KEPENDUDUKA
N
Oleh:
HARDIANI
KONSEP DASAR EKONOMI
KEPENDUDUKAN
BAB 1
• Demografi: Ilmu yang mempelajari secara statistik
& matematik ttg besar, komposisi dan distribusi
penduduk & perubahan-perubahannya sepanjang
masa melalui lima komponen yaitu kelahiran,
kematian, perkawinan, migrasi dan mobilitas sosial.
• Studi Kependudukan: Ilmu yang mempelajari
tentang kaitan antara variabel demografi dengan
variabel non demografi.
• Ekonomi Kependudukan: Ilmu yang mengaitkan
antara variabel ekonomi dengan variabel demografi.
SKEMA STUDI
D
KEPENDUDUKAN
E
M
O
G S
R O
E A S
K EKONOMI F SOSIOLOGI I
O KEPENDU- I KEPENDU- O
N DUKAN DUKAN L
O O
M G
I PSIKOLOGI I
KEPENDU-
DUKAN
PSIKOLOGI
SEJARAH PERKEMBANGAN
PENDUDUK & TRANSISI DEMOGRAFI
BAB 2
Sejarah Pertumbuhan Penduduk Dunia
BAB 3
Perdebatan Ideologi
BAB 4
Pengertian
Kemampuan seorang perempuan atau
sekelompok perempuan secara riel untuk
melahirkan
Hasil reproduksi nyata dari seorang
perempuan atau sekelompok perempuan
Tindakan reproduksi yang menghasilkan
kelahiran hidup.
PENGUKURAN FERTILITAS
• Pengukuran Fertilitas Tahunan:
mencerminkan fertilitas suatu kelompok penduduk/
beberapa kelompok penduduk untuk jangka waktu
satu tahun.
• Pengukuran Fertilitas Kumulatif:
mencerminkan banyaknya kelahiran sekelompok/
beberapa kelompok wanita selama masa repro-
duksinya.
Beberapa Pengukuran Fertilitas Tahunan
Bi
ASFRi k
Pf i
Bi=jumlah kelahiran dalam kelompok umur i dalam setahun
Pfi=jumlah penduduk perempuan pertengahan tahun kelompok
Beberapa Pengukuran Fertilitas Kumulatif
• TFR (Total Fertility Rate)/Angka Fertilitas Total
TFR ASFRi
Rata-rata jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang pertempuan sampai akhir
masa reproduksi
GRR 5 ASFR
ASFRfi= ASFR yang dihitung hanya
fi untuk kelahiran anak perempuan pada
kelompok umur reproduksi.
BAB 5
Pengertian
BAB 6
Klasifikasi Mobilitas
MOBILITA
S
Horizontal Vertikal
(Geografis) (Perubahan Status)
Non-
Permanen
permanen
(Migrasi)
(Sirkuler)
Transmigras
Swakarsa Commuting Mondok
i
Angka Mobilitas : rasio banyaknya penduduk
yg pindah dlm jangka waktu tertentu dengan
jumlah penduduk
Angka Migrasi Masuk
jml migrasi masuk
IM = --------------------------- x 1000
jml pddk tengah th
Angka Migrasi Keluar
jml migrasi keluar
OM = --------------------------- x 1000
jml pddk tengah th
Angka Migrasi Neto
migrasi masuk – migrasi keluar
NM = ------------------------------------------- x 1000
jml pddk tengah th
Angka Migrasi Bruto
migrasi masuk + migrasi keluar
GM = --------------------------------------------- x 1000
pddk daerah asal + daerah tujuan
Model Dorong Tarik (Push-Pull Factor)
Dikemukakan oleh Everet Lee, bahwa ada 4
kelompok faktor yang mempengaruhi orang
mengambil keputusan migrasi
1. Faktor yg terdapat di daerah asal
2. Faktor yg terdapat di daerah tujuan
3. Penghalang antara
4. Faktor pribadi
Model Lewis-Fei-Rannis
Dikembangkan oleh Sir. W. Arthur Lewis, diperluas
oleh John Fei dan Gustav Ranis.
Fokus utama model adalah pada proses perpindahan
tenaga kerja dan pertumbuhan peluang kerja di sektor
modern. Baik transfer tenaga kerja maupun
pertumbuhan peluang kerja di kota dipengaruhi oleh
perluasan output di sektor modern. Kecepatan
perkembangannya ditentukan oleh tingkat akumulasi
modal industri pada sektor modern.
Transisi Mobilitas
Hipotesis mengenai transisi mobilitas ini pada awalnya
dikemukakan oleh Zelinsky (1971).
Menurut Zelinsky, secara temporal, sesungguhnya
terdapat lima tingkatan atau fase transisi mobilitas.
Pada dasarnya kelima transisi mobilitas tersebut
berjalan sejajar dengan fase transisi demografi atau
transisi vital. Kecuali itu, fase-fase tersebut saling
berkaitan satu sama lain.
Transisi Vital Transisi Mobilitas
Masyarakat Premodern
Fase A. Fertilitas dan mortalitas tinggi, pertumbuhan Fase I. Mobilitas penduduk (tempat tinggal) sangat sedikit,
penduduk tinggi bahkan tidak tampak, kecuali bentuk2 sirkulasi terbatas,
seperti tradisi kunjungan sosial, keagamaan dan sebagainya
Masyarakat Maju
Fase D. Fertilitas turun, mortalitas stabil (tetap), Fase IV. Mobilitas residential relatif tinggi, migrasi desa-
pertumbuhan penduduk mendekati 0. kota terus bertambah secara relatif dan absolut, terjadi aliran
tenaga kerja tidak terlatih dan semiterampil dari daerah
terbelakang, sirkulasi tenaga kerja terampil dan profesional
meningkat dalam berbagai variasi.
Masyarakat Awal Transisi
Fase E. Perilaku fertilitas tidak dapat dipredikksi karena Fase V. Mobilitas akan turun karena makin baiknya
kelahiran dapat dikontrol oleh individu-individu jaringan komunikasi, sirkulasi meningkat sebagai akibat
maupun lembaga politik. kemajuan telekomunikasi dan makin baiknya jaringan
informasi, lahir bentuk-bentuk baru mobilitas sirkuler.
Hipotesis transisi mobilitas dimodifikasi Skeldon (1990), untuk
negara2 sedang berkembang. Tujuh tahapan Skeldon:
Tahap Pertama: masyarakat pra transisi (pretransitional society)
Sebagian besar mobilitas merupakan mobilitas nonpermanen.
Walau begitu, mobilitas ini tidak harus merupakan mobilitas
jangka pendek. Dapat pula terjadi mobilitas permanen dalam
bentuk kolonisasi ataupun pembukaan daerah pertanian baru.
Tahap Kedua: masyarakat transisi awal (early transitional society).
Terjadi percepatan mobilitas nonpermanen ke daerah perkotaan,
perkebunan, pertambangan. Mobilitas semacam ini diperlukan
untuk mendukung pembangunan pedesaan. Penghasilan
penduduk yg mobil ini membantu meningkatkan pendapatan di
pedesaan. Jaringan transportasi yang luas, murah, efisien, dan
cepat merupakan syarat utama terjadinya peningkatan mobilitas
nonpermanen, baik sirkulasi maupun ulang alik. Juga terlihat
adanya mobilitas penduduk dari satu daerah perkotaan ke daerah
perkotaan yang lain, dengan kota besar sebagai tujuan utama
migrasi dari kota kecil dan menengah. Terjadi peningkatan pesat
dalam mobilitas ke daerah-daerah baru. Pada tahap ini migrasi
masih didominasi oleh penduduk laki-laki.
Tahap Kelima: masyarakat mulai maju (early advanced society).
Angka urbanisasi telah melampaui 50 persen dan mobilitas dari
pedesaan ke perkotaan menurun. Mulai terjadi sub-urbanisasi
dan dekonsentrasi penduduk. Mobilitas nonpermanen, terutama
ulang-alik, meningkat lagi. Ulang alik didominasi oleh laki-laki.
Tahap Keenam: masyarakat maju lanjut (late advanced society).
Terus terjadinya dekonsentrasi penduduk perkotaan. Penduduk
perkotaan makin menyebar ke daerah perkotaan yg lebih kecil.
Juga dapat terjadi peningkatan arus masuk pekerja asing,
terutama migran dari negara yang masih berada pada tahap
keempat. Ulang alik terjadi dengan pesat. Semua arus mobilitas
ini dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan, tanpa
perbedaan yang mencolok.
Tahap ketujuh: masyarakat maju super (super advanced society).
Pada tahap ini diwarnai oleh adanya teknologi tinggi, termasuk
teknologi informasi. Pada saat ini amat mungkin bahwa mobilitas
permanen semakin berkurang dan mobilitas nonpermanen,
terutama berujud mobilitas ulang-alik, meningkat. Sistim
transportasi diganti dengan sistim komunikasi. Orang tidak perlu
lagi berpindah tempat untuk dapat saling berkomunikasi.
Thesis Brain Drain & Konsep Remitans
BAB 7
Pengertian
• Kualitas penduduk terbagi dlm kualitas fisik dan kualitas non-
fisik. Kualitas fisik, minimal dapat dipakai tiga indikator yaitu
ukuran antropometrik (tinggi, berat badan dan lainnya),
kesehatan serta kesegaran jasmani. Kualitas non-fisik dapat
berupa kecerdasan, kesehatan mental, pendidikan, religiusitas
dan lainnya dari ciri non-fisik.
• Pengukurannya dapat dibedakan atas indikator individu dan
kelompok. Indikator individu menunjukkan kualitas yang
melekat pada masing-masing individu. Kualitas kelompok
adalah menunjukkan kualitas rata-rata sekumpulan manusia
yg menjadi penduduk suatu kawasan.
• Penyajian kualitas yang banyak digunakan adalah ukuran
kelompok, karena lebih mudah dlm evaluasi dan intervensi
kebijakan. Kelemahannya, kurang tepat jika ketimpangan
antar individu dlm kelompok tersebut relatif besar.
Pendapatan Perkapita
• Pada tahun 1950-an, paradigma pembangunan mengacu pada
pertumbuhan ekonomi. Ukuran keberhasilan pembangunan
adalah pembentukan modal dan produksi. Indikator yg umum
digunakan untuk mengukur kualitas penduduk adalah
pendapatan perkapita.
• Penggunaan pendapatan perkapita mempunyai banyak
kelemahan. Diantaranya: (1) tidak tercakupnya produksi
subsisten yang tidak dipasarkan, (2) terabaikannya aspek
distribusi pendapatan, (3) kualitas penduduk dan tingkat
kesejahteraan masyarakat suatu hal yang subjektif yang tidak
dapat diukur semata-mata melalui pendekatan pendapatan
perkapita.
PQLI atau IMH
• Tahun 1970-an, timbul pandangan bahwa kesenjangan
merupakan masalah penting yg harus segera diatasi.
Paradigma pembangunan terpusat pada usaha pemenuhan
kebutuhan pokok hidup manusia.
• Untuk mengukur sejauh mana hasil pembangunan mampu
memenuhi kebutuhan dasar manusia dari segi peningkatan
kualitas fisik kehidupan, digunakan beberapa tolok ukur.
• Morris dan Grant (1976) mengajukan PQLI (Physical Quality
of Live Index) atau IMH (Indeks Mutu Hidup). Indeks
tersebut mencakup tiga parameter pokok yaitu : angka
kematian bayi (IMR), angka harapan hidup pada umur 1
tahun, dan tingkat melek huruf penduduk usia 15 tahun atau
lebih.
• Kelemahan PQLI: tidak dapat digunakan sebagai indikator
kesejahteraan total (yang didalamnya harus mengandung
pengukuran tentang rasa aman, keadilan, hak-hak asasi dan
hal-hal lainnya yang tidak memiliki eksistensi material).
• Di Indonesia, Sayogyo menambah variabel fertilitas (Total
Fertility Rate = TFR) sebagai variabel keempat. Ia memberi
nama dengan istilah IMH-plus (Indeks Mutu Hidup-plus).
• Hananto Sigit juga mengukur Indeks Mutu Hidup dengan
menggunakan tiga variabel seperti yang diajukan Moris-Grant.
Ia memberi nama dengan istilah : Indeks Kualitas Hidup
Manusia Indonesia (IKHMI). Hananto Sigit juga mencoba
menambahkan variabel pendapatan (PDRB) sebagai variabel
keempat untuk indikator ini yang kemudian diberi nama
IKHMI plus atau IKHMIY.
HDI atau IPM
• Akhir tahun 1980-an, muncul paradigma yang menyatakan
bahwa pembangunan adalah dari, oleh dan untuk manusia.
Karenanyaprogram pembangunan harus diarahkan pada
pembangunan manusia itu sendiri.
• UNDP merumuskan pembangunan manusia sebagai suatu
proses perluasan spektrum pilihan manusia, meningkatkan
kesempatan mereka untuk memperoleh pendidikan, pelayanan
kesehatan, penghasilan dan pekerjaan.
• Tahun 1990 diperkenalkan suatu indikator yang diberi nama
Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembang-unan
Manusia (IPM), sebagai indikator komposit atas tiga kiteria
yaitu kesehatan (diukur dari harapan hidup saat dilahirkan,
pengetahuan (diukur dari angka melek huruf & rata-rata lama
bersekolah, dan pendapatan (diukur dari paritas daya beli)
ISU-ISU KEPENDUDUKAN
TERKINI
BAB 8
8.1. Pembangunan Berwawasan
Kependudukan
Pengertian
Secara sederhana pembangunan berwawasan kependudukan
mengandung dua makna sekaligus, yaitu :
• Pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan kondisi
penduduk yang ada. Penduduk harus dijadikan titik sentral
dalam proses pembangunan. Penduduk harus dijadikan
subjek dan objek dalam pembangunan. Pembangunan
adalah oleh penduduk dan untuk penduduk.
• Pembangunan sumberdaya manusia. Pembangunan lebih
menekankan pada peningkatan kualitas sumber daya
manusia dibandingkan dengan pembangunan infrastruktur
semata-mata.
Dimensi Penduduk dalam
Pembangunan Nasional
• Penduduk merupakan isu yg sangat strategis dalam
kerangka pembangunan nasional, karena:
• Penduduk merupakan pusat seluruh kebijakan dan program
pembangunan yang dilakukan. Pembangunan dikatakan
berhasil jika mampu meningkatkan kesejahteraan
penduduk baik kualitas fisik maupun non fisik.
• Keadaan penduduk sangat mempengaruhi dinamika
pembangunan. Jumlah penduduk yang besar, jika diikuti
dengan kualitas penduduk yang memadai, akan merupakan
pendorong bagi pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya,
jumlah penduduk yang besar, jika diikuti dengan tingkat
kualitas rendah, menjadikan penduduk tersebut hanya
sebagai beban bagi pembangunan nasional.
8.2. Ideologi Gender
Pengertian
Gender adalah bangunan "sosio-kultural" yg membe-
dakan karakteristik maskulin & feminim. Berbeda dari
seks atau jenis kelamin laki-laki & perempuan yg
bersifat biologis.
Ciri maskulin atau feminim tergantung dari konteks
sosial-budaya bukan semata pada perbedaan jenis
kelamin. Maskulin dalam satu kebudayaan bisa
dianggap sebagai feminim dalam budaya lain.
Gender merupakan landasan bagi berlangsungnya
masyarakat. Melalui sistem pengaturan gender, persepsi
diri laki-laki & perempuan, apa & siapa dirinya dlm
masyarakat itu ditentukan, alokasi pekerjaan diberikan,
dan pembagian wewenang atau kuasa dilakukan.
Ketidakseimbangan berdasarkan gender mengacu pada
ketidakseimbangan akses sumber-sumber yg langka
dlm masyarakat.
Diferensiasi Gender
Tiga teori dasar dlm diferensiasi gender yaitu teori neo-
klasik, segmentasi pasar tenaga kerja & feminist.
Teori neo-klasik: pembagian kerja seksual di-dasarkan
perbedaan seksual dlm berbagai variabel yg mempengaruhi
produktivitas pekerja.
Perbedaan tsb meliputi pendidikan, ketram-pilan, lamanya
jam kerja, tanggung jawab RT, serta kekuatan fisik. Ini
didasari asumsi dlm pasar persaingan sempurna, pekerja
mempe-roleh upah sebesar "marginal product" yg
dihasilkannya. Asumsi lain: keluarga menga-lokasikan
sumberdaya secara rasional, se-hingga laki-laki
memperoleh investasi "human capital" yg lebih tinggi dari
perempuan.
Dua kelemahan teori ini. (1) Asumsi perbe-daan fisik
sbg sumber "pekerjaan-pekerjaan khas perempuan".
Secara biologis hanya mengandung & melahirkan
pekerjaan khas perempuan. Selain itu, tdk ada alasan
biologis yg menjelaskan mengapa perem-puan harus
mengasuh anak/melakukan pekerjaan domestik
lainnya. (2) Asumsi laki-laki & perempuan memiliki
akses peluang kerja yg sama, tidak mempertimbangkan
segmentasi pasar tenaga kerja yg tdk dpt dijelaskan
berdasarkan perbedaan seksual dlm "human capital".
Kelemahan pertama ditutupi dgn teori gender/feminist,
kelemahan kedua dikoreksi dgn teori pasar tenaga kerja
ganda.
Teori segmentasi pasar tenaga kerja: laki-laki pada usia
prima terkonsentrasi dalam pekerjaan berupah tinggi,
stabil dan dengan latihan, promosi dan prospek karier
lebih baik (PRIMARY JOBS). Sedangkan perempuan
berada pada SECONDARY JOBS, dengan karakteristik
pekerjaan sebaliknya.
Keterbatasan ruang lingkup kerja perempuan diaki
batkan oleh karena perempuan tidak mempunyai
kapasitas untuk akses pada male-dominated jobs,
sehingga perempuan terkonsentrasi secara berlebih
dalam suatu range kesempatan kerja terbatas, yang
menekan tingkat upah perempuan.
Teori segmentasi pasar tenaga kerja menunjukkan bahwa
pekerja laki-laki dan perempuan tidak bersaing dgn
landasan yang sama, karenanya tidak mempunyai akses
yang sama ke lapangan kerja.
Teori segmentasi pasar tenaga kerja tidak mampu
menjelaskan mengapa segmentasi pasar tenaga kerja
berdasarkan jenis kelamin terjadi. Menurut teori gender/
feminist, kedudukan perempuan yg relatif rendah dlm
pasar tenaga kerja tidak dapat dipisahkan dari sistem sosial
yg menem-patkan perempuan pada kedudukan yang lebih
rendah daripada laki-laki.
Gender dalam Dunia Kerja
Diskriminasi pasar TK adalah adanya segregasi okupasi --
terdapat bagian besar dari pekerjaan untuk laki-laki dan
sisanya (dgn upah yg rendah) untuk perempuan.
Ada dua pola segregasi. Secara horizontal perempuan
tersegregasi pada jenis pekerjaan berstatus rendah.
Segregasi vertikal ditunjukkan dgn fungsi-fungsi tertentu
dimonopoli laki-laki, yaitu fungsi dengan kewenangan yg
luas, tingkat pengawasan yg tinggi serta kondisi kerja yg
lebih baik.
Segregasi vertikal maupun horizontal menyebabkan
rendahnya status perempuan dlm pekerjaan. Status
mencakup dua aspek sekaligus: yaitu "otonomi
perempuan" dan "kekuasaan sosial".
8.3. Penduduk Lansia
Pengantar
• Perhatian pemerintah di negara-negara sedang
berkembang terhadap penduduk lanjut usia (lansia)
terus meningkat, karena pesatnya pertumbuhannya.
• Lansia adalah mereka yang berusia 64 tahun ke atas
(PBB) atau 60 tahun keatas (Menko Kesra)
• Lansia merupakan kelompok penduduk yg mempu-
nyai resiko tinggi untuk sering sakit & menderita sakit
kronis, serta mengalami ketidakmampuan.
• Hal-hal tsb membutuhkan pengobatan medis & pera-
watan yg intensif. Namun, biaya rumah sakit & tekno-
logi perawatan orang tua adalah mahal, sedangkan
kemampuan pemerintah relatif terbatas dlm menyedi-
akan dana. Oleh karenanya perlu mengembalikan
peran keluarga dalam perawatan lansia.
Dampak Pembangunan Thdp Lansia
• Tiga dampak negatif pembangunan terhadap kese-
jahteraan lansia: (1) peningkatan prevalensi migrasi
desa-kota, (2) meningkatnya aktivitas ekonomi wani-
ta dan (3) perubahan sistem perekonomian tradisi-
onal ke perekonomian modern.
• Menyebabkan terjadinya pemisahan/keluarnya pen-
duduk lansia dari struktur keluarga, dalam bentuk :
a. Spatial Separation
Peningkatan prevalensi migrasi desa-kota, menye-
babkan banyak lansia yg ditinggal keluarganya.
Meningkatnya mobilitas penduduk (umumnya usia
muda) menyebabkan lansia tidak dapat lagi menjadi
satu dengan keluarga (spatial separation). Kondisi ini
menyulitkan untuk tetap menyantuni orang tua
mereka pada usia lanjut.
b. Cultural Separation
Meningkatnya pendidikan wanita menyebabkan nilai waktu
wanita di luar rumah lebih tinggi. Menyebabkan
berkurangnya alokasi waktu untuk pekerjaan kerumah-
tanggaan, termasuk mengurus orang tua.
Peningkatan pendidikan generasi muda secara keselu-
ruhan juga menyebabkan terjadi perbedaan nilai buda-ya
penduduk usia muda dan lansia. Mengakibatkan sulit
menggabungkan keduanya dalam satu kehidupan.
c. Economic Separation
Peranan orang tua yang tinggi dalam ekonomi secara
tradisional, akan berkurang dalam masyarakat modern.
Penghasilan angkatan kerja muda yg lebih tinggi dari
orang tuanya menyebabkan rendahnya ketergantungan
pada orang tua. Menyebabkan berkurangnya rasa
tanggung jawab menyantuni keluarga pada usia lanjut.