Anda di halaman 1dari 38

Manajemen Kasus

Ilmu Anestesi dan Reanimasi


Hilya Nabila Nihayatul M 15711048
Pembimbing : dr. Erry Alamsyah, Sp. An.
 Nama : Ibu W

 Usia : 45 tahun

 Jenis Kelamin : Perempuan


Identitas  Diagnosis : Nefrolithiasis &
Ureteterolithiasis dextra

 No RM : 656xxx
 Keluhan Utama : BAK merah
 RPS : Seorang wanita usia 45 tahun datang ke poli
karena BAK berwarna kemerahan. Pasien mengatakan
mulai BAK merah sejak beberapa jam SMRS. Keluhan
disertai nyeri saat BAK dan terasa anyang-anyangan.
Pasien sudah pernah periksa ke dokter dan di diagnosis
RPS batu ginjal kanan sejak 10 bulan lalu, kemudian
menjalani perawatan rawat jalan. Ini adalah pertama
kali BAK pasien berwarna merah. Selain itu pasien juga
mengeluh nyeri pada pinggang kiri yang dapat
menjalar hingga inguinal. Tidak ada yang
memperberat keluhan. Ketika keluhan muncul pasien
biasanya istirahat kemudian akan hilang sendiri.
 Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat batu ginjal 10 bulan lalu
 Riwayat HT (+) tidak berobat rutin
RPD
 Riwayat DM (+)
 Riwayat penyakit jantung (-)
 Riwayat Alergi (+) cotrimoksazol
 Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat BSK (-), HT (-), DM (-), Asma (-), Penyakit


RPK
jantung (-)

- Riwayat Alergi (-)


- KU : cukup, composmentis
- Tekanan darah : 124/81
- Frekuensi nadi : 90
- Frekuensi nafas : 20
- Suhu : 36,5oC
- Antropometri : BB : 55kg; TB: 155 cm
- Mata : konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-) Pemeriksaan
- Thoraks : SDV (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
- Abdomen : Distensi (-), BU (+) 10x/menit, timpani (+),
Fisik
nyeri tekan (-), nyeri ketok ginjal kanan (+)Ekstremitas:
Ekstremitas superior : Sinistra : nyeri (-), akral hangat
(+), edema (-), CRT<2 detik, Dekstra : nyeri (-), akral
hangat (+), edema (-), CRT<2 detik; Ekstremitas inferior :
Nyeri (-), akral hangat (+), edema (-), CRT<2 detik
Laboratorium  GDS 92 mg/dl
 Hemoglobin 12,6 g/dl  Ureum 27 mg/dl
 Eritrosit 5.02 juta/µl  Kreatinin 0,9 mg/dl
 Hematokrit 38.8 %  SGOT 18 u/l
 Leukosit 14.1 ribu/µl (H)  SGPT 15 u/l Pemeriksaan
 Trombosit 389 ribu/µl  HbsAg non reaktif Penunjang
 Golongan darah 0  HIV non reaktif
 Masa perdarahan 2’00”  IgG IgM anti Covid non
 Masa pembekuan 11’00” reaktif
EKG

Pemeriksaan
Penunjang
Thorax BNO polos
 Pulmo tak tampak  Susp. Nefrolitiasis
kelainan dextra
 Besar cor normal  Lesi opak di proyeksi
cavum pelvis aspek
sinistra sus
ureterolithiasis dd
phlebolith
Pemeriksaan
Penunjang
 CT SCAN ABDOMEN  Hidronefrosis bilateral
 Nefrolithiasis bilateral grade I-II
 Batu di pelvico-  Simple cyst ren
bilateral
uretero junction
dextra dan vesico
ureteo junction
sinistra
Pemeriksaan
Penunjang
Berat Jenis 1.005 L

PH 5.5  

Leukosit +/Positif 1 H

Nitrit Negatif  

Protein Negatif  

Glukosa Negatif  

Keton Negatif   Pemeriksaan


Urobilinogen Normal   Penunjang
Bilirubin Negatif  

Darah Negatif  

Eritrosit 2-4 H

Leukosit 4-6  

Ephitel +/Positif 1  

Bakteri +/Positif 1  
 Diagnosa
 Nefrolithiasis dan Ureterolithiasis dextra
 ISK

 Rencana Terapi
Diagnosis dan  Inf RL 20tpm
Rencana Terapi  Inj Ceftriaxon 1 gr/12 jam
 Inj Omeprazole 40 mg/24 jam
 Inj Norages 1 gr/8 jam
 Pro URS
 Konsul Ts Anestesi
Diagnosis pra operasi/Tindakan : Nefrolithiasis dan Ureterolithiasis
dextra

Rencanakan operasi/Tindakan : URS

Riwayat operasi : (-)


Asesmen pra
anestesi Komplikasi: -

Riwayat alergi: Cotrimoksazol

Skor nyeri: 2
Evaluasi Jalan Napas  
Bebas Ya
Protrusi mandibular Tidak
Buka mulut Normal

Evaluasi Jarak mentohyoid


Jarak hypothyroid
Normal
Normal

jalan Leher
Gerak leher
Tidak pendek
Bebas

napas Mallampathy
Obesitas
II
Tidak
Massa Tidak
Gigi palsu Tidak
Sulit ventilasi Tidak
 Vital sign

 Tekanan Darah : 124/81 mmHg


 Nadi : 91 kali/menit

Asesmen pra  Respirasi : 20 kali/menit


 Suhu : 36,5oC
anestesi  Pernafasan : dalam batas normal
 Kardiovaskular : dalam batas normal
 Neuro/musculoskeletal : dalam batas normal
 Renal/endokrin : dalam batas normal
 Hepato/gastrointestinal: dalam batas normal
Anestesi operasi
 Teknik Anestesi : Regional Anestesi  Subarachnoid blok
 Makan Terakhir : 24.00
 Vital Sign
- Tekanan Darah : 127/85mmHg
- Nadi : 98 x/menit
- Respirasi : 20 x/menit
 Masalah saat evaluasi pra induksi : -
 Diagnosis operatif : ASA 2
 Obat yang diberikan :
 Lidodex 0,5% 15 mg (2 ml)
 Ketorolac 30 mg
 Ventilasi : Spontan
Monitoring  Intubasi : -
Anestesi  O2 : 3 lpm
 Maintenance : -
Monitoring Anestesi
Waktu Tekanan darah HR SpO2 Tindakan

Pra- 127/85 104 99%  


Induksi
Induksi 130/90 99 99%  
Menit 134/91 92 99%  
ke-10
Menit 139/95 83 99%  
ke-20
Menit 126/86 85 99%  
ke-30
- TD : 128/74 mmHg

- HR : 75 x/menit

- RR : 22 x/menit
Monitoring - T : 36,6 oC
Pasca Anestesi
- Skor Bromage :
 Masuk ruang recovery : Tidak dapat mengangkat kaki (skor 3)

 Keluar ruang recovery : Tidak dapat menekuk lutut tetapi


dapat mengangkat kaki (skor 2)
PEMBAHASAN
Anestesi regional
 Tindakan anestesi yang dilakukan dengan cara
menyuntikkan obat anastesi local pada lokasi
serat saraf yang menginervasi regio tertentu,
yang menyebabkan hambatan konduksi impuls
aferen yang bersifat sementara. Salah satu jenis
anestesi regional adalah anestesi spinal atau
subarachnoid blok, yaitu suatu cara memasukkan
obat anestesi lokal ke ruang intratecha. Anestesi
ini dilakukan pada subarachnoid di antara
vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5 (obat
lebih cenderung berkumpul di kaudal). Indikasi
dilakukannya metode ini adalah operasi pada
abdominal bawah dan inguinal, daerah anorectal
dan genitalia externa, dan ekstremitas inferior.
Anestesi regional
 Anestesi ini memberi relaksasi yang baik, tetapi
lama anestesi didapat dengan lidokain hanya
sekitar 90 menit. Bila digunakan obat lain
misalnya bupivakain, sinkokain, atau tetrakain,
maka lama operasi dapat diperpanjang sampai
2-3 jam. Kontra indikasi yaitu pada pasien
dengan hipovolemia, anemia berat, penyakit
jantung, kelainan pembekuan darah,
septikemia, tekanan intrakranial yang
meninggi.
 Obat-obatan yang sering digunakan dalam
anestesi spinal adalah :
- Lidokain 2 %, berat jenis 1.006, sifat isobaric,
dosis 20-100 mg (2-5 ml)
- Lidokain 5 % dalam dekstros 7.5 %, berat jenis
1.003, sifat hiperbarik, dosis 20-50 mg (1-2 ml)
- Bupivakain 0.5% dalam air, berat jenis 1.005,
sifat isobaric, dosis 5-20 mg
- Bupivakain 0.5% dalam dextrose 8.25%, berat
jenis 1.027, sifat hiperbarik, dosis 5-15 mg (1-3
ml)
KOMPLIKASI TINDAKAN ANESTESI SPINAL
 Hipotensi berat
 Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa
dicegah dengan pemberian cairan elektrolit 1000 ml atau koloid
500 ml sebelum tindakan.
 Bradikardi
 Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi
akibat blok sampai T-2.
 Hipoventilasi
 Akibat paralisis saraf phrenikus atau hipoperfusi pusat kendali
nafas.
 Trauma pembuluh darah
 Trauma saraf
 Mual-muntah
 Gangguan pendengaran
 Blok spinal tinggi atau spinal total
 Pasca anestesi dilakukan pemulihan dilakukan di
ruang pulih sadar atau recovery room yaitu
ruangan untuk observasi pasien pasca operasi
atau anestesi.
 Ruang pulih sadar menjadi batu loncatan
sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau
masih memerlukan perawatan intensif di ICU.
Dengan demikian pasien pasca operasi atau
anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang
disebabkan karena operasi atau pengaruh
anestesinya.
 Untuk memindahkan pasien dari ruang pulih
sadar ke ruang perawatan perlu dilakukan
skoring tentang keadaan pasien setelah anestesi
dan pembedahan. Untuk regional anestesi
digunakan skor Bromage.
BROMAGE SCORING SYSTEM
Bromage skor< 2  boleh pindah ke ruang perawatan.

Kriteria Skor
Gerakan penuh dari tungkai 0
Tak mampu ekstensi tungkai 1
Tak mampu fleksi lutut 2
Tak mampu fleksi pergelangan 3
kaki
Ureterolithiasis
 Batu ureter pada umumnya adalah batu yang terbentuk di
dalam sistim kalik ginjal, yang turun ke ureter. Terdapat
tiga penyempitan sepanjang ureter yang biasanya menjadi
tempat berhentinya batu yang turun dari kalik yaitu
ureteropelvic junction (UPJ), persilangan ureter dengan
vasa iliaka, dan muara ureter di dinding buli
 Hematuria sering dikeluhkan oleh pasien akibat trauma
pada mukosasaluran kemih karena batu. Kadang hematuria
didapatkan dari pemeriksaanurinalisis berupa hematuria
mikroskopik. Jika didapatkan demam, harus dicurigaisuatu
urosepsis. Pada pemeriksaan fisis, mungkin didapatkan
nyeri ketok pada daerahkosto-vertebra, teraba ginjal pada
sisi yang sakit akibat hidronefrosis, terlihattanda-tanda
gagal ginjal, dan adanya retensi urine. Pada pemeriksaan
sedimen urine, menunjukkan adanya
leukosituria,hematuria dan dijumpai kristal-kristal
pembentuk batu
 Penemuan ureteroskopi pada tahun 1980-an telah
mengubah secara dramatis manajemen batu saluran kemih.
Ureteroskopi rigid digunakan bersama dengan litotripsi
ultrasonic, litotripsi elektrohidrolik, litotripsi laser, dan
litotripsi pneumatik agar memberikan hasil lebih baik
 penemuan miniskop semirigis dan uteroskop fleksibel
Ureteroskopi membuat kita dapat mencapai ureter atas dan sistem
pengumpul intrarenal secara lebih aman. Namun,
keterbatasan dari alat semirigid dan fleksibel ini adalah
sempitnya saluran untuk bekerja. Saar ini, pilihan alat
tergantung lokasi batu, komposisi batu dan pengalaman
klinikus, serta ketersediaan alat
 Anestesi dalam bedah urologi merupakan suatu teknik
anestesi yang digunakan pada operasi urologi guna
menghasilkan efek sedasi, analgetik dan relaksasi
pada saat berlangsungnya operasi
 Sekitar 10-20% prosedur urologi memerlukan
tindakan anestesi. Pasien yang menjalani prosedur
urologi kebanyakan berasal dari usia tua, meskipun
kenyataannya semua umur dapat mengalaminya. Pada
endourologi anestesi regional (spinal dan epidural)
maupun anestesi umum dapat dipergunakan
tergantung tipe dan durasi operasi, usia pasien,
riwayat penyakit sekarang, dan keinginan pasien.
 Untuk anestesi regional, blokade sakral diperlukan untuk
prosedur urethral (T9-T10 level untuk prosedur yang
melibatkan bladder dan setinggi T8 untuk ptosedur yang
melibatkan ureter). Untuk anestesi spinal dapat menggunakan
lidokain atau bupivakain. Lidokain dapat digunakan, namun
dapat menyebabkan gejala neurologis transien.
 Anestesi lumbar epidural menggunakan 1.5-2.0% lidokain
dengan epineprin 5 mcg/mL, 15-25, suplementasi dengan 5-
10 mL bolus apabila diperlukan. Suplementasi IV sedasi juga
diperlukan.
 Pada pembedahan pielolitotomi dan ureterolitotomi anestesi
umum lebih direkomendasikan daripada anestesi regional
karena posisi pasien yang dapat menyebabkan pasien merasa
tidak nyaman dan nyeri pun timbul dari stimulasi
diafragmatik (anestesi umum dapat digabungkan dengan
regional opiat untuk kondisi ini)
REFLEKSI KASUS
MEDIKOLEGAL

 Dalam kasus ini penatalaksanaan bagi pasien adalah pemberian obat injeksi dan tindakan
ureteroskopi menggunakan teknik anestesi spinal/subarachnoid blok.
 Sebelum dilakukan penatalaksanaan perlu diberikan edukasi mengenai:
 diagnosis pasien.
 pilihan tatalaksana dan resiko dari tatalaksana yang diberikan.
 komplikasi yang dapat terjadi.
MEDIKOLEGAL

 Beneficience
 Prinsip beneficience merupakan tanggung jawab untuk melakukan kebaikan yang
menguntungkan pasien dan menghindari perbuatan yang merugikan atau membahayakan pasien.
Dalam prinsip beneficience dokter memberikan tatalaksana tepat untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien. Dalam kasus ini, dokter melakukan tatalaksana yang sesuai yaitu elain memberikan terapi
medikamentosa juga melakukan tindakan ureteroskopi dan menggunakan teknik anestesi yang
sesuai yaitu subarachnoid blok.
 Non-Maleficience
 Dalam hal ini dokter tidak berbuat hal-hal yang memperburuk keadaan pasien. Pada kasus ini,
dilakukan tindakan yang tepat dan sesuai. Pada kasus ini diperlukan untuk operasi, agar tidak
memperburuk keadaan dan pada saat operasi dokter harus melakukan dengan sangat hati-hati dan
sesuai prosedur yang telah ditetapkan. Dokter melakukan sesuai dengan prosedur SOP yang berlaku.
MEDIKOLEGAL

 Justice
 Prinsip ini merupakan berlaku adil pada setiap pasien, setiap pasien berhak mendapatkan
tindakan yang sama, sesuai dengan proporsinya masing-masing. Pasien menggunakan
asuransi BPJS untuk pembayaran perawatan rumah sakit, namun dokter tetap memperlakukan
adil, tidak membedakan dengan yang lainnya, dan sesuai dengan hak pasien.
 Autonomy
 Prinsip otonomi menyatakan bahwa setiap individu mempunyai kebebasan untuk menentukan
tindakan atau keputusan berdasarkan rencana yang mereka pilih. Prinsip ini berkaitan dengan
informed consent yang dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis. Dalam kasus ini, dokter
sudah menjelaskan secara lisan tentang penyakit pasien, tindakan yang akan dilakukan, risiko,
serta kemungkinan apabila tidak dilakukan tindakan dan inform consent secara tertulis
berkaitan dengan prosedur tindakan, efek samping, prognosis
KEISLAMAN

 Menjalani hidup di dunia ini tentunya tidak selamanya kita akan merasa bahagia. Ada kalanya
Allah menurunkan ujian untuk menguji tingkat keimanan dan kesabaran hambaNya. Salah satu
ujian yang diberikan oleh Allah adalah sakit. Akan tetapi, sakit memiliki beberapa hikmah yang
dapat diambil.
 Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, “Tidaklah seorang muslim yang tertimpa gangguan
berupa penyakit atau semacamnya, kecuali Allah akan menggugurkan bersama dengannya dosa-
dosanya, sebagaimana pohon yang menggugurkan dedaunannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Diberikannya ujian kepada manusia merupakan salah satu bentuk kasih sayang Allah yang
terkadang manusia sulit untuk mengerti. Maka dari itu, seorang muslim wajib untuk selalu
berhusnudzon terhadap segala ketetapan Allah
KEISLAMAN

 Setiap individu yang diuji Allah dengan sakit hendaknya berikhtiar semampunya untuk
kesembuhannya. Seorang muslim wajib mengetahui bahwa Allah tidak menurunkan penyakit
melainkan dengan obatnya, seperti sabda Rasulullah SAW, “Tidaklah Allah menurunkan
penyakit kecuali Dia juga menurunkan penawarnya.” (HR Bukhari).
 Hasil dari setiap ikhtiar mencari kesembuhan juga harus disandarkan hanya kepada Allah, bukan
dokter. Allah berfirman dalam surah As Syuara ayat 80 bahwa,
 “Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku”.
 Allah juga berfirman dalam surah Al An’am ayat 17
 “Dan jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang
menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu ,
maka Dia maha kuasa terhadap sesuatu”.
KEISLAMAN

 Berkaitan dengan ilmu anestesi dan reanimasi, sebagai manusia kita perlu selalu
mengingat tentang kehidupan dan kematian. Sebagaimana dalam QS Ali Imran ayat
145 dan 185 yang artinya :
 “Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai
ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia,
niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki
pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. Dan Kami akan
memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali ‘Imran : 145).
 “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat
sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan
ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain
hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali Imran : 185).
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai