Kelompok Hidung - Presentation-2
Kelompok Hidung - Presentation-2
Oleh :
Alfisanatin
Janet Riani Himber
Nurfitria
Romeo R. J. Wamafma
PEMBIMBING :
D R . A G U S T I N A P E T R O N E L L A , S P. T H T- K L
ANATOMI HIDUNG
Os frontalis
Os nasale
Konka media
Konka inferior
Cavum nasi
created by rolanda
ANATOMI HIDUNG
Pada bagian anterior septum, terdapat anastomosis dari a.sphenopalatina, a. palatina mayor, a. labialis sup. Dan a.etmoidalis
anterior yang membentuk PLEKSUS KIESSELBACH atau Little Area, pleksus ini terletak superfisial sehingga menjadi
sumber perdarahan yang tersering pada epistaksis anterior.
Pada bagian posterior, terdapat pleksus woodruff yang dibentuk oleh anastomosis dari a.sfenopalatina, a.nasalis posterior
dan a. fareingeal asendens.
Anatomi Sinus Paranasalis
Refleks
Respirasi Fonetik
Nasal
Statik &
Penghidu
Mekanis
Fisiologi
Sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal. Ada yang berpendapat
bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai fungsi apa- apa karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan
tulang muka. Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain 1:
Sebagai Pengatur Kondisi Udara
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembaban udara inspirasi.
Keberatan terhadap teori ini ialah karena ternyata tidak didapati pertukaran udara yang definitif antara sinus
dan rongga hidung. Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume sinus pada
tiap kali bernapas, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam sinus. Lagi pula
mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung.
Sebagai Penahan Suhu (Thermal Insulator)
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan fosa serebri dari suhu
rongga hidung yang berubah- ubah. Akan tetapi kenyataannya sinus- sinus yang besar tidak terletak di
antara hidung dan organ-organ yang dilindungi.
Fisiologi
Membantu Keseimbangan Kepala
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka. Akan tetapi bila udara dalam
sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini
dianggap tidak bermakna.
Membantu Resonasi Suara
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi kualitas suara, akan tetapi ada
yang berpendapat bahwa posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang
efektif. Lagipula tidak ada korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan- hewan tingkat rendah.
Sebagai Peredam Perubahan Tekanan Udara
Fungsi ini berjalan bila tidak ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak, misalnya pada waktu bersin atau
membuang ingus.
Membantu Produksi Mukus
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan mukus yang dihasilkan oleh
rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini
keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.
Mekanisme Kerja Indera Penciuman
Rangsang (bau) masuk ke dalam lubang hidung melakui udara kemudian disaring oleh bulu-bulu hidung.
Udara yang mengandung kotoran akan dibersihkan dan kotoran yang menempel di hidung akan
mengendap menjadi kotoran hidung.
Udara yang mengandung rangsangan bau ini masuk ke dalam epitelium olfaktori
Rangsangan bau menggetarkan mukosa olfaktori yang berbentuk seperti cairan atau mukus, dan
kemudian menggetarkan saraf olfaktori.
Rangsangan yang menggetarkan saraf olfaktori tadi disampaikan ke Talamus menuju Hipotalamus yang
berada di otak.
Otak daerah olfaktori Hipotalamus Talamus (korteks serebrum) akan menangkap bau lalu
menerjemahkannya berdasarkan memori atau menghadirkan memori baru dalam otak untuk digunakan
ketika suatu saat nanti mencium bau yang sama.
PEMERIKSAAN HIDUNG
Teknik Pemeriksaan
Anamnesa
Pemeriksaan luar
Rhinoskopi Anterior
Rhinoskopi Posterior
Transluminasi
Pemeriksaan Radiologik
Anamnesis
Sumbatan
Hidung
Sekret di
Gangguan
Hidung dan
Penghidu
Tenggorok
Keluhan
Utama
Perdarahan
Bersin
dari Hidung
Rasa nyeri di
daerah muka
dan kepala
Anamnesis
1. SUMBATAN 2. SEKRET DI 3. BERSIN
HIDUNG HIDUNG
Konsistensi : encer,
Adakah riwayat kontak bening, kental, nanah,
dengan bahan alergen ? bercampur darah
Nyeri di daerah
dahi, pangkal Hiposmia
hidung, pipi dan Berasal dari
tengah kepala bagian anterior
Sinusitis atau posterior
Anosmia
Rasa nyeri atau Berasal dari satu
rasa berat atau dua hidung
dapat timbul bila Parosmia
menundukkan
kepala dan
berlangsung Frekuensi
dalam beberapa Kakosmia
hari
Pemeriksaan
Pemeriksaan dari luar
Rinoskopi anterior
Rinoskopi Posterior
Transluminasi
Radiologik
Pemeriksaan Dari Luar
Alat :
Lampu kepala
Spekulum hidung
Pinset bayonet
Xylocain spray
Tampon kapas
Cara pemeriksaan
Spekulum dimasukkan kedalam lubang hidung dengan hati-hati dan dibuka setelah spekulum
berada di dalam hidung.
Vestibulum hidung, septum terutama bagian anterior, konka inferior, konka media, konka
superior sertameatus sinus paranasal dan keadaan mukosa rongga hidung harus diperhatikan.
Kadang-kadang rongga hidung menjadi sempit karena adanya edema mukosa.
Pada keadaan seperti ini untuk melihat organ dengan jelas perlu dimasukkan
tampon kapas adrenalin pantokain.
Rinoskopi Posterior
Alat :
Lampu kepala
Spatel lidah
Kaca nasofaring
Bunsen & spiritus
Cara Pemeriksaan
Sebelum kaca dimasukkan , suhu kaca dites dahulu dengan menempelkannya pada kulit belakang
tangan kiri pemeriksa.
Pasien diminta membuka mulut, lidah dua pertiga anterior ditekan dengan spatula lidah.
Pasien bernapas melalui mulut agar uvula terangkat ke atas dan kaca nasofaring yang menghadap
ke atas dan kaca nasofaring yang menghadap ke atas dimasukkan melalui mulut, ke bawah uvula
dan sampai nasofaring.
Setelah kaca berada pada nasofaring pasien diminta bernapas melalui hidung, uvula akan turun
kembali dan rongga nasofaring terbuka.
Mula-mula diperhatikan bagian belakang septum dan koana. Kemudian kaca diputar ke lateral
sedikit untuk melihat konka superior, konka media dan konka inferior serta meatus superior dan
meatus media.
Kaca diputar lebih ke lateral sehingga dapat diidentifikasi torus tobaius, muara tuba Eustachius
dan fosa Rossenmuler, kemudian kaca diputar ke sisi lainnya.
Pemeriksaan Transluminasi
Pada pemeriksaan transluminasi sinus maxilla dan sinus frontal, dipakai lampu khusus sebagai
sumber cahaya dan dilakukan di ruangan yang gelap.
Transluminasi sinus maxilla dilakukan dengan memasukkan sumber cahaya ke rongga mulut
dan bibir dikatupkan sehingga sumber cahaya tidak tampak lagi.
Setelah beberapa menit tampak daerah infra orbita terang seperti bulan sabit.
Untuk pemeriksaan sinus frontal, lampu diletakkan di bawah sinus frontal di dekat
kantus medius dan di daerah sinus frontal tampak cahaya terang.
Pemeriksaan Radiologi
• Posisi water
Sinus maksila
Rhinitis Alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi
yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator
kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (Von Pirquet, 1986).
WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada
hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung
terpapar alergen yang diperantai oleh Ig E.
Patofisiologi
1. Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang
berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya.
2. Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang
berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktifitas) setelah pemaparan dan
dapat berlangsung sampai 24-48 jam.
Etiologi
Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas:
Hidung berair
Hidung gatal
How to Diagnose?
Anamnesis
Pemeriksaan
Fisik
Pemeriksaan
Penunjang
Anamnesis
Hidung tersumbat
Basah
Allergic Shinner : Terdapat bayangan gelap di daerah bawah mata karena statis
venasekunder akibat obstruksi hidung
Allergic Crease : Timbul garis melintangdi doersum nasal bagian sepertiga bawah
Allergic Crease
Allergic Sallute
Pemeriksaan Penunjang
• Hitung eosinofil
In Vitro •
•
Pemeriksaan Ig E Total
Pemeriksaan Sitologi sekret hidung
• Beklometason
3. Kortikosteroid • Budesonid
• Flunisolid
4. IMUNOTERAPI
• Pada alergi inhalan yang berat dan sudah berlangsung lama serta
pengobatan lain tidak emmberikan hasil yang memuaskan yaitu dilakukan
secara intradermal dan sublingual
KOMPLIKASI
Polip hidung
Otitis media
Rinosinositis
RINITIS VASOMOTOR
Keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya
infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal
(kehamilan, hipertiroid), dan pajanan obat
(kontrasepsi oral, antihipertensi, B-bloker, aspirin,
klorpromazin dan obat topikal hidung dekongestan)
Rinitis Vasomotor
Asap/rokok
Bau yang menyengat
Parfum
Minuman beralkohol
Makanan pedas
Udara dingin
Pendingin dan pemanas ruangan
Perubahan kelembaban
Perubahan suhu luar
Kelelahan
Stres dan emosi
Etiologi & Patofisiologi
●
Simpatis : vasokontriksi dan penurunan sekresi hidung
Neurogenik (disfungsi ●
Parasimpatis : vasodilatasi dan peningkatan sekresi hidung
sistem otonom)
●
Ketidak seimbangan impuls saraf otonom di mukosa hidung dengan bertambahnya
aktivitas parasimpatis
●
Rangsangan thd saraf sensoris serabut C meningkat - peningkatan
Neuropeptida pelepasan neuropeptida - peningkatan permeabilitas vaskular dan
sekresi kelenjar
●
No tinggi dan persisten – rusak/nekrosis epitel – peningkatan
Nitrik oksida reaktifitas serabut trigeminal dan recruitment refleks vaskular dan
kelenjar mukosa hidung
Trauma ●
Komplikasi jangka panjang dari trauma hidung
Gejala Klinik
●
Gejala biasanya memberikan respon yang baik dengan terapi antihistamin dan
glukokortikosteroid topikal
●
Gejala dapat diatasi dengan pemberiaan antikolinergik topikal
●
Kongesti umumnya memberikan respon yang baik dengan terapi glukokortikosteroid topikal
dan vasokonstriktor oral
Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium
dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan rinitis alergi. Kadar
IgE spesifik tidak meningkat, tes
cukit kulit basanya negatif
Penatalaksanaan
Pengobatan Simtomatis
●
Dekongestan oral
●
Cuci hidung dengan garam larutan fisiologis
●
kauterisasi konka hipertrofi dengan larutan AgNO3
●
Kortikosteroid topikal 100-200 mikrograml – kasus rinore yang berat dapat ditambahkan antikolinergik topikal
Terapi operatif
●
Bedah beku
●
Elektrokauter
●
Konkotomi parsial konka inferior
Neurektomi n.vidianus
RHINITIS ATROFI
Definisi
●
Rhinitis atrofi merupakan infeksi hidung kronik, yang ditandai oleh adanya atrofi progresif pada mukosa dan tulang konka.
●
Secara klinis: Mukosa hidung menghasilkan sekret yang kental dan cepat mengering terbentuk krusta yang berbau busuk
Faktor Predisposisi
●
Wanita >> sering terkena ; terutama usia dewasa muda.
●
Faktor lingkungan : sering ditemukan pada masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah dan sanitasi lingkungan yang buruk.
●
Faktor psikis : cemas, stress/tegang, emosi
Etiologi
●
Infeksi bakteri gram negatif kuman spesifik (Klebsiella Ozaena). Kuman lainnya: Stafilokokus, streptokokus, dan pseudomonas aeruginosa.
●
Defisiensi FE
●
Defisiensi Vitamin A
●
Sinusitis kronik
●
Kelainan hormonal
●
Penyakit kolagen (autoimun)
Klasifikasi Rhinitis Atrofi berdasarkan gejala klinis oleh dr. Spencer
Watson (1875)
●
Mudah ditangani dengan irigasi
Sedang Anosmia
●
●
Rongga hidung yang berbau
Berat
●
●
Ditandai o/ rongga hidung yang sangat berbau
●
Disertai destruksi tulang
DIAGNOSIS
ANAMNESIS
PEMERIKSAAN FISIK
- Napas berbau
- Ingus kental berwarna hijau PEMERIKSAAN PENUNJANG
Didapatkan rongga hidung sangat
- Gangguan penghidu
lapang, konka inferior dan media Histopatologik
- Sakit kepala - Biopsi Konka Media
menjadi hipertrofi atau atrofi
- Hidung tersumbat Pemeriksaan Mikrobiologi Dan
ada secret purulent dan krusta
Resistensi Kuman
yang berwarna hijau
Ct Scan Sinus Paranasal
Tatalaksana
Pengobatan Konservatif Operatif
Antibiotik spektrum luas Jika 4-6 minggu tidak ada perbaikan dengan pengobatan
konservatif Operasi
- Dosis adekuat
Teknik operasi:
- Lama pengobatan bervariasi
tergantung dari hilangnya tanda klinis berupa - Operasi penutupan lubang hidung atau
secret purulent kehijauan penyempitan lubang hidung dengan implantasi atau dengan
U/ menghilangkan bau busuk akibat hasil proses
jabir osteoperiosteal.
infeksi serta secret purulent dan krusta Obat Tindakan ini diharapkan akan mengurangi turbulensi udara dan
cuci hidung (irigasi). pengeringan secret, inflamasi mukosa berkurang, sehingga
Larutan yang digunakan bersifat hipertonik mukosa akan kembali normal.
NaCl, Na4Cl, NaHCO3 Bedah sinus endoskopik fungsional (BSEF) sering dilakukan pada
Dapat diberikan preparat vitamin A 3x50.000 unit kasus rhinitis atrofi
dan preparat Fe selama 2 minggu. - Dengan dilakukan pengangkatan sekat-sekat tulang yang
mengalami osteomyelitis, diharapkan infeksi tereradikasi, fungsi
ventilasi dan drenase sinus kembali normal, sehingga terjadi
regenerasi mukosa
Sinusitis
Sinus Maksilaris
• Terbentuk pada usia fetus bulan IV yang terbentuk dari prosesus maksilaris arcus.
• Bentuknya piramid, dasar piramid pada dinding lateral hidung, sedang apeksnya
pada pars zygomaticus maxillae
Sinus Ethmoidalis
• Terbentuk pada usia fetus bulan IV. Saat lahir, berupa 2-3 cellulae (ruang-ruang
kecil), saat dewasa terdiri dari 7-15 cellulae, dindingnya tipis.
• Bentuknya berupa rongga tulang seperti sarang tawon, terletak antara hidung dan
mata
Sinus Frontalis
• Sinus ini dapat terbentuk atau tidak.
• Tidak simetri kanan dan kiri, terletak di os frontalis.
• Volume pada orang dewasa ± 7cc.
• Bermuara ke infundibulum (meatus nasi media).
Sinus Sfenoidalis
• Terbentuk pada fetus usia bulan III
• Terletak pada corpus, alas dan Processus os
sfenoidalis.
• Volume pada orang dewasa ± 7 cc.
Pengatur kondisi udara
Thermal insulators
Sinusitis yang disertai atau dipicu oleh rinitis disebut sebagai, rinosinusitis.
Menurut European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps
(2012), rinosinusitis kronik adalah suatu inflamasi hidung dan sinus
paranasal yang ditandai dengan adanya dua atau lebih gejala
Data DEPKES RI tahun 2003:
Penyakit Hidung dan sinus berada diurutanke-25
dari 50 penyakit peringkat utama atau sekita
102.817 penderita rawat jalan.
Sinus yang paling sering terkena adalah sinus
maksila
Etiologi
• MIKROORGANISME
• ALERGI
• KELAINAN ANATOMI
• IMUNITAS
• LINGKUNGAN
Patofisiologi
Organ yang Ostium
membentuk KOM tersumbat transudasi
udem
Inflamasi
berlanjut Sekret purulen
●
● OBTRUKSI HIDUNG
●
● POST NASAL DRIP (PND)
SAKIT KEPALA
GEJALA MAYOR
●
●
●
● NYERI / RASA TERTEKAN WAJAH
●
● HIPOSMIA/ANOSMIA
●
● SEKRET PURULEN
●
● DEMAM
●
● HALITOSIS
●
● BATUK DAN IRITABILITAS
GEJALA MINOR ●
●
●
●
NYERI KEPALA
DEMAM
●
● NYERI GIGI
●
● OTALGIA
Kriteria Diagnosis Sinusitis
1 Mayor
2 Mayor
2 Minor
Diagnosis
Pemeriksaan penunjang
Transluminasi
Pengobatan
Pencegahan infeksi
Memperbaiki ostium
Non radikal
Abses orbita
Radang telinga
Corpus Alienum
Hidung
PENDAHULUAN
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
Anamnesis
Gejala yang paling sering adalah hidung tersumbat, rinore
unilateral dengan cairan kental dan berbau. Kadang-
kadang terdapat rasa nyeri, demam, epistaksis dan bersin.
Pemeriksaan fisik
Tampak edema dengan inflamasi mukosa hidung unilateral
dan dapat terjadi ulserasi. Benda asing biasanya tertutup
oleh mukopus, sehingga sering disangka sinusitis .
Pasien harus dalam keadaan imobilisasi agar memudahkan
pemeriksaan, hampir seluruh kasus benda asing pada hidung tidak
memerlukan pemeriksaan penunjang. Namun terdapat pengecualian
pada kasus benda asing berjenis metal yang memberikan gambaran
radiolusen pada foto X-Ray
3. Diagnosis banding
Diagnosis banding untuk obstruksi hidung unilateral antara lain:
Sinusitis
Polip
Tumor
Hematoma septum
Diagnosis banding bisa juga kita pikirkan dari benda asing yang tersering ditemukan
yaitu sisa makanan, permen, manik-manik dan kertas.
Terapi
Pendarahan
Sinusitis
Otitis media akut
Perforasi septum nasal
Selulitis periorbital
Meningitis
Epiglottitis akut
Tetanus
Prognosis
Prognosis baik jika segera dilakukan tindakan untuk membebaskan rongga hidung
dari benda asing
EPISTAKSIS
Definisi
2. Epistaksis Posterior
A. etmoidalis posterior atau a. sfenopalatina
Alat-alat dalam pemeriksaan epistaksis yaitu lampu kepala, spekulum hidung, dan
suction.
Posisi pasien dapat duduk, setengah duduk atau berbaring dengan kepala
ditinggikan
Anak dipangku, tangan dan badan dipeluk dan kepala dipegangi (fiksasi)
Prinsip Tatalaksana Epistaksis
Menghentikan perdarahan
Mencegah komplikasi
Mencegah berulangnya epistaksis
Mencari Sumber Perdarahan
Bersihkan hidung
Pasang tempon sementara
Kapas + adrenalin (1/5.000 – 1/ 10.000) + pantocain (atau lidocain 2%)
Dapat menghentikan perdarahan dan mengurangi rasa nyeri
Dibiarkan 10-15 menit
Nilai sumber perdarahan
Perdarahan Perdarahan
Anterior Posterior
●
Sulit diatasi
●
Menekan hidung dari luar ●
Tampon Bellocq (tampon
●
Kaustik dgn lar. AgNO3 25-
posterior)
30% + krim AB ●
Kateter Folley
●
Pemasangan tampon anterior ●
Kauterisasi
selama 2X24 jam ●
Ligasi a. sfenopalatina
Tampon Anterior
Tampon Bellocq
Tampon Hidung Posterior
Pasang tampon yg dpt dioleskan antibiotik Kateter ditarik kembali melalui hidung
topikal << insiden infeksi sampai benang keluar & dpt ditarik
Tampon (kasa padat bentuk kubus / bulat Dorong tampon dgn jari agar dpt melewati
dgn diameter 3 cm) diikat oleh 3 utas palatum mole masuk ke nasofaring.
benang, 2 buah di satu sisi dan sisanya di Kedua benang yg keluar dr hidung diikat
sisi berlawanan. pd sebuah gulungan kasa di depan nares
Masukkan kateter karet dr hidung sampai anterior.
orofaring & tarik keluar dari mulut Benang lain yg keluar dr mulut diplester
Pada ujung kateter dikaitkan 2 benang dgn longgar pd pipi pasien.
tampon
Kateter Folley
Kateter Folley no. 14 dgn suatu kantung 15 cc yg dimasukkan
transnasal dikembangkan dan ditarik rapat pada koana
posterior.
Diet cair
- hipoksia
Terima Kasih