Anda di halaman 1dari 29

SISTEM HUKUM KETENAGAKERJAAN

DI INDONESIA

Pertemuan ke-12

MATA KULIAH: SISTEM HUKUM INDONESIA


DOSEN PENGAJAR: H. IWAN KURNIAWAN, S.H., M.H., M.Si.
SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Meii 2020
A. PENDAHULUAN
 KATA KUNCI
 Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan
dengantenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan
sesudah masa kerja.
 Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkanbarang dan/atau jasa baik
untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat.
 Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan
menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
B. PENGERTIAN HUKUM KETENAGAKERJAAN
/HUKUM PERBURUHAN
 Ada berbagai rumusan tentang arti dari istilah Hukum
Ketenagakerjaan. Termuat di buku Iman Soepomo yang
berjudul Pengantar Hukum Perburuhan beberapa pengertian
yang diambil dari ahli hukum perburuhan. Beberapa di
antaranya adalah:
Molenaar ; sarjana Belanda ini mengatakan bahwa
"arbeidsrecht“ (Hukum Perburuhan) adalah bagian dari
hukum yang berlaku yang pada pokoknya mengatur
hubungan antara buruh dengan majikan, antara buruh
dengan buruh dan antara buruh dengan penguasa.
 Istilah "Arbeidsrecht"menurutnya harus dibatasi pada
hukum yang bersangkutan dengan orang‐orang yang
berdasarkan perjanjian‐kerja, bekerja pada orang lain.
Apabila mereka tidak ataupun tidak lagi atau pun
belum bekerja pada orang lain, tidak termasuk dalam
pembahasan hukum perburuhan.
 M.G. Levenbach ; merumuska hukum perburuhan atau
arbeidsrecht sebagai sesuatu yang meliputi hukum
yang berkenaan dengan keadaan penghidupan yang langsung
ada sangkut‐pautnya dengan hubungan‐kerja,
dimaksudkannya peraturan‐peraturan mengenai persiapan
bagi hubungan‐kerja yaitu penempatan dalam arti‐kata yang
luas, latihan dan magang, mengenai jaminan social buruh
serta peraturanperaturan mengenai badan dan organisasi‐
organisasi di lapangan perburuhan.
 N.E.H van Esveld ; beliau tidak membatasi lapangan
"arbeidsrecht" pada hubungan kerja dimana dilakukan
dibawah pimpinan (pengusaha/ majikan), namun
menurutnya meliputi pula pekerjaan yang dilakukan oleh
swa pekerja yang melakukan pekerjaan atas tanggung jawab
dan resiko sendiri.
 Pendapatnya ini di sandarkan pada penyangkalan atas teori
Marx di mana dalam Hukum Perburuhan yang menjadi
pusat perhatian adalah soal pekerjaan dan bukan kedudukan
para buruh (dibawah perintah majikan). Pendapat ini
dipengaruhi oleh ajaran Katolik yang memaknakan
pekerjaan dalam pengertian yang luas, walaupun yang
utama tentang pekerjaan yang dilakukan oleh
pekerja/buruh.
 Mr. MOK ; berpendapat bahwa “arbeidsrecht” adalah
hukum yang berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan di
bawah pimpinan orang lain dan dengan keadaan
penghidupan yang langsung bergandengan dengan
pekerjaan tersebut.
 Iman Soepomo; dari berbagai pengertian di atas beliau
membuat rumusan tentang arti kata Hukum Perburuhan
adalah himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak yang
berkenaan dengan kejadian di mana seseorang bekerja pada
orang lain dengan menerima upah.
 Perkembangan istilah dewasa ini menunjukkan bahwa
penggunaan kata “Perburuhan”, “buruh”, “majikan” dan
sebagainya yang dalam literatur lama masih sering ditemukan
sudah digantikan dengan istilah “Ketenagakerjaan” sehingga
dikenal istilah “Hukum Ketenagakerjaan” untuk
menggantikan istilah Hukum Perburuhan, juga sejak tahun
1969 dengan disahkannya UU No. 14 Tahun 1969 Tentang
Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja istilah buruh
digantikan dengan istilah “tenaga kerja” yang artinya adalah
orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam
maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau
barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Suatu
perumusan yang luas karena meliputi siapa saja yang mampu
bekerja baik dalam hubungan kerja (formal) maupun diluar
hubungan kerja (informal) yang dicirikan dengan bekerja di
bawah perintah orang lain dengan menerima upah.
 Kelompok yang lebih memilih istilah buruh dan Hukum
Perburuhan menyatakan bahwa istilah ini lebih fokus dan
menjelaskan langsung pada makna sesungguhnya yang
dimaksudkan dalam Hukum Perburuhan yaitu segala hal
yang berkaitan dengan persoalan kerja upahan dan kerja
tersebut atas perintah orang lain yang disebut
majikan/pengusaha. Bagi kelompok ini istilah Hukum
Ketenagakerjaan mencakup pengertian yang luas, mencakup
siapa saja yang mampu bekerja untuk menghasilkan barang
dan jasa, tidak terbatas apakah itu manusia (human being),
hewan, atau mesin‐mesin.
 Kini istilah Hukum Perburuhan semakin tidak populer
dengan diundangkannya UU Ketenagakerjaan (UU No. 13
Tahun 2003) yang menjadi UU payung bagi masalah‐
masalah yang terkait dengan Hukum Perburuhan/Hukum
Ketenagakerjaan. Di beberapa perguruan tinggi di
Indonesia mata kuliah Hukum Perburuhan juga telah
banyak digantikan dengan istilah lain seperti Hukum
Ketenagakerjaan dan Hukum Hubungan Industrial.
C. PENGERTIAN KETENAGAKERJAAN
 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan merumuskan pengertian
istilah Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga
kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Dari pengertian ini
dapat dipahami bahwa yang di atur dalam UU Ketenagakerjaan adalah segala
hal yang berkaitan dengan pekerja/buruh baik itu menyangkut hal‐hal yang ada
sebelum masa kerja (preemployment) antara lain menyangkut pemagangan,
kewajiban mengumumkan lowongan kerja, dan lain‐lain. Hal‐hal yang
berkenaan selama masa bekerja (duringemployment) antara lain menyangkut
perlindungan kerja: upah, jaminan social, kesehatan dan keselamatan kerja,
pengawasan kerja, dan lainlain. Hal‐hal sesudah masa kerja antara lain
pesangon, dan pensiun/jaminan hari tua.
D. UNSUR- UNSUR KETENAGAKERJAAN
PERBEDAAN ANTARA PEKERJA, SWAPEKERJA DAN PEGAWAI

Pekerja/buruh swapekerja Pegawai

• Bekerja di bawahperintah pihak lain • Tidak di bawah perintah/pimpinan


(pengusaha/majikan) pihak lain
• Resiko • Resiko ditanggung sendiri UU N. 43 Tahun 1999
ditanggungpengusaha/majikan • Menerima keuntungan atau laba Diatur oleh UU No. 8 Tahun 1974 jo •
• Menerima upah/gaji • Tidak ada aturan khusus yang Menerima gaji/upah •
• Diatur oleh UU dan peraturan mengatur Resiko ditanggung Pemerintah •
• Ketenagakerjaan Bekerja dibawah perintah Negara •
 Hukum Ketenagakerjaan adalah peraturan hukum yang
mengatur hubungan kerja antara pekerja/buruh dan
pengusaha/majikan dengan segala konsekuensinya. Hal ini
jelas bahwa Hukum Ketenagakerjaan tidak mencakup
pengaturan:
 (1) Swapekerja

(2) Kerja yang dilakukan untuk orang lain atas dasar


kesukarelaan.

(3) Kerja seorang pengurus atau wakil suatu


organisasi/ perkumpulan.
E. TUJUAN DAN SAIFAT HUKUM
KETENAGAKERJAAN

 Tujuan hukum perburuhan adalah melaksanakan

keadilan sosial dalam bidang perburuhan yang

diselenggarakan dengan jalan melindungi buruh

terhadap kekuasaan majikan.


 PERKEMBANGAN SIFAT HUKUM PERBURUHAN
 Sifat Hukum secara umum ada dua yaitu:
a. Hukum mengatur dan
b. Hukum memaksa
 Hukum perburuhan awalnya merupakan bagian dari Hukum
Perdata oleh karena hubungan kerja adalah hubungan privat
yang masuk dalam lingkup Hukum Perjanjian (kerja).
Perkembangan masyarakat dan perkembangan pemikiran
tentang fungsi Negara dan hukum khususnya menyangkut
peran Negara dalam mewujudkan masyarakat sejahtera
(welfare state) telah meninggalkan konsep Negara “penjaga
malam”. Wujud campur tangan Negara dalam mengupayakan
kesejahteraan masyarakatnya antara lain dengan membuat
aturan‐aturan untuk masalah hubungan kerja (perburuhan) di
mana hubungan kerja merupakan hubungan/peristiwa privat.
a. Sifat Hukum Perburuhan sebagai Huku Mengatur
(Regeld)
Ciri utama dari Hukum Perburuhan/ketenagakerjaan yang
sifatnya mengatur ditandai dengan adanya aturan yang tidak
sepenuhnya memaksa, dengan kata lain boleh dilakukan
penyimpangan atas ketentuan tersebut dalam perjanjian
(perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja
bersama). Sifat Hukum mengatur disebut juga bersifat
fakultatif (regelendrecht/aanvullendrecht) yang artinya
hukum yang mengatur/melengkapi, sebagai Contoh aturan
ketenagakerjaan/perburuhan yang bersifat mengatur/
fakultatif adalah:
 Pasal 51 ayat (1) Undang‐Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengenai
pembuatan penjanjian kerja bisa tertulis dan
tidak tertulis. Dikategorikan sebagai Pasal yang
sifatnya mengatur oleh karena tidak harus/wajib
perjanjian kerja itu dalam bentuk tertulis dapat
juga lisan, tidak ada sanksi bagi merka yang
membuat perjanjian secara lisan sehingga
perjanjian kerja dalam bentuk tertulis bukanlah
hal yang imperative/memaksa;
 Pasal 60 ayat (1) Undang‐Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, mengenai perjanjian kerja waktu tidak tertentu
dapat mensyaratkan masa percobaan 3 (tiga) bulan. Ketentuan ini
juga bersifat mengatur oleh karena pengusaha bebas untuk
menjalankan masa percobaan atau tidak ketika melakukan
hubungan kerja waktu tidak tertentu/permanen.
 Pasal 10 ayat(1) Undang‐Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, bagi pengusaha berhak membentuk dan
menjadi anggota organisasi pengusaha. Merupakan ketentuan
hukum mengatur oleh karena ketentuan ini dapat dijalankan
(merupakan hak) dan dapat pula tidak dilaksanakan oleh
pengusaha.
 Buku III Titel 7A Kitab Undang‐Undang Hukum Perdata
(KUHPer) dan Buku II Titel 4 Kitab Undang‐Undang Hukum
Dagang (KUHD).
b. Sifat Memaksa Hukum Perburuhan
Hukum perburuhan/Ketenagakerjaan mengatur
hubungan kerja antara pekerja/buruh dan
pengusaha, yang berarti mengatur kepentingan
orang perorangan. Atas dasar itulah, maka Huku
Perburuhan/Ketenagakerjaan bersifat privat
(perdata). Di samping itu, dalam pelaksanaan
hubungan kerja untuk masalah‐masalah tertentu
diperlukan campur tangan pemerintah. Campur
tangan ini menjadikan hukum ketenagakerjaan
bersifat publik.
Sifat publik dari Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan
ditandai dengan ketentuan‐ketentuan memaksa (dwingen),
yang jika tidak dipenuhi maka negara/pemerintah dapat
melakukan aksi/tindakan tertentu berupa sanksi. Bentuk
ketentuan memaksa yang memerlukan campur tangan
pemerintah itu antara lain:
a. Adanya penerapan sanksi terhadap pelanggaran atau
tindak pidana bidang ketenagakerjaan.
b. Adanya syarat‐syarat dan masalah perizinan, misalnya :
 Perizinan yang menyangkut Tenaga Kerja Asing;

 Perizinan menyangkut Pengiriman Tenaga Kerja


Indonesia ;
 Penangguhan pelaksanaan upah minimum dengan

izin dan syarat tertentu;

 Masalah penyelesaian perselisihan hubungan

industrial atau pemutusan hubungan kerja;

 Syarat mempekerjakan pekerja anak, dan

sebagainya.
F. ASAS - ASAS HUKUM PERBURUHAN
 “Sumber Hukum adalah segala apa saja yang dapat
menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan
yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau
dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata”.
 Jadi sumber hukum perburuhan yang dimaksudkan di sini
adalah tempat ditemukannya aturan-aturan mengenai
masalah perburuhan.
 Azas Hukum Perburuhan
 UUD’45 Pasal 27 Ayat (2)

“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan


penghasilan yang layak bagi kemanusiaan”.

 Pasal 28 Ayat (2)


“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan
pikiran dengan lisan maupun tulisan dan sebagainya
ditetapkan dengan Undang-Undang”.

 Objek Perjanjian Kerja dan Perjanjian Perburuhan


Yang dimaksud dengan objek perjanjian adalah isi dari
perjanjian itu, yang menyangkut hak-hak dan kewajiban para
pihak yang membuat perjanjian itu.
G. PERJANJIAN PERBURUHAN

 Perjanjian Perburuhan adalah perjanjian yang


merupakan hasil perundingan antara Serikat
Pekerja / Serikat Buruh atau beberapa Serikat
Pekerja / Serikat Buruh yang tercatat pada
Instansi yang bertanggung jawab dibidang
ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa
pengusaha atau perkumpulan pengusaha.
 Ketentuan yang terkait :
 Disusun dan disepakati bersama oleh kedua belah
pihak yaitu antara pengusaha dengan Serikat
Pekerja
 Didasari dengan itikad baik
 Dilakukan secara musyawarah untuk mufakat
 Memuat syarat – syarat kerja, hak dan kewajiban
kedua belah pihak
H. Perlindungan Kerja
TUJUAN PERLINDUNGAN KERJA

Tujuan perlindungan kerja adalah untuk menjamin


berlangsungnya sistem hubungan kerja secara harmonis tanpa
disertai adanya tekanan dari pihak yang lemah. Untuk itu
pengusaha wajib melaksanakan ketentuan perlindungan
tenaga kerja tersebut sesuai perundang – undangan yang
berlaku.
 DASAR HUKUM PERJANJIAN KERJA

1) Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan.

2) Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan


Berlakunya Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1948
tentang Pengawasan Perburuhan dari Republik Indonesia
untuk Seluruh Indonesia.

3) Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang


Keselamatan Kerja
4) Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang
Wajib Lapor Ketenagakerjaan.

5) Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang


Jaminan Sosial Tenaga Kerja

6) Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang


Serikat Pekerja / Serikat Buruh

7) Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang


Penyelesaian Perselisihan Perburuhan
8) Undang – Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri

9) Peraturan Pemerintanh Nomor 13 Tahun 1950 tentang Waktu Kerja


dan Waktu Istirahat

10) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1954 tentang Istirahat


Tahunan Bagi Buruh

11) Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja RI dan Kepala


Kepolisian RI Nomor Kep-275/Men/1989 dan Nomor Pol-04/V/1989
tentang Pengaturan Jam Kerja, Shift, dan Kerja Istirahat, serta
Pembinaan Tenaga
 LATIHAN SOAL (ABSENSI PERTEMUAN IV)
1. Jelaskan pengertian Hukum Ketenagakerjaan menurut sarjana
dan menurut UU No. 13 Tahun 2003?
2. Jelaskan cakupan pengaturan ketenagakerjaan yang dimuat
dalam UU No. 13 Tahun 2003?
3. Apa beda antara pekerja/buruh, swapekerja dan
pegawai?
4. Kapan dikatakan Hukum Ketenagakerjaan bersifat mengatur
dan kapan dikatakan bersifat memaksa?
Sifat manakah yang dominan saat ini? Jelaskan disertai contoh
yang relevan.
5. Jelaskan tujuan/objek dari Hukum Ketenagakerjaan?
6. Jelaskan tentang landasan Hukum Ketenagakerjaan
menurut UU No. 13 Tahun 2003?

Anda mungkin juga menyukai