan antiandrogen nonsteroid
murni, yang efektif menghambat kerja
androgenik pada lokasi target dengan cara
inhibisi kompetitif.
Mekanisme Kerja Hormon Tropik
Mekanisme Kerja Hormon Tropik

 Hormon tropic, seperti misalnya: Releasing


Hormones (RH) dari hipotalamus, berbagai macam
peptida, dan glikoprotein, diproduksi oleh kelenjar
pituitari anterior dan plasenta.

 Dalam menstimulasi efek fisiologis, hormon tropik


perlu berikatan dengan reseptor di permukaan sel,
tanpa perlu menembus masuk ke dalam sel target

 Reseptor protein pada membran sel awalnya dapat


berfungsi sebagai agen aktif, kemudian setelah
berikatan dapat beralih fungsi menjadi tempat
pertukaran (kanal) ion atau sebagai enzim.
Mekanisme Kerja Hormon Tropik
 Reseptor protein dapat pula berikatan
dengan agen aktif  selanjutnya berfungsi
sebagai messenger intraseluler
 Molekul messenger intraselular yang
utama: cyclic AMP, inositol 1,4,5-
triphosphate (IP3), 1,2-diacyl-glycerol
(1,2-DG), ion kalsium, dan cyclic GMP.
Mekanisme Kerja c-AMP
 AMP siklik adalah messenger intraselular bagi FSH, LH,
human chorionic gonadotropin (hCG), thyroid stimulating
hormon (TSH), dan ACTH.
 Ikatan antara hormon tropic dengan reseptor pada
membran sel mampu mengaktifkan enzim adenylate
cyclase diantara lapisan membrane sel, yang selanjutnya
akan mengkonversi adenosine 5’-triphosphate (ATP) dalam
sel menjadi AMP siklik.
 AMP siklik yang dihasilkan dari proses ikatan tersebut,
berikatan secara spesifik dengan reseptor protein dalam
sitoplasma  Kompleks AMP siklik-reseptor protein 
mengaktifkan protein kinase.
 Terikatnya AMP siklik pada unit regulator  teraktivasinya
unit katalisator dan struktur dimer unit regulator tetap
dipertahankan. Selanjutnya AMP siklik terdegradasi oleh
enzim fosfodiesterase menjadi 5’-AMP yang sifatnya inaktif.
 DNA memegang peranan penting  mengandung
elemen-elemen yang responsif terhadap proses
pengikatan dengan protein-protein yang terfosforilasi
oleh unit katalisator  menginduksi transkripsi gen.
 AMP siklik mengaktivasi faktor transkripsi spesifik,
yaitu elemen regulator AMP siklik yang berikatan
dengan protein (CREB). Pengikatan CREB pada CRE
mampu mengaktifkan banyak gen.
 Kemampuan LH menginduksi steroidogenesis tanpa
perubahan yang bermakna pada AMP siklik (di saat
konsentrasi hormon rendah), memungkinkan jalur-
jalur independen terjadi, sebagai contoh: mekanisme
independen AMP siklik. Mekanisme ini dapat berupa
aliran ion, distribusi kalsium, dan perubahan
metabolisme fosfolipid.
 Setiap molekul cyclase memproduksi
banyak AMP siklik; dengan begitu protein
kinase akan mengaktifkan sejumlah besar
molekul yang pada akhirnya akan
menghasilkan produk dalam jumlah yang
jauh lebih besar pula.
 Ini adalah poin penting dalam sensitifitas
sistem endokrin, sekaligus alasan utama
mengapa hanya diperlukan sejumlah kecil
reseptor membran sel untuk dapat
menghasilkan respon.
 Prostaglandin merangsang aktivitas adenylate
cyclase dan akumulasi AMP siklik.
 Hal ini menunjukkan bahwa rangsangan hormon
tropik terhadap AMP siklik berlangsung terlebih
dahulu;
 AMP siklik kemudian mengaktifkan sintesis
prostaglandin dan pada akhirnya prostaglandin
intraselular berpindah ke dinding sel guna
memfasilitasi respon hormon tropik.
 Prostaglandin dan GMP siklik dapat
berpartisipasi dalam mekanisme umpan-balik
negatif intraselular yang ikut menentukan
tingkat dan arah aktivitas selular
 contoh: panjang reaksi steroidogenesis atau
penghentian steroidogenesis setelah puncak
reaksi tercapai
 Dengan kata lain, tingkatan fungsi selular dapat
ditentukan lewat interaksi antara prostaglandin,
AMP siklik, dan GMP siklik.
 Terdapat beberapa perbedaan diantara
hormon-hormon tropik.
 Oksitosin, insulin, hormon pertumbuhan
(GH), prolaktin, dan human placental
lactogen (hPL) adalah contoh hormon
tropik yang tidak difasilitasi oleh
mekanisme adenilate cyclase.
Sistem Kalsium Messenger
 Konsentrasi kalsium intraselular adalah regulator
bagi kadar AMP dan GMP siklik.
 Aktivasi reseptor permukaan akan membuka
kanal pada membran sel sebagai tempat
masuknya ion kalsium ekstraselular maupun
keluarnya ion kalsium intraselular (seperti yang
sering ditemui pada reaksi-reaksi di otot).
 Aliran ion kalsium ini, selain sebagai mediator
intraselular yang penting bagi kerja hormon,
merupakan messenger kedua dalam sistem saraf
dan otot.
 Sistem messenger kalsium terhubung dengan
fungsi kompleks hormon-reseptor lewat enzim
spesifik yang disebut phospholipase C
mengkatalisis reaksi hidrolisis
polyphosphatidylinositols, suatu phospholipid
spesifik dalam membran sel.
 Aktivasi enzim ini oleh kompleks hormon-
reseptor, menyebabkan terbentuknya dua
messenger intraselular, inositol triphosphate
(IP3) dan diacylglycerol (DAG), yang menginisiasi
dua bagian dari sistem kalsium.
 Bagian yang pertama adalah aktivasi kalsium
oleh protein kinase yang berfungsi untuk
mempertahankan respon selular.
 Sementara bagian kedua berhubungan
dengan suatu regulator bernama kalmodulin,
yang berfungsi untuk respon akut.
 Respon-respon ini muncul saat terjadi
gangguan pada aktivitas enzim maupun
faktor-faktor transkripsi.
 Kalmodulin merupakan rantai polipeptida
tunggal yang terdiri dari 148 residu asam
amino, dimana susunan, struktur dan
fungsinya sama dengan troponin C, molekul
yang terikat dengan kalsium selama kontraksi
otot, yang memfasilitasi interaksi antara aktin
dan myosin.
 Molekul kalmodulin memiliki empat buah
tempat berikatan dengan kalsium.
 Sebagai protein pengatur
kalsium, kalmodulin
berfungsi sebagai:

 reseptor kalsium
intraselular,
 ikut memodifikasi transport
kalsium dan aktivitas enzim;
 meregulasi nukleotida siklik
dan metabolisme glikogen
yang berhubungan dengan
kalsium;
 serta ikut mempengaruhi
beberapa proses seperti
sekresi dan motilitas sel.
 Kalmodulin memiliki fungsi yang beranalog
dengan troponin C, yaitu menjadi perantara
aktivitas kalsium dalam jaringan non-
kontraktil.
 Disamping itu, AMP siklik juga turut bekerja
sama dengan kalsium dan kalmodulin dalam
mengatur aktivitas metabolik intraselular.
Reseptor Kinase
 Tirosin kinase adalah reseptor membran sel bagi
insulin, insuline-like growth factor (IGF),
epidermal growth factor, platelet-derived growth
factor, dan fibroblast growth factor.
 Aktivasi kinase membutuhkan susunan yg khas.
 Hal ini ditunjukkan dengan adanya homolog
antara reseptor-reseptor kinase pada domain
sitoplasmik.
 Substrat yang berikatan dengan kinase banyak
yang merupakan enzim dan protein bagi sistem
messenger lain, sebagai contoh: sistem
messenger kalsium.
 Dengan begitu, reseptor kinase dapat
berinteraksi dengan reseptor sistem regulasi lain
dengan melibatkan protein G.
 Semua reseptor
tirosin kinase
memiliki struktur
yang serupa, yaitu:
 domain ekstraselular
untuk tempat berikatan
ligan,
 domain transmembran
tunggal, dan
 domain sitoplasmik.
Regulasi Hormon Tropik
Pengaturan Hormon Tropik
 Pengaturan aktivitas dibagi jadi empat
komponen utama:
 Faktor regulasi autocrine dan paracrine.
 Heterogenitas hormon reseptor.
 Regulasi naik-turun nya reseptor.
 Regulasi adenylate cyclase.
Regulasi Hormon Tropik

 Modulasi mekanisme kerja hormon peptida


adalah sistem biologis yang penting guna
meningkatkan atau mengurangi respon
jaringan target. Regulasi aksi hormon tropik
dapat dibedakan menjadi empat komponen
utama.
 Faktor regulasi autokrin dan parakrin
 Heterogenitas hormon tropik
 Regulasi penambahan dan pengurangan reseptor
(up and down regulation)
 Regulasi adenylate cyclase
Faktor Regulasi
Autokrin dan Parakrin
 Faktor pertumbuhan (growth factors) adalah
polipeptida yang mampu memodulasi aktivitas
dalam sel produsen itu sendiri maupun bagi sel-
sel lain disekitarnya, sebagai regulator autokrin
dan parakrin.
 Faktor regulasi diproduksi  ekspresi gen lokal
dan translasi protein, yang bekerja lewat ikatan
dengan reseptor yang mengandung komponen
intraseluler (tirosin kinase) pada membran sel.
 Aktivitas tersebut diawali oleh proses pengikatan
yang menginduksi perubahan struktur, yang pada
akhirnya menginduksi autofosforilasi.
Faktor Regulator Autocrine dan
Paracrine
 Polypeptida bekerja di sel tempat ia
diproduksi (autocrine) atau sel didekatnya
(paracrine).
 Faktor regulasi ini dihasilkan oleh ekspresi
gen lokal dan translasi protein, dan
bekerja dgn cara membentuk ikatan dgn
reseptor membran sel
 Faktor pertumbuhan yang berperan dalam
fisiologi reproduktif adalah activin,
inhibin, insulin-like growth factor-I (IGF-
I), insulin-like growth factor-II (IGF-II),
transforming growth factor-( (TGF-(),
fibroblast growth factor (FGF), dan
epidermal growth factor (EGF).
 Growth factor penting utk pertumbuhan
embryonic/fetus
 Faktor-faktor pertumbuhan yang terlibat dalam
fisiologi reproduksi antara lain:
 activin,
 inhibin,
 insuline-like growth factor-I (IGF-I),
 insuline-like growth factor-II (IGF-II),
 transforming growth factor-β (TGF-β),
 fibroblast growth factor (FGF), dan
 epidermal growth factor (EGF)
 Selain faktor-faktor pertumbuhan, kita kenal juga
berbagai jenis faktor imun, khususnya sitokin dan
ovarian steroidogenesis modulator.
 Faktor-faktor tersebut, termasuk di dalamnya
interleukin-1 (IL-1), tumor necrosis factor, dan
interferon dapat ditemukan dalam cairan-cairan
folikular (follicular fluid) dalam tubuh manusia
dan secara umum mampu menghambat
rangsangan gonadotropin dalam proses
steroidogenesis.
 Faktor-faktor pertumbuhan penting untuk
kelangsungan pertumbuhan dan perkembangan
embrio dan fetus
 Selama proses differensiasi, faktor-faktor
pertumbuhan dapat bekerja secara kooperatif,
kompetitif maupun sinergistik dengan hormon
lain.
 Sebagai contoh, IGF-I dapat meningkatkan
jumlah reseptor LH, mengkatalisis sintesis
progesteron dan aktivitas aromatase dalam
sel granulosa; hanya jika bekerja sama
dengan FSH.
 Fungsi-fungsi tersebut tidak dapat dijalankan
IGF-I secara soliter
 Activin dan inhibin sebenarnya adalah molekul
dimer yang dihubungkan dengan ikatan disulfid.
 Molekul dimer tersebut terdiri dari 2 subunit
peptida (1 jenis subunit alfa dan 2 jenis subunit
beta) seperti yang ditampilkan pada contoh
sebagai berikut:
Bentuk utama activin:
- Activin-A : BetaA-BetaA
- Activin-AB : BetaA-BetaB
- Activin-B : BetaB-BetaB
Bentuk utama inhibin:
- Inhibin-A : Alfa-BetaA
- Inhibin-B : Alfa-BetaB
 Walau terdapat kesamaan struktural antara activin
dan inhibin, keduanya bekerja secara antagonis
pada beberapa sistem (misal: activin menstimulasi
sementara inhibin menghambat sekresi FSH).
 Activin, inhibin dan TGF-β berasal dari gen yang
sama, yang mengkode pula antimüllerian hormon
 Aktivitas activin diregulasi dengan proses
pengikatan protein, khususnya pada follistatin.
 Follistatin sendiri adalah rantai tunggal peptida
yang terglikosilasi, dan secara struktural tidak
terkait dengan inhibin dan activin  tokoh utama
dalam sistem activin-inhibin.
 Sinyal oleh peptida jenis ini dihasilkan dari
sejumlah reseptor isoform yang merupakan serin
kinase transmembran.
 TGF-β dapat menstimulasi ataupun menghambat
pertumbuhan dan diferensiasi  tergantung dari
sel target dan ada tidaknya faktor pertumbuhan
lain.
 Dalam ovarium, TGF-β menginduksi diferensiasi
sel granulosa dengan meningkatkan aktivitas FSH
(khususnya ekspresi reseptor FSH dan LH) dan
mengantagonis regulasi penurunan jumlah
reseptor (down-regulation) FSH.
Insuline-like Growth Factors (IGF)

 sebelumnya dikenal dengan somatomedins


 rantai polipeptida tunggal yang menyerupai
insulin
 terlibat dalam proses pertumbuhan dan
diferensiasi sebagai respon terhadap hormon
pertumbuhan (GH) dan merupakan regulator
lokal metabolisme sel
 IGF-II  embriogenesis
 IGF-I  periode post-natal
 Pada sel theca IGF-I meningkatkan reaksi
steroidogenesis
 Pada sel granulosa IGF-I penting untuk
pembentukan dan peningkatan jumlah reseptor
FSH dan LH, steroidogenesis, sekresi inhibin dan
maturasi oosit
 IGF endogen dalam folikel ovarium manusia 
IGF-II baik pada sel granulosa maupun theca
 Aktivitas IGF-I dan IGF-II dapat diperantarai oleh
reseptor IGF tipe I, yang secara struktural sama
dengan reseptor insulin
 insulin dapat berikatan dengan reseptor IGF-I pada
subunit alfa
 Sehingga insulin dapat memodulasi fungsi selular
ovarium
Reseptor Orphan yang Terlibat dalam
Steroidogenesis

 Faktor steroidogenesis-1 (SF-1) dan DAX-1


adalah reseptor nuklear yang ligan spesifiknya
belum dapat teridentifikasi reseptor orphan
 DAX-1 dipercaya berinteraksi dengan SF-1
dalam mengatur perkembangan dan fungsi
jaringan yang memproduksi steroid, begitu
pula dalam regulasi gonadotropin
 SF-1 meregulasi gen yang mengkode subunit
gonadotropin dan reseptor GnRH
 Dengan begitu, SF-1 dan DAX-1 terlibat
dalam seluruh tingkat: hipotalamus, pituitari,
dan organ tempat memproduksi steroid
Heterogenitas Hormon Tropik
 Glikoprotein seperti FSH dan LH merupakan sekelompok
struktur heterogen yang bervariasi dalam aktivitas
immunologis dan biologisnya termasuk dalam aktivitas
promotor DNA, RNA splicing, point mutation, dan
perubahan karbohidrat post-translasi .
 Ketepatan perubahan struktur kimiawi suatu hormon tropik
adalah elemen yang sangat penting dalam menentukan
kemampuan suatu hormon untuk berikatan dengan
reseptornya.
 Glikopeptida seperti FSH, LH, TSH dan hCG adalah molekul
dimer yang terdiri dari 2 subunit polipeptida terglikosilasi,
subunit alfa dan beta.
 mereka memiliki kesamaan pada rantai α-nya, yang
mengandung 192 asam amino.
 rantai β (subunit-β) berbeda dalam komposisi karbohidrat
dan proteinnya, yang sekaligus menunjukkan
spesifikasinya dalam berikatan dengan reseptor.
 Sehingga specifikasi aktivitas biologis ditentukan oleh
subunit-β
Heterogenitas Hormon Tropik
 FSH/LH bukan protein tunggal, melainkan
sekelompok bentuk.
 Isoform muncul melalui:
 Aktivitas DNA yg berbeda.
 Perubahan pd penyatuan RNA .
 Tempat mutasi.
 Perubahan Kh.
 Setidaknya ada 20-30 isoforms pd siklus
haid.
 Synthesis.
 Nonglycosylasi di sintesis dl retikulum
endoplasma.
 Timbul glycosylasi .
 Subunit glycosilat bergabung menuju bdn golgi
utk proses Kh.
 Komponen Kh mempertemukan hormon-
receptor dgn adenylate cyclase.
  hCG
 Subunit  terbesar
 Memproduksi antibodi spesifik dan
pemanfaatan dari tes imunologis yang khusus.
 Rangkaian yang diperpanjang pada regio
carboxy-terminal -hCG terdiri atas 4 situs
untuk glycosilasi, suatu perbedaan yang
berperan pada makin panjangnya sirkulasi
half-life hCG.
 β-hCG adalah subunit β terbesar

 hCG terglikosilasi lebih banyak dibanding LH, karena

waktu paruh hCG yang lebih panjang.

 Lokasi transkripsi pada gen subunit-β hCG tidak

memiliki elemen respon hormon, sehingga

memungkinnya untuk terhindar dari regulasi umpan

balik oleh sex steroid yang berefek antagonis dengan

FSH dan LH.


 Situs transkripsi gen subunit hCG  tidak
mengandung elemen respons hormon,
berlawanan dengan FSH dan LH.
 Half-life -hCG adalah 6-8 menit, dan
half-life dari seluruh hCG dari plasenta
sekitar 24 jam.
 Gen subunit-β FSH terdapat pada kromosom
11p13, dan pada pituitari sangat dipengaruhi
oleh activin.
 Walaupun FSH dan LH sama-sama
membutuhkan rangsangan GnRH, gen β FSH
memiliki keunikan dalam merespon GnRH
mengingat ketergantungannya pada activin.
 Bersama dengan meningkatnya rangsangan
GnRH, peran activin justru makin dihambat
oleh protein pengikat, follistatin, dan hasil-
hasil sekresi yang juga distimulasi oleh GnRH
dan activin.
 Selanjutnya activin diketahui berantagonis
dengan inhibin, yang pertama kali diketahui
menghambat sekresi FSH
 Gen yang menkode subunit-β
pada LH, hCG, dan TSH
berlokasi dalam satu kelompok
(cluster) pada kromosom
19q13.32
 Terdapat 6 gen subunit-β untuk
hCG, sedang untuk β-LH hanya
ada satu
 susunan DNA gen β-hCG dan
gen β-LH, 96% identik
 Ekspresi spesifik β-hCG oleh plasenta
disebabkan oleh beberapa perbedaan dalam
susunan DNA antara gen β-hCG dan β-LH
 Walaupun subunit β menspesifikasi aktivitas
biologis berdasarkan glikoprotein individual,
kombinasi subunit α dan β penting untuk
ekspresi hormon secara lengkap.
 Selain itu, subunit α juga memainkan peranan
penting dalam membentuk ikatan dan
mengaktivasi reseptor secara normal.

 Kedua subunit tidak dapat berikatan secara
efektif pada reseptor berafinitas tinggi
maupun menghasilkan efek biologis.
 Dengan kata lain, pengikatan dan aktivasi
hanya terjadi saat hormon dalam formasi α-β.
Variasi dalam karbohidrat

 Kombinasi isoform gonadotropin dipengaruhi


baik secara kualitatif maupun kuantitatif oleh
GnRH dan umpan balik hormon steroid
 Heterogenitas struktur ini menunjukkan
mekanisme kontrol endokrin yang
mempengaruhi waktu paruh dan bioaktivitas
 Kondisi klinis tertentu dapat berhubungan
dengan gangguan dalam struktur kimiawi
glikopeptida yang umum, yang selanjutnya turut
mempengaruhi kemampuan berikatan dengan
reseptor dan merangsang aktivitas biologis
Variasi dalam karbohidrat

 gonadotropin dapat diproduksi dengan


peningkatan kandungan karbohidrat
 Lingkungan yang rendah estrogen dalam
kelenjar pituitari akan meningkatkan produksi
big gonadotropin, yaitu gonadotriopin yang
memiliki komponen karbohidrat dengan kadar
yang lebih tinggi.
 Tingkat bioaktivitas FSH dan LH
sangatlah rendah pada wanita yang
mengkonsumsi kontrasepsi oral dan
pada fase luteal maupun follikular
 Kadar tertinggi didapat pada saat
peningkatan tengah siklus dan pada
wanita postmenopause (termasuk
wanita dengan kegagalan ovarium
dini).
 Bioaktivitas terbesar FSH pada tengah
siklus terkait dengan sedikitnya kadar
sialik dan bersamaan dengan itu,
isoform dengan masa aktif lebih
pendek.
 Perubahan ini merupakan efek GnRH
dan estrogen
Heterogenitas Prolaktin
 Pada kebanyakan spesies mamalia, prolaktin
merupakan polipeptida rantai tunggal dengan 199
asam amino, 40%-nya memiliki kesamaan
struktural dengan hormon pertumbuhan (GH) dan
laktogen plasenta

 Prolaktin dikode oleh gen tunggal pada


kromosom 6, yang memproduksi molekul,
dimana strukturnya yang utama (3 struktur
lengkung) dipertahankan dengan ikatan disulfid
Heterogenitas Prolaktin
 Kadar tinggi prolaktin yang relatif inaktif
saat tidak adanya tumor dapat disebabkan
oleh pembentukan makromolekul prolaktin
oleh antiprolaktin autoantibodi
 Reseptor prolaktin termasuk dalam
golongan yang sama dengan banyak jenis
sitokin dan faktor-faktor pertumbuhan,
yang menunjang peran ganda prolaktin,
baik sebagai hormon klasik maupun
sebagai sitokin.
 Sinyal prolaktin diperantarai lewat jalur
tirosin kinase
 Pada suatu waktu, bioaktivitas (misal:
galactorrhea) dan immunoreaktivitas
(kadar dalam sirkulasi yang terlacak
dengan immunoassay) prolaktin
menunjukkan efek kumulatif sekelompok
varian struktural yang sama.
 Perlu diingat bahwa immunoassay tidak
selalu menggambarkan situasi biologis
yang sebenarnya (misal: konsentrasi
prolaktin yang normal pada wanita dengan
galactorrhea).
Regulasi Peningkatan dan Pengurangan
Jumlah Reseptor

 Modulasi positif maupun negative pada reseptor


lewat hormon homolog dikenal dengan
mekanisme up and down regulation
 Namun, hormon seperti prolaktin dan GnRH
dapat meningkatkan konsentrasi reseptor mereka
sendiri pada membran sel.
 Secara teoritis, deaktivasi kompleks hormon-
reseptor dapat dicapai dengan disosiasi kompleks
atau pengurangan reseptor dalam sel
 Sekresi episodic (pulsatile) hormon untuk
menghindari down-regulation dan untuk
mempertahankan reseptornya
 Reseptor memiliki tiga segmen penting: situs
ikatan eksternal spesifik untuk hormon
polypeptide, region transmembran, dan situs
internal yang berperan dalam proses internalisasi.
 Proses internalisasi merupakan mekanisme biologis
dimana hormon polypeptide melakukan
pengaturan turun dan membatasi aktivitas
hormonal.
 Reseptor hormon polypeptide
→konsentrasi tinggi dalam sirkulasi,
senyawa hormon-reseptor bergerak
melalui membran sel yg dinamakan
migrasi lateral →membawa senyawa ke
coated pit.
 Tiap sel pd jar. target mengandung 500 -
1,500 coated pit.
 Coated pit: gelembung kecil lipid yang
tergantung pada sebuah ‘keranjang’
berisikan protein khusus, yang disebut
clathrin .
 Jaringan kerja protein clathrin berfungsi
melokalisasi senyawa hormon-reseptor
melalui pembentukan ikatan dengan situs
pengikat internal dari reseptor.
 Coated pit: gelembung
kecil lipid yang
tergantung pada sebuah
‘keranjang’ berisikan
protein khusus, yang
disebut clathrin .
 Jaringan kerja protein
clathrin berfungsi
melokalisasi senyawa
hormon-reseptor melalui
pembentukan ikatan
dengan situs pengikat
internal dari reseptor.
• Reseptor tersebut
dapat didaur
ulang  masuk
lagi ke dalam
membran sel dan
digunakan
kembali.

 Dalam kondisi penuh, coated pit menginvaginasi,


memindahkan, dan memasuki sel sebagai gelembung yang
terlapis → receptosome.
 Gelembung berlapis ini dikirim ke lysosome lalu mengalami
degradasi, melepaskan substansi dan reseptor.
 Potosytosis : memanfaatkan invaginasi
membran yang kaya kolesterol, disebut
caveolae untuk menginternalisasi
molekul-molekul dan ion-ion kecil.
 Contoh: G protein, kinase-kinase, dan
reseptor-reseptor faktor pertumbuhan.
 Internasilisasi  mekanisme biologis yang
utama dimana hormon polipeptida
mengurangi jumlah reseptornya sendiri
(down-regulation)  yang mengakibatkan
berkurangnya aktivitas hormonal
 Kini telah diketahui bahwa alasan
mendasar dari sekresi hormon yang
episodik (pulsatile)  berfungsi untuk
menghindari down-regulation dan untuk
mempertahankan reseptornya
 Bagi reseptor spt FSH, LH, hCG, GnRH,
TSH, TRH, dan insulin ,internalisasi
merupakan metode untuk down-regulation
melalui degradasi di lysosom.
 Pada plasenta, diperkirakan senyawa hCG-
reseptor didaur ulang kembali ke
permukaan sel sebagai sarana utk
memindahkan hCG melintasi plasenta
menuju sirkulasi maternal dan fetal.
 Reseptor memiliki 3 segmen penting,
yaitu:
 sisi eksternal yang berikatan secara spesifik
dengan hormon polipeptida,
 regio transmembran, dan
 sisi internal yang memegang peranan penting
dalam proses internalisasi
 Selain pengurangan jumlah reseptor hormon
polipeptida, proses internalisasi sendiri dapat
digunakan dalam aktivitas metabolik yang
lain, termasuk transfer substansi vital ke
dalam sel, seperti halnya Fe dan vitamin
 Reseptor membran sel dapat terdistribusi
secara random dalam membran sel sekaligus
mentransmisikan perintah untuk memodifikasi
aktivitas sel
 Untuk reseptor-reseptor tersebut, internalisasi
merupakan metode pengurangan jumlah
reseptor (down-regulation) dengan
mendegradasi lisosom
 Hormon yang menggunakan reseptor jenis ini
adalah FSH, LH, hCG, GnRH, TSH, TRH, dan
insulin
 Pada plasenta, kompleks hCG-reseptor di daur
ulang kembali pada permukaan sel sebagai
sarana transportasi hCG menyeberangi plasenta
dari sirkulasi maternal menuju ke fetal maupun
sebaliknya
Rangkuman Down-Regulation

Down-regulation dapat diartikan sebagai


penurunan respon dalam kondisi stimulasi yang
terus-menerus.
Hal ini melibatkan beberapa mekanisme:
 Desensitisasi yang disebabkan oleh autofosforilase
reseptor segmen sitoplasmik
 Hilangnya reseptor oleh karena proses internalisasi,
suatu mekanisme yang cenderung lambat
 Uncoupling antara subunit regulator dan katalisator
enzim adenylate cyclase
 Gangguan pada protein regulator intraselular yang
utama.
Regulasi Adenylate Cyclase
 Aktivitas biologis polipeptida atau hormon
glikoprotein (FSH dan LH) dapat pula
dipengaruhi oleh modulasi aktivitas enzim
adenylate cylclase yang melibatkan
protein G
 stimulasi dan inhibisi kadar adenylate cyclase
terfokus pada mekanisme coupling
 LH menstimulasi steroidogenesis dalam
corpus luteum dan menjalankan fungsinya
lewat mekanisme coupling unit regulasi
stimulator dan unit katalisator adenylate
cyclase
Pengaturan Adenylate Cyclase
 Aktivitas biologis FSH / LH dpt terganggu
oleh regulator autocrine dan paracrine,
heterogenitas molekul, up- dan down-
regulation receptor, dan terakhir, oleh
modulasi dari aktivitas enzim, yaitu
adenylate cyclase.
 Adenylate cyclase tersusun dari tiga unit
protein, yaitu: reseptor, unit regulatory
guanyl nucleotide ( G protein ), dan unit
katalitik.
Sistem Protein G
Reseptor G protein
 Lebih 200 reseptor terkait dgn G protein.
 Ujung amino extracellular dan ujung carboxy
intercellular.
 Diaktivasi oleh hormon, neurotransmitter,
growth factor, bau, dan cahaya .
LH/hCG receptor
 Ekspresi dari reseptor diregulasi oleh banyak
faktor termasuk mekanisme endokrin,
paracrine, dan autocrine, namun yang paling
dibutuhkan adalah FSH.

 Selain alur G protein, aktivasi reseptor


LH/hCG telah diisolasi (Gen I dan Gen II),
 Gen I berasal dari penyimpanan lymphocyte
dan Gen II dari penyimpanan placental
manusia.
 Gen II nampaknya merupakan bentuk utama
yang diekspresikan di ovarium
FSH receptor
 secara struktural berbeda
 Gen reseptor FSH terletak di kromosom 2p21-
16, dekat dengan gen reseptor LH/hCG
 Reseptor FSH juga diregulasi oleh lingkungan
hormonnya, khususnya oleh FSH dan estradiol.
 Anggota lain dari keluarga ini termasuk
reseptor untuk TSH, catecholamines,
vasopressin, angiotensin II, dan dopamine.
\ cAMP cGMP Tyrosine
System System Phospho-
Kinase
inositol System
System
Ligands Epinephrine ANP, NO Oxytocin PDGF
Ach
Primary Adenyl Guanylate Phospho- Receptor
Effector cyclase cyclase lipase C Tyrosine
kinase

Secondary cAMP cGMP IP3 & DAG; -


messenger Ca2+
G- Proteins
 Guanine nucleotide binding proteins which act as a
Transducer between a receptor & an effector

 Discovered by Alfred Gilman & Martin Rodbell in 1990

 Significance:

• Of the top 100 drugs,


26 directed at GPCRs
• 60 % act through GPCRs
• 40 % of prescriptions
• 3rd largest family of genes (865)
• Present in almost every organ system
Reseptor
Protein G
 Dua
Functions of α subunit & βƔ dimer
 Mutasi pd G protein
 Hilangnya mutasi fungsi G protein akan
mengakibatkan munculnya sindrom hormon
defisiensi
 Reseptor TSH  hypothyroidism.

 Reseptor LH  pseudohermaphroditism pria.

 Reseptor Gs  pseudohypoparathyroidism


 Berpasangan dan Tak-Berpasangan,
Desensitisasi, dan Alterasi pada Regulatory
Protein
 LH menstimulasi steroidogenesis melalui
pasangan unit stimulasi regulator ke unit
katalis .
 Prostaglandin F (PGF)2 merupakan luteolytic;
menghambat steroidogenesis luteal melalui
suatu mekanisme yang menyusul
pembentukan ikatan pada reseptor tertentu.
 Desentisasi merupakan perubahan yg cepat
tanpa hilangnya reseptor.
 Proses desensitisasi, setelah pemaparan agonis
, melibatkan phosphorilasi reseptor (yang
memisahkan pasangan reseptor dari G protein)
 Reseptor LH/hCG, mengalami desensitisasi
pasangan sebagai respons terhadap LH atau
hCG dalam suatu proses yang melibatkan
phosphorilasi ujung reseptor C-terminal
cytoplasmik.
 Desensistisasi juga dapat terjadi setelah
adanya perubahan enzimatik yang
mempengaruhi protein intraselular penting
yang mengatur steroidogenesis.
Beberapa penyakit genetik yang disebabkan
oleh mutasi sistem Protein G spesifik

Mutasi Kelainan

Aktivasi reseptro LH Pubertas prekoks pada laki-laki

Inaktivasi reseptor LH Pseudohermafroditism pada laki-laki

Inaktivasi reseptor FSH Prematur ovarian failure

Gsα (stimulasi) Sindrom McCune-Albright

Giα (inhibitor) Hipotiroidism

Rhodopsin Retinitis pigmentosa

Vasopressin Diabetes insipidus


TERIMA KASIH
Ringkasan Down-Regulation
 Down-regulation adalah suatu penurunan respons
akibat adanya stimulasi yang terus menerus. Ia
melibatkan mekanisme sebagai berikut:
 Desensitisasi yang dilakukan melalui
autophosphorilasi segmen cytoplasmik reseptor.
 Hilangnya reseptor melalui internalisasi, yaitu
suatu mekanisme yang relatif lambat.
 Putusnya pasangan subunit regulatory dan
katalitik dari enzim adenylate cyclase.
 Perubahan pada protein regulatory intraselular
yang utama.

Anda mungkin juga menyukai