Anda di halaman 1dari 37

CRITICAL APPRAISAL

EFFICACY AND SAFETY OF LOW-DOSE IL-2 IN THE TREATMENT


OF SYSTEMATIC LUPUS ERYTHEMATOSUS: A RANDOMISED,
DOUBLE-BLIND, PLACEBO-CONTROLLED TRIAL

Pembimbing
dr. Ralph Girson, Sp.PD

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Royal Taruma
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
TELAAH KRITIS
1. GAMBARAN UMUM PENELITIAN

• Artikel yang ditelaah merupakan penelitian eksperimental jenis randomized clinical trial
dengan metode double-blind, yang membandingkan pemberian IL-2 dosis rendah dengan
plasebo bagi para pasien dengan SLE.
• Peneliti hendak membandingkan apakah setelah pemberian salah satu dari kedua obat
tersebut, terjadi perbaikan respons penyakit SLE.
• Selain itu, tujuan sekundernya adalah menilai respons klinis lainnya, keamanan dan dinamika
berbagai subset sel imunitas meliputi sel T dan sel NK.
• Para pasien direkrut pada periode Juni 2015 – September 2017, tanpa diberitahu cara
perekrutannya.
• Sejumlah 60 pasien direkrut ke dalam studi
TELAAH KRITIS
1. GAMBARAN UMUM PENELITIAN

Selain terapi standar, IL-2 diberikan dengan Setelah 12 minggu pertama, pasien dipantau
dosis 1 juta IU setiap 2 hari sekali, selama 2 selama 12 minggu berikutnya tanpa
minggu, diikuti jeda 2 minggu diberikan obat

Selagi penelitian dijalankan, dilakukan


pemeriksaan laboratorium yang diperlukan Kelompok plasebo diberikan perlakuan yang
setiap 2 minggu selama 12 minggu pertama sama, dengan suntikan subkutan yang
dan setiap 4 minggu pada 12 minggu serupa namun tidak mengandung IL-2
berikutnya.
TELAAH KRITIS
1. GAMBARAN UMUM PENELITIAN
• Latar belakang studi ini belum mencantumkan prevalensi secara jelas.
• Prevalensi SLE belum dinyatakan, namun dijelaskan mengenai regimen tatalaksana saat ini
(kortikosteroid dan agen-agen imunosupresif).
• Pada latar belakang, dinyatakan bahwa produksi IL-2 yang gagal merupakan kontributor
ketidakseimbangan sistem imun pada SLE, dan bahwa IL-2 dosis rendah bermanfaat untuk
beberapa penyakit seperti vaskulitis terkait hepatitis C, penyakit graft-versus-host, diabetes
tipe 1, alopesia areata, dan juga SLE.
TELAAH KRITIS
1. GAMBARAN UMUM PENELITIAN
• Kualitas metodologi dari studi ini terbilang cukup baik, karena beberapa alasan berikut:

1) metodologi studi dijelaskan secara sistematis dan sangat baik

2) flow studi dan karakteristik dasar studi dinyatakan dengan lengkap dalam Tabel 1 dan
Gambar 1

3) hasil utama penelitian yang merupakan respons terhadap pengobatan ditampilkan dengan baik
pada Tabel 2 dengan disertai nilai p nya

4) blinding dilakukan pada kedua pihak, untuk menghindari terjadinya bias subjek maupun bias
peneliti.
TELAAH KRITIS
2. PENILAIAN KESAHIHAN / VALIDITAS

• Penelitian ini membandingkan apakah setelah pemberian salah satu dari kedua obat
tersebut, terjadi perbaikan respons penyakit SLE.
• Selain itu, tujuan sekundernya adalah menilai respons klinis lainnya, keamanan dan
dinamika berbagai subset sel imunitas meliputi sel T dan sel NK.
• Perekrutan subjek dilakukan pada periode Juni 2015 – September 2017.
• Lokasi (nama RS dan kota) penelitian tidak dinyatakan.
• Sejumlah 60 orang diinklusikan dalam studi, dan ditempatkan secara acak dengan rasio 1:1
pada salah satu dari kelompok IL-2 dosis rendah atau plasebo.
TELAAH KRITIS
2. PENILAIAN KESAHIHAN / VALIDITAS

• Para subjek diberikan intervensi dan dipantau selama 24 minggu, dengan 12 minggu
pertama terdiri dari intervensi 2 hari sekali selama 2 minggu lalu diikuti 2 minggu jeda
(total 3 siklus), dengan 12 minggu kedua tanpa intervensi (hanya pemantauan).
TELAAH KRITIS
2. PENILAIAN KESAHIHAN / VALIDITAS
• Kriteria inklusi  • Kriteria eksklusi 

Manifestasi SLE berupa gangguan neuropsikiatri berat yang aktif

Pasien laki-laki/perempuan Riwayat pengobatan dengan rituksimab atau agen biologis lainnya
berusia 18-65 tahun
Penggunaan kortikosteroid dosis tinggi (≥1,0 mg/kg) selama 1 bulan terakhir

Komorbiditas yang berat, termasuk gagal jantung (≥grade III NYHA), insufisiensi ginjal (klirens kreatinin ≤30
mL/menit), atau insufisiensi hepar (SGOT/PT ≤2x batas atas rentang normal)

Infeksi aktif (virus hepatitis B atau C, Epstein-Barr, HIV, atau Mycobacterium tuberculosis)

Pasien memiliki SLE aktif,


yang terdiagnosis melalui Riwayat infeksi kronik

kriteria American College of


Riwayat keganasan
Rheumatology 1997
Kehamilan atau menyusui.
TELAAH KRITIS
2. PENILAIAN KESAHIHAN / VALIDITAS

• Data yang diukur pada para subjek adalah:

Hasil Utama Hasil Tambahan


• Respons pengobatan  diukur dengan SLE Responder • Respons klinis lainnya
Index-4 (SRI-4) pada minggu ke-12, yang didefinisikan • Keamanan
sebagai: • Dinamika subset sel-sel imun, termasuk sel T dan NK
• Penurunan ≥4 poin pada skor Safety of Estrogens in • Complete renal remission (CR), didefinisikan sebagai:
Lupus Erythematosus National Assessment • Kreatinin serum dalam batas normal, dengan nilai
(SELENA)-SLEDAI yang stabil atau membaik jika dibandingkan dengan
• Tidak ada skor baru pada British Isles Lupus awal studi (tidak >15% di atas nilai awal)
Assessment Group (BILAG) A, atau ≤1 skor baru • Sedimen urin inaktif
pada BILAG B • Proteinuria batas normal <0,3 gram/24 jam.
• Tidak ada perburukan physician’s global assessment
(PGA) ≥0,3 poin dari awal penilaian studi.
TELAAH KRITIS
2. PENILAIAN KESAHIHAN / VALIDITAS
• Data diolah secara statistik menggunakan perangkat lunak SPSS versi 20.0, dengan batas
kemaknaan nilai p < 0,05, dengan menggunakan analisis/model sebagai berikut:

Analisis modified intention-to-treat (mITT)  karakteristik klinis dan parameter laboratorium


• Perbedaan antara kondisi awal dan poin waktu tertentu 
• Variabel kontinu  uji T berpasangan
• Variabel kategorik  uji x2.
• Perbedaan antara dua kelompok dan poin waktu tertentu 
• Variabel kontinu  uji Mann-Whitney U
• Variabel kategorik  uji x2.

Analisis perprotokol  mengensklusikan pasien-pasien yang tidak menyelesaikan pengobatan, dan hanya
menginklusikan pasien yang data paska intervensinya lengkap.

Variabel keamanan  analisis deskriptif.


TELAAH KRITIS
3. PENILAIAN KEPENTINGAN / IMPORTANCE
• Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa:

1. Karakteristik pasien
• Rerata usia pasien pada kelompok IL-2 dan plasebo secara berturut-turut adalah 31,6 dan 29,8 tahun, rerata luas area
tubuh adalah 1,57 dan 1,62 m2, dan durasi lama penyakit adalah 66,7 dan 63,6 bulan.
• Sejumlah 13/30 pasien pada kelompok IK-2 dan 12/30 pada kelompok plasebo menunjukkan tanda nefritis lupus,
dengan median protein urin 24 jam 1,37 dan 1,55 berturut-turut.
• Gejala lain meliputi ruam kulit, ulkus oral, alopesia, dan sebagainya (Tabel 2).
• Alasan berhenti dari penelitian pada kelompok IL-2 adalah kunjungan ke RS yang terlalu sering, dan pada kelompok
plasebo adalah efek terapeutik yang tidak memuaskan dan terjadinya keterlibatan organ lain akibat SLE (contoh:
neuropsychiatric systemic lupus erythematosus (NPSLE)).
TELAAH KRITIS
3. PENILAIAN KEPENTINGAN / IMPORTANCE
• Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa:

2. Efektivitas pengobatan
• Tingkat respons SRI-4 kelompok IL-2 dan plasebo pada minggu ke-12 adalah 55,17% (16/29) dan 30,0% (9/30) secara berurutan.
• Respons SRI-4 tidak tercapai pada minggu ke-12 (p = 0,052).
• Pada minggu ke-24, tingkat respons SRI-4 adalah 65,52% (19/29) pada kelompok IL-2 dosis rendah dan 36,67% (11/30) pada kelompok
plasebo (p = 0,027).
• Tingkat respons kelompok IL-2 lebih baik secara signifikan dibanding kelompok plasebo pada minggu ke-6, 8, 10, dan 16 (p<0,05) dan
penurunan skor SELENA-SLEDAI ditemukan pada kelompok IL-2.
• Tingkat remisi komplit nefritis lupus lebih baik secara signifikan pada kelompok IL-2 dibanding plasebo pada minggu 12 (53,85% vs
8,33%, p = 0,013) dan minggu 24 (53,85% vs 16,67%, p = 0,036).
• Para pasien menunjukkan penurunan proteinuria 24 jam pada kelompok IL-2 dosis rendah, dari 1,55 gram pada awal studi menjadi 0,48
gram pada minggu 24 (p = 0,002).
• Di sisi lain, tidak ada perubahan signifikan pada proteinuria 24 jam pada kelompok plasebo (p = 0,372).
• Albumin serum membaik dengan terapi IL-2 pada minggu ke-12 (p = 0,046) dan pada akhir periode pemantauan pada minggu ke-24 (p =
0,017).
TELAAH KRITIS
3. PENILAIAN KEPENTINGAN / IMPORTANCE
• Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa:

2. Efektivitas pengobatan
• Kadar C3 dan C4 serum meningkat pada kelompok IL-2, dibandingkan kelompok plasebo. Pada periode pengobatan,
lebih banyak pasien mencapai kadar C3 dan C4 serum yang normal pada kelompok IL-2 dibandingkan plasebo.
• Penurunan kortikosteroid tercapai dengan lebih maksimal pada kelompok IL-2 dibanding plasebo. Pada minggu 24,
44,83% (13/29) pasien kelomok IL-2 mengurangi dosis prednison sebesar ≥50%, dibandingkan 33,33% (10/30) pada
kelompok plasebo.
• Perbaikan gejala klinis ditemukan pada kelompok IL-2, termasuk ruam (11/13), ulkus oral (4/4), artritis (11/14),
vaskulitis (4/4), alopesia (7/12), dan demam (3/3).
• Antibodi anti-dsDNA berkurang pada pasien dengan terapi IL-2, namun tidak pada kelompok plasebo.
• Tatalaksana IL-2 juga memperbaiki skor PGA dan BILAG. Bagaimanapun, tidak ada perbedaan yang signifikan antara
kelompok IL-2 dan plasebo.
TELAAH KRITIS
3. PENILAIAN KEPENTINGAN / IMPORTANCE
• Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa:

3. Keamanan pengobatan
• Insidensi infeksi lebih rendah pada kelompok IL-2 (6,9%, 2/29) dibandingkan plasebo (20,0%, 6/30), namun
tidak berbeda secara signifikan.
• Tidak ada efek yang serius pada kelompok IL-2, sedangkan dua pasien pada kelompok plasebo mengalami
infeksi yang serius dan dirawat di RS.
• Efek samping yang paling sering timbul adalah reaksi di lokasi suntikan (nyeri, merah dan bengkak) pada
9/29 pasien (31,0%) pada kelompok IL-2 dan 2/30 pasien (6,7%) pada kelompok plasebo.
• Gejala serupa influenza dan demam transien terjadi pada 3 (10,3%) dan 4 (13,8%) pasien pada kelompok IL-
2.
TELAAH KRITIS
3. PENILAIAN KEPENTINGAN / IMPORTANCE
• Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa:

4. Analisis imunologik

• Analisis flow cytometry menunjukkan terapi IL-2 menginduksi ekspansi sel T regulator secara signifikan
(p<0,05), sedangkan CD4 dan CD8 total tidak berubah.
• Peningkatan yang signifikan pada sel NK total ditemukan setelah terapi IL-2 (6,48% menjadi 12,07% pada
minggu 10, p<0,01), sedangkan tidak ada perubahan yang jelas pada kelompok plasebo.
• Pada sel NK, subset CD56bri meningkat dengan terapi IL-2 (p<0,05), sedangkan pada kelompok plasebo
tidak ada perubahan yang signifikan.
• Studi observasional prospektif open label yang dilakukan menunjukkan bahwa IL-2 dosis rendah
mengaktivasi sel NK dan mengurangi titer virus pada pasien-pasien tanpa terapi antivirus.
TELAAH KRITIS
4. PENILAIAN KEMAMPUAN TERAPAN / APPLICABILITY

• Penelitian ini menerapkan pengobatan yang diduga akan meringankan gejala SLE, yaitu IL-2
dosis rendah. IL-2 awalnya digunakan untuk mengobati melanoma dan kanker lainnya.
• Tatalaksana SLE aktif cukup menantang karena natur penyakit ini yang heterogen, dan konsep
IL-2 dosis rendah diangkat dari peran IL-2 untuk perkembangan dan fungsi sel T regulator,
yang penting untuk mempertahankan toleransi imun.
• Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian IL-2 dosis rendah membantu penyembuhan
yang lebih cepat dan signifikan, dan dosis kortikosteroid dapat dikurangkan lebih banyak pada
kelompok IL-2 dibandingkan plasebo.
• Selain itu, alopesia juga membaik dengan penggunaan IL-2 dosis rendah.
TELAAH KRITIS
4. PENILAIAN KEMAMPUAN TERAPAN / APPLICABILITY

• Penelitian ini boleh dicoba untuk diterapkan langsung ke populasi yang besar, dengan
memperhatikan keamanan bagi para pasien.
• Kendala pelaksanaan studi model ini adalah biaya yang diperlukan yang cukup besar, karena
IL-2 relatif mahal, sehingga kemungkinan tidak selalu tersedia di semua fasilitas pelayanan
kesehatan.
• Alangkah baiknya untuk diadakan terlebih dahulu studi pendahuluan di Indonesia, agar
keamanannya dapat ditentukan dan efektivitasnya dapat diuji untuk populasi kecil di
Indonesia.
TELAAH KRITIS
KETERBATASAN PENELITIAN

Desain penelitian tidak memasukkan perbandingan menggunakan rentang dosis


• Meskipun dosis 0,3-3 MIU/hari didasarkan pada uji open-label sebelumnya, dosis optimal masih belum ditentukan.

Para pasien mungkin berespon berbeda terhadap regimen dosis.

Tatalaksana yang sedang didapatkan pasien seperti inhibitor kalsineurin (CNI) mungkin mempengaruhi
efektivitas IL-2 dosis rendah 
• penelitian-penelitian di masa depan sebaiknya menginklusikan kohort yang lebih besar dan distratifikasi berdasarkan pengobatan
yang didapat pasien.

Durasi studi relatif singkat  studi yang akan datang disarankan memperpanjang durasi studi.
TELAAH KRITIS
KEKUATAN PENELITIAN

Meskipun jumlah pasien yang tidak terlalu banyak, kontrol variabel dilakukan dengan cukup baik

Analisis statistik dilakukan dengan cukup lengkap, sehingga dinilai cukup representatif untuk
studi ini.
KESIMPULAN

• Hasil penelitian ini menyatakan bahwa tatalaksana IL-2 dosis rendah efektif dan dapat
ditoleransi dengan baik pada pasien-pasien dengan SLE, yang mendukung RCT-RCT lain
dengan berbagai kohort pasien dari berbagai pusat pelayanan kesehatan.
• Penelitian sebelumnya yang pernah diadakan mendapatkan hasil bahwa fungsi sel NK
terganggu pada SLE aktif, dan sel NK, terutama CD56 bright.
• Dengan penggunaan IL-2 dosis rendah, CD56 bright ditemukan mengalami ekspansi dan
meringankan autoimunitas SLE.
KESIMPULAN

• Sebagai kesimpulan, jurnal ini termasuk jurnal yang cukup baik, karena memaparkan hasil
penelitiannya dengan jelas, dan dengan tabel-tabel yang mudah dipahami.
• Parameter-parameter pengukuran juga jelas dengan uji lab yang umum dilakukan.
• Tantangan yang mungkin dihadapi dalam pelaksanaan studi serupa di Indonesia adalah standar
keamanan obat-obatan yang digunakan yang harus ditegakkan sebelum dimulainya penelitian
ini (dosis terapeutik IL-2 yang harus disesuaikan untuk orang Indonesia dan penyesuaian
harga tatalaksana).
• Meskipun penelitian dengan IL-2 belum banyak dilakukan di Indonesia, patut dilakukan
penelitian-penelitian kecil untuk membantu menegakkan pengobatan berdasarkan bukti klinis
(evidence-based therapy) agar tatalaksana SLE di Indonesia dapat dilakukan dengan lebih
baik.
CHECKLIST OXFORD
THANKYOU!

Anda mungkin juga menyukai