Anda di halaman 1dari 25

Pendidikan Budaya Anti Korupsi

Disusun Oleh :
H. Aceng Ali A.,S.Kep.,Ners.,M.H.Kes
Konsep Dasar Pendidikan Anti Korupsi

Istilah korupsi berasal dari bahasa latin “corrumpere”,


“corruptio” atau “corruptus”. Dari bahasa latin tersebut
kemudian diadopsi oleh beberapa bangsa di dunia.
Korupsi Secara
Korupsi Secara Etimologi
Etimologi

Bahasa Inggris Bahasa Perancis Bahasa Belanda

Corruption, Corrupt Corruption Corruptie, Korruptie

Jahat, Rusak, Curang Rusak

Istilah “korupsi” yang dipakai di indonesia


merupakan turunan dari bahasa belanda
• Korup = busuk, palsu, suap (KBBI, 1991)
• Korup = suka menerima uang sogok, menyelewengkan
uang/barang milik perusahaan atau negara, menerima uang
dengan menggunakan jabatan untuk kepentingan pribadi
(kamus hukum, 2002)
PENGERTIAN KORUPSI

o David M. Chalmers:
Tindakan-tindakan manipulasi dan keputusan mengenai
keuangan yang membahayakan ekonomi (financial
manipulations and decision injurious to the economy are often
libeled corrupt).
o J.J. Senturia:
Penyalahgunaan kekuasaan pemerintahan untuk keuntungan
pribadi (the misuse of public power for private profit).
Lanjutan ….
o UU No. 20 Tahun 2001:
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah
tindakan melawan hukum dengan maksud memperkaya iri
sendiri, orang lain, atau korupsi yang berakibat merugikan
negara atau perekonomian negara.
o Bank Dunia:
Pemanfaatan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan
pribadi
33 Tingkatan
Tingkatan KORUPSI
KORUPSI
Material Benefit
(Mendapatkan keuntungan material yang
bukan haknya melalui kekuasaan)

Abuse of Power
(Penyalahgunaan kekuasaan)

Betrayal of Trust
(Pengkhianatan kepercayaan)
Pengkhianatan Terhadap Kepercayaan
(Betrayal of Trust)
• Penghianatan merupakan
bentuk korupsi paling
sederhana
• Semua orang yang berkhianat
atau mengkhianati kepercayaan
atau amanat yang diterimanya
adalah koruptor.
• Amanat dapat berupa apapun,
baik materi maupun non materi
(ex: pesan, aspirasi rakyat)
• Anggota DPR yang tidak
menyampaikan aspirasi
rakyat/menggunakan aspirasi
untuk kepentingan pribadi
merupakan bentuk korupsi
Penyalahgunaan Kekuasaan (Abuse of Power)

• Abuse of Power merupakan korupsi tingkat menengah


• Merupakan Segala bentuk penyimpangan yang dilakukan melalui
struktur kekuasaan, baik pada tingkat negara maupun lembaga-
lembaga struktural lainnya, termasuk lembaga pendidikan, tanpa
mendapatkan keuntungan materi.
Penyalahgunaan Kekuasan Untuk Mendapatkan
Keuntungan Material (Material Benefit)
• Penyimpangan kekuasaan untuk
mendapatkan keuntungan material baik
bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
• Korupsi pada level ini merupakan tingkat
paling membahayakan karena
melibatkan kekuasaan dan keuntungan
material.
• Ini merupakan bentuk korupsi yang
paling banyak terjadi di indonesia
CIRI - CIRI KORUPSI
Shed Hussein Alatas dalam bukunya yang berjudul “Sosiologi Korupsi”
menjelaskan bahwa ciri-ciri korupsi diantaranaya :
1. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang
2. Korupsi biasanya dilakuakn secara rahasia kecuali jika sudah
merajalela
3. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik
4. Mereka yang mempraktekka korupsi biasanya berusaha untuk
menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibalik pembenaran
hukum
5. Mereka yang terlibat korupsi menginginkan keputusan yang tegas
dan mampu untuk mempengaruhi keputusan itu
6. Setiap perbuatan korupsi mengandung penipuan biasanya dilakukan
oleh badan publik atau umum (masyarakat)
7. Setiap bentuk korupsi adalah bentuk penghiatan kepercayaan
Mengapa di indonesia korupsi
semakin sulit diberantas ???
Karena korupsi sudah “mendarah daging”, sehingga perilaku
korupsi sudah menjadi hal yang biasa dan bukan lagi dianggap
sebagai “penyakit” yang harus segera disembuhkan. Dengan
demikian, semakin sulitnya membedakan mana perilaku korupsi
dan mana yang bukan korupsi. Ibarat maling teriak maling.
PENYEBAB TINDAK PIDANA
KORUPSI

Aspek Individu Pelaku Korupsi


Aspek Organisasi
1. Sifat Tamak Manusia
1. Kurang Adanya Teladan Dari
2. Moral Yang Kurang Kuat
Pemimpin
Menghadapi Godaan
2. Tidak Adanya Kultur Organisasi
3. Penghasilan Kurang Mencukupi
Yang Benar
Kebutuhan Hidup Yang Wajar
3. Sistem Akuntabilitas di Instansi
4. Kebutuhan Hidup Yang
Pemerintah Kurang Memadai
Mendesak
4. Kelemahan Sistem Pengendalian
5. Gaya Hidup Konsumtif
Manajemen
6. Malas Atau Tidak Mau Bekerja
5. Manajemen Cenderung Menutupi
Keras
Korupsi Di Dalam Organisasinya
7. Ajaran-Ajaran Agama Kurang
Diterapkan Secara Benar
Lanjutan ….

Aspek Masyarakat Tempat Individu dan Organisasi Berada

1. Nilai-Nilai Yang berlaku Di Masyarakat Ternyata Kondusif Untuk Terjadinya


Korupsi
2. Masyarakat Kurang Menyadari Bahwa Yang Paling Dirugikan Oleh Setiap
Praktik Korupsi Adalah Masyarakat Sendiri
3. Masyarakat Kurang Menyadari Bahwa Masyarakat Sendiri Terlibat Dalam
Setiap Praktik Korupsi
4. Masyarakat Kurang Menyadari Bahwa Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi Hanya Akan Berhasil Kalau Masyarakat Ikut Aktif Melakukannya
JENIS TINDAK PIDANA KORUPSI

Menurut Alatas (1987) dari segi tipologi, membagi korupsi ke


dalam tujuh jenis yang berlainan, yaitu:
1. Korupsi transaktif (transactive corruption),
menunjuk kepada adanya kesepakatan timbal
balik antara pemberi dan penerima, demi
keuntungan kedua belah pihak.
2. Korupsi yang memeras (extortive
corruption), menunjuk adanya pemaksaan
kepada pihak pemberi untuk menyuap guna
mencegah kerugian yang sedang mengancam
dirinya, kepentingannya atau hal-hal yang
dihargainya.
3. Korupsi investif (investive corruption), adalah pemberian barang atau jasa
tanpa ada pertalian langsung dengan keuntungan tertentu, selain keuntungan
yang dibayangkan akan diperoleh dimasa yang akan datang.
4. Korupsi perkerabatan (nepotistic corruption), adalah penunjukan yang
tidak sah terhadap teman atau sanak saudara untuk memegang jabatan dalam
pemerintahan, atau tindakan yang memberikan perlakuan istimewa secara
bertentangan dengan norma dan peraturan yang berlaku.
5. Korupsi defensive (defensive corruption), adalah korban korupsi dengan
pemerasan. Korupsinya adalah dalam rangka mempertahankan diri.
6. Korupsi otogenik (autogenic corruption), adalah korupsi yang dilakukan
oleh seseorang seorang diri.
7. Korupsi dukungan (supportive corruption), adalah korupsi yang dilakukan
untuk memperkuat korupsi yang sudah ada.
Lanjutan ….
Menurut UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, berdasarkan pasal-pasal tersebut korupsi dirumuskan
kedalam 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Ketigapuluh bentuk
tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat diklasifikasikan
menjadi 7 jenis, yaitu :
1. Terkait keuangan negara/perekonomian negara
2. Suap – menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Korupsi terkait gratifikasi
DAMPAK DARI TINDAK PIDANA KORUPSI

1. Runtuhnya akhlak, moral, integritas,


dan religiusitas bangsa.
2. Adanya efek buruk bagi perekonomian
negara.

3. Korupsi memberi kontribusi bagi


matinya etos kerja masyarakat.
4. Terjadinya eksploitasi sumberdaya
alam oleh segelintir orang.
5. Memiliki dampak sosial dengan
merosotnya human capital.
SEJARAH KORUPSI

Asal mula berkembangnya korupsi barangkali dapat di


temukan sumbernya pada fenomena sistem
pemerintahan monarki absolut tradisional yang
berlandaskan pada budaya feodal. Pada masa lalu, tanah-
tanah di wilayah suatu negara atau kerajaan adalah milik
mutlak raja, yang kemudian di serahkan kepada para
pangeran dan bangsawan, yang di tugasi untuk
memungut pajak, sewa dan upeti dari rakyat yang
menduduki tanah tersebut.
Di samping membayar dalam bentuk uang atau in
natura, sering pula rakyat di haruskan membayar dengan
hasil bumi serta dengan tenaga kasar, yakni bekerja
untuk memenuhi berbagai keperluan sang raja atau
penguasa. Elite penguasa yang merasa diri sebagai
golongan penakluk, secara otomatis juga merasa
memiliki hak atas harta benda dan nyawa rakyat yang di
taklukan. Hak tersebut biasanya di terjemahkan dalam
tuntutan yang berupa upeti dan tenaga dari rakyat
(Onghokham, 1995).
Seluruh upeti yang masuk ke kantong para pembesar ini selain di pergunakan
untuk memenuhi kebutuhan pembesar itu sendiri, pada dasarnya juga
berfungsi sebagai pajak yang di pergunakan untuk membiayai kegiatan-
kegiatan negara. Hanya saja, belum ada lembaga yang secara resmi ditunjuk
sebagai pengumpul dana (revenue gathering).
Parahnya kedudukan dalam pemerintahan sebagai pembesar atau pejabat ini
dapat diperjualbelikan (venality of office), yang menyebabkan pembeli
jabatan tadi berusaha untuk mencari kompensasi atas uang yang telah
dikeluarkannya dengan memungut upeti sebesar-besarnya dari rakyat.
Pada masa-masa sesudahnya, kondisi ini
ternyata memperkuat sistem patron - client,
bapak - anak, atau kawula - gusti, dimana
seorang pembesar sebagai patron harus
dapat memenuhi harapan rakyatnya, tentu
saja dengan adanya jasa-jasa timbal balik
dari rakyat sebagai client-nya. Hubungan
patron - client ini merupakan salah satu
sumber korupsi, sebab seorang pejabat
untuk membuktikan efektivitasnya harus
selalu berbuat sesuatu tanpa menghiraukan
apakah ini untuk kepentingan umum,
kelompok atau perorangan, yakni para anak
buah yang seringkali adalah saudaranya
sendiri. Selain itu, sistem patron - client
juga menjadi faktor perusak koordinasi dan
kerjasama antar para penguasa, dimana
timbul kecendrungan persaingan antara
para penguasa/pejabat untuk menganak-
emaskan orangnya. Disinilah faksionalisme
di kalangan elite menjadi berkepanjangan.
• Korupsi yang sekarang merajalela di Indonesia, berakar
pada masa tersebut ketika kekuasaan pada birokrasi
patrimonial (Weber) yang berkembang pada kerangka
kekuasaan feodal dan memungkinkan suburnya
nepotisme. Dalam struktur yang demikian, maka
penyimpangan, penyuapan, korupsi dan pencurian akan
dengan mudah berkembang (Mochtar Lubis, 1995).
• Dalam perkembangan selanjutnya, dapat dilihat bahwa
ruang lingkup korupsi tidak terbatas pada hal-hal yang
sifatnya penarikan pungutan dan nepotisme yang parah,
melainkan juga kepada hal-hal lain sepanjang perbuatan
tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara.
• Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara
gamblang telah di jelaskan dalam 13 buah pasal dalam UU
No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001.
Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi di rumuskan ke
dalam tiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi.
Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci
mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara
karena korupsi.
THANK YOU!

Anda mungkin juga menyukai