Anda di halaman 1dari 22

Praktikum Formulasi Sediaan Farmasi Dasar

Suppositoria
Parasetamol
Leily Febi Rahmadianti
I1021201083
I. Latar Belakang
I. Latar Belakang
Suppositoria adalah bentuk sediaan padat yang pemakaiannya dengan cara memasukkan
melalui lubang atau celah pada tubuh, dimana ia akan melebur, melunak atau melarut dan
memberikan efek lokal atau sistemik. Supositoria umumnya dimasukkan melalui rektum, vagina,
kadang-kadang melalui saluran urin dan jarang melalui telinga dan hidung (Ansel, 2008).
Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat, sebagai pembawa
zat terapetik yang bersifat lokal atau sistematik.bahan dasar suppositoria yang umum digunakan
adalah lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi, campuran polietilen
glikol berbagai bobot molekul dan ester asam lemak polietilen glikol (F.Ind. Ed. IV, 1995)
Satu di antara sediaan suppositoria ialah Parasetamol. Parasetamol umumnya digunakan
sebagai analgetik dan antipiretik, tetapi tidak anti radang. Umumnya dianggap sebagai antinyeri
yang paling aman untuk swamedikasi (pengobatan mandiri). Sebagai analgesik, parasetamol
diduga bekerja langsung pada pusat pengatur panas di hipotalamus. (Tjay dkk., 2008)
I. Latar Belakang
Ketika pengobatan secara peroral diketahui dapat menimbulkan efek samping yang tidak
dapat dikehendaki dan efek samping yang merugikan, maka pemberian obat secara parekteral
mulai dikembangkan. Bentuk sediaan ini mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan
penggunaan secara peroral, yaitu tidak menyebabkan rasa yang tidak enak, dapat menghindari
terjadinya iritasi lambung, mudah dipakai terutama untuk penderita yang tidaak dpat memakai
obat secara oral, juga untuk anak – anak yang sulit menelan. Selain itu obat yang diabsorpsikan
melalui rektum dapat melalui hati sebelum masuk kedalam sirkulasi sistemik sehingga mengalami
perombakan efek lintas pertam ( Anief, 1997:158).
Pelepasan obat merupakan parameter penting proses absorbsi. Pada sediaan rektal,
komposisi dari basis suppositoria atau pembawa dari zat obat yang dikandungnya dapat
berpengaruh banyak terhadap pelepasan obat. Basis suppositoria adalah basis yang selalu padat
dalam suhu ruangan tetapi akan melunak atau melebur dengan mudah pada suhu tubuh sehungga
obat yang dikandungnya dapat sepenuhnya lepas dari basisnya, setelah dimasukkan dan
memberikan efek. Efek ini dapat berupa efek local maupun sistemik ( Ansel,1989:557)
II. Preformulasi Zat
Aktif
Parasetamol

Struktur kimia
 

Rumus molekul C8H9NO2


Nama kimia Acetaminophenum ( DepKes Republik Indonesia, 1995)

Sinonim Asetaminofen / PCT ( DepKes Republik Indonesia, 1995)

Berat molekul 151,16 ( DepKes Republik Indonesia, 1995)


Pemerian Hablur atau serbuk hablur putih ; tidak berbau ; rasa patit
( DepKes Republik Indonesia. 1979)
Kelarutan Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%) P,
dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan
dakam bagian 9 bagian propilen glikol P ; larut dalam larutan
alkalihidroksida ( Rowe, 2009)

Titik lebur 169o C sampai 172o C ( DepKes Republik Indonesia, 1995)


Parasetamol

Stabilitas Terhidrolisisr pada PH minimal 4 -7, stabil pada


 Panas temperatur 45o C (serbuk) , dapat terdegrasi oleh
 Hidrolisis/oksidasi gumopismium, stabil terhadap oksidasi, menyerap
 Cahaya uap air dalam jumlah signifikan pada suhu 25 o C dan
kelembapan 90% stabil dalam larutan air . ( DepKes
Republik Indonesia, 1995)
Inkompatibilitas Tidak tercampur dengan senyawa yang memiliki
ikatan hydrogen dan beberapa antasida . ( DepKes
Republik Indonesia, 1995)
Kegunaan Analgetikum, antipiretikum ( DepKes Republik
Indonesia, 1995)
Wadah dan penyimpanan Dalam wadah tertutup baik, terlindungi cahaya
( DepKes Republik Indonesia, 1995)
Kesimpulan : Parasetamol larut dalam air serta bebas larut dalam etanol
Bentuk zat aktif yang digunakan (basa/asam/garam/ester) : asam
Bentuk sediaan (lar/susp/emulsi/serbuk rekonstitusi,krim/salep) : suppositoria
Kemasan : Alumunium foil
III. Pendekatan
Formula
III.
Pendekatan
Formula

Bahan Jumlah Fungsi / Alasan Penambahan


Paracetamol 125 mg Zat Aktif / Sebagai analgetik dan antipiretik
Oleum cacao 95 % Basis lemak / Sebagai basis dengan bentuk
paling stabil agar dapat melebur dalam tubuh

Cera Alba 5% Basis / Untuk meningkatkan titik leleh oleum


  cacao dan menaikkan daya serap oleum cacao
dalam air
IV. Preformulasi
Eksipien
A. Oleum Cacao
Fungsi Basis lemak
Pemerian Padat kekuningan atau putih, rapuh
dengan sedikit bau coklat.
Kelarutan Larut bebas dalam kloroform, eter, dan
semangat minyak bumi; larut dalam etanol
mendidih; sedikit larut dalam etanol (95%).
Persentase yang digunakan 95%
Stabilitas Pemanasan minyak theobroma hingga
 Panas lebih dari 36 C selama pembuatan
 Hidrolisis/oksidasi supositoria dapat menghasilkan
 Cahaya penurunan yang cukup berarti dari titik
pemadatan karena pembentukan keadaan
metastabil; ini dapat menyebabkan
kesulitan dalam pengaturan supositoria.
Inkompatibilitas -
Wadah dan penyimpanan Harus disimpan pada suhu tidak melebihi
25° C.

(H.O.P.E 6th Edition page 725)


B. Cera Alba
Fungsi Basis
Pemerian Padatan yang terdiri dari lembaran berwarna putih
atau agak kuning atau tidak berasa atau butiran
halus dengan sedikit tembus cahaya. Baunya mirip
dengan cera flava, tetapi kurang kuat.
Kelarutan Larut dalam kloroform, eter, minyak tetap, minyak
atsiri, dan karbon disulfida hangat; sedikit larut
dalam etanol (95%); praktis tidak larut dalam air.
Persentase yang 5%
digunakan
Stabilitas Ketika cera alba dipanaskan di atas 150 oC,
 Panas esterifikasi terjadi dengan konsekuensi penurunan
 Hidrolisis/oksidasi nilai asam dan peningkatan titik leleh.
 Cahaya
Inkompatibilitas Tidak sesuai dengan oksidator.
 
Wadah dan Stabil bila disimpan dalam wadah tertutup rapat,
penyimpanan terlindung dari cahaya.
 

(H.O.P.E 6th Edition page 779)


V. Perhitungan
Formulasi
V. Perhitungan Formulasi
 
 Total suppositoria yang akan dibuat : 5 buah
 Bobot suppositoria : 2 gram x 5 = 10 gram
 Total Parasetamol : 125 mg x 5 = 0,125 gram x 5 = 0,625 gram
 Nilai tukar parasetamol : 0,625 gram x 1,5 = 0,9375 gram
 Total basis : 10 gram – 0,9375 gram = 9,0625 gram
 Oleum cacao : 9,0625 gram x 95% = 8,609375 gram 8,61 gram
 Cera alba : 9,0625 gram x 5% = 0,453125 0,45 gram
VI. Prosedur
Pembuatan
VI. Prosedur Pembuatan
Siapkan alat dan bahan

Cera alba dilebur datas penangas pada suhu 65 º C hingga melebur

Tambahkan 2/3 bagian dari oleum cacao

Setelah melebur diangkat dari penangas air dan ditambahkan parasetamol sambil diaduk sampai homogen

Tambahkan sisa oleum cacao yang sudah dihaluskan, lalu dituang ke dalam cetakan

Masukan ke dalam lemari pendingin

Setelah memadat, dikeluarkan dari cetakan lalu ditimbang.

Bungkus sediaan ke dalam alumunium foil serta dikemas dalam kotak

Lakukan evaluasi sediaan


VII. Evaluasi
Sediaan
VII. Evaluasi Sediaan
a. Uji Kisaran Leleh
Uji ini disebut juga uji kisaran meleleh makro, dan uji ini merupakan suatu ukuran waktu yang
diperlukan supositoria untuk meleleh sempurna bila dicelupkan dalam penangas air dengan
temperatur tetap (37oC). Sebaliknya uji kisaran meleleh mikro adalah kisaran leleh yang diukur
dalam pipa kapiler hanya untuk basis lemah. Alat yang digunakan untuk mengukur kisaran leleh
sempurna dari supositoria adalah suatu alat disintegrasi tablet USP (Lachman, 1994).
 
b. Uji melunak
Suatu penyaringan melalui selaput semipermeabel, yakni pipa selovan, diikat pada kedua ujung
kondensor dengan masing-masing ujung pipa terbuka. Air pada suhu 37 °C disirkulasi melalui
kondensor tersebut pada laju sedemikian rupa, sehingga separuh bagian bawah pipa selovan
kempis dan separuh bagian atas terbuka. Tekanan hidrostatis air dalam alat tersebut kira-kira
ketika pipa tersebut mulai kempis (Lachman, 1994).
 
VII. Evaluasi Sediaan

c. Uji Kehancuran
Uji kehancuran dirancang sebagai metode untuk mengukur kerapuhan
supositoria. Alat yang digunakan terdiri dari suatu ruang berdinding rangkap
dimana suatu supositoria yang diuji ditempatkan. Air pada 37°C dipompa
melewati dinding rangkap, dan supositoria diisikan dalam dinding yang kering,
menopang lempeng dimana suatu batang dilekatkan. Ujung lain dari batang
tersebut terdiri dari lempeng lain dimana beban digunakan. Uji dihubungkan
dengan penempatan 600 g di atas lempeng datar. Pada interval 1 menit, 200 g
bobot ditambahkan, dan bobot dimana supositoria rusak adalah titik hancurnya,
atau gaya yang menentukan karakteristik keregasan dan kerapuhan supositoria
tersebut. Supositoria dengan bentuk yang berbeda mempunyai titik hancur yang
berbeda pula (Lachman, 1994).
 
 
VII. Evaluasi Sediaan
d. Uji Disolusi
Pengujian awal dilakukan dengan penetapan biasa dalam gelas piala yang mengandung dalam suatu
medium. Dalam usaha untuk mengawasi variasi pada antar muka massa/medium, berbagai cara dipakai,
termasuk keranjang kawat mesh, atau suatu membran untuk memisahkan ruang sampel dari bak reservoar.
Sampel yang ditutup dalam pipa dianalisis atau membran alami juga dapat dikaji. Alat sel alir (flow cell)
digunakan untuk menahan sampel ditempatnya dengan kapas, saringan kawat, dan yang paling baru
dengan manik-manik gelas (Lachman, 1994).
 
e. Uji Titik Lebur
Suppositoria dimasukan kedalam kantong plastic yang panjangnya ± 10 cm yang diikat pada
batang pengaduk yang juga diikat dengan thermometer. Posisi diatur sedemikian rupa sehingga
suppositoria sejajar dengan reservoir Hg thermometer. Selanjutnya gelas piala yang berisi air
dipanaskan dengan api kecil ( dengan menggunakan lampu Bunsen ). Titik lebur diketahui
dengan melihat rentang skala dalam thermometer yang tercelup dalam air pada saat
suppositoria tersebut mulai terlihat melebur sampai melebur seluruhnya. (Amin, dkk., 2009)
VIII. Daftar Pustaka
Amin, Faesol, Ika Yuni Astuti, dan Indri Hapsari. Pengaruh Konsentrasi Malam Putih
(Cera Alba) pada Suppositoria Basis Lemak Coklat (Oleum Cacao)
TerhadapLaju Disolusi Paracetamol. Jurnal Pharmacy. 2009 ; 06(01) : 10-21

Anief., M. 1997. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.
 
Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (Terjemahan) Farida Ibrahim,
Edisi IV. Jakarta : Ui Press
  
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia (Edisi IV).
Jakarta : Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Lachman, L., dan Lieberman, H. A. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi
Kedua. Jakarta : UI Press
 
Rowe RC, Sheskey PJ, Quinn ME. 2009. Handbook Of Pharmaceutical Excipients. Sixth
Edition. London : pharmaceutical Press

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2008. Obat-Obat Penting Edisi ke-VI. Jakarta. PT.
Elex Media Komputindo
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai