Anda di halaman 1dari 10

adalah konflik perdagangan antara Jepang dan Korea

Selatan yang disebabkan oleh keputusan Pemerintah Jepang


untuk membatasi beberapa ekspor bahan kimia ke Korea
Selatan pada 1 Juli 2019. Hal ini dipicu oleh keputusan
Mahkamah Agung yang memerintahkan beberapa
perusahaan Jepang untuk membayar ganti rugi terhadap
korban tenaga kerja paksa pada Perang Dunia II.
Jepang dan Korea Selatan mulai menjalin hubungan diplomatik mereka pada bulan Desember 1965
setelah penandatanganan perjanjian normalisasi. Hubungan antar kedua negara tersebut sempat
memburuk karena banyak perselisihan seperti Sengketa Karang Liancourt (sengketa mengenai masalah
kepemilikan Dokdo) dan penolakan pemerintah Jepang untuk meminta maaf kepada Korea atau
membayar ganti rugi Perang Dunia II terhadap korban para wanita penghibur Korea, serta banyak
sengketa lainnya yang melibatkan kedua negara.

Korea Selatan sangat memerlukan bahan baku asal Jepang untuk memenuhi kebutuhan produksi
semikonduktor dan bahan elektroniknya. Korea Selatan mengimpor 94% Fluorinated Polyamide,
91,9% Photoresist, dan 43,9% Hidrogen berfluorida dari Jepang, produsen terbesar ketiga bahan kimia ini
pada 5 bulan pertama pada tahun 2019. Di sisi lain Jepang memiliki ketergantungan ekspor ketiga bahan
tersebut terhadap Korea Selatan pada angka di kisaran 22,5%, 11,6%, and 85,9%.
28 Desember 2015 Jepang dan Korea Selatan sepakat menandatangani perjanjian penyelesaian masalah "Jugun Ianfu"
yang bersifat final dimana Pemerintah Jepang meminta maaf dan memberi ganti rugi kepada
korban wanita Korea Selatan sebesar 1 miliar yen, namun tidak disambut baik oleh aktivis Jugun Ianfu
karena Jepang belum menjanjikan keadilan bagi ratusan ribu korban lain di seluruh Asia.
21 November 2018 Pemerintah Korea Selatan membatalkan perjanjian tersebut secara sepihak dan menutup
yayasan yang didanai Jepang untuk penyelesaian perjanjian kontroversial tersebut.
Akhir 2018 Hubungan diplomatik kedua negara memburuk saat Mahkamah Agung Korea Selatan memerintahkan
beberapa perusahaan Jepang memberikan ganti rugi kepada keluarga korban asal Korea Selatan yang
dipaksa memasok tenaga kerja dalam Perang Dunia II. 
30 Oktober 2018 Perusahaan Jepang bernama Nippon Steel & Sumitomo Metal diperintahkan
oleh Mahkamah Agung untuk membayar ganti rugi sebesar 100 juta won.
30 November 2018 Pengadilan Tinggi Gwangju memerintahkan Mitsubishi Heavy Industries untuk membayar
kompensasi kerja paksa Jepang kepada korban sebesar 100-150 juta won. Pemerintah Jepang
mengklaim bahwa masalah itu sudah diselesaikan di bawah perjanjian normalisasi hubungan antara
kedua negara pada tahun 1965.
9 Januari 2019 Pengadilan Daegu menyetujui permintaan penyitaan beberapa aset Perusahaan Jepang yaitu Nippon
Steel & Sumitomo Metal karena perusahaan tersebut menolak untuk membayar ganti rugi kepada para
korban kerja paksa yang dilakukannya pada masa perang. 
25 Maret 2019 Diikuti oleh keputusan yang sama terhadap Mitsubishi Heavy Industries melalui penyitaan hak paten
serta trademark dari perusahaan ini oleh Pengadilan Daejeon. Keputusan itu diprotes oleh Jepang
karena mereka menyesalkan keputusan pengadilan negara tersebut dan mempertimbangkan
membawa masalah ini ke Mahkamah Internasi
1 Juli 2019: pemerintah Jepang mengumumkan akan memperketat ekspor bahan
kimia yang sangat penting bagi industri semikonduktor Korea Selatan. Hal ini
menjadi awal mula semakin berlarutnya perselisihan antara kedua negara.

Para eksportir Korea Selatan harus meminta persetujuan otoritas terkait


dalam setiap pengiriman bahan baku, termasuk bahan-bahan kimia yang
membutuhkan waktu hingga 90 hari, yang tentunya merugikan eksportir
Korea Selatan.

Banyak tudingan muncul pada Jepang, namun Wakil Sekretaris Kabinet


Jepang Yasutoshi Nishimura mengklarifikasi bahwa pembatasan itu demi
alasan keamanan nasional terkait pembuatan senjata nuklir.

Tetapi Seoul menolak dengan tegas pembatasan ini. Korea Selatan menilai
pemerintah Jepang sengaja melakukan "pembalasan ekonomi" terhadap
masalah yang diputuskan oleh Mahkamah Agung Korea Selatan. Korea
Selatan pun mengirimkan laporan pembatasan ekspor ini kepada World
Trade Organization (WTO).
2 Agustus 2019: Jepang membuat keputusan untuk menghapus Korea Selatan dari "daftar putih"
atau whitelist, sebuah daftar yang mencakup negara-negara yang mendapat perlakuan khusus dalam
perdagangan. Keputusan ini mulai berlaku pada 28 Agustus 2019, 21 hari setelah dipublikasikan
secara resmi di situs publikasi resmi Jepang. Atas hal tersebut, Korea Selatan menuduh Perdana
Menteri Jepang Shinzo Abe memperlakukan negeri ginseng sebagai musuh.

Sebagai balasan atas perlakukan Jepang, pada 12 Agustus, Korea Selatan mengumumkan
mengeluarkan Jepang dari daftar mitra negara terfavorit, berlaku mulai 1 September 2019.

22 Agustus 2019: Korea Selatan membatalkan pakta kesepakatan kerjasama berbagi intelijen


dengan Jepang yang dinamakan GSOMIA (General Security of Military Information Agreement),
sebuah perjanjian yang memfasilitasi pembagian informasi tentang ancaman nuklir dan rudal Korea
Utara.

23 November 2016: kedua negara menandatangani perjanjian tersebut. Kim You-geun, Wakil
Direktur Dewan Keamanan Nasional Korea Selatan mengatakan bahwa Jepang telah melakukan
'perubahan besar' dalam lingkungan kerja sama keamanan bilateral sebagai akibat dari keputusan
Jepang yang melakukan pengetatan ekspor. Ia juga menyatakan kesepakatan kerja sama ini tidak lagi
sejalan dengan kepentingan nasional Korea Selatan. Pemerintah Jepang memprotes keras pernyataan
tersebut. Perdana Menteri Shinzo Abe menyanyangkan keputusan sepihak Korsel, menurutnya
seharusnya keputusan tersebut tidak boleh terjadi.
Karena pemerintah Jepang membatasi ekspor ke Korea Selatan, pemerintah Korea Selatan
memanggil dubes Jepang untuk Seoul sebagai penolakan atas pemberlakuan kebijakan ekspor
Jepang.

Moon Jae-in (Presiden Korea Selatan) dalam pertemuan darurat kabinet merespons keputusan
dikeluarkan negara tersebut dari daftar mitra ekspor terpercaya oleh Jepang pada 2 Agustus,
memberikan pernyataan tegas kepada Jepang bahwa negara mereka tidak akan dikalahkan lagi oleh
Jepang dan bersumpah akan mengambil tindakan tegas terhadap keputusan tersebut.

Untuk mengurangi ketergantungan pada Jepang, Pemerintah Korea Selatan mengelontorkan dana
sebesar 7,8 triliun won (Rp. 92,5 triliun) selama tujuh tahun kedepan untuk mengembangkan
teknologi bahan-bahan industri, serta mengurangi peraturan tenaga kerja dan lingkungan, sehingga
perusahaan lokal dapat meningkatkan produksi mereka. Korea Selatan juga menginvestasikan dana
sebesar 5 triliun won (Rp. 58,6 triliun) selama tiga tahun kedepan (2020-2022) untuk menstabilkan
rantai pasokan yang terkena dampak ekonomi dari kebijakan pembatasan ekspor oleh Jepang.

Dua badan legislatif lokal, Dewan Metropolitan Seoul dan Dewan Metropolitan Busan pada 6
September, mengeluarkan peraturan yang tidak mengikat dengan menyatakan 284 perusahaan
Jepang sebagai "perusahaan penjahat perang" untuk mengecam dugaan penggunaan pekerja paksa
yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan ini. Di bawah peraturan tersebut, perusahaan-
perusahaan Jepang ini akan diberikan “tanda pengenal” dimana walikota dan pejabat publik lainnya
diminta untuk tidak membeli produk dari perusahaan tersebut di masa mendatang
• 5 Juli 2019: Masyarakat Korea Selatan tidak terima keputusan Jepang dan
mengadakan aksi unjuk rasa di depan kedubes Jepang di Seoul, menyerukan
memboikot produk dan jasa Jepang. 

• 15 Agustus 2019: Rakyat Korea Selatan mengadakan aksi menyalakan lilin


sebagai bentuk protes atas keputusan Pemerintah Jepang pada bulan Juli dan
Agustus, terutama pada tangga 15 Agustus, pada peringatan 74 tahun merdekanya
Korea dari jajahan Jepang, dimana hampir 30.000 orang terlibat unjuk rasa.

• 19 Juli dan 2 Agustus 2019: terjadi aksi bakar diri yang dilakukan oleh dua pria
Korea Selatan yang terjadi di depan bekas Kedubes Jepang, yang pertama
dilakukan oleh seseorang yang berusia 78 tahun dan tewas ditempat kejadian dan
yang kedua dilakukan oleh kakek yang berusia 72 tahun yang saat itu tengah
dalam kondisi kritis. Polisi yang berada di lokasi kejadian menemukan sebuah tas
yang kemungkinan milik pria tersebut. Usai diperiksa, isi tas itu ada memo dan
selebaran yang mengkritik Jepang atas keputusannya untuk memperketat kendali
atas ekspor teknologi tinggi ke Korea Selatan. Pada selebaran itu juga ada sumpah
untuk melawan Tokyo sampai Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe meminta maaf.

• 22 Juli 2019: terjadi insiden dimana 7 orang menerobos Konsulat Jenderal Jepang
di Busan. Mereka menyerukan Jepang harus meminta maaf dan memegang plakat
yang mengkritik keputusan Jepang dan menempelkannya di depan konsulat
jenderal negara itu. Ketujuh orang itu ditahan polisi atas kejadian ini.
Keputusan Jepang yang memberlakukan pengetatan ekspor ke negaranya secara langsung memiliki dampak negatif terhadap
perekonomian Korea Selatan, dimana negaranya sangat bergantung pada ekspor. Bahkan ekspor Korea Selatan pada bulan Juli
2019 anjlok 11% secara tahunan. 

Bank Sentral Korea Selatan, Bank of Korea kemudian secara tidak terduga melakukan pemangkasan suku bunga acuannya dari
1,75% menjadi 1,5% pada 18 Juli 2019, serta juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonominya menjadi 2,2% dari
sebelumnya 2,5%.

Masakapai yang berasal dari Korea Selatan, melihat dari adanya penurunan jumlah penumpang akibat aksi boikot produk Jepang,
memutuskan untuk mengurangi dan bahkan menangguhkan penerbangan dari Korea Selatan ke beberapa kota di Jepang. Sebagai
contoh, maskapai terbesar di negaranya Korean Air memutuskan untuk menghentikan penerbangan dari Busan ke Sapporo mulai
3 September 2019. Maskapai berbiaya murah, T'way Air menghentikan penerbangan regulernya dari Korea Selatan ke 3 bandara
di Pulau Kyushu. Anak Perusahaan dari Korean Air, Jin Air, juga mengurangi penerbangan ke Jepang sebanyak 40 persen mulai 26
Oktober. Dengan demikian, maskapai ini hanya mengoperasikan rute ke Jepang sebanyak 78 kali penerbangan dari sebelumnya
131 kali penerbangan.

Sebagai akibat dari konflik perdagangan dengan Jepang, Indeks sentimen konsumen Korea Selatan jatuh ke level terendah dalam
lebih dari 2 setengah tahun sejak Januari 2017, sebulan setelah Presiden pada saat itu Park Geun-hye dimakzulkan oleh parlemen.
Menurut Bank of Korea pada 27 Agustus, indeks sentimen konsumen bulanan turun menjadi 92,5 pada Agustus dari 95,9 bulan
sebelumnya. Angka di bawah 100 berarti ada lebih banyak tanggapan yang pesimistis ketimbang optimistis.
Perusahaan Jepang sangat terpukul akibat kebijakan pembatasan ekspor yang kemudian dibalas oleh boikot masyarakat Korea Selatan
terhadap produk Jepang, hal ini bisa dilihat dari penjualan beberapa perusahaan Jepang yang rontok akibat hal itu.

Dalam industri otomotif, Penjualan mobil Jepang di Korea Selatan rata-rata menyusut pada bulan Juli. berdasarkan data Asosiasi
Pemasok dan Distributor Otomotif Korea (KAIDA) menunjukkan bahwa penjualan Toyota turun 32%, sedangkan Penjualan
Mobil Honda turun 34%. Kemudian Penjualan mobil Lexus, yang merupakan merek impor terbesar ketiga di Korea Selatan setelah
Mercedes dan BMW juga mengalami penurunan penjualan sebanyak 25% dari bulan sebelumnya meski masih naik 33% dari tahun
sebelumnya. Honda dan Toyota enggan berkomentar atas hal ini. Tetapi perusahaan otomotif Jepang khawatir bahwa penurunan ini
masih berlanjut di bulan Agustus.

Uniqlo, yang memiliki 190 toko yang ada di Korea Selatan, melaporkan bahwa penjualan produk-produk di negaranya menurun tajam
setelah adanya aksi pemboikotan oleh Masyarakat Korea Selatan. Namun pemilik Uniqlo, Fast Retailing menolak untuk menyebut
besaran nilainya.

Perang dagang antar kedua negara juga berpengaruh pada jasa penerbangan antar-negara. Hal ini terlihat dari Jumlah penumpang yang
berada di Bandara Internasional Narita yang berada di luar pusat kota Tokyo. Jumlah warga Korea Selatan yang tiba di Bandara Narita,
Jepang, turun drastis. Sebagaimana dikutip oleh NHK, jumlah penumpang dari Korea Selatan hanya 12.000 orang atau turun 35 persen
dari jumlah penumpang tahun 2019. Sebaliknya, penumpang yang pergi dari Bandara Narita ke Seoul bertambah sebanyak 4,3 persen
dari tahun sebelumnya (2018), menjadi 58.000 orang.

Anda mungkin juga menyukai