KULIAH 5
Referensi:
AKIDAH AKHLAK
Dr. Rosihon Anwar, M.Ag.
Pustaka Setia Bandung
KESATUAN DAN KERAGAMAN AKIDAH
DALAM ISLAM
“Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), Maka Allah mengutus para
nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar,
untuk memberi Keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.
tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang Telah didatangkan kepada mereka
kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, Karena dengki
antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada
kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. dan Allah selalu
memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.”
(QS. Al-Baqarah : 213)
Juga firman-Nya:
“Sesungguhnya (agama Tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, Maka
bertakwalah kepada-Ku. Kemudian mereka (pengikut-pengikut Rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah
belah menjadi beberapa pecahan. tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-
masing).” (Q.S. Al-Mu’minun : 52-53)
Firman Allah SWT:
“Sesungguhnya kami Telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana kami Telah memberikan wahyu kepada
Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan kami Telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma'il, Ishak,
Ya'qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. dan kami berikan Zabur kepada Daud. Dan
(Kami Telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh Telah kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-
rasul yang tidak kami kisahkan tentang mereka kepadamu. dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan
langsung.” (Q.S. An-Nisa’ : 163 – 164)
B. Jalan yang Ditempuh Para Rasul dalam Menanamkan Akidah
Para rasul diutus oleh Allah untuk memurnikan akidah umat manusia. Di samping itu
ajaran-ajaran yang mereka bawa itu mudah dimengerti, dipahami, dan diterima dengan akal
sehat. Para rasul tersebut menyuruh umatnya mengarahkan pandangannya untuk memikirkan
tanda-tanda kekuasaan Tuhan.
Seperti para rasul terdahulu, Nabi Muhammad SAW pun menanamkan akidah itu dalam
hati dan jiwa umatnya. Beliau menyuruh umatnya agar pandangan dan pemikiran mereka
diarahkan dan ditujukan ke juran ini. Akal mereka digerakkan dan fitrah mereka dibangunkan
sambil mengusahakan penanaman akidah itu dengan memberikan didikan, lalu disuburkan
dan dikokohkan, sehingga dapat mencapai puncak kebahagiaan yang dicita-citakan.
Allah SWT membuat kesaksian pada generasi itu bahwa mereka benar-benar
memperoleh ketinggian dan keistimewaan yang khusus, sebagaimana firmannya:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”
(Q.S. Ali Imran : 110)
C. Keragaman Akidah dalam Islam dan
Permasalahannya
Semenjak Kedaulatan Negara Tauhid berdiri di bawah
pimpinan Rasul Allah yang terakhir yakni Nabi Muhammad
SAW, keadaan akidah tetap dalam kesuciannya yang berasal
dari wahyu Ilahi dan ajaran-ajaran yang diberikan dari
langit. Dasar utamanya yang digunakan sebagai pedoman
adalah Al-Qur’an dan Al-Hadis. Pada tingkat permulaan,
yang dituju ialah memberikan didikan dalam watak dan
tabiat, meluhurkan sifat-sifat yang bersangkutan dengan
ghirazah qalbu dan cara didikan yang harus dilalui dan
ditempuh. Maksudnya ialah setiap manusia dari kalangan
masyarakat itu dapat memperoleh keluhuran yang sesuai
dengan kehormatan dan kemuliaan dirinya sehingga
tumbuhlah suatu kekuatan secara otomatis yang amat kokoh
dalam hidupnya.
Selanjutnya, setelah datang masa pertikaian yang
banyak berdasarkan siasat dan politik, apalagi setelah
adanya hubungan dengan pemikiran-pemikiran filsafat
dan ajaran-ajaran agama lain, kemudian memaksa otak
manusia untuk menyelami sesuatu yang tidak kuasa
dicapainya, itulah yang menjadi sebab pokok terjadinya
pergantian atau penyelewengan dari jalan yang ditempuh
oleh para nabi dan rasul. Ini pula yang merupakan sebab
utama keimanan yang asalnya cukup luas dan mudah
diterima, serta amat tinggi nilainya lalu menjadi berbagai
macam pemikiran yang berisikan filsafat atau menjadi
bahan kiasan yang banyak diperselisihkan menurut
ketentuan mantik atau ilmu bahasanya, juga menjadi
pokok perdebatan dan perselisihan pendapat yang tidak
berujung dan berpangkal sama sekali.
Ajaran keimanan yang sudah berubah itu, akhirnya tidak lagi
mencerminkan keimanan yang dapat menjadikan jiwa kembali suci,
amal perbuatan menjadi mulia dan baik, atau memberi semangat
gerak pada perseorangan dapat memberi daya hidup pada umat dan
bangsa.
Sebagai akibat dari perselisihan dalam berbagai persoalan
siasat dan politik, terjadi penyelewengan ajaran‑ajaran tauhid yang
dibawa oleh para rasul, dan paham pemikiran madzhabmadzhab itu
berpecah‑belah menjadi beberapa golongan. Para tokohnya,
kemudian memberikan pengajaran yang berlainan, berbeda antara
satu dan lainnya.
Setiap ajaran mencerminkan corak tersendiri dari cara
pemikiran tertentu. Masing‑masing pihak menganggap bahwa apa
yang mereka miliki dan mereka pegang sajalah yang benar,
sedangkan yang lain, yang tidak sepaham dengannya, adalah salah.
Demikianlah, anggapan setiap golongan. Bahkan, ada anggapan yang
lebih ekstrem lagi, yakni siapa saja yang tidak masuk ke dalam
golongan kelompoknya dianggap ke luar dari Islam (kafir).
Oleh karena itu, muncullah paham‑paham seperti: paham
ahli hadis, paham Asy’ariyah, paham Maturidiah, paham
Mu’tazilah, paham Syi’ah, paham Jahamiah, dan masih banyak
lagi paham lainnya. Bahkan, di antara mereka terjadi
perselisihan pendapat.
Di antara perselisihan yang semakin memperluas jurang
pemisah antara sesama umat muslim, adalah perselisihan antara
kaum ‘Asy’ariyah dengan kaum Mu’tazilah.
Pokok utama yang menyebabkan timbulnya perselisihan
dan perbedaan pendapat tersebut, berkisar dalam hal‑hal:
1. Apakah keimanan itu hanya sebagai kepercayaan saja
ataukah kepercayaan yang ada hubungannya dengan amal
perbuatan?
2. Apakah sifat‑sifat Allah SWT. yang dzatiah itu kekal
ataukah dapat lenyap darinya?
3. Manusia itu musayyar atau mukhayyat?
4. Apakah wajib atas Allah SWT. itu mengerjakan yang
baik atau yang terbaik ataukah yang wajib?
5. Apakah baik atau buruk itu dapat dikenal dengan:
akal atau dengan syariat?
6. Apakah Allah SWT. itu wajib memberi pahala kepada
orang yang taat dan menyiksa kepada orang yang
bermaksiat, ataukah tidak wajib sedemikian?
7. Apakah Allah SWT. dapat dilihat di akhirat nanti
ataukah hal itu mustahil sama sekali?
8. Bagaimanakah hukum seseorang yang
menumpuk‑numpuk dosa besar sehingga matinya
tidak bertobat?
Masih banyak lagi persoalan yang merupakan bahan
perselisihan pendapat berbagai golongan kaum mukminin
menyebabkan tersobek‑sobeknya umat Islam menjadi
berbagai golongan dan partai.
Benar‑benar sangat menyedihkan sebab hasil dari
pertengkaran yang tidak berujung pangkal ini adalah kaum
muslimin membuat suatu kesalahan yang amat besar, suatu
kekeIiruan yang amat berbahaya.
Akidah yang semula teguh dan mantap telah menjadi
goyah dan goncang dalam hati. Keimanan pun tidak
meresap dalam jiwa sehingga akidah itu tidak lagi dapat
menguasai jalan kehidupan harus ditempuh oleh setiap umat
muslim dan bahkan keimanan itu sendiri tidak dapat lagi
menjadi pusat pemerintahan yang menjiwai segala tindak
dan langkahnya orang yang mengaku sebagai pemeluknya.
Sebagai kelanjutan dari akidah yang sudah lemah itu,
lalu kelemahan itu merata pula pada pribadi perseorangan,
keluarga, masyarakat, dan negara, bahkan pengaruh
kelemahan tersebut mengenai pula segala segi kehidupan
umat manusia. Kelemahan itu merayap di segenap penjuru,
sehingga umat itu akhirnya tidak kuasa lagi bangkit dan
bergerak sampai menurun kepada generasi‑generasi yang
berikutnya, tidak pula dapat memberikan
pertanggungjawabannya, baik ke dalam maupun ke luar.
Umat Islam tidak lagi menetapi sebagaimana yang
dikehendaki oleh Allah SWT. menjadi pribadi yang cukup
cakap untuk menjadi pemimpin umat serta pemberi
petunjuk kepada seluruh bangsa di dunia. Ini merupakan
akibat dari kelemahan yang datang bertubi‑tubi
sebagaimana diuraikan di atas.