Adrinaldi (0806331405)
Hutri Prianugrah (0806455736)
Indra Septiawan (0806331645)
M.Ekaditya Albar (0806331683)
Maryane Anugerah (0806331714)
Wirzaroka (0806455931)
1
2
1. Untuk membandingkan kekuatan maksimum beberapa jenis logam (besi tuang, baja, tembaga,
dan aluminium).
2. Untuk membandingkan titik luluh logam-logam tersebut.
3. Untuk membandingkan tingkat keuletan logam-logam tersebut, melalui penghitungan %
elongasi dan % pengurangan luas.
4. Untuk membandingkan fenomena necking pada logam-logam tersebut.
5. Untuk membandingkan modulus elastisitas dari logam-logam tersebut.
6. Untuk membuat, membandingkan serta menganalisis kurva tegangan-regangan rekayasa
maupun sesungguhnya dari beberapa jenis logam.
7. Untuk membandingkan tampilan perpatahan (fraktografi) logam-logam tersebut dan
menganalisanya berdasarkan sifat-sifat mekanik yang telah dicapai.
3
Spesimen ditarik secara uniaxial oleh mesin uji tarik
Mesin uji tarik akan menghasillan data berupa
grafik stress vs strain
Perpatahan akan dialami oleh sampel
4
Alat & Bahan:
1. Universal Testing Machine, Servopulser Shimadzu
kapasitas 30 ton
2. Calipper dan atau micrometer
3. Spidol permanen atau penggores (cutter)
4. Steroscan macrosope
5. Sampel uji tarik (besi tuang, baja, tembaga dan
aluminium)
5
Mulai
Selesai
6
Grafik P vs dL
5000
4500
4000
3500
3000
(Kg)
2500 Fe
P
2000 Cu
Al
1500
1000
500
0
0 5 10 15 20 25
dL (mm)
7
Spesimen yang mengalami elongasi paling besar
adalah Cu, kemudian Fe dan Al.
Fe memiliki kemampuanmenahanbebanpaling
besar, lalu Cu dan Al.
Pertambahan panjang yang paling tinggi dimiliki oleh
Al, kemudian Fe dan Cu.
8
Sampel Fe
Teg.Luluh: 468 Mpa
UTS: 566.45 Mpa
Teg.Putus: 540 Mpa
Grafik vs E: 52.804 Gpa
600.0
% Red: 58.13%
% Elong: 25%
500.0
Sampel Cu
400.0
Teg.Luluh: 259 Mpa
300.0
UTS: 294.95 Mpa
Fe
Stress
Cu
200.0 E: 43.217 GPa
Al
%Red: 66.2%
100.0
%Elong: 33%
0.0
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45
Sampel Al
Teg.Luluh: 90.31 Mpa
Strain
UTS: 173.97 Mpa
Teg.putus: 136 Mpa
E: 17.83 Gpa
%Red: 67.98%
%Elong:22.8%
9
Callister, William D. Materials Science and Engineering An
Introduction Fourth Edition. The McGraw-Hill
Companies: New York, NY, 2007.
10
Fe memiliki UTS, Breaking Strength, Modulus
Elastisitas, dan ketangguhan yang tinggi, disusul oleh
Cu, kemudian Al.
Cu memiliki elongasi terbesar
11
Grafik t vs t
800.0
700.0
600.0
500.0
400.0 Fe
t
Cu
300.0
Al
200.0
100.0
0.0
0.000
0.100
0.150
0.050
0.200
0.250
0.300
0.350
t
0
0
12
Nilai maksimal yang di dapat dari pengujian ini
adalah
σ vs ε (engineering).
13
14
15
16
Permukaan patahan ketiga sampel berserabut (tidak
rata) dan gelap (dull)
Ketiga sampel menunjukan perpatahan ulet
Perpatahan Fe = cup-cone
Perpatahan Cu = patahan miring hampir 45o
Perpatahan Al = patahan miring hampir 45o
17
Pengujian tarik dapat memberikan gambaran mengenai sifat mekanis material
berupa ketangguhan, keuletan dan kekuatan yang dihubungkan dengan kekuatan
tariknya.
Urutan material dengan kekuatan tarik dari yang tertinggi adalah Fe, Cu dan Al.
Material yang paling ulet menurut hasil praktikum ini adalah Cu, lalu Fe dan Al.
Hal ini tidak sesuai dengan literatur. Seharusnya Al lebih ulet dari Fe (baja).
Modulus elastis yang paling besar dimiliki Fe dan yang terendah dimiliki oleh Al.
18
1. Tuliskan 5 jenis aplikasi pengujian Creep!
Jawab:
◦ Jet Engine (mesin jet)
◦ Steam Turbine (turbin uap)
◦ Light Bulb Filament (filamen pada bola lampu)
◦ Heat Exchanger
◦ Nuclear Power Plant (mesin tenaga nuklir)
19
2. Jelaskan isi ASTM D 3552 beserta sampel dan cara ujinya!
Jawab:
ASTM D 3552 berisi tentang metode pengujian standar untuk sifat tarik dari Fiber
Reinforced Metal Matrix Composites. Metode pengujian ini didesain untuk menghasilkan
data sifat tarik untuk spesifikasi, penelitian dan pengembangan, jaminan kualitas, serta
desain dan analisis struktural material. Faktor-faktor yang memengaruhi respon tarik dan
perlu diperhatikan antara lain material, metode preparasi material, rangkaian susunan
spesimen, preparasi spesimen, pengondisian spesimen, lingkungan pengujian, perataan dan
gripping spesimen, kecepatan pengujian, temperatur pengujian, serta penguatan persen
volume. Sifat yang didapat dari metode pengujian ini yaitu Ultimate Tensile Strength
(Kekuatan Tarik Maksimum), Ultimate Tensile Strain (Regangan Tarik Maksimum), Modulus
elastistas tarik, dan Poisson’s Ratio.
20
3. Apa yang terjadi jika dislokasi pindah ke butir lain?
Jawab:
Yang akan terjadi ketika dislokasi berpindah ke butir lain adalah
terjadinya fracture (kegagalan) pada material tersebut. Ini dikarenakan
energi yang diberikan untuk mendeformasi material tersebut sudah
cukup tinggi sehingga tidak lagi mampu ditahan oleh material tersebut
dan akhirnya patah.
21
4. Tuliskan rumus Frank-Rule!
Jawab:
Frank Rule menjelaskan tentang Burger Vector, yaitu:
B = b1 + b2
22
5. Jelaskan proses munculnya tegangan sisa!
Jawab:
Tegangan sisa adalah tegangan yang tersisa setelah penyebab tegangan yang asli
(gaya eksternal, perubahan panas) dihilangkan. Tegangan ini menyisa di
penampang komponen, bahkan tanpa sebab eksternal. Tegangan sisa terjadi
karena berbagai alasan, misalnya karena deformasi yang tidak elastis dan
perlakuan panas. Panas dari proses pengelasan dapat mengakibatkan pemuaian
yang terlokalisasi dan ketika las-lasan tersebut sudah mendingin, ada bagian yang
ikut dingin namun ada juga yang meninggalkan tegangan sisa.
23
6. Jelaskan mekanisme twinning!
Jawab:
Twinning adalah mekanisme dimana sebuah gaya geser dapat mengakibatkan
suatu pemindahan atom pada satu sisi bidang sehingga atom-atom tersebut
menempati posisi seperti pantulan cermin dari atom-atom pada sisi yang lain.
Jadi, pada gambar di bawah, bulatan yang kosong menandakan atom-atom yang
tidak bergerak. Pada gambar (b), bulatan dengan garis putus-putus dan berisi
masing-masing menandakan posisi awal atom dan posisi akhir atom. Besar jarak
pemindahan pada daerah kembar (twin) yang digambarkan dengan panah
proporsional terhadap jarak dari bidang kembar (twin plane).
24
7. Mengapa struktur Kristal BCC memiliki 12 dan 24 slip system?
Jawab:
Seperti yang dapat dilihat pada tabel, struktur kristal BCC yang memiliki slip system
sebanyak 12 dan 24 tergantung pada jenis logamnya (Metals) dan bidang
terpadatnya (Slip Plane). Sementara itu, arah terpadat (Slip Direction) pada struktur
kristal BCC tidak mengalami perubahan seperti yang dialami oleh slip plane.
Perbedaan slip plane akan menghasilkan perbedaan jumlah slip system pada kristal
struktur BCC.
Referensi:
Callister, William
D., 2007, Materials
Science and
Engineering 7th
Edition: An
Introduction, USA:
John Wiley and
Sons.
25
8. Manakah yang lebih tangguh? Perpatahan intergranular atau
transgranular?
Jawab:
Perpatahan intergranular adalah perpatahan yang melalui sepanjang batas
butir, sedangkan perpatahan transgranular adalah yang membelah butir.
Ketangguhan sendiri didefinisikan sebagai kemampuan material untuk
menyerap energi sebelum patah. Perpatahan intergranular dan
transgranular merupakan jenis perpatahan yang getas. Ini dapat dilihat
dari material getas yang tidak mengalami deformasi plastis sehingga
memiliki ketangguhan yang rendah (luas permukaan di bawah grafik
stress-strain kecil). Jadi, dapat dikatakan bahwa perpatahan transgranular
dan intergranular tidak memiliki ketangguhan yang tinggi karena keduanya
merupakan hasil perpatahan dari material yang getas.
26
9. Jelaskan mekanisme Luder Band!
Jawab:
Pada Baja lunak (mild steel) kurva tegangan dan regangannya menunjukkan area
transisi lokal yang tidak linear seperti ditunjukkan pada kurva tegangan dan
regangan pada umumnya. Pada kurva tersebut terdapat tegangan luluh atas dan
tegangan luluh bawah (upper and lower yield point). Pada baja lunak, dislokasi
cenderung lebih mudah digerakkan, namun ketika menumbuk atom lain yang lebih
keras, seperti atom karbon pada baja, gerakan dislokasi akan terhambat dan
membutuhkan energi lebih untuk melewatinya, hal inilah yang menyebabkan
terjadinya tegangan luluh atas. Setelah melewati penghalang tersebut, dislokasi
kembali mudah bergerak sehingga energi yang begitu besar akibat tertahan tadi
akan turun kembali, inilah yang dikenal dengan mekanisme terjadinya tegangan
luluh bawah.
27
10. Sebutkan standar spesimen untuk uji tarik pada pelat!
Jawab:
Standar pengujian tarik untuk material berbentuk plat dapat dilihat pada
ASTM E 8 – 04. Bentuk spesimen ujinya adalah sebagai berikut:
28
29
1. Mampu menguasai beberapa metode pengujian yang umum dilakukan
untuk mengetahui nilai kekerasan suatu logam.
30
Pengujian dengan cara indentasi metode Brinell.
Variabel tetap yang digunakan berupa diameter indentor, beban indentor, dan
waktu indentasi.
Pengujian untuk masing-masing sampel, antara lain:
◦ Fe: beban 187.5 kg; dindentor 3.2 mm; waktu indentasi 10 detik.
◦ Cu: beban 62.5 kg; dindentor 3.2 mm; waktu indentasi 15 detik.
◦ Al: beban 31.25 kg; dindentor 3.2 mm; waktu indentasi 15 detik.
Indentasi dilakukan sebanyak tiga kali pada titik yang berbeda dengan beban
dan waktu indentasi yang sama untuk tiap sampel.
Jejak yang dihasilkan dari indentasi diukur dengan measuring microscope.
31
Alat & Bahan:
1. Hoytom microhardness tester (metode Brinell)
2. Micrometer
3. Measuring microscope
4. Sampel uji silinder pejal (baja, tembaga, dan
aluminium)
32
M ulai
Me m uta r tuas ke
belakang untuk
M enyiapkan me lakuka n indentasi
Me mut a r poros
berlawanan arah
M e m a sa ng indentor jarum jam
Memilih beban
sesuai sampel uji Melakukan proses
untuk lokasi da n
sampel lainnya
Me m uta r poros
searah jarum jam
Mengukur diameter
jejak indentasi
M e mut a r poros
hingga menyentuh
batas merah
Menghitung nilai
kekerasan
S elesai
33
Tabel Data
d (mm)
D Nomor BHN BHN rata-
Sampel P (kg) d1 d rata-rata
(mm) Indentasi d2 (mm) (kg/mm2) rata
(mm) (mm)
(kg/mm2)
34
Foto Spesimen Hasil penjejakan (Fe, Cu, dan Al)
35
Data ke-2 untuk sampel Fe:
◦ Beban (P) = 187.5 kg
◦ Dindentor (D) = 3.2 mm
◦ djejak1 (d1) = 1.432 mm
◦ djejak2 (d2) = 1.440 mm
◦ drata-rata (d) = 1.436 mm
36
Grafik BHN vs Beban (Fe)
115.53
116.00
115.00 113.55
114.00
113.00
112.00
111.00 109.57
BH
N
110.00
109.00
108.00
107.00
106.00
1 2 3
Nomor Indentasi
37
BHN (Brinell Hardness Referensi: Davis,HE.
Material
Number) Troxell,GE. The Testing of
Engineering Materials 4th
Steel 0.4%C 130 – 190 edition (procedure of
hardness tests). The
Steel 0.6%C 200 - 235 McGraw-Hill Companies :
Steel 0.8%C 240 – 360 New York,NY
Malleable iron 120
Nickel cast iron 200
38
Grafik BHN vs Beban (Cu)
73.57
74.00
73.50
73.00
72.50
72.00 71.48
BH
70.92
N
71.50
71.00
70.50
70.00
69.50
1 2 3
Nomor Indentasi
39
BHN (Brinell Hardness
Material Referensi: Callister, William
Number) D., 2007, Materials Science
and Engineering 7th Edition:
Paduan Cu C11000 64.06 – 131.88 An Introduction, USA: John
Wiley and Sons.
Paduan Cu C17200 135.94 – 423.77 converted from MPa to
Paduan Cu BHN
97.97 – 135.94
C36000 Paduan 107.83 – 149.86
Cu C71500
69.86
Paduan Cu C93200
40
Grafik BHN vs Beban (Al)
66.80
70.00
52.79
60.00 50.14
50.00
40.00
BH
N
30.00
20.00
10.00
0.00
1 2 3
Nomor Indentasi
41
Material BHN (Brinell Hardness Referensi: Davis,HE.
Number) Troxell,GE. The Testing of
Engineering Materials 4th
Paduan Al 1100 21.74 – 47.83 edition (procedure of
hardness tests). The
Paduan Al 2024 53.62 – 143.48 McGraw-Hill Companies :
New York,NY
Paduan Al 2014 53.62 – 140.58 converted from MPa to
BHN
Paduan Al 5052 56.52 – 84.06
Paduan Al 5456 89.86 – 101.45
Paduan Al 7075 66.67 – 165.22
• Dengan nilai BHN Al sebesar 56.57 BHN, maka jenis Al yang digunakan
kemungkinan besar adalah paduan Al 2024.
42
Grafik BHN vs Sampel
112.88
120.00
100.00
71.99
80.00
56.57
60.00
BH
N
40.00
20.00
0.00
Fe Cu Al
Sampel
43
Urutan nilai kekerasan berdasarkan BHN:
Fe > Cu > Al
(Sesuai literatur)
44
Kekerasan↑ → ketahanan aus↑
Kekerasan↑ → keuletan↓
Kekerasan↑ → kekuatan↑
◦ TS (MPa) = 3.45 x BHN
◦ TS (Psi) = 500 x BHN
45
Metode Brinell adalah metode yang umum dilakukan untuk mengetahui
nilai kekerasan dari suatu material.
Nilai kekerasan material dipengaruhi oleh beban, diameter indentor, dan
diameter jejak yang dihasilkan.
Material dengan jarak indentasi paling besar menghasilkan nilai kekerasan
yang lebih tinggi
Urutan material dengan nilai kekerasan dari yang tertinggi hingga yang
terendah dalam pengujian ini adalah Fe (112.88 BHN), Cu (71.99 BHN), dan
Al (56.57 BHN).
Nilai kekerasan yang meningkat mengakibatkan kekuatan tarik material juga
meningkat, namun material akan menjadi semakin getas. Oleh karena itu,
keuletan material juga perlu diperhatikan untuk mendapatkan material
yang tangguh.
46
1. Mengapa dislokasi bergerak menuju batas butir?
Jawab:
Batas butir adalah daerah yang megandung energi paling
tinggi. Untuk bergerak, dislokasi butuh energi sehingga
dislokasi ini cenderung mencari daerah yang energinya
tinggi. Ketika dislokasi sampai di batas butir, energi yang
dimiliki batas butir terlalu tinggi dan malah menghambat
pergerakan dislokasi. Oleh karena itu, dislokasi terhenti di
batas butir.
47
2. Mengapa standar pengujian kekerasan di DTMM
berbeda dengan standar ASTM? (Beban= 187.5 kg
dan D= 3.2 mm)?
Jawab:
Standar pengujian kekerasan yang dipakai di
DTMM berbeda dengan standar ASTM karena
pengujian yang dilakukan di DTMM hanya untuk
membandingkan kekerasan material, bukan untuk
standarisasi.
48
3. Mengapa pada pengujian kekerasan Fe dibutuhkan
waktu 10 detik? Apakah waktunya boleh lebih?
Jawab:
Pengujian kekerasan Fe dibutuhkan waktu minimal 10 detik
karena proses deformasi yang diharapkan pada pengujian
kekerasan ini adalah deformasi plastis, artinya material
tersebut sudah melewati deformasi elastis sehingga atom-
atomnya tidak akan kembali lagi. Waktu pengujian ini tidak
boleh lebih dari waktu yang telah ditentukan (10 detik)
karena material tersebut akan terus terdeformasi sehingga
hasil yang diperoleh tidak akurat dengan hasil sebenarnya.
49
50
1. Untuk menjelaskan tujuan dan prinsip dasar pengukuran
harga impak dari logam.
2. Untuk mengetahui temperatur transisi perilaku kegetasan
baja struktural ST 42.
3. Untuk menganalisa permukaan patahan (fraktografi) sampel
impak yang diuji pada beberapa temperatur.
4. Untuk membandingkan nilai impak beberapa jenis logam.
5. Untuk menjelaskan perbedaan metode Charpy dan Izod.
51
Prinsip pengujian impak adalah pemberian
beban kejut terhadap material sehingga sampel
menyerap energi dan mengalami deformasi.
Energi berasal dari pendulum bandul yang
diayunkan dari ketinggian tertentu, sehingga
memiliki energi potensial terhadap sampel.
52
53
Metode Charpy
• Dimensi ukuran benda uji:
10x10x55 mm
• Posisi benda uji horizontal
dan tidak dijepit
• Bentuk takik berupa : V
• Ayunan bandul dari arah
belakang takik dengan
pembebanan dilakukan dari
arah punggung takik
54
Alat dan Bahan:
1. Impact testing 4. Pemanas
machine (metode 5. Sampel uji impak baja ST
Charpy) kapasitas 300 42
Joule
2. Caliper dan atau 6. Kuningan (Cu-Zn)
mikrometer 7. Nitrogen Cair
3. Termometer
55
Bahan A (mm2) T (oC) E (Joule) HI (J/mm2)
56
57
HI terus menunjukkan peningkatan seiring dengan bertambahnya
temperatur dari temperatur dibawah nol. Pada saat specimen (Fe)
didinginkan sampai temperature bawah 0 derajat celcius material
tersebut memiliki sifat yang getas, sedangkan specimen pada
temperature ruang dan specimen pada temperature tinggi memilki
sifat keuletan yang lebih tinggi.
Fe lebih tangguh daripada CuZn karena memiliki harga impak (HI)
yang lebih besar (menurut data hasil pengujian).
Fe memperlihatkan temperatur transisi ulet-getas
58
Perubahan sifat mekanis pada Fe dari ductile ke brittle
seiring perubahan temperature dari suhu tinggi ke
rendah dinamakan Temperatur Transisi
Pada temperatur tinggi material, terutama yang memiliki
struktur BCC bersifat ulet dan pada temperatur rendah
material bersifat getas.
Peningkatan temperatur meningkatkan harga impak,
sehingga sampel lebih tangguh
59
60
61
62
Fe suhu rendah (dibawah 0 0C) patah secara
sempurna. Fe pada suhu rendah bersifat brittle. Jenis
patahan yang dihasilkan merupakan patahan getas
Pada Fe bertemperatur tinggi patahan berupa
patahan berserat. Tekstur berserat-serat halus, dan
patahan ini tidak mengakibatkan specimen terbagi
dua.
Secara umum patahan dari Fe telah menggambarkan
sifat patahan material yang ulet dengan ciri-ciri
patahan gelap, buram dan fibrous.
63
64
CuZn pada suhu (<0 0C) memiliki nilai HI yang tinggi
dibandingkan dengan pada temperature ruang dan pada
temperature tinggi.
Hal ini kemungkinan disebabkan dari kesalahan praktikan
dalam preparasi sampel dan interpretasi nilai HI.
Dari data CuZn terlihat harga impak fluktuatif.
Tidak terlihat temperatur transisi karena nilai HI
yang kecil.
65
Cu-Zn tidak memiliki temperatur transisi
Harga impakfluktuatif dan tidak mengalami
perubahan signifikan.
Pada temperatur tinggi maupun rendah
material yang memiliki struktur FCC tetap bersifat
ulet
66
67
68
69
Patahan pada CuZn bertemperatur tinggi berupa patahan
berserat dan specimen patah terbagi menjadi dua (patahan
sempurna).
Pada CuZn bertemperatur kamar, patahan berupa patahan
campuran, tekstur patahan yang memiliki serat dan juga
butiran mengkilat. Patahan yang terbentuk merupakan
patahan yang sempurna, dimana specimen patah terbagi dua.
Sementara pada specimen CuZn dengan temperature rendah
patahan yang dihasilkan juga merupakan jenis patahan
campuran.
70
71
Dari grafik HI vs T terlihat bahwa Fe mempunyai
harga impak yang lebih besar dari Cu (sesuai dengan
literatur)
Hal ini disebabkan karena Fe mempunyai struktur
kristal BCC sedangkan Cu mempunyai struktur kristal
FCC.
72
Pengujian impak digunakan untuk mengetahui
ketangguhan dari suatu material terhadap pembebanan
secara tiba-tiba (kejut).
Adanya temperatur transisi, yaitu transisi perubahan
jenis perpatahan pada temperatur yang berbeda.
Pada suhu tinggi beberapa material bersifat ulet dan
pada suhu rendah bersifat getas.
Baja ST42 lebih tangguh dibandingkan CuZn.
73
1. Tuliskan rumus pengaruh ukuran butir terhadap kurva
DBTT !
DBTT = A – Kd -1/2 atau … (1)
= A – K ln d -1/2 … (2)
A : Faktor metalurgi
: Koefisien dari material
K : Diameter atau ukuran butir
d
74
2. Sebutkan isi standar ISO 148-1, EN 10045-1, dan ISO 180!
ISO 148-1: 2009
Metallic Materials -- Charpy Pendulum Impact Test – Part 1 :
Test Method
BS EN 10045-1: 1990
Charpy Impact Test on Metallic Materials. Test Method (V-
and U-notches)
ISO 180
Determination of Izod Impact Strength
75
3. Apakah perbedaan perpatahan intergranular dan
transgranular? Manakah yang getas dan ulet?
Pada perpatahan intergranular, cracking
merambat melalui batas butir dan perpatahan
transgranular, cracking merambat melintasi atau
menembus butir. Keduanya merupakan jenis dari
brittle fracture. Perpatahan getas terjadi tanpa
adanya deformasi dan dipengaruhi oleh propagasi
crack yang cepat. Untuk kebanyakan material
getas berstruktur kristalin, propagasi crack
terjadinya karena adanya breaking dari ikatan
atom sepanjang bidang crystallographic (cleavage)
dan prosesnya disebut Transgranular atau
transcrystalline karena fracture crack tembus
melalui butir. Sedangkan pada beberapa paduan,
propagasi crack berlangsung melalui sepanjang
batas butir yang disebut Intergranular.
76
77
Untuk menjelaskan tujuan dan prinsip dasar pengujian
keausan pada logam.
Untuk menganalisis mekanisme keausan yang terjadi
pada beberapa jenis logam (baja lunak, besi tuang,
paduan tembaga dan paduan alumunium).
Untuk membandingkan ketahanan aus beberapa jenis
logam-logam tersebut.
78
Menggunakan metode Ogoshi P
79
Besarnya jejak permukaan dari material yang tergesek
adalah dasar penentuan tingkat keausan pada material
yang diuji keausannya
Volume material yang hilang
B.b3
W
12r Keterangan:
W = volume material yang terabrasi (mm ) 3
Laju Keausan B = tebal revolving disc (mm)
R = jari-jari revolving disc (mm)
b = lebar celah material yang terabrasi (mm)
W B.b3 V = Laju Aus
V
x 12r.x
80
Mesin pengujian keausan metode Ogoshi
Caliper
Mikrometer
Alat pemasang dan pembuka gear
(tracker)
Mikroskop pengukur (measuring microscope)
81
Baja karbon
Logam paduan tembaga
Logam paduan aluminium
82
mulai
M e m a s a n g b e n d a u ji ya
pada sampel holder M e n y e s u a i k a n se t u p
p a r a m e t e r u ji
Mem uta r baut pada
w i n d o w searah jaru m Membersihkan mesin
jam u ji
M e n - s e t v a ri a s i gir, M e n e k a n t o m b o l s w i tc h
untuk mengatur on
parameter pengujian
M e l e p a s k a n s a m p e l bi l a
M enga t ur skala lubang me sin telah mati
intip p a d a posisi nol
M e n g u k u r lebar celah
Menyentuhkan sampel (b) p a d a m e a s u r i n g
d e n g a n revolving disc microscope
M e n g a t u r p a s a n g a n g ir M e n g a m a t i jeja k
be b a n hingga skala 4.5 keausan
p a d a l u b a n g in t i p
m e m b u a t sketsa d a n
d e s k r i p s i jeja k
s el es a i
83
Sampel b (mm) x (mm) P (Kg) V W (mm3) LA LA rata-rata
(mm/s) (mm3/mm) (mm3/mm)
84
Sampel Fe
85
Sampel Cu
Sampel Kecepatan (mm) Laju Aus
1970 6.70816E-07
2380 3.40719E-06
Cu
2910 9.37943E-07
3620 3.53154E-06
86
Sampel Al
87
Sampel Fe
88
Sampel Cu
89
Sampel Al
Sampel Beban (Kg) Laju aus
2.11 2.35228E-05
3.16 8.19465E-06
Al
6.32 8.09239E-06
12.64 1.31472E-06
90
91
r = 15 mm
B = 3 mm
b = 3.626 mm
x = 600000 mm
B.b3 3(3.626) 3
W 0.79457mm 3
12r 12(15)
W 0.79457
LA 1.324.106 mm3 / mm
x 600000
92
r = 15 mm
B = 3 mm
b = 2.91 mm
x = 600000 mm
B.b3 3(2.91)3
W 0.4107mm3
12r
12(15)
W 0.4107
LA 6.845.107
mm3 / mm x 600000
93
r = 15 mm
B = 3 mm
b = 5.22 mm
x = 600000 mm
B.b3 3(5.22)3
W 2.37061mm3
12r
12(15)
W 2.37061
LA 3.951.10 6 mm 3 / mm
x 600000
94
Laju Aus vs Beban (Fe)
0.0000016
0.0000014
0.0000012
0.000001
0.0000008
Laju
Aus
0.0000006
0.0000004
0.0000002
0
0 2 4 6 8 10 12 14
Beban (Kg)
95
Berdasarkan literatur:
Laju Aus (LA) akan terus meningkat seiring dengan pertambahan
beban.
Laju aus berbanding lurus dengan volume material
yang terabrasi.
Berdasarkan grafik:
Ditemukan bahwa ada penurunan Laju Aus pada sampel ke-2
dan ke-4 pada pembebanan sebesar 3.16 Kg dan 12.64 Kg.
Faktor penyebab:
Permukaan sampel uji tidak rata, sehingga lebar celah material
yang terabrasi tidak terjadi pada permukaan material melainkan
pada pengotor yang ada di atasnya.
96
Laju Aus vs Beban (Cu)
0.000004
0.0000035
0.000003
0.0000025
0.000002
Laju
Aus
0.0000015
0.000001
0.0000005
0
0 2 4 6 8 10 12 14
Beban (Kg)
97
Menurut literatur:
Laju Aus akan meningkat saat adanya pertambahan beban.
Laju aus berbanding lurus dengan volume material yang terabrasi.
Berdasarkan grafik:
Ada penurunan Laju Aus pada sampel ke-2, ke-3 dan ke-4. Dapat dilihat
pula bahwa Laju Aus dengan beban pertama, yaitu 2.11 Kg, memiliki
Laju Aus yang paling tinggi dibandingkan dengan penambahan beban
berikutnya yang semakin besar.
Penyebab:
Preparasi sampel yang kurang tepat pada saat pengamplasan.
Permukaan sampel Cu yang tidak bersih dan tidak rata.
Ketidaktelitian dalam menggunakan mikroskop pengukur
98
Laju Aus vs Beban (Al)
0.000025
0.00002
0.000015
Laju
Aus
0.00001
0.000005
0 2 4 6 8 10 12 14
Beban (Kg)
99
Berdasarkan Grafik:
Menunjukkan kurva yang fluktuatif pada setiap pembebanan. Pada beban 2,11
Kg laju keausannya 2.352x10-5 mm3/mm, lalu pada beban 3,16 Kg laju
keausannya turun menjadi 8.194x10-6 mm3/mm, dan turun pada beban 6,32 Kg
laju ausnya mencapai titik 8.092x10-6 mm3/mm, serta turun kembali ketika
beban 12,64 Kg menjadi 1.314x10-6 mm3/mm.
Berdasarkan literatur:
Semakin besar beban yang digunakan maka energi yang di gunakan untuk
mengabrasi suatu material akan semakin besar pula, sehingga laju keausan
suatu material juga semakin besar.
Penyebab:
Kesalahan dalam menggunakan measuring microscope.
Preparasi sampel yang kurang baik.
10
0
Perbandingan Laju Aus vs Beban
0.000025
0.00002
0.000015
Fe
Laju
Aus
0.00001 Cu
Al
0.000005
0 2 4 6 8 10 12 14
Beban (Kg)
10
1
Berdasarkan grafik:
Perbandingan laju aus ketiga sampel terhadap beban di
atas, terlihat bahwa pada beban 2.11 Kg – 12.64 Kg, logam
yang mempunyai laju aus tertinggi adalah logam Al diikuti
dengan logam Cu dan kemudian Fe.
LA rata-rata Fe = 1.155E-06 mm3/mm
LA rata-rata Cu = 1.714E-06 mm3/mm
LA rata-rata Al = 1.028E-05 mm3/mm
Berdasarkan literatur:
Laju keausan Al lebih tinggi daripada Cu dan Fe pada tiap-
tiap pembebanan.
10
2
Laju Aus vs Kecepatan (Fe)
1.45E-06
0.0000014
1.35E-06
0.0000013
Laju
Aus
1.25E-06
0.0000012
1.15E-06
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
Kecepatan (mm/s)
10
3
Berdasarkan literatur:
Laju Aus (LA) akan terus meningkat seiring dengan
pertambahan
kecepatan.
Laju aus berbanding lurus dengan volume material yang terabrasi.
Berdasarkan grafik:
Adanya penurunan Laju Aus pada sampel ke-3 dan ke-4, yaitu pada
kecepatan 2910 mm/s dan 3620 mm/s. Hasil ini tidak sesuai dengan
literatur, seharusnya semakin cepat revolving disc berputar maka makin
cepat pula abrasi yang terjadi pada suatu material.
Penyebab:
Kesalahan menggunakan measuring microscope.
Preparasi sampel yang kurang baik.
10
4
Laju Aus vs Kecepatan (Cu)
0.000004
0.0000035
0.000003
0.0000025
0.000002
Laju
Aus
0.0000015
0.000001
0.0000005
0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
Kecepatan (mm/s)
10
5
Pada grafik:
Pada sampel Cu, adanya penambahan kecepatan yang diterima
menyebabkan meningkatnya laju aus. Akan tetapi ada satu data
pengujian (Sampel ke-3 dengan kecepatan 2910 mm/s) dimana
terdapat penurunan laju aus. Dengan adanya penyimpangan
data tersebut menyebabkan grafik berbentuk fluktuatif.
Pada literatur:
Semakin besar kecepatan maka semakin besar pula laju aus.
Penyebab;
Permukaan sampel Cu yang tidak bersih dan tidak rata.
Ketidaktelitian dalam menggunakan mikroskop pengukur.
10
6
Laju Aus vs Kecepatan (Al)
0.00004
0.000035
0.00003
0.000025
0.00002
Laju
Aus
0.000015
0.00001
0.000005
0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
Kecepatan (mm/s)
10
7
Pada Grafik:
Pada sampel Al ini menunjukkan bentuk yang mirip dengan grafik pada
sampel Cu. Pada grafik ini dapat terlihat bahwa terdapat
penyimpangan data pada kecepatan 2910 mm/s sehingga
menyebabkan grafik tidak berbentuk linear melainkan fluktuatif.
Pada literatur:
Peningkatan kecepatan akan sebanding dengan peningkatan laju aus.
Penyebab:
Terjadinya kesalahan pengukuran oleh praktikan.
Bentuk spesimen atau hasil pengamplasan yang mungkin tidak rata.
10
8
Perbandingan Laju Aus vs Kecepatan
0.00004
0.000035
0.00003
0.000025
0.00002 Fe
Laju
Aus
0.000015 Cu
Al
0.00001
0.000005
0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
Kecepatan (mm/s)
10
9
Pada grafik:
Logam yang mempunyai laju aus tertinggi adalah
Al diikuti oleh Cu dan Fe.
LA rata-rata Fe = 1.295E-06 mm3/mm
LA rata-rata Cu = 2.137E-06 mm3/mm
LA rata-rata Al = 1.710E-05 mm3/mm
Pada literatur:
Laju keausan tertinggi adalah Al,
Ukuran abrasif
Semakin besar ukuran abrasive maka laju keausan
abrasifnya akan semakin meningkat.
Bentuk abrasif
Bentuk abrasif yang lebih meruncing tajam, akan
memungkinkan
atau material lebih cepat dibandingkan
terabrasi dengan bentuk abrasive yang datar.
11
1
Metode Ogoshi adalah salah satu metode yang dapat
digunakan untuk mengetahui nilai keausan suatu material
dimana benda uji memperoleh beban gesek dari cincin
yang berputar (revolving disc).
Aluminium (Al) memiliki laju keausan (LA) yang lebih tinggi
dibandingkan Tembaga (Cu) dan Baja Karbon (Fe).
Besarnya laju keausan (LA) tergantung pada tebal revolving
disk (B), jari-jari revolving disk (r), dan lebar celah yang
terabrasi (b), kecepatan putar revolving disk () dan jarak
luncur (x).
Laju keausan (LA) suatu material akan menurun apabila
nilai kekerasan material tersebut meningkat.
11
2
1. Sebutkan standar pengujian yang mendekati pengujian pada
aus beserta isinya!
2. Sebutkan metode uji keausan selain Ogoshi beserta
standarnya!
3. Apa yang dimaksud dengan plowing, cutting, dan
fragmentation?
4. Tuliskan Archard Equation beserta keterangannya!
5. Jelaskan bentuk kerusakan adhesive, yaitu scoring,
scuffing
dan galling!
6. Sebutkan senyawa yang terdapat dalam lubrikan! Apa yang
terjadi jika di dalam lubrikan mengandung nitrogen dan
karbon?
11
3
Standar pengujian aus yang mendekati metode Ogoshi adalah metode
pin-on-disk dengan standar ASTM G 99-04.
Metode ini menggunakan prinsip dasar yang hampir sama dengan
metode Ogoshi, yaitu melakukan kontak antara material yang lebih
keras terhadap spesimen uji.
Jika pada Ogoshi, kita memberikan beban dan kecepatan kepada suatu
indentor kepada material yang diuji, sedangkan pada metode pin-on-
disk, kita menggunakan pin (sampel yang akan diuji) untuk diberi
kontak dengan disk sebagai material penguji yang biasanya terbuat dari
tool steel (baja perkakas).
11
4
Metode pengujian keausan selain metode
Ogoshi adalah metode pin on disk. Standarnya
adalah ASTM G 99-04 yang judulnya adalah
“Wear Testing with a Pin-on-Disk Apparatus”.
Prinsip pengujian pin-on-disk adalah spesimen
berbentuk pin ditekan terhadap disk dan
diberikan beban tertentu.
Pengujian ini dapat dilakukan untuk berbagai
material.
Spesimen yang akan diuji dibentuk menjadi
silinder atau lingkaran. Diameter spesimen
berbentuk pin berukuran dari 2-10 mm,
sementara untuk disk memiliki diameter dari
30-100 mm dan memiliki ketebalan dari 2-10
mm. 11
5
Beban (Load)
Besarnya gaya dalam Newton pada kontak aus
Kecepatan (Speed)
Kecepatan relatif luncuran antara kontak permukaan
Jarak (Distance)
Jarak luncuran hasil kontak permukaan
Temperature
Suhu permukaan di sekitar area kontak
Atmosphere
Keadaan lingkungan di sekitar daerah pengujian
11
6
Plowing = Plowing terjadi ketika material terdeformasi ke
pinggir oleh suatu beban aus menghasilka
yang pembentukan alur yang menimbulkan
tidak n
material. Perpindahan tersebut penghilangan
yang bersebelahan dengan alurnya.membentuk seperti bukit
11
7
Cutting = Cutting terjadiketika material
terpisahkan dari permukaan sebagai bentuk primary
debris (puing).
11
8
kLW
V H
V = Volum Aus (Wear Volume)
k = Koefisien Aus (Wear Coefficient)
L = Jarak Luncur (Sliding Distance)
W= Gaya Normal pada permukaan (Normal Force between surface)
H = Kekerasan indentasi dari material yang lunak (Indentation Hardness)
11
9
Scoring
Pembentukan satu atau lebih goresan pada material,
termasuk proses plowing oleh partikel yang keras dari
material yang lain.
Scuffing
Deformasi plastis dari permukaan material karena gosokan
yang menghasilkan tampilan yang halus dan terlokalisasi
pada permukaan.
Galling
Bentuk sederhana dari pergeseran material yang meliputi
deformasi plastis dan adanya kehilangan material pada
material yang mengalami kontak.
12
0
Bahan dasar pelumas adalah base oil, yang didapat dari crude oil (hanya
jenis parafinik).
Untuk mendapatkan pelumas yang sesuai dengan spesifikasi yang
dibutuhkan mesin, ke dalam base oil ditambahkan aditif.Aditif merupakan
senyawa-senyawa kimia (chemical compound) dalam formulasi tertentu
yang ditambahkan ke dalam base oil untuk mendapatkan pelumas sesuai
spesifikasi yang ditentukan.
Komposisi base oil dalam pelumas berkisar 80% dan komposisi aditif
sekitar 30%.
Fungsi aditif bermacam-macam, antara lain untuk membersihkan mesin,
mengurangi gesekan, meminimalkan keausan, mencegah karat,
meningkatkan indeks kekentalan pelumas sehingga pelumas tetap mudah
mengalir pada suhu rendah dan tidak encer pada suhu tinggi.
12
1
Antioxidant
sebagai antioksidan adalah sulfida, disulfida, fosfit amina, dan fenol.
Antiwear / Extreme Pressure
Adalah bahan kimia yang ditambahkan pada minyak pelumas dengan
maksud untuk menghindari kerusakan atau keausan akibat kontak logam
dengan logam pada permukaan yang bergerak.
Anticorrosive
Aditif yang biasa digunakan adalah logam ditiofosfat, logam
ditiokarbamat, sulfurized terpene, sulfurized dipentene, phosphorus
pentasulfide.
Antirust
Adalah bahan yang digunakan untuk melindungi permukaan logam besi
terhadap timbulnya karat.
12
2
Viscosity Index Improver
Bahan kimia yang biasa digunakan adalah poliisobutena, polimetakrilat,
vinil asetat ester, poliakrilat.
Detergent
Bahan yang sering digunakan adalah alumunium naftenat,
kalsium diklorostearat, kalsium fenilklorostearat, dan kalsium klorostearat.
Dispersan
Bahan kimia yang sering digunakan adalah alkil metakrilat,
dialkil
aminoetil metakrilat, polistearamida.
12
3
American Society for Metals, ASM Metals Handbook Vol. 8, Mechanical testing and Evaluation,
Metals Park Ohio, 1987.
American Society for Metals, ASM Metals Handbook Vol. 12, Fractography, Metals Park Ohio,
1987.
ASTM E 8-04, Standard Test Methods for Tension Testing of Metallic Materials 1.
ASTM E10-04, Standard Brinell Hardness Test Methods for Metallic Materials 1.
ASTM E23-04, Standard Impact Test Methods for Metallic Materials 1.
ASTM G 99-04, Standard Test Method for Wear Testing with a Pin-on-Disk Apparatus.
Callister, William D. Materials Science and Engineering An Introduction Fourth Edition. The
McGraw-Hill Companies: New York, NY, 2007.
Davis,HE. Troxell,GE. The Testing of Engineering Materials 4th edition halaman 206 (procedure
of hadness tests). The McGraw-Hill Companies : New York,NY.
Dieter, G.E., Mechanical Metallurgy, SI metric edition, McGraw-Hill, ISBN 0-07-100406-8,
1988.
Handout Kuliah Karakterisasi Material 1, Ir.Rahmat Saptono,M.Sc.Tech.
Laboratorium Metalurgi Fisik Departemen Metalurgi dan Material. Modul Praktikum
Karakterisasi Material 1 – Pengujian Rusak (Destructive Testing). Depok: FTUI. 2010.
http://en.wikipedia.org/wiki/Wear
http://www.sulzer.com/en/Portaldata/7/Resources/03_NewsMedia/ImageDatabase/SIT
_0008_
preview.jpg
12
4
12
5