Anda di halaman 1dari 66

TITIK SINGGUNG DAN

KEBERATAN DALAM PROSES


KEPAILITAN

Oleh:
Dr.Hj. MARNI EMMY MUSTAFA, SH. MH.
MAGISTER KENOTARIATAN PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS JAYABAYA
2020
Klausula Arbitrase

Klausula arbitrase adalah suatu klausula dalam


perjanjian antara para pihak yang
mencantumkan adanya kesepakatan untuk
menyelesaikan sengketa yang timbul antara
para pihak melalui proses arbitrase.
Klausula arbitrase sebagaimana yang
disarankan oleh BANI isinya adalah sebagai
berikut : Semua sengketa yang timbul dari
perjanjian ini, akan diselesaikan dan diputus
oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)
menurut peraturan-peraturan administrasi dan
peraturan-peraturan prosedur arbitrase BANI,
yang keputusannya mengikat kedua belah
pihak yang bersengketa sebagai keputusan
tingkat pertama dan terakhir. 
Penerapan Klausula Arbitrase
Dalam Perkara Perdata Umum

• Kewenangan badan arbitrase (UU arbitrase) :


Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa
• Dalam banyak perjanjian perdata, klausula
arbitase banyak digunakan sebagai pilihan
penyelesaian sengketa. Pendapat hukum yang
diberikan lembaga arbitrase bersifat mengikat
(binding) oleh karena pendapat yang diberikan
tersebut akan menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari perjanjian pokok (yang
dimintakan pendapatnya pada lembaga
arbitrase tersebut).
• Setiap pendapat yang berlawanan terhadap
pendapat hukum yang diberikan tersebut
berarti pelanggaran terhadap perjanjian
(breach of contract - wanprestasi).
• Oleh karena itu tidak dapat dilakukan
perlawanan dalam bentuk upaya hukum
apapun.
Penerapan Klausula Arbitrase
Dalam Perkara Kepailitan

Pasal 303
“Pengadilan tetap berwenang memeriksa dan
menyelesaikan permohonan pernyataan pailit
dari para pihak yang terikat perjanjian yang
memuat klausula arbitrase, sepanjang utang
yang menjadi dasar permohonan pernyataan
pailit telah memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-
Undang ini” 
Titik Singgung Antara Perkara Kepailitan
dengan Perkara Hubungan Industrial

Penting untuk :
• Menentukan kedudukan pekerja sebagai
kreditur
• menentukan jumlah tagihan buruh apabila
terjadi perbedaan perhitungan antara Kurator
dan Pekerja 
Kewenangan Pengadilan Hubungan
Industrial

Pasal 2  UU. No. 2 Tahun 2004 tentang


Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Jenis Perselisihan Hubungan Industrial meliputi
:
a. perselisihan hak ;
b. perselisihan kepentingan ;
c. perselisihan pemutusan hubungan kerja ;
d. perselisihan antar serikat pekerja/serikat
buruh hanya dalam satu perusahaan ;
Hak Buruh Dalam UU Kepailitan
Pasal 39 UU Kepailitan
1) Pekerja yang bekerja pada Debitor dapat
memutuskan hubungan kerja, dan
sebaliknya Kurator dapat
memberhentikannya dengan mengindahkan
jangka waktu menurut persetujuan atau
ketentuan perundang-undangan yang
berlaku, dengan pengertian bahwa
hubungan kerja tersebut dapat diputuskan
dengan pemberitahuan paling singkat 45
(empat lima) hari sebelumnya.
2) Sejak tanggal putusan pernyataan pailit
diucapkan, upah yang terutang sebelum
maupun sesudah putusan pernyataan pailit
diucapkan merupakan utang harta pailit.
Hak Pekerja Menurut UU Ketenagakerjaan

Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13


Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan :
“Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau
dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak
lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang
yang didahulukan pembayarannya”
Contoh Kasus
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 67/PUU-
XI/2013, tanggal 11 September 2014

• PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 13


Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan [Pasal
95 Ayat (4)].
• PEMOHON 1. Otto Geo Diwara Purba, Syamsul
Bahri Hasibuan, Eiman, dkk (Perkara Nomor
67/PUU-XI/2013) 2. Ferry Tansil (Perkara
Nomor 68/PUU-XI/2013) 3. Otto Cornelis
Kaligis, Y.B. Purwaning M. Yanuar, Bharata
Ramedhan, dkk (Perkara Nomor
103/PUUXI/2013) 4. Ignatius Ryan Tumiwa
(Perkara Nomor 55/PUU-XII/2014)
• Melawan Pemerintah
• meski antara kreditur spratis dan pekerja
dasar hukumnya sama yaitu perjanjian, Hakim
Mahkamah Konstitusi melihat dari aspek lain
terdapat perbedaan yang signifikan antara
keduanya;
Dari Aspek Hukum:

• perjanjian gadai, hipotik, dan fiducia


merupakan perjanjian yang dilakukan
pengusaha dan pemodal. secara sosial
ekonomis para pihak itu dikatakan sama,
terlebih pemodal yang bisa jadi pengusaha;
• perjanjian kerja dilakukan oleh subyek hukum
yang berbeda yaitu pengusaha, dan pekerja
secara sosial ekonomis, berkedudukan
mereka tidak sejajar karena posisi pengusaha
lebih kuat ketimbang buruh;
Dari Aspek Obyek:

• obyek gadai, hipotik, dan fiducia adalah


property sedangkan obyek perjanjian kerja
adalah tenaga atau keterampilan. sehingga
antara pengusaha dan pekerja punya
perbedaan yang mendasar terkait obyek
property dan manusia;
• Hakim Mahkamah Konstitusi:
• kepentingan manusia terhadap diri dan
kehidupan harus menjadi prioritas dan
menduduki peringkat teratas ketimbang
Kreditor sparatis;
• upah pekerja / buruh sesungguhnya adalah
hutang pengusaha kepada pekerja / buruh
yang seharusnya dibayar sebelum kering
keringatnya.
Amar Putusan

• “pembayaran upah pekerja/buruh yang


terhutang didahulukan atas semua jenis
kreditur termasuk atas tagihan kreditur
separatis, tagihan hak negara, kantor lelang,
dan badan umum yang dibentuk Pemerintah,
sedangkan pembayaran hak-hak pekerja/buruh
lainnya didahulukan atas semua tagihan
termasuk tagihan hak negara, kantor lelang,
dan badan umum yang dibentuk Pemerintah,
kecuali tagihan dari kreditur separatis”;
Hak Buruh Dalam UU Pajak

Buku Dua Bab XIX KUH Perdata Pasal 21


Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 yang
diubah oleh Undang-Undang Nomor 9 Tahun
1994 PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN
UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN :
Hak negara ditempatkan sebagai pemegang
hak posisi pertama, diikuti oleh kreditor
separatis (pemegang hak tanggungan, gadai,
fidusia, hipotik).
Titik Singgung Antara Perkara Kepailitan
Dengan Perkara Pidana

Tidak ada ketentuan pidana secara khusus


dalam UUK.
UUK termasuk lapangan hukum privat
Penegakannya tergantung kehendak pihak
yang dirugikan
Upaya Paksa berupa penyitaan harta benda,
bukan pemidanaan.
Tanggung Jawab Pidana Kurator

Pasal 72
Kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan
atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas
pengurusan dan/atau pemberesan yang
menyebabkan kerugian terhadap harta pailit
Tanggung jawab :
- Pidana
- Perdata
Upaya Paksa Terhadap Debitur Yang Tidak
Kooperatif
Pasal 95
Permintaan untuk menahan Debitor Pailit
harus dikabulkan, apabila permintaan tersebut
didasarkan atas alasan bahwa Debitor Pailit
dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98, Pasal
110, atau Pasal 121 ayat (1) dan ayat (2).
Sandera (Gizelling) Bukan Sanksi Pidana

 Debitor bersikap tidak kooperatif dengan


kurator dan atau berupaya menghilangkan
harta pailit seperti semua surat, dokumen,
uang, perhiasan, efek, dan surat berharga
lainnya milik debitor.
 Debitor pailit tidak menghadap untuk
memberikan keterangan kepada hakim
pengawas, kurator, atau panitia kreditur
meskipun telah dipanggil secara resmi,
patut, dan layak.
 Debitor pailit tidak hadir sendiri dalam rapat
pencocokan piutang.
 Kreditur tidak dapat meminta keterangan dari
debitor pailit mengenai hal hal yang
dikemukakan melalui hakim pengawas.
Persyaratan khusus mengenai pengabulan
permohonan paksa badan (gijzeling) juga diatur
dalam Perma Nomor 1 Tahun 2000 seperti
dalam pasal pasal berikut:
1. Pada Pasal 3 ayat (1), disebutkan bahwa
paksa badan (gijzeling) tidak dapat
dikenakan terhadap debitur yang beritikad
tidak baik yang telah berusia 75 tahun.
2. Pasal 4 yang menyatakan bahwa paksa
badan (gijzeling) hanya dikenakan pada
debitur yang beritikad tidak baik yang
mempunyai utang sekurang kurangnya Rp.
1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Debitur Tidak Mau Menyerahkan Dokumen
Kepada Kurator

Pasal 98
Sejak mulai pengangkatannya, Kurator harus
melaksanakan semua upaya untuk
mengamankan harta pailit dan menyimpan
semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek,
dan surat berharga lainnya dengan
memberikan tanda terima.
Debitur Berada Dalam Tahanan

Pasal 96
(1)Dalam hal diperlukan kehadiran Debitor
Pailit pada sesuatu perbuatan yang
berkaitan dengan harta pailit maka apabila
Debitor Pailit berada dalam tahanan, Debitor
Pailit dapat diambil dari tempat tahanan
tersebut atas perintah Hakim Pengawas.
(2)Perintah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan oleh kejaksaan.
Debitur Tidak Mau Hadir

Pasal 110
(1)Debitor Pailit wajib menghadap Hakim
Pengawas, Kurator, atau panitia kreditor
apabila dipanggil untuk memberikan
keterangan.
(2)Dalam hal suami atau istri dinyatakan pailit,
istri atau suami yang dinyatakan pailit wajib
memberikan keterangan mengenai semua
perbuatan yang dilakukan oleh masing-
masing terhadap harta bersama.
Sita Pidana

Pasal 39 ayat (2) KUHAP


benda yang berada dalam sitaan karena
perkara perdata atau karena pailit dapat juga
disita untuk kepentingan penyidikan,
penuntutan, dan pengadilan perkara pidana
sepanjang memenuhi ketentuan ayat 1.
Sita Pailit

Pasal 31 (1) UUK


1) Putusan pernyataan pailit berakibat bahwa
segala penetapan pelaksanaan Pengadilan
terhadap setiap bagian dari kekayaan
Debitor yang telah dimulai sebelum
kepailitan, harus dihentikan seketika dan
sejak itu tidak ada suatu putusan yang
dapat dilaksanakan termasuk atau juga
dengan menyandera Debitor.
2) Semua penyitaan yang telah dilakukan
menjadi hapus dan jika diperlukan Hakim
Pengawas harus memerintahkan
pencoretannya.
3) Dengan tidak mengurangi berlakunya
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 93, Debitor yang sedang dalam
penahanan harus dilepaskan seketika setelah
putusan pernyataan pailit diucapkan.
Tidak Ada Keberatan
Bagi Kreditur dan Debitur yang tidak menolak
jumlah klaim/tagihan yang ditetapkan
Kurator, maka hasil verifikasi Kurator bersifat
mengikat Kreditur dan Debitur tersebut yang
dimuat dalam Berita Acara Rapat.
Kreditur Menolak Jumlah Klaim

Bagi Kreditur yang menolak perhitungan


jumlah klaim/tagihan sebagaimana yang
ditetapkan oleh Kurator, maka Kurator
selanjutnya akan melakukan verifikasi ulang
dengan Kreditur tersebut dan/atau pihak
Debitur. Dalam hal ini jumlah klaim/tagihan
yang telah ditetapkan tersebut menjadi tidak
mengikat dan masih dapat dibantah oleh
Kurator, Kreditur maupun Debitur;
1. Renvoi Prosedur

1. Pasal 127 (1) UUK


2. Dalam hal terdapat bantahan yang tidak
dapat didamaikan oleh Hakim Pengawas,
atas perintah Hakim Pengawas kedua
pihak yang berselisih wajib menyelesaikan
perselisihannya ke Pengadilan.
3. Perkara diperiksa secara sederhana.
4. Persidangan wajib dihadiri para pihak
5. Jika Pemohon/ pembantah tak hadir, yang
bersangkutan dianggap mencabut
keberatannya
6. Jika pembantah tidak hadir dianggap dalam
persidangan ia dianggap telah menarik
kembali bantahannya.
7. Jika pihak yang dibantah tidak hadir di
persidangan, ia dianggap melepaskan
bantahannya dan Hakim wajib mengakui
piutang yang dimaksud pembantah.
8. Kreditor yang tidak ajukan bantahan dalam
rapat pencocokan piutang tidak dapat
menggabungkan diri dalam sidang renvoi ini
Bantahan Dapat Berupa:

1. Bantahan terhadap jumlah piutang yang


diakui atau tidak diakui dalam rapat
pencocokan piutang
2. Peringkat piutang yang tidak disepakati
dalam rapat pencocokan piutang.
3. Bantahan harus jelas menyebutkan secara
detail apa yang dibantah, alasan
pembantahan, bantahan yang tidak jelas
dianggap bukan bantahan (Ps. 132(4) UUK)
Contoh Kasus renvoi
Nomor : 04/Renvoi
Prosedur/2015/PN.Niaga.Sby. jo. Nomor:
12/Pailit/2015/PN.Niaga.Sby.

PT. DWIPA INDONESIA (dalam pailit), yang


dalam hal ini diwakili oleh SRI ISJANA
WADIPALAPA PUTRI, SH.,Advokat dan
Konsultan Hukum, berdasarkan surat kuasa
khusus tanggal 24 Nopember 2015, selanjutnya
disebut sebagai………….…….PELAWAN

TERHADAP
PT. INDOMOBIL FINANCE INDONESIA,yang
diwakili oleh IDRIS WASAHUA, SH.MH., dkk.,
Advokat dan Konsultan Hukum pada IDRIS
WASAHUA & Partners, berdasarkan Surat Kuasa
Khusus tertanggal 07 Desember 2015,
selanjutnya disebut sebagai……....TERLAWAN;
Dan
SUMARSO, SH.MH. Selaku Kurator PT. DWIPA
INDONESIA (dalam pailit) , selanjutnya disebut
sebagai……………………………..TURUT TERLAWAN
Duduk Perkara

• Bahwa pada tanggal 23 Nopember 2015, telah


dilakukan rapat pencocokan utang/verifikasi
pajak, yang dilakukan Turut Terlawan atas
tagihan-tagihan yang telah diajukan kepada
turut Terlawan/ Kurator PT. DWIPA
INDONESIA (dalam pailit ), dalam perkara No.
12/Pailit/2015/PN.Niaga,Sby.;
• Bahwa pada saat turut Terlawan/Kurator
menyampaikan jumlah tagihan yang diajukan
oleh Terlawan, jumlah tagihannya total
sebesar USD. 1.763.234,50;
Pertimbangan Hakim

• Menimbang, bahwa dalam perlawanannya


pelawan mendalikan jika utang pelawan
kepada Terlawan adalah USD.1.566.618.60-
sedangkan Terlawan mengajukan tagihan
melalui turut Terlawan adalah sebesar USD.
1.763.234.50,-;
• Menimbang, bahwa besarnya tagihan yang
diajukan oleh Terlawan, didasarkan pada
berakhirnya masa perjanjian, sedangkan
barang modal 2 (dua) unit telah ditarik oleh
Terlawan pada tanggal 31 Juli 2015 dan untuk
barang modal lainnya telah diajukan
pengembalian kepada turut Terlawan,
sehingga keadaan demikian perlu
diperhitungkan untuk menentukan jumlah
utang Pelawan kepada Terlawan;
• Menimbang, bahwa disamping itu pula sejak
barang modal ditarik oleh Terlawan, maka
pelawan sudah tidak memperoleh manfaat
dari barang modal sehingga adalah adil,
apabila tagihan Terlawan kepada turut
Terlawan sebesar USD. 1.763.234.50,- sangat
beralasan untuk ditolak, selanjutnya Majelis
Hakim sependapat dengan perhitungan yang
diajukan pelawan sebesar USD 1.566.618,60
dengan ketentuan masih harus diperhitungkan
dengan nilai likuidasi asset yang ditarik
Terlawan;
MENGADILI:

1. Mengabulkan Perlawanan / bantahan dari


pelawan sebagian ;
2. Menyatakan pengajuan tagihan Terlawan
sebagai biaya penarikan sebesar sebesar
USD 1.566.618,60 tetapi harus dikurangi
nilaisetelah hasil likuidasi atas penarikan
seluruh obyek guna usaha;
3. Memerintahkan Turut Terlawan untuk tunduk
dan patuh pada putusan ini;
2. Gugatan Lain- Lain

• Pasal 3(1) UUK


• Putusan atas permohonan pernyataan pailit
dan hal-hal lain yang berkaitan dan diatur
dalam UU ini diputuskan oleh Pengadilan yang
daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan
hukum Debitur.
Yang termasuk gugatan lain-lain yaitu :
1. Actio Pauliana
2. Perlawanan Pihak ketiga terhadap
pernyataan pailit
3. Gugatan terhadap harta pailit oleh pihak
ketiga
4. Gugatan Kurator terhadap direksi yang
menyebabkan suatu perseroan pailit
5. Dll
Actio Pauliana
Psl. 41-50 UUK

A. Pengertian Actio Pauliana dalam Kepailian :


Actio Pauliana adalah suatu tindakan
Kurator untuk meminta pembatalan kepada
Pengadilan atas semua perbuatan hukum
debitur pailit yang dilakukan sebelum
putusan pailit diucapkan, tindakan mana
merugikan kepentingan kreditur.
Dasar Hukum Actio Pauliana

• Pasal 1341 KUH Perdata :


UU memberikan hak kepada seorg kreditor
untuk ajukan pembatalan ke Pengadilan atas
perbuatan debitor yang tidak diwajibkan
terhadap harta kekayaannya, yang diketahui
debitor merugikan kreditor, sepanjang dapat
dibuktikan bahwa ketika perbuatan itu
dilakukan, debitor dan pihak yang melakukan
mengetahui bahwa perbuatan itu merugikan
kreditor.
Dasar Hukum Actio Pauliana

Pasal 41 (1) UUK:


• Untuk kepentingan harta pailit kepada
Pengadilan dapat dimintakan pembatalan
segala perbuatan hukum debitur yang telah
dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan
kreditur yang dilakukan sebelum pernyataan
pailit diucapkan.
• Kecuali, perbuatan hukum debitur yang wajib
dilakukan karena perjanjian atau UU
Actio Paulina Dalam Kepailitan
• Dilakukan sesudah Debitur Pailit
Kurator karena kewenangannya wajib
mengajukan gugatan pembatalan atas
tindakan debitur tersebut.
Diajukan ke Pengadilan Niaga di tempat
domisili Debitur

• Dilakukan sebelum Debitur Pailit


Apabila perbuatan hukum tidak wajib
tersebut dilakukan setahun sebelum debitur
pailit
Actio Paulina Dalam Kepailitan

Syarat-syarat pengajuan Actio Paulina:

1. Debitur telah melakukan perbuatan hukum;


2. Perbuatan hukum tersebut tidak wajib
dilakukan oleh debitur, baik berdasarkan
perjanjian maupun berdasarkan undang-
undang;
3. Perbuatan hukum tersebut telah merugikan
kreditur;
4. Pada saat perbuatan hukum tersebut dilakukan
debitur mengetahui bahwa perbuatan hukum
tersebut merugikan kreditur;
5. Pada saat perbuatan hukum tersebut dilakukan,
pihak dengan siapa debitur melakukan perbuatan
hukum tersebut, mengetahui bahwa perbuatan
hukum tersebut merugikan kreditur;

Syarat pada poin 4 dan 5 merupakan persangkaan


menurut Undang-Undang, di mana jika perbuatan
tersebut dilakukan dalam jangka waktu 1 tahun
sebelum putusan pailit, maka debitur atau pihak
dengan siapa debitur melakukan perbuatan hukum
tersebut dianggap mengetahui bahwa tindakannya
tersebut merugikan kreditur
Alasan Actio Pauliana

Pasal 42 UUK
1. Illegal Transcation (Transaksi Ilegal);
2. Undue Preference (Preferensi yang
Tidak Perlu);
3. Undervalued Transaction (transaksi yang
dilakukan oleh perusahaan yang kemudian mengalami 
kebangkrutan yang dikesampingkan oleh perintah
pengadilan, biasanya setelah penerapan likuidator
 untuk kepentingan kreditor debitur.)
4. Overvalued Transaction (Transaksi
yang dinilai terlalu tinggi).
Debitur Dianggap Mengetahui Dan
Sepatutnya Mengetahui Bisa Dilakukan Test
Sebagai berikut:
• Merupakan perjanjian dimana kewajiban
Debitur melebihi kewajibannya
• Pembayaran hutang yang belum jatuh tempo
• Dilakukan oleh debitur perorangan untuk
kepentingan keluarganya, badan hukum
terafiliasi dengan debitur
• Dalam hal Debitur badan hukum dilakukan
untuk kepentingan pengurus badan hukum,
diri sendiri dan keluarganya
Perbuatan Hukum Yang Dapat Dimintakan
Pembatalannya Dengan Actio Pauliana

• Psl 42 UUK
• Perjanjian yang mengakibatkan kerugian bagi
kreditur lain yang dilakukan debitur
• Psl 43 , 44 UUK
• Hibah yang dilakukan Debitur sepanjang
Kurator dapat membuktikan bahwa Debitur
mengetahui bahwa tindakannya tersebut akan
merugikan kreditur lain.
Contoh Kasus Actio Pauliana
Nomor: 01/ACTIO
PAULIANA/2008/PN.Niaga.Jkt.Pst.
• DENNY AZANI B. LATIEF, SH, sebagai Kurator Dalam Perkara
Pailit No.55/Pailit/2006/PN.Niaga Jkt.Pst. atas izin berdasarkan
Penetapan dari Hakim Pengawas
No.55/PAILIT/2006/PN.Niaga.Jkt.Pst. tertanggal 17 Maret 2008,
selanjutnya disebut sebagai PENGGUGAT ;
M E LAWAN
• DR. WANDI SOFIAN, SE, dalam kedudukannya selaku Pengurus
PT. IBIST CONSULT (dalam pailit) maupun Selaku Pribadi
disebut sebagai TERGUGAT I;
• Dr. NANI RAHMANIA, selanjutnya disebut sebagai TERGUGAT II;
• MARIA ELISABETH IIS AISYAH (NY.IIS AISYAH), selanjutnya
disebut sebagai TURUT TERGUGAT ;
Duduk Perkara
Bahwa PENGGUGAT selaku Kurator PT. IBIST CONSULT
berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 55/PAILIT/2006/
PN.NIAGA.JKT.PST tertanggal 24 Januari 2007
yangmenyatakan PT. IBIST CONSULT Pailit dengan
segala akibat hukumnya, mengajukan Gugatan Actio
Pauliana ini sebagai upaya Kurator untuk membatalkan
segala perbuatan hukum yang dilakukan oieh
TERGUGAT I dan TERGUGAT II, berupa usaha
pengalihan atas harta/asset-asset PT. IBIST CONSULT
(Dalam Pailit) yang telah terdaftar didalam Budel Pailit
PT. IBIST CONSULT (Dalam Pailit), yang dilakukan
sebelum Putusan Pernyataan Pailit diucapkan, yang
mengakibatkan berkurangnya harta Budel Pailit
sehingga merugikan Para Kreditor.
Hal ini sesuai dengan tugas Kurator dalam
pengurusan serta pemberesan Budel Pailit PT.
IBIST CONSULT Dalam Pailit, dimana
PENGGUGAT harus melakukan segala upaya
untuk mengamankan Harta Pailit terhadap
perbuatan yang merugikan kepentingan
Kreditor (vide Pasal 69 ayat (1) Jo Pasal 98 Jo
Pasal 30 Jo Pasal 41 ayat (1) dan (2) Jo Pasal
42 Undang undang RI No. 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pertimbangan Hakim

1. Dilakukan dengan tipu muslihat;

a) Bahwa harta/asset-asset sebagaimana


tercantum dalam poin 2.1 s/d 2.3 diatas,
adalah merupakan obyek jaminan atas
pinjaman dana dan PT. IBIST CONSULT
kepada Pemilik tanah dan bangunan,
dimana dana pinjaman tersebut berasal
dari dana investasi yang disetorkan oleh
para nasabah ke PT. IBIST CONSULT.
b) Sedangkan harta/asset yang tercantum
dalam poin 2.4 diatas, adalah merupakan
tanah dan bangunan milik TURUT
TERGUGAT yang meminjam uang kepada
PT. IBIST CONSULT (Dalam Pailit)
dengan jaminan tanah dan bangunan
tersebut . Bahwa karena TURUT
TERGUGAT tidak dapat mengembalikan
pinjamannya kepada PT. IBIST
2. Dilakukan dengan itikad tidak baik.
Bahwa perbuatan hukurn yang dilakukan oleh
TERGUGAT I kepada TERGUGAT II sebagaimana
tercantum dalam poin 2 dan 3 tersebut diatas senyata-
nyatanya tidak beritikad baik, karena faktanya
TERGUGA T II selain merupakan Nasabah PT. IBIST
CONSULT (Dalam Pailit) juga merupakan Mertua dari
TERGUGAT I, sebab TERGUGAT I telah menikah dengan
putri kandung TERGUGAT II yang bernama Tahta Dewi,
sehingga ada conflict of interest yang patut diduga
adanya persengkongkolan antara TERGUGAT I dan
TERGUGAT II. Bahwa hal tersebut terbukti antara lain
dari alamat TERGUGAT I dan TERGUGAT II yang sama
• Menimbang, bahwa terhadap dalil Tergugat II
tersebut Majelis Hakim mempertimbangkannya,
oleh karena sesuai faktanya Tergugat I dan
Tergugat II tidak membantah kebenaran perihal
pengalihan hak tersebut disamping itu juga
tidak membantah bahwa sebenarnya Tergugat
II adalah Mertua dari Tergugat I disamping itu
juga berkedudukan sebagai Nasabah atau
Kreditor dari Debitor Pailit, dengan demikian
membuktikan adanya itikad tidak baik dan
adanya conflict of interest (benturan
kepentingan) yang berakibat merugikan
kepentingan Kreditor maupun harta pailit;
• Menimbang, bahwa hakekat tujuan gugatan
actio pauliana adalah untuk membatalkan
perbuatan-perbuatan hukum dari Debitor Pailit
ataupun pihak lain yang bertujuan untuk
merugikan kepentingan harta pailit maupun
para Kreditornya, oleh karena itu dengan
terbuktinya pengalihan hak tersebut di atas
adalah didasarkan atas itikad tidak baik maka
perbuatan-perbuatan hukum tersebut haruslah
dibatalkan sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Pasal 41 dan Pasal 42 Undang
Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran utang;
• Menimbang, bahwa berdasarkan keseluruhan
uraian pertimbangan hukum di atas, pada
akhirnya Majelis Hakim berpendapat hukum
bahwa gugatan Penggugat adalah pantas
menurut hukum untuk dikabulkan seluruhnya
Mengadili

• Mengabulkan Gugatan Actio Pauliana


Penggugat untuk sebagian
• Membatalkan seluruh perbuatan hukum yang
dilakukan oleh Tergugat I kepada Tergugat II,
yang berkaitan dengan Pengalihan atau Jual
Beli atas Obyek Sengketa

Anda mungkin juga menyukai