Anda di halaman 1dari 45

CASE REPORT SEASION

F25.2 SKIZOAFEKTIF TIPE


CAMPURAN
Pembimbing
dr. Silvia Erfan, SpKJ

Adrian Amimanda 0910070100048


Fitri Meuthia 1310070100 181
Katrina Edyasmar 1410070100 113
1.1 LATAR BELAKANG
Gangguan skizoafektif adalah penyakit dengan
gejala psikotik yang persisten, seperti halusinasi
atau delusi, terjadi bersama‐sama dengan masalah
suasana (mood disorder) seperti depresi, manik,
atau episode campuran.
Sebagian diantara pasien gangguan skizoafektif
mengalami episode skizoafektif berulang, baik
yang tipe manik, depresif, maupun campuran
keduanya.
Menurut data WHO (2015) pada tahun 2012,
kasus terjadinya bunuh diri yang terjadi di dunia bisa
mencapai lebih dari 800.000 per tahun atau 40
kematian per detiknya. Prevalensi seumur hidup dari
gangguan skizoafektif adalah kurang dari 1%,
kemungkinan dalam rentan 0,5‐0,8%. Namun, angka
tersebut adalah angka perkiraan, pada pria lebih
rendah dari pada wanita. Onset umur pada wanita
lebih besar daripada pria.
1.2 TUJUAN
a. Tujuan Umum
Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk
melengkapi syarat kepaniteraan klinik senior (KKS) bagian
jiwa di Rumah Sakit Jiwa Prof. HB Sa’anin.
b. Tujuan Khusus
Mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan
Skizoafektif tipe campuran mulai dari definisi sampai ke
penatalaksanaan.
1.3 MANFAAT
a. Bagi Penulis

Sebagai bahan acuan dalam mempelajari, memahami dan


mengembangkan teori mengenai Skizoafektif tipe campuran.

b. Bagi Institusi pendidikan

Dapat dijadikan sumber referensi atau bahan perbandingan bagi


kegiatan yang ada kaitannya dengan pelayanan kesehatan, khususnya yang
berkaitan dengan Skizoafektif tipe campuran.

c. Bagi masyarakat

Dapat menambah ilmu pengetahuan terhadap penyakit beserta


pencegahan dan pengobatan Skizoafektif tipe campuran.
SKIZOAFEKTIF
Gangguan jiwa yang mempunyai gambaran baik skizofrenia maupun
gangguan afektif. Gangguan skizoafektif memiliki gejala khas skizofrenia
yang jelas dan pada saat bersamaan juga memiliki gejala gangguan afektif
yang menonjol

terbagi menjadi tipe manik, tipe depresif, dan campuran

Bila gejala skizofrenik dan gangguan perasaan manik menonjol pada


episode penyakit yang sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif
tipe manik. Pada gangguan skizoafektif tipe depresif, gejala
skizofrenik dan gangguan perasaan depresif timbul bersamaan.
2. Epidemiologi
Menurut data statistik, prevalensi terjadinya gangguan
skizoafektif ini adalah sekitar 0,3 %. Skizoafektif
merupakan penyakit kejiwaan kronis yang berdampak
buruk bagi pasien. Salah satunya adalah bunuh diri. Hal ini
turut menyumbang tingginya angka bunuh diri yang ada di
dunia.
Gangguan skizoafektif tipe depresif lebih sering terjadi
pada orang tua dibanding anak muda. Prevalensi gangguan
tersebut dilaporkan perempuan lebih tinggi dibandingkan
laki-laki, terutama perempuan yang sudah menikah. Usia
awitan perempuan lebih sering dibandingkan laki-laki,
3. Etiologi
Penyebab dari skizoafektif belum diketahui. Dugaan saat
ini bahwa gangguan skizoafektif mungkin mirip dengan
etiologi skizofrenia. Oleh karena itu etiologi mengenai
gangguan skizoafektif juga mencakup kausa genetik dan
lingkungan.
Penelitian yang dilakukan untuk menggali kemungkinan-
kemungkinan tersebut telah memeriksa riwayat keluarga,
petanda biologis, respon pengobtanan jangka pendek, dan
hasil akhir jangka panjang
4. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya skizoafektif belum diketahui
apakah merupakan suatu patologi yang terpisah dari
skizofrenia dan gangguan mood atau merupakan gabungan
dari keduanya yang terjadi secara bersamaan. Jika
merujuk pada kemungkinan kedua, maka telah diketahui
neurobiologi baik fungsional ataupun struktural yang
terlibat dalam gangguan ini
5. Manifestasi Klinis Skizoafektif
Pada gangguan skizoafektif gejala klinis berupa gangguan
episodik gejala gangguan mood maupun gejala skizofreniknya
menonjol dalam episode penyakit yang sama, baik secara
simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. 2 Bila
gejala skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit
yang sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe
manik. Sedangkan pada gangguan skizoafektif tipe depresif,
gejala depresif yang menonjol.2
Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham,
halusinasi, perubahan dalam berpikir, perubahan dalam
persepsi disertai dengan gejala gangguan suasana perasaan baik
itu manik maupun depresif
Depresi
Nafsu makan yang berkurang

Pengurangan berat badan

Perubahan dari pola tidur biasanya ( sedikit atau banyak tidur )

Agitasi

Merasa tidak ada semangat

Kehilangan rasa untuk melakukan kebiasaan sehari-hari

Merasa tidak ada harapan

Selalu merasa bersalah

Tidak dapat berkonsentrasi

Mempunyai pikiran untuk melakukan percobaan bunuh diri


Mania
Peningkatan aktivitas
Bicara cepat
Pikiran yang meloncat-loncat
Sedikit tidur
Agitasi
Percaya diri meningkat
Mudah teralihkan
Skizofrenia
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
1. “thought echo”
“thought insertion or withdrawal”
“thought broadcasting
• 2. ‘’delusion of control”
• “delusion of passivitiy”
• “delusional perception”
• 3. Halusinasi Auditorik: 
• 4. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di
atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain)
Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang

harus selalu ada secara jelas:


• Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas)
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau
berbulan-bulan terus menerus;
• Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation),
yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau
neologisme;
• Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
• Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja
sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh
depresi atau medikasi neuroleptika;
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama
kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase
nonpsikotik (prodromal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan
bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek
perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya
minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri
sendiri (self-absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial
6. Diagnosis
Konsep gangguan skizoafektif melibatkan konsep diagnostik baik
skizofrenia maupun gangguan mood, beberapa evolusi dalam kriteria
diagnostik untuk gangguan skizoafektif mencerminkan perubahan yang
telah terjadi di dalam kriteria diagnosis untuk kedua kondisi lain
Pada PPDGJ-III, gangguan skizoafektif diberikan kategori yang
terpisah karena cukup sering dijumpai sehingga tidak dapat diabaikan
begitu saja. Kondisi-kondisi lain dengan gejala-gejala afektif saling
bertumpang tindih dengan atau membentuk sebagian penyakit
skizoafektif yang sudah ada, atau dimana gejala-gejala itu berada
bersama-sama atau secara bergantian dengan gangguan-gangguan
waham menetap jenis lain, diklasifikasikan dalam kategori yang sesuali
dalam F20-F29. Waham atau halusinasi yang tak serasi dengan suasana
perasaan (mood) pada gangguan afektif tidak dengan sendirinya
menyokong diagnosis gangguan skizoafektif.
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Skizoafektif (DSM-V)
• Suatu periode penyakit yang tidak terputus selama mana, pada suatu waktu.
Terdapat baik episode depresif berat, episode manik, atau suatu episode
campuran dengan gejala yang memenuhi kriteria A untuk skizofrenia.

Catatan : Episode depresi berat harus termasuk kriteria A1: mood


terdepresi
• Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi selama
sekurangnya 2 minggu tanpa adanya gejala mood yang menonjol.
• Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode ditemukan untuk sebagian
bermakna dari lama total periode aktif dan residual dari penyakit.
• Gangguan bukan kareka efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya
obat yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
7. Diagnosa Banding
Dalam menentukan diagnosis banding skizoafektif perlu
mempertimbangkan semua kondisi pasien. Pasien yang diobati dengan
steroid, penyalahgunaan amfetamin dan phencyclidine, dan beberapa
pasien dengan epilepsi lobus temporalis secara khusus kemungkinan
datang dengan gejala skizofrenik dan gangguan mood yang bersama-
sama. Diagnosis banding psikiatrik juga termasuk semua kemungkinan
yang biasanya dipertimbangkan untuk skizofrenia dan gangguan
mood. Di dalam praktik klinis, psikosis pada saat datang mungkin
mengganggu deteksi gejala gangguan mood pada masa tersebut atau
masa lalu. Dengan demikian, klinisi boleh menunda diagnosis
psikiatrik akhir sampai gejala psikosis yang paling akut telah
terkendali
8. Tatalaksana
Pengobatan untuk dengan gangguan skizoafektif merespon
terbaik untuk pengobatan dengan obat antipsikotik yang
dikombinasikan dengan obat moodstabilizer atau
pengobatan dengan antipsikotik saja. Untuk orang
gangguan skizoafektif dengan tipe manik, menggabungkan
obat antipsikotik dengan mood stabilizer cenderung bekerja
dengan baik
9. Prognosis Skizoefektif
Data menyatakan bahwa pasien dengan gangguan
skizoafketif, tipe bipolar, mempunyai prognosis yang mirip
dengan prognosis pasien dengan gangguan bipolar dan
bahwa pasien dengan premorbid yang buruk; onset yang
perlahan-lahan; tidak ada faktor pencetus; menonjolnya
gejala psikotik, khususnya gejala defisit atau gejala negatif;
onset yang awal; perjalanan yang tidak mengalami remisi;
dan riwayat keluarga adanya skizofrenia. Lawan dari
masing-masing karakeristik tersebut mengarah pada hasil
akhir yang baik. Adanya atau tidak adanya gejala urutan
pertama dari Schneider tampaknya tidak meramalkan
perjalanan penyakit
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS

KETERANGAN PRIBADI PASIEN


• Nama (inisial) : Nn. D
• MR : 008968
• Jenis kelamin : Perempuan
• Tempat & tanggal lahir/ Umur : Pangian, 06-08-1995 / 23 tahun
• Status perkawinan : Belum menikah
• Kewarganegaraan : Indonesia
• Suku bangsa : Minangkabau
• Negeri Asal : Padang
• Agama : Islam
• Pendidikan : tamat SMP
• Pekerjaan: PT. Epson
• Alamat : Jl. sawahan pangian, lintau buo, tanah datar
II. RIWAYAT PSIKIATRI

Keluhan Utama
Merasa gaduh gelisah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Gangguan Sekarang
Pasien seorang perempuan berusia 23 tahun datang ke IGD RSJ
HBSaanin Padang bersama ayahnya. Pasien gaduh gelisah, banyak
bicara dan marah-marah terhadap ayahnya selama 1 hari sebelum
masuk rumah sakit. Pasien merasa ayahnya lebih memilih mengurusi
kakaknya dibandingkan dirinya. Sebelumnya pasien merasa ayah dan
keluarganya yang lain telah membohonginya karena tidak
memberitahukan kepadanya bahwa ibunya sakit, sehingga ketika
pasien pulang ibunya telah tiada
Pasien sangat marah dan kecewa terhadap keluarganya. Pasien
merasa dirinya hanya beban dirumah tersebut. Karena disaat
pasien membutuhkan kasih sayang, ayahnya malah mengirimnya
ke pondok di Yogyakarta. Awalnya pasien mengurung diri
selama 6 minggu, merasa tidak memiliki tenaga, badan terasa
letih, tidak nafsu makan, dan banyak tidur tetapi pasien tidak
pernah memiliki ide untuk bunuh diri. Setelah 2 bulan pasien di
pondok yogyakarta, pasien pulang. Selama 10 hari dirumah
pasien merasa energinya berlebih, banyak bicara, tidak butuh
tidur . Setelah itu pasien diantarkan oleh ayahnya ke RSJ HB
Saanin karena gaduh gelisah, marah marah sampai mencoba
untuk mencakar ayahnya. Pasien mengaku tidak pernah
mendengar bisikan-bisikan dan melihat bayangan.
Riwayat Penyakit Sebelumnya

• Pasien sakit sejak tahun 2012 dengan keluhan gaduh gelisah


dan marah marah terhadap ayahnya. Pasien mengatakan bahwa
ayahnya lebih menyayangi kakaknya dibandingkan dirinya.
Pada tahun ini pasien dirawat sebanyak 3 kali dengan keluhan
yang sama.
• Sebelumnya pasien rajin meminum obat. Pada tahun 2016
pasien bekerja di PT. Epson. Pasien berhenti minum obatnya
karena sudah merasa sehat
Riwayat Gangguan Medis
• Tidak ada

Riwayat Penggunaan NAPZA


• Tidak ada

Riwayat Penggunaan Obat


• Tidak ada

Riwayat Alergi
• Tidak ada
Riwayat Kehidupan Pribadi

Riwayat Prenatal dan Perinatal


• Pasien lahir normal dan cukup bulan

Riwayat Masa Kanak Awal (0-3 tahun)


• Pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan anak seusianya

Riwayat Masa Kanak Pertengahan (4-11 tahun)


• Pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan anak seusianya

Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja


• Pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan anak seusianya . pasien
orangnya suka berteman dan cepat berbaur dengan orang lain
Masa Dewasa

Riwayat Pendidikan
• SMP
• Riwayat Pekerjaan
• Pernah bekerja di PT. Epson 2 tahun.  

Riwayat Perkawinan
• Belum Menikah

Agama
• Islam

Aktivitas sosial
• Pasien kepribadian baik

Situasi Kehidupan Sekarang


• Pasien tinggal dengan kakaknya dan berniat untuk hidup lebih baik

Riwayat Hukum
• Pasien tidak berurusan dengan hukum dan pihak berwenang

Riwayat Psikoseksual
• Pasien tidak melakukan seks bebas dan atau perilaku seks melenceng
Riwayat keluarga

pasien
Persepsi Pasien Tentang Dirinya dan
Kehidupan nya
• Pasien merasa kehidupannya ada suka dan duka nya juga

Persepsi Keluarga Tentang Diri dan Kehidupan


nya
• Pasien merasa keluarga menganggapnya sebagai beban

Impian, Fantasi dan Nilai-Nilai


• Pasien berkeinginan untuk menikah dan hidup normal
Status psikiatri
Penampilan:Rapi
Psikomotor Sikap: cukup
, sesuai gender
dan usia :cukup tenang kooperatif

Afek : Keserasian :
Mood : Eutim
Appropriate Koheren

Pembicaraan: Spontan, Gangguan Persepsi:


jelas Halusinasi Auditorik (-)

Proses : Isi pikir:


Koheren Waham rujuk
Kesadaran: Composmentis
Orientasi Konsentrasi dan perhatian : Baik
Kemampuan membaca dan menulis:
Waktu : Baik Baik
Tempat : Baik Kemampuan visuospasial : Baik
Orang : Baik Pikiran abstrak : Baik

Intelegensia dan kemampuan


Daya ingat informasi : Baik
Daya ingat jangka panjang: Baik Kemampuan pengendalian impuls:
Baik
Daya ingat jangka sedang : Baik
Daya nilai sosial dan uji daya nilai :
Daya ingat jangka pendek : Baik Baik
Daya ingat segera : Baik Penilaian realita : Terganggu
Tilikan :3
Taraf dapat dipercaya : Dapat
III. STATUS INTERNUS
• Keadaan Umum : sakit sedang
• Kesadaran : CMC
• Tekanan Darah : 120/80 mmHg
• Nadi : 84x/menit
• Nafas : 20x/menit
• Suhu : 36,7 C
• Tinggi Badan : 160 cm
• Berat Badan : 58 kg
• Status Gizi: Normoweight
• Sistem Kardiovaskuler : Dalam batas normal
• Sistem Respiratorik : Dalam batas normal
• Kelainan Khusus : Tidak ditemukan
IV. STATUS NEUROLOGIKUS
• GCS : E4M6V5
• Tanda ransangan Meningeal : tidak ada
Tanda-tanda efek samping piramidal
• Tremor tangan : tidak ada
• Akatisia : tidak ada
• Bradikinesia : tidak ada
• Cara berjalan : biasa
• Keseimbangan : tidak ada
• Rigiditas : tidak ada
• Kekuatan motorik : baik
• Sensorik : baik
• Refleks :bisep (++/++), trisep(++/++), archiles(++/++), patella ((++/++)
GRAFIK PERJALANAN PENYAKIT

Tahun 2018-sekarang pasien masuk ke IGD


RSJ Prof HB Saanin. Pasien gaduh gelisah,
Tahun 2012 pasien masuk ke banyak bicara, marah-marah, ingin
IGD RSJ Prof HB Saanin. menyakiti ayahnya,dan merasa ayahnya
Pasien gaduh gelisah, lebih menyayangi kakaknya. Merasa
marah-marah, banyak memiliki energy berlebih, tidak butuh tidur.
Sebelumnya pasien pernah merasa hilang
bicara, curiga terhadap
minat, mengurung diri, sedih, banyak tidur,
ayahnya dan dirawat dan menganggap dirinya hanya beban.
sebanyak 3 x ditahun yang  
sama.
Formulasi diagnosis
Diagnosis pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat
perjalanan penyakit, dan pemeriksaan pada pasien, ditemukan
adanya perubahan pola perilaku dan perasaan yang secara
klinis bermakna dan hendaya (disability) dalam fungsi sosial.
Dengan demikian, berdasarkan PPDGJ III dapat disimpulkan
bahwa pasien ini mengalami suatu gangguan jiwa.
Untuk memastikan diagnosis gangguan jiwa, diperlukan
wawancara yang baik untuk mengumpulkan data dan
informasi mengennai gejala yang bermakna, jangka watu,
awitan, episode, dan perjalanan penyakitnya. Selain itu,
penegakkan diagnosis juga harus dilakukan berdasarkan
hirarki dari F0 sampai F4.
Berdasarkan anamnesis, pasien mengalami gangguan isi pikir seperti waham
rujukan, dan juga mengalami disorganized behaviour seperti marah – marah
tanpa sebab. Pasien merasa tidak memiliki tenaga, badan terasa letih, tidak
nafsu makan, banyak tidur, murung, mengurung diri dan kemudian pasien
merasa energinya berlebih, banyak bicara, tidak butuh tidur, afek yang labil
antara hipotim dan hipertim.
Dari gejala dan perjalanan penyakit pasien terdapat gejala-gejala skizofrenia
(F20.-) yang berada secara bersama-sama dengan gejala episode mania
(F30.0) dan episode depresi (F32.-). Maka pada pasien ini ditegakkan
diagnosis gangguan skizoafektif tipe campuran (F25.2).
Berdasarkan anamnesis dan rekam medik tidak ditemukan adanya gangguan
kepribadian dan gangguan medis umum pada pasien, sehingga tidak ada
diagnosis pada aksis II, aksis III. Pasien memiliki masalah karena merasa
kurang kasih sayang dari ayahnya.
Aksis V menilai fungsi secara menyeluruh, baik dalam psikologi, sosial, dan
okupasi, yang dinilai dengan GAF (Global Assessment of Functioning). GAF
saat pemeriksaan 40-31.
Diagnosis Multiaksial
• Aksis I : F25.2 Gangguan Skizoafektif Tipe Campuran
• Aksis II : Tidak ada diagnosa
• Aksis III : Tidak ada diagnosa
• Aksis IV : masalah dengan primary support group
• AksisV : GAF 40-31
Diagnosis Banding Axis I
 Gangguan afektif bipolar episode kini manik
 Skizoafektif tipe depresi
 Skizoafektif tipe manik

Daftar Masalah
 Organobiologik (-)
 Psikologis
 Pasien merasa hanya beban bagi keluarga
 Lingkungan dan psikososial
 Pasien merasa kurang kasih saying dari keluarganya

Penatalaksanaan
 Farmakoterapi
 Inj. Lodomer 2mg (IM)
 Risperidon 2x2 mg (PO)
 Lorazepam 1x1 mg (PO)
Non Farmakoterapi

Psikoterapi

• Suportif
 Memberi dukungan dan perhatian kepada pasien.

 Memotivasi pasien agar meminum obat secara teratur

 Menyarankan pasien agar lebih mengontrol emosinya.

 Memberikan edukasi kepada keluarga untuk tetap mendukung


pasien dan tetap sabar menghadapi pasien, karena dibutuhkan
waktu dan kesabaran yang lebih dalam proses penyembuhan
pasien.
• Kognitif
 Menerangkan tentang gejala penyakit pasien yang timbul akibat cara berpikir
yang salah, mengatasi perasaan, dan sikapnya terhadap masalah yang
dihadapi.
• Keluarga
 Memberikan penyuluhan bersama dengan pasien yang diharapkan keluarga
dapat membantu dan mendukung kesembuhan pasien dan dapat menerima
kondisi pasien.
• Sosial-budaya
 Terapi kerja berupa memanfaatkan waktu luang dengan melakukan hobi atau
pekerjaan yang disukai pasien dan bermanfaat.
• Religius
 Bimbingan keagamaan agar pasien selalu menjalankan ibadah sesuai ajaran
agama yang dianutnya, yaitu menjalankan sholat lima waktu, menegakkan
amalan sunah seperti mengaji, berzikir, dan berdoa kepada Allah SWT.
prognosis
ANALISIS KASUS
Pasien seorang perempuan berusia 23 tahun datang ke IGD RSJ HBSaanin
Padang bersama ayahnya karena gaduh gelisah, marah-marah dan ingin
mencakar ayahnya sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan muncul setelah pasien merasa ayahnya lebih memilih mengurus
kakaknya yang sakit dibandingkan dirinya. Pada pasien ini merupakan
keluhan jiwa ke 4 yang muncul dalam hidup pasien, sehingga diperlukan
pengobatan yang adekuat, agar dapat memberikan prognosis yang baik
pada pasien. Keluarga pasien perlu diedukasi agar pasien mendapatkan
dukungan yang baik agar sembuh dari penyakitnya, dan juga diedukasi
untuk memastikan pasien selalu minum obat sepulang rawatan. Kepatuhan
minum obat dan dukungan keluarga sangat penting terhadap kesembuhan
pasien.
Edukasi mengenai efek samping obat juga diberikan
kepada keluarga pasien, sehingga kepatuhan minum obat
dapat diusahakan.
Mengenai kontrol pasien, keluarga juga diedukasi untuk
membawa pasien kontrol sebulan setelah rawatan, dan
mencatat perubahan-perubahan yang ada pada pasien.
Pasien tinggal di lintau, oleh karena itu, pasien dapat
langsung kontrol ke RSJ Prof HB Saanin Padang.
Adapun jika di rumah tidak terdapat perbaikan, atau malah
terjadi perburukan, diharapkan segera keluarga juga dapat
membawa pasien kembali ke RSJ HB Saanin, sehingga
pasien mendapatkan penanganan yang tepat
KESIMPULAN
Gangguan skizoafektif merupakan kelainan mental yang rancu
yang ditandai dengan adanya gejala gangguan afektif. Gangguan
skizoafektif adalah penyakit dengan gejala psikotik yang persisten,
seperti halusinasi atau delusi, terjadi bersama ‐sama dengan masalah
suasana (mood disorder) seperti depresi, manik, atau episode
campuran. Penyebab gangguan ini belum diketahui . Di Indonesia
sendiri kasus skizoafektif belum dapat diprediksikan. Selain itu,
skizoafektif merupakan 2 penyakit kejiwaan kronis yang dapat
berdampak buruk bagi pasien itu sendiri. Salah satu dampak terburuk
dari gangguan ini adalah bunuh diri. Hal ini turut menyumbang
tingginya angka bunuh diri yang ada di dunia. Modalitas terapi yang
utama untuk gangguan skizoafektif adalah perawatan di rumah sakit,
medikasi, dan intervensi psikososial. Prinsip dasar yang mendasari
farmakoterapi untuk gangguan skizoafektif adalah bahwa protokol
antidepresan dan antimanik diikuti jika semuanya diindikasikan dan
bahwa antipsikotik digunakan hanya jika diperlukan untuk
pengendalian jangka pendek.
TERIMA KASIH...

Anda mungkin juga menyukai