Anda di halaman 1dari 25

PRESENTASI REFERAT

Konjungtivitis Bakteri

Disusun Oleh
NABILA NUR FIDIYAH
1102015153

Pembimbing
DR. SASKIA NASSA, SP.M

KEPANITERAAN KLINIK MATA RSUD


PASAR REBO
Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva
 Membran mukosa yang transparan dan tipis.
 Membungkus permukaan posterior kelopak mata
(konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior
sklera (konjungtiva bulbaris).
 Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi
kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan
epitel kornea di limbus.
Terdiri dari 3 bagian
1. Konjungtiva palpebralis/tarsalis
Melapisi permukaan posterior kelopak mata dan
melekat erat pada tarsus
2. Konjungtiva bulbaris
Melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan
melipat berkali-kali
3. Konjungtiva forniks
Merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal
dengan konjungtiva bulbi
Histologi Konjungtiva
 Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima
lapisan sel epitel silinder bertingkat, superfisial dan basal.
 di dekat limbus,di atas karunkula, dan di dekat
persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata  sel-
sel epitel skuamosa.
 Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet 
sekresi mukus. Mukus  untuk dispersi

 Stroma konjungtiva dibagi lapisan adenoid (superfisial)


dan lapisan fibrosa (profunda).
 Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan
struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum
 Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang
melekat pada lempeng tarsus, tersusun longgar pada bola
mata.
 Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan
Wolfringterletak di dalam stroma konjungtiva.
Vaskularisasi, Aliran limfe, Persarafan
 Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris
anterior dan arteri palpebralis.
Kedua arteri ini  beranastomosis bebas dan
bersama dengan banyak vena konjungtiva 
membentuk jaring-jaring vaskuler konjungtiva
yang sangat banyak

 Pembuluh limfe konjungtiva tersusun dalam


lapisan superfisial dan lapisan profunda 
bersambung dengan pembuluh limfe kelopak
mata membentuk  pleksus limfatikus yang kaya.

 Konjungtiva menerima persarafan dari


percabangan (oftalmik) pertama nervus V.
Definisi

 Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI),


Konjungtivitis adalah “suatu inflamasi atau peradangan pada konjungtiva yang
dapat disebabkan oleh infeksi, iritasi, atau reaksi alergi (hipersensitivitas)”

 Konjungtivitis bakteri adalah suatu proses inflamasi pada konjungtiva yang

disebabkan oleh infeksi bakteri.


 Konjungtivitis bakteri terjadi akibat pertumbuhan dan infiltrasi bakteri pada

permukaan epitelial konjungtiva


Biasanya penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya (self limiting
disease)
Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor :
1. Konjungtiva selalu dilapisi oleh tears film yang mengandung zat-zat
anti
microbial.
2. Stroma konjungtiva pada lapisan adenoid mengandung banyak
kelenjar
limfoid
3. Epitel konjungtiva terus menerus diganti.
4. Temperatur yang relatif rendah karena penguapan air mata, sehingga
perkembangbiakan mikroorganisme terhambat.
5. Pembersihan mikroorganisme oleh aliran air mata.
6. Mikroorganisme tertangkap oleh mukus konjungtiva hasil sekresi
sel-sel goblet kemudian akan dibersihkan oleh aliran airmata.
EPIDEMIOLOGI
Konjungtivitis dapat terjadi pada semua usia, namun
cenderung pada usia 1-25 tahun. Anak-anak
prasekolah san anak usia seekolah insidennya paling
sering karena higienitas.

Konjungtivitis bakteri merupakan kondisi umum di


semua wilayah Amerika serikat. Berbagai studi
menunjukan bahwa konjungtivitis bakteri merupakan
25-50% dari semua penyebab konjungtivitis
Etiologi dan Klasifikasi
 Konjungtivitis bakteri  infeksi yg sering terjadi, wabah musiman
 Faktor predisposisi berhubungan dengan iklim lembab, higienitas dan sanitasi kurang
bersih  permudah penyebaran infeksi.
 Klasifikasi berdasarkan onset
PATOGENESIS

Respon tubuh
dengan Respon imun
Masuknya bakteri
mengeluarka air tubuh
mata

Mediator-
Respon inflamasi mediator
inflamasi
Manifestasi Klinis
 Konjungtivitis bakteri bisa dicurigai pada setiap pasien dengan inflamasi
konjungtiva bilateral dan sekret purulen.

 Biasanya keluhan konjungtivitis yang disebabkan bakteri 


iritasi dan kemerahan kedua mata, kelopak mata menempel sehingga
mengakibatkan sulit dibuka di pagi hari, keluar kotoran pus kekuningan,
kadang-kadang kelopak mata bengkak.

 Tanda klinis  inflamasi konjungtiva bilateral, injeksi konjungtiva, sekret


purulen, dan edema palpebra.

 Onset dan keparahan inflamasi konjungtiva serta sekret yang keluar 


memprediksi kemungkinan bakteri penyebab konjungtivitis.
Pada konjungtivitis bakteri hiperakut
 onset injeksi konjungtiva yang cepat, edema palpebra, sekret purulen banyak,
kemosis, dan rasa tidak nyaman atau nyeri.
 Agen penyebab biasanya N gonorrhoeae atau N meningitidis.
 Konjungtivitis gonokokus dapat juga terjadi pada neonatus dengan tanda khas
munculnya sekret konjungtiva purulen pada kedua mata 3 – 5 hari setelah
persalinan per vaginam.

Sekret Purulen pada Konjungtivitis Gonorrhoeae


 Konjungtivitis bakteri akut sering terdapat dalam bentuk epidemik dan disebut “mata merah”
oleh orang awam.
 Penyakit ini ditandai dengan dengan hiperemia konjungtiva secara akut dan biasanya sembuh
sendiri.
 Penyebab tersering adalah S pneumoniae, S aureus, dan H influenzae. S pneumoniae merupakan
penyebab
 manifestasi klinis sekret purulen, edema palpebra, kemosis, perdarahan konjungtiva
 Konjungtivitis bakteri kronis terjadi pada pasien dengan riwayat obstruksi duktus nasolakrimalis,
dakriosistitis menahun yang biasanya unilateral.
 Infeksi ini juga dapat menyertai bleparitis bakterial menahun, atau disfungsi kelenjar meibom
 Pasien dengan sindrom palpebra lemas atau ektropion dapat berkembang menjadi konjungtivitis
bakteri sekunder

Injeksi Konjungtiva pada Konjungtivitis Bakteri Sekret Mukopurulen pada Konjungtivitis Bakteri
Penegakan Diagnosis
 Penegakkan konjungtivitis bakteri  anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang tepat.
 Keluhan  mata merah, keluar kotoran pus kekuningan yang terjadi dalam 1
atau 2 hari, kelopak mata bengkak, dan menempel susah dibuka saat pagi hari,
gatal dan terasa seperti ada sensasi benda asing pada mata.
 Pemeriksaan fisik  edema palpebra, palpebra saling melekat saat baru
bangun, hiperemi konjungtiva sering pada ke dua mata dan sekret purulen
adanya papil pada kelopak mata.
 Pemeriksaan penunjang dilakukan swab pada konjungtiva kemudian dilakukan
pengecatan gram
 Ditemukan adanya diplokokus extra maupun intrasesular  Neisseria
gonorrhoe
 Giemsa ditemukan inclusion bodies  clamidya.
Diagnosis Banding
Penatalaksanaan

 Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bakteri tergantung pada agen


mikrobiologinya.
 Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat memberikan terapi
awal dengan antimikrobial topikal.

Terapi konjungtivitis bakteri hiperakut


 Jika didapatkan hasil diplokokus gram negatif dicurigai agen penyebab
adalah Neisseria
  CDC merekomendasikan terapi konjungtivitis bakteri hiperakut dengan
antiobiotik sistemik
ceftriaxone 1 gram dosis tunggal injeksi IM dikombinasikan dengan eye
lavage menggunakan saline 4 kali sehari sampai sekretnya habis terbuang.
Konjungtivitis gonore
Pasien dirawat  penisilin salep dan injeksi (bayi,
50.000 kg/bb selama 7 hari)
Sekret dibersihkan menggunakan air (air rebusan) atau
NaCl setiap 15 menit  diberi salep penisilin setiap 15
menit
Dapat diberikan tetes mata penisilin G 10.000-20.000
unit/ml setiap 1-30 menit  berikan salep setiap 1 jam
selama 3 hari
Terapi konjungtivitis bakteri akut atau subakut, dan kronis
 Konjugtivitis bakteri akut atau subakut biasanya sembuh spontan, sembuh
sendiri dalam 8 hari.

 Pengobatan dengan antibiotik mempercepat penyembuhan, mengurangi


kemungkinan terjadinya komplikasi dan mengurangi penyebaran.

 Terapi yang dianjurkan adalah


 Tetes mata antibiotik spektrum luas: neomisin, polimiksin, ciprofloxasin,
ofloxasin, atau levofloxasin selama kurang lebih 4-5 hari.
 Antiinflamasi 2x1 sehari bila disertai dengan edema palpebra.
 Tidak perlu antibiotika sistemik dan analgesik.

• Konjungtivitis bakteri kronis dapat diterapi seperti diatas, namun harus juga
dihilangkan fokal infeksi yang menjadi sumber infeksi.
Komplikasi
 Keratitis punctata superfisialis dan Dakriosistitis akut.
 Blefaritis marginal menahun sering menyertai konjungtivitis stafilokokus
kecuali pada pasien sangat muda yang bukan sasaran blefaritis.
 Parut konjungtiva dapat terjadi pada konjungtivitis pseudomembranosa
dan membranosa dan pada kasus tertentu yang dikuti ulserasi kornea dan
perforasi sampai endoftalmos.
 Ulserasi kornea marginal dapat terjadi pada infeksi N gonorrhoeae, N
kochii, N meningitidis, H aegyptius, S aureus, dan M catarrhalis.
 Jika produk toksik dari N gonorrhoeae berdifusi melalui kornea masuk
camera anterior, dapat timbul iritis toksik

Ulkus kornea dan Perforasi pada Konjungtivitis Hiperakut oleh karena N. Gonorhoeae
Edukasi
Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan
sesudah membersihkan atau mengoleskan obat,
penderita harus mencuci tangannya secara bersih.
Tidak menggunakan handuk atau lap bersama-sama
dengan penghuni rumah lainnya.
Menjaga kebersihan rumah dan sekitar.
Prognosis

 Prognosis konjungtivitis bakterial akut umumnya baik dan hampir selalu


sembuh sendiri.

 Tanpa diobati, infeksi dapat berlangsung selama 10 - 14 hari

 Jika diobati dengan memadai sembuh dalam 1-3 hari, kecuali konjungtivitis
bakteri karena stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis
dan memasuki tahap menahun) dan konjungtivitis bakteri hiperakut (yang bila
tidak dapat diobati dapat berakibat perforasi kornea dan endoftalmitis).

 Karena konjungtiva  gerbang masuk bagi meningokokus ke dalam darah dan


meninges, hasil akhir konjungtivitis meningokokus  septikemia dan
meningitis
 
Schwab IR, Crawford JB. Conjunctiva. In: General Ophthalmology. Vaughan D, Asbury T, Paul RE, eds. 15 ed.
London. Prentice Hall Intetnational, Inc. 2000. p. 92-7.
Tarabishy AB, Jeng BH. Bacterial Conjungctivitis: A Review for Internists. Cleveland Clinic Journal of Medicine.
2008; 75:507-12.
Howard ML. The Red Eye. NEJM. 2000; 343: 345-51.
Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI). Panduan Manajemen Klinis Perdami. Gondhowiardjo
TD, Simanjuntak GWS, eds. Jakarta: PP PERDAMI: 2006. p. 27-29.
American Academy of Ophthalmology staff. Infectious Diseases of the External Eye and Cornea. In: External
Diseases and Cornea. Basic and Clinical Science Course. Section 8. San Frascisco: AAO. 2009 -2010; p. 113-92.
Anonim. Acute Bacterial Conjunctivitis. Available at : http://cms.revoptom.com/handbook/oct02_sec2_4.htm.
Accessed : 19th September, 2011.
Anonim. Bacterial Conjuncivitis. Available at :
http://clinicalevidence.bmj.com/ceweb/conditions/eyd/0704/0704-get.pdf. Accessed : 19th September, 2011.
Anonim. Conjunctivitis. Available at : Error! Hyperlink reference not valid.. Accessed : 19th September, 2011.
 
Khurana, AK. Comprehensive Ophtalmology. 4th ed. New Age Pubishers. New-Dehli, 2007. p.51-60
Douglas J,R and Mark F,F. The wills eye manual office and emergency room diagnosis and treatmen of eyes disease.
Lippincott Williams and Wilkins : New York. 1999.
Niti Susila NK dan dkk. Standar Pelayanan Medis Ilmu kesehatan Mata FK UNUD / RSUP Sanglah Denpasar.
Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD / RSUP Sanglah : Denpasar. 2009.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai