Anda di halaman 1dari 27

ANALISA SPERMA

Oleh: Ardhan Dhyandra


Berliana Rahmayanti
Deva Trianeha
SPERMATOZOA
 Spermatozoid atau spermatozoa (berasal dari bahasa
Yunani kuno: sperma yang berarti benih, dan zoon yang
berarti makhluk hidup) adalah sel dari sistem reproduksi
laki-laki. Sel sperma akan membuahi ovum untuk
membentuk zigot.

 Pertama kali terlihat di bawah mikroskop pada tahun


1677 oleh Antonie van Leeuwenhoek yang
menggambarkan mereka sebagai hewan kecil atau
animalcules.
MORFOLOGI
 Kepala atau head haruslah berbentuk oval. Bagian akrosom
harus ada dan menutupi 1/3 bagian kepala sperma. Ukuran
panjang kepala sperma harus 3-5 mikron, lebar kepala
sperma harus 1/2 atau 1/3 dari panjangnya kepala.

 Badan atau midpiece ukuran harus kurang dari 1/2 lebar


kepala. Panjangnya 2x panjang kepala dan berada pada 1
garis dengan sumbu kepala.

 Ekor atau tail harus memiliki batas jelas dan memiliki


panjang 9x dari panjang kepala sperma.
SPERMATOGENESIS
 Spermatogenesis merupakan proses pembentukan
sperma yang menjadi bagian penting dari reproduksi
pada manusia dan segala macam makhluk hidup. Dapat
diartikan pula sebagai proses yang terjadi pada
organisme jantan yang bereproduksi secara seksual, yang
dimana terdapat sel-sel germinal pria terdiferensiasi atau
berkembang menjadi spermatosit yang kemudian
berubah menjadi spermatozoa.
 Proses pembentukan spermatogenesis dimulai pada saat
pubertas karena terjadi tindakan hipotalamus, kelnejar
pitutari dan sel-sel Leydig, dan proses tersebut akan
berakhir setelah kematian. Namun jumlah sperma yang
dihasilkan akan berkurang secara bertahap seiring
dengan bertambahnya usia, yang akhirnya menyebabkan
infertilitas.
TAHAP-TAHAP SPERMATOGENESIS
 Tahap 1 :
Spermatogonium diploid asli pada tubulus
seminiferus memiliki dua kali jumlah kromosom yang
mereplikasi secara mitosis saat interface sebelum
meiosis 1 agar membentuk 46 pasang kromatid. Sel ini
dipengaruhi oleh sel sertoli yang akan memberi nutrisi
pada spermatogonium yang berkembang menjadi
spermatotid.
 Tahap 2:
Pada tahap ini Kromatid akan bertukar informasi
genetik dengan proses sinapsis melalui meiosis menjadi
spermatosit haploid.
 Tahap 3:
Tahapan selanjutnya adalah tahap divisi meiosis
yaitu dua anak sel baru lebih lanjut akan membagi diri
menjadi empat spermatid yang memiliki kromosom
unik, memiliki setengah jumlahnya dengan
spermatogonium asli.
 Tahap 4:
Pada tahap ini sel-sel akan bergerak melalui lumen
testis ke epidimis, dimana sel tersebut akan tumbuh
menjadi empat sel sperma dengan menumbuhkan
mikrotubulus pada sentriol, membentuk axoneme, yaitu
tubuh basal, dan beberapa sentriol memanjang untuk
membentuk ekor sperma yang difasilitasi oleh
testosteron.
SPERMA YANG SEHAT
 Jumlah sperma
Jumlah sperma normal adalah antara 15 juta sampai
120 juta sperma per mililiter air mani yang Anda
keluarkan saat ejakulasi. Jika jumlah sperma berada di
bawah rentang ini, maka akan memperkecil peluang
untuk terjadinya pembuahan.
 Motilitas
Kecepatan gerak atau motilitas juga memengaruhi
kualitas sperma. Sperma berkualitas adalah sperma yang
mampu bergerak cepat menuju sel telur dan
membuahinya. Minimal 50% spermatozoa perlu dapat
bergerak normal dalam waktu 1 jam setelah ejakulasi
untuk menunjang proses pembuahan.
 Struktur atau bentuk sperma
Sperma yang sehat juga memiliki struktur kepala
berbentuk oval dengan ekor yang panjang. Ekor tersebut
berguna untuk membantu sperma berenang menuju sel
telur. Semakin banyak sperma dengan bentuk normal
yang Anda miliki, maka semakin mudah sperma-sperma
tersebut berenang mencapai sel telur.
SPERMA ABNORMAL
 Kepala / Head
 Makro : morfologi kepala sperma lebih besar 25% dari kepala
sperma normal
 Mikro : morfologi kepala lebih kecil 25% dari kepala sperma
normal
 Taper : morfologi kepala sperma kurus seperti cerutu dan
batas akrosom tidak jelas
 Terato : morfologi kepala sperma tidak jelas bentuknya, batas
akrosom tidak jelas dan umumnya tanpa kromosom
 Round : morfologi kepala sperma seperti lingkaran dan tidak
terdapat kromosom
 Piri : morfologi kepala sperma seperti buah pir
 Lepto : morfologi kepala sperma kurus memanjang atau
gepeng
 Double : morfologi kepala bercabang atau memiliki dua
kepala

 Badan / Midpiece
 Midpiece deffect : morfologi badan sperma terdapat sisa
sitoplasma pada leher

 Ekor / Tail
 Sitoplasmic doplet : morfologi ekor sperma yang masih
mengandung sisa sitoplasma
 Tail deffect : morfologi ekor sperma melingkar, tertekuk,
tajam, dan ekor putus
PEMERIKSAAN SEMEN
A. Prosedur Standar
1. Penampungan dan pengiriman sampel
 Sebaiknya subyek dibekali dengan lembaran instruksi tertulis
yang jelas berhubungan dengan cara koleksi dan transportasi
semen.
a. Sebaiknya sampel dikeluarkan dan
ditampung setelah abstinensi seksual (puasa
berhubungan suami istri) sedikitnya 48 jam
dan paling lama 7 hari.
b. Untuk evaluasi awal sedikitnya diperlukan
dua kali pemeriksaan
c. Sebaiknya sampel dikumpulkan diruang
khusus didekat laboratorium
d. Sampel didapat dengan cara masturbasi
Kondom yang terdapat dipasaran tidak bole
e.
digunakan karena dapat menyebabkan
kematian spermatozoa (berisi spermisid)
f. Sample harus dilindungi terhadap perubahan
temperatur yang ekstrim (kurang dari 200C
atau lebih dari 400C)
g. Botol harus diberi label nama, tanggal dan
waktu p engeluaran, serta lama abstinensi
2. Keamanan dalam penanganan sampel
 Teknisi laboratorium harus hati – hati terhadap sampel semen
yang mungkin mengandung virus – virus yang berbahaya (HIV,
Hepatitis dan Herpes)
B. Pemeriksaan Makroskopis
 Pemeriksaan awal melalui pengamatan fisik sampel
 Pengamatan dilakukan pada suhu kamar, dimana dinilai
warna, bau, koagulasi dan likuefaksi, volume,
konsistensi dan pH
1. Warna Sperma
 Warna sperma yang “normal” (mengandung

spermatozoa) adalah putih keabuan/ putih


mutiara
 Pada keadaan Azoospermia atau ekstrim
olipozoospermia akan berwarna putih jernih
2. Bau Sperma
 Khas, seperti bunga akasia.
 Bau – bau lain seperti amis, busuk dapat dicurigai adanya
lokosit (infeksi) atau sebab – sebab lain (parasit)
3. Koagulasi dan Likuefaksi
 Setelah dikeluarkan, semen akan mengalami proses

koagulasi (terbentuknya koagulum yang


disebabkan oleh protein – protein yang dihasilkan
oleh kelenjar vesika seminalis
 Selanjutnya akan mengalami pencairan (likuefaksi),

menjadi homogen dalam waktu 60 menit


4. Volume
 Data diukur dengan gelas ukura atau dengan pipet

khusus
5. Konsistensi
 Dulu digunakan istilah Viskositas

 Pengukuran konsistensi dikerjakan dengan menekan

keluar sampel lewat Jarum 21G


 Observasi bentuk yang keluar, berupa tetesan, atau

benang yang keluar dari ujung jarum.


 Cara pengukuran konsistensi :
 Semen dihisap sampai tanda 0,1 ml, ujung B

ditutup dengan jari telunju, dipegang tegak


lurus.
 Tangan kiri memegang stopwatch. Bersamaan

dengan dibukanya tutup ujung jari, stopwatch


ditekan.
 HItung waktu jatuhnya tetesan pertama,

normal 2 detik
 Cara lain dengan menggunakan batang pengaduk
gelas
 Celupkan batang pengaduk kedalam semen,

angkat dan perhatikan tetesan/ benang cairan


yang terjadi
 Normal tetesan/ benang yang terjadi tidak

melebihi 2 cm
6. pH sperma
 Teteskan 1 tetes semen keatas kertas pH ( 6,4 – 8,0).

 Setelah 30 detik bandingkan dengan warna standar

 pH harus diperiksa dalam waktu 1 jam setelah semen

dikeluarkan
 Nilai normal : >7.2 (WHO 92;7.2 -8.0) (WHO 87 :7.2 -7-

8)
C. Pemeriksaan Mikroskopis
 Pemeriksaan mikroskopis semen dilakukan dengan
preparat basah dan preparat hapus.
 Pada pemeriksaan preparat basah, penilaian meliputi :
motilitas spermatozoa perkiraan konsentrasi
(memperkirakan jumlah spermatozoa per lapang pandang
besar (400 x), adanya sel – sel lain (epitel, sel bulat,
parasit, bakteri, kristal dan sebagainya dan ada/ tidaknya
aglutinasi
1. Perkiraan Konsentrasi Spermatozoa
 Perkiraan konsentrasi spermatozoa secara kasar ini

dilakukan dengan memperkirakan/ menghitung


jumlah rata – rata spermatozoa pada beberapa lapang
pandang (400x) danhasilnya dikalikan dengan 105
 Misalnya didapatkan jumlah rata – rata spermatozoa

40/LPB, maka perkiraan konsentrasi : 40 x 105 =


4.106/ml
2. Pemeriksaan Motilitas Spermatoza
 Persiapan
 Satu tetes semen (10 – 15 L) diteteskan dengan
mikropipet atau melalui jarum 21G pada kaca
objek dan ditutup dengan kaca penutup ukuran 22
c22 mm
 Preparat diperiksadibawah mikroskop pada
pembesaran 400 x
 Penilaian
 Pemeriksaan perlu dilakukan pada beberapa
lapang pandang ( 4 -6 LPB). Pergerakan
spermatozoa dapat diklasifikasikan dalam 4
golongan : a, b, c dan d
a : gerak spermatozoa maju kedepan, cepat dan
lurus
b : gerak spermatozoa maju, lambat atau berkelok
c : tidak ada gerak maju kedepan, bergetar
ditempat, gerak melingkar
d : tidak bergerak sama sekali
 Perhitungan gerak spermatozoa dinyatakan
dalam persentase
a = …..%
b = …..%
c = …..% dan
d = …..%

D. Pemeriksaan Mikroskopis Lanjutan


1. Pemeriksaan Vitalis Spermatozoa
a. Pewarnaan vital
 Pada sel yang mati akan terjadi kerusakan membran plasma
dan selanjtunya akan menyerap zat warna
 Sedikit dihitung 100 spermatozoa yang menyerap zat warna
(mati) dan yang tidak menyerap warna (hiduo)
 Teknik ini dapat dibedakan berapa persen spermatozoa
immotil yang hidup dan mati
b. Uji Pembengkakan hipoosmotik (UPHO)
 Dasar dari UPHO ini adala membran yang semi
permiabel pada sel akan menyerap air dan
menyebabkan terjadinya pembengkakan sel
(drevius & Eriksson, 1966)
 UPHO pertama kali diperkenalkan oleh Jeyendran

dkk (1984)
 Spermatozoa yang utuh (hidup) dalam cairan

hipoosmotik akan mengalami pembengakan dan ini


jelas terlihat pada ekornya
 Pembengkan ini menyebabkan ekor berbentuk koil
2. Penghitungan jumlah spermatozoa
 Konsentrasi spermatozoa (jumlah spermatozoa (ml),
ditentukan dengan menggunakan hemositometer.
 Sampel harus trecampur merata sebelum dilakukan
penghitungan.
 Pengenceran dapat dilakukan 1/10, 1/20/, 1/100, 1/200
tergantung dari jumlah spermatozoa pada pemeriksaan
awal
3. Pemeriksaan Morfologi Spermatozoa
a. Klasifikasi morfologi spermatozoa manusia
b. Kategori kelainan yang perlu dihitung
1. Kepala
2. Leher dan Midpiece
3. Kelainan ekor
4. Butir sitoplasma
ISTILAH PELAPORAN
Jumlah
Istilah Motilitas Morfologi
(juta/ml)
Normospermia >20 >50 >50
Oligospermia <20 >50 >50
Ekstrim Oligospermia <5 >50 >50
Stenospermia >20 <50 >50
Teratozoospermia >20 >50 <50
Oligoastenozoospermia <20 <50 >50
Oligoastenoteratospermia <20 <50 <50
Oligoteratozoospermia <20 >50 <50
Astenoteratozoospermia >20 <50 <50
Polizoospermia >250 >50 >50
Azoospermia Bila spermatozoa tidak ada dalam semen
Nekrozoospermia Bila semua sperma tidak ada yang hidup
Aspermia Bila tidak ada cairan semen yang keluar
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai