Anda di halaman 1dari 44

PALEONTOLOGI

DOSEN :
VIJAYA ISNANIAWARDHANI, IR., MT
LILI FAUZIELLY, IR., MT
PERKULIAHAN KE - 3
POKOK BAHASAN :

PHYLUM
PROTOZOA
Tujuan Intruksional Khusus
(TIK) :

 Mahasiswa dapat menguraikan ciri Phylum


Protozoa, dan Ordo Foraminifera secara
umum
 Mahasiswa dapat menguraikan ciri
foraminifera besar serta penggunaannya
untuk penentuan umur dan lingkungan
Deskripsi Singkat :
 Pada awal perkuliahan ke-3 mahasiswa akan mempelajari
arti klasifikasi dan nomenklatur secara umum. Selanjutnya
mahasiswa akan mempelajari ciri dan klasifikasi Phylum
Protozoa, dilanjutkan dengan mengenal secara umum ciri,
morfologi bagian lunak dan bagian keras, bentuk dan
susunan cangkang, dan cara hidup Ordo Foraminifera
sebagai pengantar perkuliahan selanjutnya.
 Pada perkuliahan ke-4 secara khusus mahasiswa akan
mempelajari foraminifera besar, meliputi : morfologi
cangkang, ciri Golongan Orbitoid dan Rotaloid,
Klasifikasi Huruf, Lingkungan dan fosil -fosil petunjuk.
 Setelah perkuliahan ke-4, mahasiswa dapat mengamati
sayatan batugamping di Laboratorium Paleontologi, dan
menggambarkan serta menuliskan deskripsi minimal enam
fosil foraminifera besar sebagai tugas mandiri
Bacaan Wajib :
 Adisaputra, M. K., Penentuan Umur Berdasarkan Biometri
dan Lingkungan Pengendapan Tersier-Kuarter , P3G,
Bandung
 Lof, P., 1985, Elsevier’s Invertebrate Fossils Charct,
Elseviers Science Pubishe, B. V., Amsterdam
 Moore , R.C, Lalicker, C. G., and Fischer, A. G., 1952,
Invertebrate Fossils, Mc Graw Hill Book Co. Inc., New
York, 766 p.
 Pringgoprawiro, H., Kapid, R., Barmawidjaja, D.M., dkk,
1994, Foraminifera, Mikrofosil, Laboratorium
Mikropaleontologi, ITB, 147 hlm.
 Schrock, R.R., and Twenhofel, W. H., 1953, Principles of
Invertebrate Paleontology, Mc. Graw Hill Book Co. Inc,
New York, 816 p.
Bacaan Anjuran :
 Adams, C. G, 1970, A Consideration of the East
India Letter Classification of Tertiary, Bulletin of
British Petroleum (Natural History), Geology,
Volume 19 no. 3
 Haynes, John. R., 1981, Foraminifera,
Macmillan Publishers LTD, London and
Basingstoke
Pengertian Klasifikasi dan
Nomenklatur
Klasifikasi diartikan sebagai suatu aturan
yang mengelompokkan benda-benda ke
dalam kategorinya masing-masing. Maksud
dari pada klasifikasi adalah
penyederhanaan. Dalam pengertian
klasifikasi organisma, hal-hal yang
diperhatikan adalah hubungan genetika
antara yang satu dengan lainnya melalui
taraf-taraf evolusi.
 Henry Woods, pada tahun 1958 telah membahas secara
praktis mengenai 9 phyla dalam klasifikasi hewan. Ke-9 phyla
tersebut adalah :
 Kingdom  Sub Kingdom
 Branch  Sub Branch
 Grade  Sub Grade
 Phylum  Sub Phylum
 Class  Sub Class
 Ordo  Sub Ordo
 Super – Family  Family
 Genus  Sub Genus
 Species  Sub Species

 Dalam pembahasan paleontologi, biasanya klasifikasi dimulai


dari Phylum hingga species.
Nama organisma tersebut umumnya mengggunakan
Bahasa Latin yang biasa dipakai dalam hal-hal
ilmiah. Seorang ahli bangsa Swedia, Carl Von
Linne (1707 – 1778), telah memperkenakan sistem
Binomial Nomenclature atau sistem penamaan
binomial (dua nama) pada organisma; yaitu :

1. Nama Pertama adalah Nama Genus, huruf pertama


huruf besar, contoh : Globigerinoides
2. Nama kedua adalah Nama Species, huruf pertama
huruf kecil, contoh : immaturus

Jadi nama organisma tersebut adalah Globigerinoides


immaturus
PENDAHULUAN
 Protozoa berasal dari kata protos yang artinya pertama dan zoon yang artinya
binatang. Arti protozoa adalah binatang bersel satu, mempunyai bentuk tubuh
yang sangat kecil serta tidak terbagi-bagi menjadi apa yang dinamakan
organic system, karena termasuk binatang tingkat rendah. Sifat-sifat tersebut
langsung memisahkan antara golongan Protozoa dan Metazoa.
 Sebagian besar Phylum Protozoa terdiri dari satu sel atau lebih, berukuran
antara 1  hingga beberapa milimeter, meskipun ada juga diantaranya yang
mempunyai ukuran hingga 75 mm. Sel-selnya tidak pernah membentuk
jaringan, akan tetapi hanya terdiri dari protoplasma dengan sebuah inti
(nucleus), bergerak dengan pseudopodia (kaki semu), yakni dengan
mengeluarkan sebagian protoplasmanya membentuk jari. Pseudopodia ini
dipergunakan juga untuk menangkap mangsanya.
 Protozoa merupakan binatang yang dapat hidup di segala habitat, mulai dari
dasar samudra hingga rawa-rawa, bahkan hingga di dalam usus manusia. Pada
umumnya golongan ini hidup secara soliter, tetapi ada juga yang hidup
berkoloni. Jumlahnya sangat banyak melebihi phulum-phylum lainnya. Cara
perkembangbiakannya sangat khas, dengan pembiakan secara seksual dan
aseksual yang dilakukan bergantian.
KLASIFIKASI PHYLUM
PROTOZOA
Secara garis besar, phylum ini dapat dibagi
menjadi 4 (empat) klas, yaitu :
 Klas Mastigphora
 Klas Sarcodina
 Klas Sporozoa
 Klas Ciliata
KLAS MASTIGPHORA
Golongan binatang ini bersel satu, mempunyai bentuk tetap,
dengan satu protoplasma dan beberapa nucleus, mempunyai satu
atau dua buah flagel yang melekat pada sel, gunanya untuk
bergerak. Jenis binatang ini hidup di air tawar atau di air laut
secara planktonik, bebas atau parasitik.
a.  Ordo Chysomonadida

b.  Ordo Dinoflagellida

c.  Ordo Silicoflagellida

d.  Ordo Choanoflagellida
KLAS SARCODINA
Sarcodina berasal dari kata sarcod yang berarti
protoplasmic body. Binatang ini bergerak dengan
memproyeksikan protoplasma yang dinamakan
pseudopodia, terbagi menjadi 2 sub-klas, yaitu :

a. Sub-klas Rhyzopoda, pseudopodia golongan ini


berbentuk benang-benang yang berpola filosa
(berbentuk kecil tipis dan halus) , lobosa (berbentuk
jari-jari) dan anastomosing (bercabang tertutup seperti
jala).
Sub-klas ini terdiri atas 3 ordo :

i. Ordo Amoebida, memiliki pseudopodia lobosa atau


yang dinamakan lobopodia
ii.Ordo Testacida, salah satu yang termasuk ordo ini
adalah amoeba yang dibungkus test tunggal yang
tersusun dari partikel-partikel asing dan pelat-pelat
halus dari silika. Pada umumnya hidup di air tawar.
iii. Ordo Foraminifera, yang memiliki cangkang
(=test) dengan pseudopodia berbentuk reticulate
(seperti jala). Ordo ini terdiri dari 50 famili. Hidup di
laut secara planktonik dan bentonik.
b. Sub-klas Actinopoda, golongan ini mempunyai
pseudopodia yang memancar secara radier dari
pusat tubuhnya. Sub-klas ini terdiri atas 2 ordo :
i. Ordo Radiolaria, umumnya mempunyai bentuk seperti
bola atau setengah bulat, memiliki rangka yang tersusun dari
silika atau strontium sulfat, hidupnya di laut terbuka secara
planktonik, jumlahnya banyak dan beraneka macam, tetapi
sedikit fosil-fosilnya yang diketahui. Golongan binatang ini
dibedakan dengan golongan binatang yang lainnya karena
memiliki selaput central capsul, berlubang-lubang.
ii. Ordo Heliozoa, golongan ini berbentuk seperti bola,
memiliki pseudopodia berbentuk radier, keras dan tidak
mengarah ke reticulate atau sumbu, tubuhnya terbungkus
mantel yang gelatinous dengan atau tanpa duri. Sedikit
elemen rangka tersusun dari silika, fosil-fosilnya tidak
diketahui.
KLAS SPOROZOA
Golongan ini merupakan protozoa
berspora, tidak dapat bergerak sendiri, tidak
mempunyai cilia atau flagel, tidak
mempunyai bagian-bagian yang keras.
Kebanyakan hidupnya parasitis dan ada
yang terdapat di usus manusia. Tidak ada
fosil-fosilnya
KLAS CILIATA
Golongan binatang ini memiliki cilia yang
meliputi seluruh permukaanya . Dinding
selnya mempumyai bentuk tetap, yakni
protoplasma dengan satu atau beberapa
nucleus, mempunyai cangkang yang
terbentuk dari zat organic serta melekatkan
partikel-partikel asing. Hidup di semua jenis
air baik secara bebas maupun parasit.
ORDO FORAMINIFERA

Ordo ini sangat penting dalam bidang


paleontologi, khususnya mikropaleontologi karena
sering membentuk fosil-fosil dalam jumlah yang
sangat besar pada batuan sedimen. Hal ini
disebabkan karena golongan ini mempunyai daya
untuk membentuk rangka/test, sehingga dapat
terawetkan dengan baik dalam jumlah banyak.
Ukuran tubuhnya sangat kecil antara 1  hingga 5
mm, walau ada salah satu golongannya berukuran
hingga 75 mm (Fusulina).
 
Morfologi Bagian Lunak dan Bagian Keras
 Protoplasma dari ordo foraminifera terdiri dari endoplasma
dan eksoplasma. Karakter dasar dari foraminifera adalah
adanya cangkang/test yang membentuk kamar-kamar yang
dihubungkan oleh pori-pori halus (foramen). Pseudopodia
(kaki semu) berfungsi untuk menangkap makanan yang
kemudian dimasukan ke dalam lubang-lubang utama/apertur.
 Siklus perkembangbiakan foraminifera dapat berlangsung
secara aseksual dan seksual
 Adanya bentuk megalosfer dan mikrosfer dalam satu spesies,
disebut sebagai diamorfisme
 Observasi pertama dari pengamatan foraminifera adalah
melihat bentuk cangkangnya, yang biasanya terdiri atas
sebuah atau lebih kamar yang satu sama lain dibatasi oleh
sekat-sekat atau septa
DINDING CANGKANG FORAMINIFERA
a. Dinding khitin/tektin
Merupakan dinding yang paling primitif, terbuat
dari zat organik yang menyerupai zat tanduk,
fleksibel dan transparan, biasanya berwarna kuning
dan tidak berpori. Foraminifera berdinding ini
jarang ditemukan fosilnya kecuali golongan
Allogromidae. Dalam perkembangan selanjutnya
dinding khitin/tektin akan berubah menjadi dinding
agglutinin/arenaceous dengan mengumpulkan
material-material asing dari sekitarnya dan
kemudian direkatkan ke bagian luar tubuhnya.
b. Dinding agglutinin/arenaceous

Yaitu dinding yang terbuat dari material-material asing


yang direkatkan satu sama lainnya dengan semen.
Berdasarkan kualitas, ukuran, bentuk dari material
yang dipergunakan dapat dibedakan menjadi : dinding
arenaceous (jika material asingnya terdiri dari butir-
butir pasir saja) dan dinding agglutinin (material asing
terdiri dari bermacam-macam material seperti mika,
sponga-spikulae, dinding foram, Lumpur dan
sebagainya. Biasanya dinding ini melapisi lapisan
khitin di dalamnya. Dinding agglutinin misalnya
Reophax sp., Ammobaculites agglutinans; dinding
arenaceous misalnya : Psa,,osphaera sp.
c.Dinding silikaan (siliceous)

Dapat dihasilkan oleh organisme itu sendiri atau


dapat juga merupakan mineral sekunder dalam
pembentukannya. Contoh : golongan
Ammodiscidae, Hyperamminidae dan beberapa
spesies dari golongan Miliolidae.
d. Dinding Gampingan

Dibedakan menjadi dinding porselen dan hyaline. Dinding


porselen terbuat dari zat gampingan, tidak berpori,
memperlihatkan kenampakan seperti porselen, dengan
sinar langsung (episkopik) berwarna amber. Contoh :
Golongan Miliolidae seperti Quinqueloculina , Triloculina
sp, Pyrgo dan Golongan Peneroplidae seperti Peneroplis,
Sorites, Orbitolites. Dinding Hyalin (Vitrocalcarea)
merupakan dinding gampingan yang bersifat bening dan
transparan, dan merupakan dinding yang umum dimiliki
oleh foraminifera. Contoh : Anomalina, Planulina dan
Cibicides. Selain kedua jenis dinding ini terdapat jenis
dinding gampingan yang granular (terdiri dari kristal-
kristal kalsit yang granular) dan kompleks, seperti
Bradyina dan golongan Fusulinidae.
BENTUK CANGKANG
Dalam Pringgoprawiro, dkk (1994) juga dibahas
bahwa foraminifera membentuk cangkang (test)
yang biasanya terdiri dari satu atau beberapa
kamar.
Berdasarkan jumlah kamar yang dipunyainya,
dibedakan menjadi :
a. Monothalamus test : cangkang foraminifera
yang terdiri dari 1 kamar (uniloculer)
b. Polythalamus test : cangkang foraminifera
dengan banyak kamar (multiloculer)
 Bentuk bulat/spherical globular misal : Saccammina,
Psammosphaera, Pilulina.
 Bentuk botol/flask-shaped misal : Lagena.
 Bentuk tabung misal : Bathysiphon, Hyperammina,
Hyperaminoides.
 Bentuk kombinasi botol dan tabung misal :
Entosolenia.
 Bentuk yang terputar satu bidang misal : Cornuspira,
Ammodiscus.
 Bentuk planispiral pada awalnya, kemudian terputar
tidak teratur misal : Psammaphis, Orthovertella.
 Bentuk planispiral kemudian lurus misal :
Rectocornuspira.
SUSUNAN CANGKANG
a. Uniformed test, terdiri dari satu macam susunan
kamar, misal : Nodosaria, Bolivina, Uvigerina.
b. Biformed test, terdiri dari dua macam susunan kamar
yang berbeda, misal: Heterostomella dan
Cribrostomum yang pada awalnya mempunyai susunan
triserial kemudian menjadi biserial pada akhirnya.
c. Triformed test terdiri dari tiga susunan kamar yang
berbeda, misal : Vulvulina dan Semitextularia yang
pada awalnya biserial kemudian terputar dan akhirnya
uniserial.
d. Multiformed test terdiri dari lebih dari tiga macam
susunan kamar
APERTUR
Apertur adalah lubang utama pada cangkang
foraminifera yang biasanya terletak pada bagian
kamar terakhir. Apertur ini berupa sebuah lubang
yang berfungsi untuk memasukkan makanannya
dan juga untuk keluarnya protoplasma. Dengan
demikian, apertur ini memegang peranan penting
bagi kehidupan foraminifera itu sendiri maupun
untuk kepentingan klasifikasi. Dari penelitian
terakhir, tidak semua foraminifera mempunyai
apertur, terutama golongan foraminifera besar
yang akan dibahas lebih lanjut.
CARA HIDUP
Berdasarkan pada cara hidupnya, foraminifera
dibedakan menjadi :

a. Plankton, hidupnya terapung, tidak mempunyai daya


sendiri, mengikuti arus dan gelombang laut, berukuran
kecil. Contoh Globigerina, Orbulina

b. Benthos, hidupnya terbatas di dasar laut. Untuk


kepentingan praktis, dibedakan berdasarkan ukurannya,
yaitu :
- Foraminifera kecil
- Foraminifera besar

Anda mungkin juga menyukai