Anda di halaman 1dari 27

dr. H.

Nuswil Bernolian, SpOG (K)


Kelainan his
 Kontraksi uterus yang tidak efisien
Macamnya:
1. Inertia uteri hypotonik
2. His yg terlalu kuat
3. Kontraksi uterus yang tidak terkoordinasi
a. hypertonic lower segment (polaritas
terbalik)
b. colicky uterus
c. lingkaran konstriksi (local uterine spasm)
d. dystocia cervicalis
Baik tidaknya his dinilai dengan :
a. Kemajuan persalinan
b. Sifat his:
- frekuensi
- kuatnya
- lamanya
- relaksasinya
a. Benarnya caput succadaneum
Pembagian inertia uteri
1. Dulu :
a. inertia uteri primer
kalau his lemah dari permulaan
persalinan
b. inertia uteri sekunder
his yang mula-mula baik tapi kemudian
menjadi lemah karena kelelahan otot
rahim yang disebabkan karena persalinan
berlangsung lama (inertia kelelahan).
Dalam obstetri modern keadaan ini jarang
terjadi, akan tetapi di Indonesia keadaan
ini masih sering terjadi.
Sekarang:
a. Inertia uteri hypotonic
Disebut pula inertia uteri sekunder dimana
disini didapatkan his yang frekuensinya
jarang, kekuatannya lemah, lamanya
sebentar dan relaksasi sempurna. Keadaan ini
biasanya terjadi dalam fase aktif atau kala II
b. Inertia uteri hypertonic
Disebut pula inertia uteri primer dimana
disinin didapatkanhis yang tidak
terkoordinasi, ireguler, tidak efektif dan
tidak ada dominasi fundus. Keadaan ini sering
terjadi dalam fase laten
 Beda antara inertia uteri hypotonic dan
hypertonic

Hypotonic Hypertonic
Kejadian 4% persalinan 1% persalinan
Tingkat Fase aktif Fase laten
persalinan
Nyeri Tidak nyeri Nyeri sekali
Gawat janin Lambat terjadi Cepat terjadi
Reaksi terhadap baik Tidak baik
oxtoyn
Pengaruh sedikit besar
sedativa
Etiologi (inertia uteri hypertonic)
a. Inertia uteri primer (menurut pembagian lama)
- Gangguan pertumbuhan uterus:
- uterus bicornic unicollis
- hypoplasia uteri
- Uterus yang terlalu teregang
- Kehamilan yang sering dengan jarak yang
pendek
- Tumor dinding uterus  myoma uteri
- Keadaan umum ibu: anemia, penyakit
kronis, febris yang lama
- Faktor psikologis takut dan emosional
b. Inertia uteri sekunder (menurut
pembagian lama)
- Pemberian sedativa yang berlebihan
- Persalinan yang tak maju:
- Distosia oleh karena faktor janin
- Distosia oleh karena faktor jalan lahir
 Komplikasi :
Meningkatnya morbiditas dan mortalitas
anak dan ibu:
Janin :
- Kematian dalam kandungan
- Gawat janin : infeksi jalan intrauterin
Ibu:
- infeksi
- Kehabisan tenaga (kelelahan), dehidrasi
dan asidosis
Terapi
a. Umum
- Pemeriksaan umum mengenai keadaan ibu
- Terapi suportif untuk mengatasi dehidrasi,
asidosis, dan kelelahan
- Terapi terhadap infeksi
- Sedativa untuk mengurangi rasa nyeri dan
mengurangi ketegangan mental dan fisik
- Karena persalinan kemungkinan akan
diakhiri dengan tindakan maka sebaiknya
jangan diberikan makanan biasa melainkan
dalam bentuk cairan dan bila perlu diberi
infus larutan glukosa dan cairan isotonik
 Khusus
1. Stimulasi kontraksi uterus
2. Pada inertia uteri sekunder periksa terhadap keadaan patologis sebagai
penyakit persalinan tak maju dan bila tak ada kontraindikasi dapat
diberikan stimulasi uterus
3. Penyelesaian persalinan secara operatif

Keterangan:
- Sedativa : Pethidine 50mg

Morphin 10mg (diberikan pada awal


kala I)
- Stimulasi kontraksi uterus

-
Stimulan kontraksi uterus:
 Preparat : oxytocin
 Caranya :

5 kesatuan oxytocin dalam 500 ml glukosa


50%.
Tetesan pertama 10 tetes / menit, tunggu 15
menit bila his belum baik dinaikkan 5 tetes (15
tts/m), tunggu 15 menit, bila his belum baik
dinaikkan lagi 5 tetes (20 tts/m), demikian
seterusnya sampai his menjadi baik atau
tetesan sudah maksimum yaitu 60 tetes/menit.
 Beberapa ketentuan:
Kosongkan rectum dan kandung kecing
Periksa dalam :

- ketentuan polvic score


- amniotomi
Lakukan observasi ketat (tidak boleh ditinggal)
Amati : his, DJJ
infus dihentikan :
- kontraksi lebih dari 60 detik
- DJJ menjadi jelek
2. His terlalu kuat
Kalau his terlalu kuat maka dapat terjadi
persalinan yang cepat. Kalau persalinan ini
berlangsung kurang dari 3 jam disebut dengan
partus pracipitatus.
Etiologi : belum diketahui
Terapi : sedativa
 Bahaya :
anak :
- oksigenisasi berkurang
- trauma waktu lahir
- lacorasi tali pusat (anak jatuh)
Ibu :
- emboli air ketuban
- trauma jalan lahir
3. Kontraksi uterus tidak terkoordinasi
(incoordinate uterine action)
Disini kontraksi uterus tidak ada koordinasi
antara kontraksi bagian atas, tengah dan
bawah; tidak adanya dominasi fundal; tidak
adanya sinkronisasi antara kontraksi daripada
bagian-bagiannya.
Dengan keadaan seperti ini maka tenus otot
terus meningkat sehingga mengakibatkan rasa
nyeri yang terus menerus dan hypoksia janin.
Macamnya (Gb. 1)
a. Hypertonic lower segment (polaritas terbalik)
Disini tidak didapakan dominasi fundal malah
sebaliknya terdapat dominasi cervix.
b. Colicky uterus
Tak adanya koordinasi kontraksi bagian satu dengan
bagian yang lain. Bagian yang satu berkontraksi
sedangkan bagian yang lain istirahat.
Kemudian tempat yang satu istirahat dan yang lain
kontraksi.
c. Lingkaran konstriksi (local uterino spasm
constriction ring)
Kontraksi hanya terdapat pada satu daerah
saja sedangkan tempat yang lain tidak
berkontraksi.
d. Dystocia cervicalis
Suatu keadaan dimana cervix tidak mau membuka
walaupun adanya his.
Macamnya:
- Primer : Cervix tidak membuka/relaksasi
disebabkan incoordinate uterine action.
- Sekunder
Kelainan organik cervix (achalasia cervicis)
 bekas parut
 elongatio cervix
 Ca cervix
Terapi
1. Hypertonic lower segment
Ditujukan mengurangi tonus otot dan faktor
psikis dengan pemberian analgotika dan
sodativa seperti morphin atau pothidine.
2. Colicky uterus - terapi sama dengan
hypertonic lower segment.
3. Constriction ring
a. His normal dengan dominasi fundal
b. Inertia uteri hypotonik
c. Colicky uterus
d. Hyportonic lower segment (polaritac terbalik)
e. Lingkaran konstriksi (local uterino spasm)
f. Cincin retraksi patologis (Lingkaran Bandl)
g. Dystocia cervicalis
Gb. 1. Diagram bermacam-macam bentuk
kontraksi uterus
4. Dystocia cervicalis
 Primer : terapi sama dengan hypertonic
segment
 Sekunder : lakukan SC oleh karena kalau
terjadi robekan maka robekan dapat
menjalar keatas sampai segment bawah
rahim.
Kelainan mengejan
 Pada umumnya peralihan kala II
kemajuannya sangat dibantu oleh kejan
perut, yang biasanya dikerjakan bersama-
sama pada waktu his.
Etiologi
 otot dinding perut lemah
 distasis rocti, abdomen pondulans dan jarak
antara kedua m. rocti lebar
 refleks mengejan hilang oleh karena
pemberian narkosa atau anastesia
 penderita tidak mau/takut mengejan
 kelelahan (otot dinding perut menjadi
lemah)
Terapi
 Profilaktik : penderita diperbolehkan
mengejan bersamaan dengan his pada kala II
 Rasa sakit dapat dihilangkan dengan
pemberian anagetika
 Adanya kerjasama antara penderita dan
penolong
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai