Anda di halaman 1dari 6

MADRASAH

BAYU SEPTI PRATIWI


HESTI RINDHI ANGGRAENI
SALWA DEWI
PENGERTIAN MADRASAH

 Kata “madrasah” berasal dari bahasa arab yang dalam kamus al-Munjid
dijelaskan, yakni berasal dari kata “darasa-yadrusu-darsan wadurusan wa
dirasatan” yang memiliki arti terhapus, hilang bekasnya, menghapus,
menjadikan usang, melatih, mempelajari.
 Madrasah merupakan ujung tombak terdepan dalam pelaksanaan proses
pendidikan Islam.
 Madrasah adalah “sekolah umum yang bercirikan Islam”.
Tiga Misi Madrasah

 Menanamkan keimanan kepada para peserta didik.


 Menumbuhkan sikap dan semangat untuk mengamalkan ajaran-ajaran Islam
dalam rangka pembangunan.
 Memupuk sikap toleransi diantara sessama pemeluk agama di Indonesia,
dengan cara saling memahami misi luhur masing-masing agama
GENEALOGI MADRASAH

 Fase pertama, sekitar tahun 1945-1974. Pada fase ini madrasah menekankan
materi pendidikannya kepada penyajian ilmu agama, dan sedikit pengetahuan
umum. Disebabkan hal itulah maka pengakuan ruang lingkup madrasah hanya
berada di lingkungan Departemen Agama.
 Fase kedua adalah fase diberlakukannya Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri
tahun 1975. Fase ini berlangsung dari tahun 1975-1990.
 Fase ketiga adalah fase setelah diberlakukannya Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional (UU No. 2 tahun 1989) dan diiringi dengan sejumlah
Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 dan 29. Madrasah, pada fase ini dijelaskan
secara eksplisit adalah sekolah yang berciri khas agama Islam, makna yang
terkandung di dalamnya bahwa madrasah pada tingkat dasar dan menengah
memberlakukan kurikulum sekolah yang ditambah dengan kurikulum ilmu-ilmu
agama sebagai ciri khasnya.
KARAKTERISTIK MADRASAH

 Aspek substansi materi kajian atau kurikulumnya. Di madrasah materi kajian keagamaan atau
mata pelajaran pendidikan agama Islam (PAI) yang terstruktur dalam kurikulum dipisah berdiri
sendiri, seperti Al-Qur’an Hadits, akidah-akhlak, Tarikh (SKI), Fiqh dan bahasa Arab. Sedangkan
disekolah umum semua itu hanya disatukan pada mata pelajaran pendidikan agma Islam (PAI)
dan muatan jam peljaran adalah 2 jam.
 Aspek tradisi-simbolik. Di madrasah nuansa kehidupan agamis sangat menonjol, seperti
membiasakan mengucap salam ketika berjumpa sesame, suara-suara spiritual sering
didengungkan, siswi dan ibu gurunya menggunakan jilbab, peringatan hari-hari besar Islam
sering dilaksanakan dengan berbagai aktivitas yang beragam dan Islami, para guru dalam
memulai pembelajaran umumnya secara serentak membaca ayat-ayat Al-Qur’an, pengajian-
pengajian keagamaan sering dilaksanakan di luar jam pelajaran, dan lain sebagainya.
Sedangkan di sekolah umum umumnya tidak demikian, ameskipun ada satu dua sekolah umum
yang melakukan seperti di madrasah.
 Aspek visi dan misi kelembagaan. Pendirian dan penyelenggaraan sistem pendidikan di
madrasah umumnya didrorong oleh semangat dan cita-cita untuk mengejawantahkan nilai-nilai
Islam, baik yang tercermin dalam lembaga maupun dalam bentuk kegiatan-kegiatan. Disini
kata Islam ditempelkan sebagai sumber nilai yang diwujudkan dalam seluruh aktivivtas.
Sedangkan di lembaga non-madrasah (sekolah umum) semangat penyelenggaraannnya hanya
menjadikan Islam sebagai bahan studi atau bahan kajian.
MADRASAH DI ERA GLOBALISASI
Modernisasi lembaga pendidikan Islam mengambil beberapa bentuk. Madrasah, yang
pada awal abad ke-20, merupakan simbol modernisasi, mengalami pergeseran penting.
"Sekolah umum berciri khas agama" merupakan puncak modernisasi madrasah. Konsep ini
sebe narnya tidak jauh berbeda dengan konsep "HIS met de Qur'an" yang menjadi simbol
modernisasi pendidikan Islam di lingkungan Mulham- madiyah. Dalam kaitan dengan
pesantren, lembaga pendidikan ini tidak hanya mengadopsi lembaga madrasah, tetapi
juga mendirikan sekolah- sekolah umum. Sekolah umum di lingkungan pesantren juga
dapat dilihat sebagai kelanjutan konsep Muhammadiyah tersebut. Selanjutnya,
kemunculan lembaga pendidikan Islam yang bercorak "independen dan salafi" dapat dilihat
sebagai bentuk lain dari respons kaum muslim terhadap modernisasi. Meskipun ideologi
keagamaan yang berkem- bang di lingkungan ini berbeda dengan lembaga-lembaga
pendidikan lain, sistem kelambagaan yang digunakan bersifat modern.
Madrasah di Indonesia mengombinasikan materi-materi keislaman dan materi-materi
sekuler (umum). Hal ini bukan sesuatu yang mengherankan mengingat madrasah yang
berkem bang di Indonesia memiliki kaitan erat dengan menguatnya semangat pembaruan
Islam di kalangan kaum muslim Indonesia pada awal abad ke-20. Seperti diketahui, salah
satu ciri terpenting dari semangat itu adalah kesediaan untuk membuka diri terhadap
modernitas yang di- tandai dengan kesediaan memasukkan bidang-bidang ilmu umum de
ngan tetap mempertahankan identitasnya sebagai lembaga pendidikan Islam.

Anda mungkin juga menyukai