Anda di halaman 1dari 23

Hirschsprung Diseases

Anatomi dan Fisiologi


Usus besar merupakan organ yang ada dalam tubuh manusia. Usus besar
merupakan tabung muscular dengan panjang sekitar 1,5 m yang terdiri dari sekum,
kolon, dan rectum. Dimana diameter usus besar lebih besar daripada usus kecil.
Semakin ke bawah menuju rectum, diameternya akan semakin kecil (Izadi M,
2007).

Secara fisiologis, usus besar berfungsi untuk menyerap air, vitamin, dan elektrolit.
Selain itu, usus besar juga berfungsi untuk menyimpan feses, dan mendorongnya
keluar. Inervasi usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom. Inervasi usus besar
sangat berkaitan dengan sel ganglion pada submukosa (Meissner’s) dan pleksus
myenteric (Aurbach’s) pada usus besar bagian distal. Apabila sel ganglion tersebut
tidak ada, maka akan timbul penyakit yang disebut Hirschsprung’s Disease (Izadi M,
2007).
Definisi
Penyakit yang terjadi pada usus, dan paling sering pada usus
besar (colon). Normalnya, otot pada usus secara ritmis akan
menekan feses hingga ke rectum. Pada penyakit Hirschsprung,
saraf (sel ganglion) yang berfungsi untuk mengontrol otot
pada organ usus tidak ditemukan. Hal ini mengakibatkan feses
tidak dapat terdorong, seperti fungsi fisiologis seharusnya
(Henna N, 2011).
Epidemiologi
Penyebab penyakit Hirschsprung adalah multifaktorial, dan
penyakitnya bisa bersifat familial atau berkembang secara
spontan.

Penyakit ini kebanyakan diderita oleh anak laki-laki


dibandingkan perempuan. Sekitar 3 sampai 5 persen saudara
laki-laki dan 1 persen perempuan saudara kandung dari anak-
anak dengan penyakit segmen pendek juga mengidap
penyakit tersebut. Namun, risikonya jauh lebih tinggi (12,4
hingga 33 persen) pada saudara kandung anak-anak dengan
kolon total keterlibatan.
Etiologi
Tidak adanya pleksus myenteric (Aurbach) dan pleksus submukosa (Meissner).

Ada 2 teori penyebab dari Hirschsprung’s Disease :

Gagal bermigrasi

– Mutasi gen RET (terletak di kromosom 10q11) sebagai penyandi reseptor tirosin
kinase pada membran sel, Glial Cell-Derived Neurotrophic Growth Factor (GDNF) 
sebagai ligand yang diproduksi sel mesenkim

– Reseptor + ligand  migrasi sel

Gagal bertahan dan berproliferasi

– Otot polos dan esktraseluler matrix di lokasi aganglion memberikan kondisi yang
tidak mendukung pertumbuhan dari sel neuron
Patofisiologi
Secara normal, neural crest-derived neuroblast terlihat pada perkembangan
esofagus pada masa gestasi minggu ke-5. Sel ini akan mengalami migrasi ke arah
craniocaudal kemudian memasuki fase perkembangan usus pada usia gestasi
minggu ke-5 sampai ke-12 (Amiel, et al., 2001; Georgeson, et al., 2010).

Abnormalitas seluler dan molekuler dalam perkembangan enteric nervous system,


yaitu tidak sempurnanya migrasi neural crest cells adalah penyebab utama
Hirschsprung’s disease. Fenotif Hirschsprung disebabkan oleh besarnya
kemungkinan abnormalitas selama perkembangan enteric nervous system dan
menahan migrasi neural crest-derived cells. Semakin dini migrasi nueral crest
tertahan, maka akan semakin panjang segmen usus yang tidak memiliki sel
ganglion (aganglionosis). Faktor lain yang juga dicurigai sebagai penyebab
berkembangnya Hirschsprung’s disease antara lain berubahnya matriks
[9:47 AM]ekstraselular, abnormalitas faktor neutrophic, dan neural cell adhesion
molecules (Georgeson, 2010).
Manifestasi Klinis
Periode neonatus

Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium
yang terlambat, muntah bilious (hijau) dan distensi abdomen.

Terdapat 90% lebih kasus bayi dengan penyakit Hirchsprung tidak dapat
mengeluarkan mekonium pada 24 jam pertama, kebanyakan bayi akan
mengeluarkan mekonium setelah 24 jam pertama (24-48 jam). Muntah bilious
(hijau) dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang apabila mekonium dapat
dikeluarkan segera. Bayi yang mengonsumsi ASI lebih jarang mengalami konstipasi,
atau masih dalam derajat yang ringan karena tingginya kadar laktosa pada
payudara, yang akan mengakibatkan feses jadi berair dan dapat dikeluarkan
dengan mudah (Kessman, 2008)
Manifestasi Klinis
Periode anak-anak

Walaupun kebanyakan gejala akan muncul pada bayi, namun ada beberapa kasus
dimana gejala-gejala tersebut tidak muncul hingga usia kanak-kanak (Lakhsmi,
2008).

Gejala yang biasanya timbul pada anak-anak yakni, konstipasi kronis,


gagal tumbuh, dan malnutrisi.

Pergerakan peristaltik usus dapat terlihat pada dinding abdomen disebabkan oleh
obstruksi fungsional kolon yang berkepanjangan. Selain obstruksi usus yang
komplit, perforasi sekum, fecal impaction atau enterocolitis akut yang dapat
mengancam jiwa dan sepsis juga dapat terjadi (Kessman, 2008).
Diagnosis
Anamnesis

Pada heteroanamnesis, sering didapatkan adanya keterlambatan


pengeluaran mekonium yang pertama, mekonium keluar >24 jam; adanya
muntah bilious (berwarna hijau); perut kembung; gangguan defekasi/
konstipasi kronis; konsistensi feses yg encer; gagal tumbuh (pada anak-
anak); berat badan tidak berubah; bahkan cenderung menurun; nafsu
makan menurun; ibu mengalami polyhidramnion; adanya riwayat keluarga.
(Hidayat M,2009; Lorijn,2006).
Diagnosis
Pemeriksaan fisik

Pada inspeksi, perut kembung atau membuncit di seluruh lapang pandang.


Apabila keadaan sudah parah, akan terlihat pergerakan usus pada dinding
abdomen. Saat dilakukan pemeriksaan auskultasi, terdengar bising usus
melemah atau jarang. Untuk menentukan diagnosis penyakit Hirschsprung
dapat pula dilakukan pemeriksaan rectal touche dapat dirasakan sfingter
anal yang kaku dan sempit, saat jari ditarik terdapat explosive stool
(Izadi,2007; Lorijn,2006; Schulten,2011).
Diagnosis
Pemeriksaan Biopsi

Memastikan keberadaan sel ganglion pada segmen yang terinfeksi,


merupakan langkah penting dalam mendiagnosis penyakit Hirschsprung.
Ada beberapa teknik, yang dapat digunakan untuk mengambil sampel
jaringan rektum.

Hasil yang didapatkan akan lebih akurat, apabila spesimen/sampel adekuat


dan diambil oleh ahli patologi yang berpengalaman. Apabila pada jaringan
ditemukan sel ganglion, maka diagnosis penyakit Hirschsprung dieksklusi.
Namun pelaksanaan biopsi cenderung berisiko, untuk itu dapat di pilih
teknik lain yang kurang invasive, seperti Barium enema dan anorektal
manometri, untuk menunjang diagnosis (Lorijn,2006;Schulten,2011).
Diagnosis
Pemeriksaan Radiologi

Pada foto polos, dapat dijumpai gambaran distensi gas pada usus, tanda
obstruksi usus (Lakhsmi, 2008)

Pemeriksaan yang digunakan sebagai standar untuk menentukan diagnosis


Hirschsprung adalah contrast enema atau barium enema. Pada bayi
dengan penyakit Hirschsprung, zona transisi dari kolon bagian distal yang
tidak dilatasi mudah terdeteksi (Ramanath,2008).

Pada total aganglionsis colon, penampakan kolon normal. Barium enema


kurang membantu penegakan diagnosis apabila dilakukan pada bayi,
karena zona transisi sering tidak tampak. Gambaran penyakit Hirschsprung
yang sering tampak, antara lain; terdapat penyempitan di bagian rectum
proksimal dengan panjang yang bervariasi; terdapat zona transisi dari
daerah yang menyempit (narrow zone) sampai ke daerah dilatasi; terlihat
pelebaran lumen di bagian proksimal zona transisi (Schulten,2011).
Diagnosis
Pemeriksaan Anorectal Manometry

Pada individu normal, distensi pada ampula rectum menyebabkan


relaksasi sfingter internal anal. Efek ini dipicu oleh saraf intrinsic pada
jaringan rectal, absensi/kelainan pada saraf internal ini ditemukan pada
pasien yang terdiagnosis penyakit Hirschsprung. Proses relaksasi ini bisa
diduplikasi ke dalam laboratorium motilitas dengan menggunakan metode
yang disebut anorectal manometry.

Selama anorektal manometri, balon fleksibel didekatkan pada sfingter


anal. Normalnya pada saat balon dari posisi kembang didekatkan pada
sfingter anal, tekanan dari balon akan menyebabkan sfingter anal relaksasi,
mirip seperti distensi pada ampula rectum manusia. Namun pada pasien
dengan penyakit Hirschsprung sfingter anal tidak bereaksi terhadap
tekanan pada balon. Pada bayi baru lahir, keakuratan anorektal manometri
dapat mencapai 100% (Schulten,2011).
Diagnosis banding
Komplikasi
Kebanyakan pasien yang dirawat karena penyakit Hirschsprung tidak
mengalami komplikasi. Namun, hingga 10 persen mungkin mengalami sembelit,
dan kurang dari 1 persen mungkin mengalami inkontinensia tinja.

Enterokolitis dan ruptur kolon adalah komplikasi paling serius yang terkait dengan
penyakit ini dan merupakan penyebab paling umum kematian terkait hirscsprung.

Enterokolitis terjadi pada 17 hingga 50 persen bayi dengan penyakit Hirschsprung


dan paling sering disebabkan oleh obstruksi usus dan sisa usus aganglionik. Bayi
harus terus diawasi diperiksa dengan cermat untuk enterokolitis bertahun-tahun
setelah operasi korektif karena infeksi telah dilaporkan terjadi hingga 10 tahun
kemudian. Namun, kebanyakan pasca operasi kasus enterokolitis terjadi dalam dua
tahun pertama ileoanastomosis pull-through anal.

Gejala awal enterokolitis pada pasien dengan penyakit Hirschsprung termasuk


perut bengkak; diare berair yang berbau busuk; lesu; dan kurang napsu makan.
Penatalaksanaan
Tatalaksana Awal

Tujuan dari penatalaksanaan awal Hirschsprung disease adalah stabilisasi


keadaan umum pasien. Biasanya penderita mengalami gambaran
peritonitis, perforasi maupun enterokolitis. Stabilisasi dilakukan dengan
tindakan resusitasi cairan jika pasien mengalami dehidrasi. Selain itu,
dilakukan pula irigasi dan dekompresi. Irigasi dilakukan dengan cairan
fisiologis 10-20 ml/kgBB, diulangi 2-3 kali sehari. Dapat pula dilakukan
operasi kolostomi untuk membantu pasase feses sementara menunggu
terapi definitif. Kolostomi diindikasikan pada pasien dengan enterokolitis
berat, perforasi, malnutrisi, atau dilatasi berat pada proksimal usus.
Penatalaksanaan
Tatalaksana Definitif

Operasi merupakan satu-satunya terapi definitif pada penderita Hirschsprung


disease.

Prinsip operasi pada Hirschsprung disease adalah membuang bagian aganglionik


usus yang dilanjutkan dengan proses anastomosis bagian proksimal dan distal yang
bersifat ganglionik, serta mempertahankan fungsi kanal dan sfingter anus.

Operasi biasanya dikerjakan pada usia 6-12 bulan karena kolon mudah mengalami
dilatasi pada saat dilakukan washout, serta ukuran usus saat operasi mendekati
normal sehingga meminimalisir risiko kebocoran maupun infeksi saat anastomosis.
Prosedur operasi dapat dilakukan sekaligus atau bertahap, tergantung derajat
keparahan dari penyakit. Pada kasus dengan area aganglionik pada semua bagian
kolon, operasi dilakukan secara bertahap dengan pembentukan stoma dilanjutkan
dengan operasi definitif. Sedangkan pada kasus aganglionik pada seluruh usus,
selain kolostomi, pasien juga memerlukan nutrisi parenteral total dan transplantasi
intestinal.
Penatalaksanaan
Teknik Operasi Terdapat 3 teknik operasi pada kasus hirschsprung, antara
lain:

Swenson: Diseksi dilakukan pada seluruh bagian rektosigmoid yang


aganglion dan hanya menyisakan sedikit bagian aganglion

Soave: Diseksi dilakukan hanya di bagian endorektal usus yang bersifat


aganglionik

Duhamel: Teknik menyambungkan bagian aganglionik parsial dengan


membentuk kantong rektorektal
Prognosis
secara umum, lebih dari 90% pasien dengan penyakit hirschsprung
memiliki hasil yang memuaskan, meskipun banyak pasien mungkin
mengalami gangguan fungsi usus selama beberapa tahun sebelum
berkembang menjadi normal.

Anda mungkin juga menyukai