Anda di halaman 1dari 27

Psikologi

Materi kelompok 6 : Perkembangan


Manusia,meliputi :
A. Teori perkembangan manusia
B. Aspek-aspek perkembangan
C. Hal pokok dalam mempelajari
perkembangan manusia
D. Tahap dan tugas perkembangan
Anggota kelompok 6 :
- Afa Aulia
- Nadia
- Wulan
- Muhammad khalil
Definisi Perkembangan

Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan-


perubahan yang dialami oleh individu atau organisme
menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya
(maturation) yang berlangsung secara sistematis (saling
kebergantungan atau saling mempengaruhi antara
bagian-bagian organisme dan merupakan satu kesatuan
yang utuh), progresif (bersifat maju, meningkat dan
mendalam, baik secara kuantitatif maupun kualitatif) dan
berkesinambungan (secara beraturan, berurutan, bukan
secara kebetulan) menyangkut fisik maupun psikis.
A. Teori Perkembangan Manusia

Berikut ini beberapa teori atau pendekatan tentang perkembangan manusia:

1. Pendekatan perkembangan kognitif


Perkembangan kognitif berasumsi bahwa kemampuan kognitif merupakan
hal terpenting yang dapat memengaruhi tingkah laku individu. Dalam
pendekatan ini ada 3 buah model, yaitu :

a. Model kognitif piaget

b. Model pemrosesan informasi

c. Model kognisi sosial

2. Pendekatan belajar atau lingkungan


Pendekatan ini berasumsi bahwa tingkah laku individu diperoleh melalui
pengkondisian dan prinsip-prinsip dasar.
3. Pendekatan etologi
Pendekatan ini merupakan studi perkembangan dari perspektif evolusioner yang
didasarkan pada prinsip-prinsip evolusi yang diajukan oleh Charles Darwin, dengan
merujuk kepada asal usul biologis tentang tingkah laku sosial.

4. Pendekatan Imam Al-Ghazali


Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa individu dilahirkan dalam kondisi membawa fitrah
yang sehat dan seimbang, yang selanjutnya kedua orang tua dan lingkungan yang
memberikan pendidikan.
Sementara itu, para ahli yang lain berpendapat bahwa, terdapat 4 Teori
Perkembangan Manusia, diantaranya :

1. Teori Empirisme
Teori ini digagas oleh Jhon Locke. Teori Empirisme menganggap perkembangan
individu dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama
perkembangan manusia sejak lahir hingga dewasa. Berdasarkan teori ini, pendidikan
dan pergaulan merupakan sebuah pengalaman. Lebih jelasnya, menurut teori
empirisme, pada dasarnya manusia merupakan kertas putih, manusia tersebut akan
menjadi apa, tergantung pada apa yang dituliskan di kertas itu nantinya.
Teori ini menimbulkan pandangan yang optimis dalam dunia pendidikan, dimana
pendidikan merupakan usaha yang cukup mampu untuk membentuk pribadi individu.
Teori empirisme ini dikemukakan oleh John Locke, juga sering disebut dengan teori
tabula rasa, yang memandang keturunan atau pembawaannya tidak mempunyai
peranan.
Selanjutnya aliran ini mempunyai pengaruh yang sangat besar di Amerika Serikat,
dimana banyak para ahli yang walaupun tidak secara eksplisit menolak peranan dasar
itu, namun karena dasar itu sukar untuk ditentukan, maka praktis yang dibicarakan
hanyalah lingkungan, dan sebagai konsekuensinya juga hanya lingkunganlah yang
masuk percaturan. Paham Environmentalisme yang banyak pengikutnya di Amerika
Serikat itu pada hakekatnya adalah kelanjutan dari aliran Empirisme ini.
2. Teori Nativisme
Pelopor teori ini yaitu Athur Schopenhauer. Menurut teori ini, perkembangan manusia
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dibawa manusia sejak dilahirkan. Teori ini
menegaskan bahwa manusia membawa sifat-sifat tertentu yang mempengaruhi dan
menentukan keadaan individu yang bersangkutan. Faktor pendidikan dan lingkungan
dianggap tidak berpengaruh terhadap perkembangan manusia.
Teori ini juga memunculkan pandangan bahwa seakan-akan manusia telah ditentukan
oleh sifat-sifat sebelumnya, yang tidak dapat diubah, sehingga individu akan sangat
tergantung kepada sifat-sifat yang diturunkan oleh orang tuanya. Apabila orang tuanya
baik, seseorang akan menjadi baik, sebaliknya apabila orang tuanya jahat, seseorang
akan menjadi jahat. Sifat baik atau jahat itu tidak dapat diubah. Teori ini menimbulkan
konsekuensi pandangan bahwa manusia apabila dilahirkan baik akan tetap baik,
sebaliknya apabila manusia dilahirkan jahat akan tetap jahat, yang tidak dapat diubah
oleh pendidikan dan lingkungan.
Teori ini menimbulkan pandangan pesimistis dalam bidang pendidikan, yang
memandang pendidikan sebagai suatu usaha yang tidak berdaya menghadapi
perkembangan manusia. Hal demikian bertentangan dengan kenyataan yang kita
hadapi, karena sejak zaman dahulu hingga sekarang orang berusaha mendidik generasi
muda, karena pendidikan adalah hal yang dapat, perlu, bahkan harus dilakukan. Lebih
jauh lagi, teori ini juga dapat menimbulkan pendapat bahwa untuk menciptakan
masyarakat yang baik, langkah yang diambil ialah mengadakan seleksi terhadap
anggota masyarakat. Anggota masyarakat yang tidak baik, tidak dapat diberikan
kesempatan untuk berkembang, karena ini akan memberikan keturunan yang tidak baik
pula. Jadi teori nativisme ini tidak dapat diterima oleh ahli-ahli lain karena tidak dapat
3. Teori Naturalisme
Pelopor teori ini adalah J.J Rosseau. Ia berpendapat bahwa “Semua anak adalah baik
pada waktu baru datang dari tangan sang pencipta, tetapi semua menjadi buruk di
tangan manusia.” Aliran ini disebut juga aliran negativisme, karena pendidik hanya
wajib membiarkan pertumbuhan anak didik dengan sendirinya atau diserahkan
kembali ke lingkungannya. Dengan kata lain, anak tidak memerlukan pendidikan
tetapi yang perlu dilakukan oleh seorang pendidik terhadap anak didiknya adalah
menyerahkannya ke alam, agar pembawaan yang baik itu tidak menjadi rusak melalui
proses kegiatan pendidikan itu sendiri. Teori ini menimbulkan anggapan bahwa alam
yang memegang peranan penting dalam memberikan pendidikan kepada anak,
sehingga anak bukanlah hasil bentukan dari pendidikan yang diperolehnya di sekolah
formal melainkan dari alam. Peran pendidik menjadi tidak lagi begitu penting karena
menurut teori ini, sudah selayaknya anak dikembalikan ke alam dan belajar dari sana.
4. Teori Konvergensi
Yang mempelopori teori ini adalah William Stern. Teori Konvergensi merupakan
gabungan antara teori Nativisme dengan teori Empirisme. Teori ini menyatakan bahwa
pembawaan dan pengalaman memiliki peranan dalam perkembangan manusia.
Menurut aliran konvergensi, antara lingkungan dan bakat pada individu yang terbawa
sejak lahir saling memengaruhi. Teori ini mengatakan bahwa bakat telah ada pada
masing-masing individu, akan tetapi bakat yang sudah tersedia itu perlu menemukan
lingkungan yang sesuai supaya dapat berkembang. Misalnya tiap anak manusia yang
normal mempunyai bakat untuk berdiri tegak di atas kedua kaki. Akan tetapi bakat ini
tidak akan menjadi aktual (menjadi kenyataan) jika anak manusia itu sekiranya tidak
hidup dalam lingkungan masyarakat manusia. Anak yang semenjak kecilnya diasuh oleh
serigala tak akan dapat berdiri tegak diatas kedua kakinya, tapi mungkin ia akan dapat
berjalan di atas tangan dan kakinya (seperti serigala). Disamping bakat, perlu pula
dipertimbangkan soal kematangan (readiness). Bakat yang sudah ada dan mendapatkan
pengaruh lingkungan yang serasi belum tentu dapat berkembang, jika bakat tersebut
belum matang. Misalnya anak yang normal umur 6 bulan, walaupun hidup di tengah
manusia-manusia lain, tak akan dapat berjalan karena belum matang.
Al-Qur’an sebagai acuan dasar pendidikan Islam telah memberikan konsep terhadap
pemikiran yang terdapat aliran nativisme, empirisme dan konvergensi. Dalam hal ini, al-
Qur’an menegaskan bahwa pembawaan seorang anak sejak lahir disebut fitrah, dan
fitrah ini adalah dasar keagamaan yang dimiliki oleh setiap orang. Fitrah menurut al-
Qur’an di samping dapat menerima pengaruh dari dalam (keturunan) juga dapat
menerima pengaruh dari luar (lingkungan). Untuk mengembangkan fitrah ini, maka
pendidikan keluarga, sekolah, dan masyarakat sangat penting peranannya. Sifat
keturunan atau pembawaan bukanlah faktor utama yang menentukan perkembangan
individu, akan tetapi juga harus didorong dengan faktor lingkungan.
B. Aspek-aspek perkembangan

Aspek-aspek perkembangan ini meliputi: fisik, bahasa, kognitif, perilaku sosial.


Moralitas, dan keagamaan, perkembangan afektif, konatif, dan kepribadian
1. Perkembangan Fisik
a. Perkembangan fisik
Fisik atau tubuh manusia merupakan sistem organ yang kompleks dan sangat
mengagumkan. Semua organ ini terbentuk pada periode pranatal (dalam kandungan).
Berkaitan dengan perkembangan fisik ini Kuhlen dan Thompson (Hurlock, 1956)
mengemukakan bahwa perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu (1)
Sistem syaraf, yang sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi; (2)
Otot-otot, yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik; (3)
Kelenjar Endokrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti
pada usia remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan, yang
sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis; dan (4) Struktur Fisik/Tubuh, yang meliputi
tinggi, berat, dan proporsi.
Awal dari perkembangan pribadi seseorang asasnya bersifat biologis. Dalam taraf-taraf
perkembangan selanjutnya, normalitas dari konstitusi, struktur dan kondisi talian dengan
masalah Body-Image, self-concept, self-esteem dan rasa harga dirinya. Perkembangannya
fisik ini mencakup aspek-aspek sebagai berikut:
1. Perkembangan anatomis
Perkembangan anatomis ditunjukkan dengan adanya perubahan kuantitatif pada struktur
tulang belulang. Indeks tinggi dan berat badan, proporsi tinggi kepala dengan tinggi garis
keajegan badan badan secara keseluruhan.
2. Perkembangan fisiologi
Perkembangan fisiologis ditandai dengan adanya perubahan-perubahan secara kuantitatif,
kualitatif dan fungsional dari sistem-sistem kerja hayati seperti konstraksi otot, peredaran
darah dan pernafasan, persyaratan, sekresi kelenjcar dan pencernaan.
Aspek fisiologi yang sangat penting bagi kehidupan manusia adalah otak (brain). Otak
dapat dikatakan sebagai pusat atau sentral perkembangan dan fungsi kemanusiaan. Otak
ini terdiri atas 100 miliar sel syaraf (neuron), dan setiap sel syaraf tersebut, rata-rata
memiliki sekitar 3000 koneksi (hubungan) dengan sel-sel syaraf yang lainnya. Neuron ini
terdiri dari inti sel (nucleus) dan sel body yang berfungsi sebagai penyalur aktivitas dari sel
syaraf yang satu ke sel yang lainnya. . Secara struktur otak ini terdiri atas tiga bagian yaitu:
a) Brainstem(termasuk di dalamnya celebellum) yang berfungsi mengontrol keseimbangan
dan koordinasi. b) Midbrain, yang berfungsi sebagai stasion pengulang atau penyambung
dan pengontrol pernafasan dan fungsi menelan. c) cerebrume sebagai pusat otak yang
paling tinggi yang meliputi belahan otak kiri dan kanan (left and right hemispheres) dan
sebagai pengikat syaraf-syaraf yang berhubungan dengannya.
Berkaitan dengan fungsi otak, dapat dibedakan berdasarkan kedua belahan otak tersebut,
yaitu belahan kiri dan kanan. Otak mempunyai pengaruh yang sangat menentukan bagi
perkembangan aspek-aspek perkembangan individu lainnya, baik keterampilan motorik,
intelektual, emosional, sosial, moral, maupun kepribadian. Pertumbuhan otak yang normal
(sehat) berpengaruh positif bagi perkembangan aspek-aspek lainnya.
2. Perkembangan Bahasa
a. Perkembangan Bahasa
Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dalam
pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan
dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol untuk mengungkapkan sesuatu pengertian,
seperti dengan menggunakan lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan, dan mimik muka.
Bahasa merupakan faktor hakiki yang membedakan manusia dengan hewan. Bahasa
merupakan anugerah dari Allah Swt, yang dengannya manusia dapat mengenal atau
memahami dirinya, sesama manusia, alam, dan penciptanya serta mampu memposisikan
dirinya sebagai makhluk berbudaya dan mengembangkan budayanya.
Bahasa sangat erat kaitannya dengan perkembangan berpikir individu. Perkembangan
pikiran individu tampak dalam perkembangan bahasanya yaitu kemampuan membentuk
pengertian, menyusun pendapat, dan menarik kesimpulan.
Perkembangan pikiran itu dimulai pada usia 1,6-2,0 tahun, yaitu pada saat anak dapat
menyusun kalimat dua atau tiga kata. Laju perkembangan itu sebagai berikut.
a.Usia 1,6 tahun, anak dapat menyusun pendapat positif, seperti: “bapak makan”.
b.Usia 2,6 tahun, anak dapat menyusun pendapat negatif (menyangkal), seperti: “Bapak
tidak makan”.
c. Pada usia selanjutnya, anak dapat menyusun pendapat:
1) Kritikan: “ini tidak boleh, ini tidak baik”.
2) Keragu-raguan: barangkali, mungkin, bisa jadi, ini terjadi apabila anak sudah menyadari
akan kemungkinan ke khilafannya.
3) Menarik kesimpulan analogi, seperti: anak melihat ayahnya tidur karena sakit, pada
waktu lain anak melihat ibunya tidur, dia mengatakan bahwa ibu tidur karena sakit.

Dalam berbahasa, anak dituntut untuk menuntaskan atau menguasai empat tugas pokok
yang satu sama lainnya saling berkaitan. Apabila anak berhasil menuntaskan tugas yang
satu, maka berarti juga ia dapat menuntaskan tugas-tugas yang lainnya. Keempat tugas itu
adalah sebagai berikut:
1. Pemahaman, yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang lain. Bayi memahami
bahasa orang lain, bukan memahami kata-kata yang diucapkannya, tetapi dengan
memahami kegiatan /gerakan atau gesturenya (bahasa tubuhnya).
2. Pengembangan Perbendaharaan kata-kata anak berkembang dimulai secara lambat pada
usia dua tahun pertama, kemudian mengalami tempo yang cepat pada usia pra-sekolah dan
terus meningkat setelah anak masuk sekolah.
3. Penyusunan Kata-kata menjadt kalimat, kemampuan
menyusun kata-kata menjadi kalimat pada umumnya berkembang
sebelum usia dua tahun. Bentuk kalimat pertama adalah kalimat
tunggal (kalimat satu kata) dengan disertai: “gesture” untuk
melengkapi cara benpikirnya.
4. Ucapan. Kemampuan kata-kata merupakan hasil belajar melalui
imitasi (peniruan) terhadap suara-suara yang didengar anak dan
orang lain (terutama orangtuanya). Pada usia bayi, antara 11-18
bulan, pada umumnya mereka belum dapat berbicara atau
mengucapkan kata-kata secara jelas, sehingga sering tidak
dimengerti maksudnya. Kejelasan ucapan itu baru tercapai pada
usia sekitar tiga tahun. Hasil studi tentang suara dan kombinasi
suara menunjukkan bahwa anak mengalami kemudahan dan
kesulitan dalam huruf-huruf tertentu.
Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh
faktor-faktor sebagai berikut yaitu:
1. Faktor Kesehatan. Kesehatan merupakan
faktor yang sangat mempengaruhi
perkembangan bahasa anak, terutama pada
usia awal kehidupannya. Apabila pada usia dua
tahun pertama, anak mengalami sakit terus-
menerus, maka anak tersebut cenderung akan
mengalami kelambatan atau kesulitan dalam
perkembangan bahasanya. Oleh karena itu,
untuk memelihara perkembangan bahasa anak
secara normal, orangtua perlu memper hatikan
kondisi kesehatan anak. Upaya yang dapat
ditempuh adalah dengan cara memberikan ASI,
makanan yang bergizi, memelihara kebersihan
tubuh anak atau secara reguler memeriksakan
anak ke dokter atau ke puskesmas.
2. Inteligensi Perkembangan bahasa anak
dapat dilihat dari tingkat inteligensinya. Anak
yang perkembangan bahasanya cepat, pada
umumnya mempunyai inteligensi normal atau
di atas normal.).
3. Status Sosial Ekonorni Keluarga. Beberapa studi tentang hubungan antara
perkembangan bahasa dengan status sosial ekonomi keluarga menunjukkan bahwa anak
yang berasal dari keluarga miskin mengalami kelambatan dalam perkembangan bahasa
dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga yang lebih baik. Kondisi ini terjadi
mungkin disebabkan oleh perbedaan kecerdasan atau kesempatan belajar (keluarga miskin
diduga kurang memperhatikan perkembangan bahasa anaknya), atau kedua-duanya
(Hetzer & Reindorf dalam E. Hurlock. 1956).
4. Jenis kelamin (Sex). Pada tahun pertama usia anak, tidak ada perbedaan dalam
vokalisasi antara pria dengan wanita. Namun mulai usia dua tahun, anak wanita
menunjukkan perkembangan yang lebih cepat dari anak pria.
5. Hubungan Keluarga. Hubungan ini dimaknai sebagai proses pengalaman berinteraksi
dan berkomunikasi dengan lingkungan keluarga, terutama dengan orangtua yang
mengajar, melatih dan memberikan contoh berbahasa kepada anak.
3. Perkembangan Kognitif
Istilah “cognitive” berasal dari kata cognition yang padanannya knowing, berarti
mengetahui. Dalam arti yang luas, cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan
penggunaan pengetahuan (Neisser, 1976). Dalam perkembangan selanjutnya, istilah
kognitif menjadi populer sebagai salah satu domain atau wilayah/ranah psikologis
manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman,
pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan.
Ranah kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak)
dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa (Chaplin, 1972).
Sebagian besar psikolog terutama kognitivis (ahli psikologi kognitif) berkeyakinan bahwa
proses perkembangan kognitif manusia mulai berlangsung sejak ia baru lahir. Bekal dan
modal dasar perkembangan manusia, yakni kapasitas motor dan kapasitas sensori
seperti yang telah penyusun uraikan di muka, ternyata sampai batas tertentu, juga
dipengaruhi oleh aktivitas ranah kognitif. Pada poin 1 bagian ini telah penyusun
utarakan, bahwa campur tangan sel-sel otak terhadap perkembangan bayi baru dimulai
setelah ia berusia 5 bulan saat kemampuan sensorinya (seperti melihat dan mendengar)
benar-benar mulai tampak.
Terdapat hubungan yang amat erat antara perkembangan bahasa dan perilaku kognitif.
Taraf-taraf penguasaan keterampilan berbahasa dipengaruhi, bahkan bergantung pada
tingkat-tingkat kematangan dalam kemampuan intelektual. Sebaliknya, bahasa
merupakan sarana dan alat yang strategis bagi 1ajunya perkembangan perilaku kognitif.
Perkembangan fungsi-fungsi dan perilaku kognitif itu menurut Loree.(1970:77), dapat
dideskripsikan dengan dua cara yaitu secara kualitatif dan secara kuantitatif.
1.Perkembangan Fungsi-Fungsi Kognitif
Secara Kuantitatif perkembangan fungsi-fungsi kognitif secara kuantitatif dapat
dikembangkan berdasarkan basil laporan berbagai studi pengukuran dengan
menggunakan tes inteligensi sebagai alat ukurnya, yang dilakukan secara longitudinal
terhadap sekelompok subjek dan sampai ke tingkatan usia tertentu (3-5 tahun sampai
usia 30-35 tahun, misalnya) secara test-retest yang alat ukurnya disusun secara
sekuensial (Standford Revision Binet Test). Dengan menggunakan hasil pengukuran tes
yang rnencakup General Information and Verbal Analogies, Jones and Conrad (Loree,
1970:78) telah mengembangkan sebuah kurva perkembangan inteligensi, yang dapat
ditafsirkan antara lain sebagai berikut.
(a) Laju perkembangan inteligensi berlangsung sangat pesat sampai ,masa remaja awal,
setelah itu kepesatan nya berangsur menurun.
(b) Puncak perkembangan pada umumnya dicapai di penghujung masa remaja akhir
(sekitar usia dua puluhan); perubahan-perubahan yang amat tipis sampai usia 50 tahun,
setelah itu terjadi plateau (mapan) sampai usia 60 tahun, untuk selanjutnya berangsur
menurun (deklinasi).
(c) Terdapat variasi dalam saatnya dan laju kecepatan deklinasi menurut jenis-jenis
kecakapan khusus tertentu.

2. Perkembangan Perilaku Kognitif secara Kualitatif


Piaget membagi proses perkembangan fungsi dan peri itu ke dalam empat tahapan utama
yang secara kualitatif setiap tahapan menunjukkan karakteristik yang berbeda-beda.
(a) Sensorimotor period (0,0 - 2,0). Periode ini ditandai penggunaan sensorimotorik
(dalam pengamatan penginderaan) yang intensif terhadap dunia sekitar. Prestasi
intelektual yang dicapai dalam periode ini ialah perkembangan bahasa, hubungan tentang
obyek kontrol skema, kerangka berpikir, pembentukan pengertian, pengenalan hubungan
sebab-akibat. Perilaku kognitif tampak antara lain:
(1) menyadari dirinya berbeda dan benda-befl sekitarnya;
(2) sensitive terhadap rangsangan suara dan cahaya;
(3) mencoba bertahan pada pengalaman-pengalaman yang menarik;
(4) mendefinisikan objek/benda dengan manipulasinya;
(5) mulai memahami ketetapan makna suatu objek meskipun lokasi dan posisinya
berubah.
b) Preoperational. period (2,0 - 7,0). Periode ini terbagi ke dalam dua tahapan ialah
preconceptual (2,0-4,0) dan intuitive (4,0 - 7,0). Periode preconceptual ditandai dengan
cara berpikir yang bersifat transduktif (menarik konklusi tentang sesuatu yang khusus;
sapi disebut juga kerbau). Periode intuitif ditandai oleh dominasi pengamatan yang
bersifat egocentric (belum memahami cara orang lain memandang objek yang sama),
seperti searah (selancar). Perilaku kognitif yang tampak antara lain:
(1) self-centered dalam memandang dunianya;
(2) dapat mengklasifikasikan objek-objek atas dasar satu ciri tertentu yang memiliki ciri
yang sama, mungkin pula memiliki perbedaan dalam hal yang lainnya;
(3) dapat melakukan koleksi benda-benda berdasarkan suatu ciri atau kriteria tertentu;
(4) dapat menyusun benda-benda, tetapi belum dapat menarik inferensi dan dua benda
yang tidak her sentuhan meskipun terdapat dalam susunan yang sama.
(c) Concrete erational (7,0 - 11 or 12,0)
Tiga kemampuan dan kecakapan yang baru yang menandai periode ini, ialah:
rnengklasifikasikan angka-angka atau bilangan. Dalam periode mi anak mulai pula
mengkonservasi pengetahuan tertentu. Perilaku kognitif yang tampak pada periode ini
ialah kemampuannya dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah
logika meskipun masih terikat dengan objek-objek yang bersifat konkret.
(d) Formal operational period (11,0 or 12,0 - 14,0 or 15,0)
Periode ini ditandai dengan kernampuan untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika
formal yang tidak terikat lagi oleh objek-objek yang bersifat konkrit. Pen laku kognitif
yang tampak pada kita antara lain:
(1) kemampuan berpikir hipotetis-deduktif (hypothetico-deductive thinking);
(2) kemampuan mengembangkan suatu kemungkinan berdasarkan dua atau lebih
kemungkinan yang ada (a combinational analysis);
(3) kemampuan mengembangkan suatu proporsi atau dasar proporsi-proporsi yang
diketahui (proportional thinking);
(4) kemampuan menarik generalisasi dan inferensasi dan berbagai kategori objek yang
beragam.
4. Perkembangan Perilaku Sosial, Moralitas dan Keagamaan
a. Perkembangan Perilaku sosial
Secara potensial (fitriah) manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial (zoon politicon),
kata Plato.
Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial.
Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-
norma kelompok , moral, dan tradisi, meleburkan diri menjadi suatu kasatuan dan
saling berkontribusi dan bekerjasama.
1) Proses sosialisasi dan perkembangan sosial
Secepat individu menyadari bahwa di luar dirinya itu ada orang lain, maka mulailah
pula menyadari bahwa ia harus belajar apa yang seharusnya ia perbuat seperti yang
diharapkan orang lain. Proses belajar untuk menjadi makhluk sosial ini disebut
sosialisasi.
Loree (1970:86) dengan menyitir pendapat English & English (1958) menjelaskan lebih
lanjut bahwa sosialisasi itu merupakan suatu proses di mana individu (terutama anak)
melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-
tekanan dan tuntutan kehidupan (kelornpoknya); belajar bergaul dengan dan
bertingkah laku seperti orang lain, bertingkah laku di dalam lingkungan sosio-
kulturalnya.
Perkembangan sosial, dengan demikian dapat
diartikan sebagai sequence dari perubahan
yang bersinambungan dalam perilaku individu
untuk menjadi rnakhluk sosial yang dewasa.
Charlotte Buhier mengidentifikasikan
perkembangan sosial ini dalam term kesadaran
hubungan aku engkau atau hubungan
subjektif-objektif. Proses perkembangannya
berlangsung secara berirama.

2) Kecenderungan Pola Orientasi Sosial


Branson (Loree, 1970:87-89) mengidentifikasi
berdasarkan hasil studi longitudinalnya
terhadap anak usia 5-16 tahun bahwa ada tiga
pola kecenderungan sosial pada anak, ialah (1)
withdrawal-expansive, (2) reactivity-placidity
dan passivity-dominance. Kalau seseorang
telah memperhatikan orientasinya pada salah
satu pola tersebut, maka cenderung diikutinya
sampai dewasa.
3) Bentuk-bentuk tingkah laku sosial ,
Melalui pergaulan atau hubungan sosial, baik dengan orang tua, anggota keluarga,
orang dewasa lain maupun teman bermainnya, anak mulai mengembangkan bentuk-
bentuk tingkah laku sosial. Bentuk-bentuk tingkah laku sosial itu antara lain, sebagai
berikut :
a. Pembangkangan
b. Agresi
c. Berselisih atau bertengkar
d. Menggoda
e. Persaingan
f. Kerja sama
b. Perkembangan Moralitas

Anda mungkin juga menyukai