Anda di halaman 1dari 31

Hukum, Etika dan Model Berfikir

 1. Mencari hakekat hukum


 Jawaban atas pertanyaan What Is/Apa itu hukum, secara
filsafat: (1) Hukum sebagai tatanan kebajikan/Socrates;
(2) Hukum sebagai sarana keadilan/Plato; (3) Hukum itu,
Tatanan sosial etis/Aristoteles; (4) Hukum itu, Tatanan
hidup damai/St. Agustinus; (5) Hukum itu, Perintah
penguasa berdaulat/Jean Bodin; (6) Hukum itu, Tatanan
Keamanan/Thomas Hobes; (7) Hukum itu, Kesadaran
Sosialitas/Grotius; (8) Hukum itu, Pelindung Hak
Kodrat/Jhon Locke; (9) Hukum itu, Produk akal
praktis/Immanuel Kant; (10) Hukum itu, Penyokong
kebahagiaan/Jeremy Betham.
 (11) Hukum dan lingkungan
fisik/Montesqueu; (12)Hukum itu,Kehendak
etis umum/Rosseau; (13) Hukum itu,
Penyokong orang berpunya/Karl Mark; (14)
Hukum itu, Jiwa rakyat/Savigny; (15) Hukum
itu, Moral sosial/Durkheim; (16) Hukum itu,
Perintah penguasa/Austin; (17) Hukum itu,
Normatif karena Groundnorm/Kelsen; (18)
Hukum itu, Normatif karena nilai
keadilan/Radbruch; (19) Hukum itu,
Perilaku hakim/Holmes; dan lain-lain.
2. MENCARI PENJELASAN (Why).
Tetesan air yang jatuh dari langit diberi nama
’’Hujan’’. Hujan merupakan jawaban atas pertanyaan:
’’Apa’’ bukan pertanyaan: ’’mengapa’’. Pertanyaan
mengapa, jawabanya terletak pada gagasan manusia.
Setelah mengamati, dicari logika/reasioning, dan
menjelaskan: mengapa tetesan hujan itu mesti jatuh
dari langit yang mendung? Inilah hakekat ilmu. Ilmu
selalu berusaha mencari , merumuskan, dan
menjelaskan logika dibalik peristiwa atau kenyaatan
tertentu. Ilmu selalu dituntut menjawab
pertanyaan:’’mengapa itu begitu dan bukan begini,
dan sebagainya?’’.
Satu contoh misalnya, dalam Pasal 1320 dan
1338 KUHP mencantumkan syarat perjanjian
dan asas kebebabasan berkontrak. Seorang
yang belajar filafat Ilmu tidak akan bertanya
tentang apakah yang menjadi ’’syarat
perjanjian’’ dan apa yang dimaksud dengan
asas ’’kebebasan berkontrak’’. Seorang yang
belajar filsafat ilmu akan mempertanyakan
mengapa syarat-syarat perjanjian dan asas
kebebasan berkontrak dalam KUHPerdata
dikonfigurasikan seperti itu?
Jawaban pertanyaan tersebut menurut ilmu
Pengetahuan adalah titik berat KUHPerdata
terletak pada suatu gambaran tentang
kosmologi zaman modern (Abada 17 dan 18)
yang memandang masyarakat sebagai institusi
yang terdiri dari (i) Individu-individu yang
merdeka; (ii) individu tersebut dipandu oleh
akal; (iii) secara suka rela menginginkan
hubungan baik dengan orang lain lewat
hukum; dan (iv) Sipa menepati janji/ Pacta sunt
survanda.
3. WHAT OUGHT: REFLEKSI BAGAIMANA SEHARUSNYA
(Etika)

A. TIGA STANDAR UKURAN ETIS;


1. Deontologis, ukuran berdasarkan hukum,
prinsip dan norma obyektif lintas ruang dan
waktu (Banar Salah); 2. Teleologis, ukuran
berdasarkan tujuan dan akibat (baik- jahat);
dan 3. Kontekstual, ukuran berdasarkan
situasi unik (pantas tidak pantas).
B. PRINSIP TINDAKAN ETIS
1. Sedapat mungkin dengan keterbatasan dan
kemampuan yang ada, mampu memutuskan yang
paling benar, paling baik dan paling tepat.
2. Mungkin tidak sempurna,tapi itulah yang mungkin
dapat dilakukan. Itulah yang minimal dan juga
maksimal dapat dilakukan.
3. Apa artinya menjadi manusia,apapun yang
diputuskan itu mencerminkan derajat kemanusiaan
dan taruhan makna hidup seorang manusia.
4. Jahat, tapi apa boleh buat (Necessary Evil) , memilih
yang kadar dan akibatnya lebih kecil (The Lesser Evil).
C. TIGA KESADARAN ETIS

1.PRA-KONVENSIONAL
a. Orientasi Hukuman (Ada tidaknya hukuman);
b. Taat Karena! (Takut Dihukum);
c. Cari celah hindari hukuman;
d. Cari aman;
e. Orientasi untung rugi;
f. Kejar kenikmatan, hindari kerugian;
g. Lakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu;
h. Instrumen (Segala sesuatu jadi sarana untuk
memperoleh kenikmatan).
2. KONVENSIONAL
a. Berpatokan pada hukum dan norma;
b. Bukan hukuman tapi apa hukumanya;
c. Respek pada aturan kelompok parokial;
d. Aturan kelompok lebih utama dari pada kehendak diri;
e. Ingin terterima dalam kelompok;
f. Orientasi pada hukum dan norma yang lebih tinggi;
g. Legalistis;
h. Melampaui kelompok;
i. Tertib lebih utama dari pada kemauan kelompok;
j. Kewajiban (Model Socrates).
3. PASCA KONVENSIONAL
1. Kritis terhadap lingkungan;
2. Perjuangan kebaikan;
3. Taat asas;
4. Reformasi;
5. Moderat;
6. Hati Nurani;
7. Humanisme;
8. Universal/kemestaan;
9. Tidak takut menentang arus;
10. Berani dalam kesendirian;
11. Concern pada martabat umat manusia.
CARA BERFIKIR ETIS
(Catatan Kuliah Filsafat Ilmu, Sabtu, 30 Januari 2021)

BERBICARA TENTANG BERFIKIR ETIS,


SESUNGGUHNYA BERAWAL DARI TUNTUTAN ATAS
SEBUAH JAWABAN PERTANYAAN ’’WHAT
OUGHT’’/BAGAIMANA SEHARUSNYA (ETIKA).
SECARA UMUM DALAM BERFIKIR TENTANG ETIS, DI
DALAMNYA MENCAKUP 3 (TIGA) STANDAR: (1)
DEONTOLOGIS, UKURAN BERDASARKAN HUKUM,
PRINSIP, DAN NORMA OBYEKTIF LINTAS RUANG DAN
WAKTU (BENAR-SALAH; (2) TELEOLOGIS, UKURAN
BERDASARKAN TUJUAN DAN AKIBAT (BAIK-JAHAT);
DAN (3) KONTEKSTUAL, UKURAN BERDASARKAN
SITUASI UNIK (PANTAS-TIDAK PANTAS).
(1) ETIKA DENTOLOGIS

ETIKA DENTOLOGIS ADALAH CARA BERFIKIR


ETIS YANG MENDASARKAN PADA PRINSIP ATAU
NORMA OBYEKTIF YANG DIANGGAP HARUS
BERLAKU DALAM SITUASI DAN KONDISI
APAPUN. PRINSIP DAN NORMA OBYEKTIF,
MISALNYA NORMA HUKUM, NORMA AGAMA,
NORMA KESUSILAAN, NORMA KESOPANAN,
NORMA ADAT DAN SEBAGAINYA. BERTINDAK
SESUAI DENGAN NORMA TERSEBUT, MAKA
TINDAKANYA SUDAH ETIS DAN SEBALIKNYA
IMMANUEL KANT PERNAH
MENGATAKAN:’’BERTINDAKLAH ATAS DALIL,
BAHWA APA YANG ANDA LAKUKAN ITU DAPAT
BERLAKU SEBAGAI HUKUM YANG BERSIFAT
UNIVERSAL’’. ARTI PERNYATAN TERSEBUT ADALAH
’’APA YANG KITA LAKUKAN ITU BENAR, APABILA DI
MANAPUN DAN KAPANPUN ADALAH SEHARUSNYA
DILAKUKAN OLEH SIAPAPUN’’. CONTOH YANG
PALING FAMILIER ETIKA DEONTOLOGIS ADALAH
PERNYATAAN ’’FIAT JUSTITIA RUAT
CAELUM’’/Tegakkan Keadilan atau hukum,
walaupun langit akan runtuh.
MENURUT KANT, KAPANPUN DAN DI MANAPUN,
KEWAJIBAN ITU MUTLAK HARUS DILAKUKAN, IA
TIDAK MENGENAL PERSYARATAN KONDISONAL. IA
TIDAK BERSIFAT HIPOTESIS YANG TUNDUK PADA
RUMUS: Jika.....maka. ’’Impreratif katagoris’’, kata
kant. Bukan imperatf hipotesis. Katagori imperatif,
selalu menunjuk pada keharuasn yang tidak
bersyarat. Orang yang meminjam harus
mengembalikan. Pencuri harus ditangkap. Orang
salah harus dihukum, dan sebagainya. Etika
Deontologis,selalu berangkat dari kata ’’Kita
sebagai apa dan harus melakukan apa berdasarkan
norma yang ada’’.
Orang yang meminjam harus mengembalikan.
Pencuri harus ditangkap. Orang salah harus
dihukum, dan sebagainya. Kalimat yang demikian,
menunjukan bahwa dalam etika yang deontologis,
tidak dapat ditawar-tawar. Melaksanakan kewajiban
merupakan perbuatan yang benar menurut etis dan
tidak melaksanakan kewajiban merupakan sebuah
kesalahan.Menurut teori ini, berbicara tentang yang
salah dan yang benar, ukuranya adalah kewajiban.
Bagi Kant misalnya ’’Perintah jangan berbohong’’,
merupakan perintah yang harus dilaksanakan dalam
kondisi dan situasi apapun.
ANALISIS KASUS
Menurut dalam etika deontologis, perintah tidak
berbohong harus dilaksanakan tanpa kecuali.
Seandainya kita melihat seseorang dalam kejaran orang
lain untuk dibunuh dan kita mengetahui tempat
persembunyianya, akankah kita memberitahukan
kepada orang tersebut dan atas pemberitahuanya
berakibat matinya orang? Untuk mengatasi masalah ini,
David Ross memberkan solusi bahwa ’’kewajiban selalu
merupakan kewajiban PRIMA FACIE. Artinya ’’suatu
kewajiban untuk sementara’’, dan hanya berlaku
sampai dengan munculnya kewajiban yang lebih
penting dan mengakahkan kewajiban yang pertama’’.
Pada contoh di atas, jelas terjadi konflik
antara dua kewajiban yang tidak mungkin
dapat diselesaikan sekaligus. Di satu pihak, ia
’’harus jujur’’ dan ’’tidak boleh berbohong’’,
sedangkan di pihak lain ia wajib
menyelematkan seseorang yang terancam
jiwanya. Menurut teori Ross, kewajiban
menyatakan yang benar dalam kasus di atas
merupakan kewajiban prime facie dan oleh
karena itu harus dikalajlkan oleh kewajiban
melindungi nyawa orang yang terancam.
(2) ETIKA TELEOLOGIS.

Teleos diartikan tujuan. Nilai atis sebuah


tindakan, ditentukan oleh tujuan. Betapapun
’’benarnya’’, suatu perbuatan, apabila
dilakukan dengan tujuan ’’jahat’’, maka hal
itu jahat secara etis. Cara berfikir yang
demikian, selalu digandengkan dengan
konsekuenis/akibat sebuah tindakan.
Timdakan yang berangkat dari ’’tujuan
luhur’’,apalagi ’’berkibat baik’’,maka ia baik
secara etis.
ANALISIS KASUS
A seorang laki-laki. Dia melakukan perkawinan
dengan beberapa seorang wanita (kawin cerai).
Perkawinan tersebut dilakukan dengan
menggunakan prosedur yang benar. B sebagai
teman A mencoba mencari jawaban atas pertanyaan
’’menghapa si-A selalu kawin cerai’’?. Sungguh
mengejutkan jawaban yang diterima dari A,
bahwa”Ia melakukan kawin cerai, hanya karena ia
bermaksud menyakiti para wanita,karena konon ia
pernah disakiti wanita. Sepintas, perbuatan tersebut
diubenarkan, tetapi dengan melihat niatnya, maka
perbuatanya menjadi tidak etis.
(1) ETIKA KONTEKSTUAL

Berfikir etika kontekstual, hal yang paling penting


bukanlah apa yang secara universal ’’benar’’ dan
juga bukan apa yang secara umum ’’baik’’, tetapi
apayang secara kontekstual paling tepat dan
paling dapat di pertartanggungjawabkan. Dalam
etika, meletakan situasi dan kondisi sebagai
pertimbangan pokok dalam melakukan keputusan
etis. Kualitas etis sebuah tindakan, tergantung
pada situasi.Situasi kongkret menentukan wajib
tidaknya suatu tindakan dilakukan.
BASIS NILAI ETIK
PERTAMA:
(Catatan Kuliah, 30 Januati 2021)
TINDAKAN ETIS HARUS SELARAS DENGAN
MARTABAT MANUSIA. Tindakan dianggap
etis, apabila setia pada kemanusiaan. Apabila
tindakanya bertentangan dengan hakekat
manusia, maka tindakanya dianggap tidak
etis. Diskrimininasi dengan segala bentuknya,
praktik apartheid, pelanggaran HAM dan
sebagainya, adalalah perbuatan yang
merendahkan martabat kemanusiaan,
sehingga dianggap tidak etis.
KEDUA
TINDAKAN ETIS HARUS SELARAS DENGAN
INTEGRITAS SEBAGAI MANUSIA. Integritas
manusia terletak pada kesantunan,
kejujuran,Fairness, bertindak adil dan
sebagainya. Pak ahmad, tergolong manusia
yang super hebat. Sebagai seorang politikus ia
memilii jurus-jurus yang mematikan lawan
politikinya. Teman politiknya menyebut
sebagai politikus yang ’’Jahat’’, karena intrik
politik yang dilakukan berlawanan dengan
integritas sebagai manusia.
KETIGA
TINDAKAN ETIS HARUS SETIA PADA
KEBENARAN. Kita sering mendengar
kalimat:’’Saya kan hanya bawahan,
sebetulnya saya tidak setuju dengan
perbuatan itu’’. Kalimat ini seolah-olah akan
mengatakan:’’bahwa apa yang dilakukanya
bertentangan dengan keyakinan dirinya.
Secara etis, apa yang dilakukanya itu telah
menggambarkan nilai yang sebenarnya dan
bukan apa yang ia katakan’’.
KEEMPAT
TINDAKAN ETIS ITU PERAN, BUKAN CITA-
CITA. Konon diceritakan ada penegak hukum
yang begitu memukaunya bicara tentang
penegakan hukum, bahkan ia menjanjikan ia
akan melakukan apa yang dikatakan dan tidak
akan mengatakan yang tidak dilakukan.
Beberapa minggu kemudian,ia ditangkap oleh
KPK,karena korupsi yang dilakukanya. Apa
yang ia katakan adalah cita-cita dan yang ia
lakukan adalah peran. Tindakan etis itu peran
bukan cita-cita.
KELIMA
TINDAKAN ETIS ITU MENOLAK YANG SALAH.
Seorang penguasa begitu berhasil. Ia dapat
mendatangkan keuntugan yang luar biasa. Ia dapat
membuat efisiensi ekonomi yang begitu tinggi.
Tapi sayang ia rela membayar buruh dengan
nominal yang bukan hanya dibawah kebutuhan fisik
minimum, tapi juga menggap membayar buruh
sebagai beban dan yang demikian itu sebagai
sebuah kesalahan secara etis, padahal yang benar
adalah ’’Bahwa Buruh/Pekerja adalah Aset
Perusahaan’’ dan ’’Bukan Beban Perusahaan’’.
KEENAM
TINDAKAN ETSI ITU, MAMPU MENYATAKN TIDAK!
Mungkin dalam hidup kita sudah biasa
terbelenggu, sehingga hanya mampu dan harsus
selalu mengatakan ’’ia’’, yang maksudnya ’’tidak’’
atau mengatakan ’’tidak’’ yang maksudnya ‘’ia’’
atau mengatakan ’’kedua-duanya’’ yang
maksudnya ’’bukan kedua-duanya’’. Sebenarnya
menurut Tom Stopprad, ’’Pasti pernah ada satu
kesempatan pertama kali, ada kesempatan untuk
mengatakan ’’tidak ‘’ tapi kesempatan itu tidak
digunakan dan sekarang semua sudah berlalu.
Thomas Szasz pernah mengatakan
’’Keberhasilan keluar dari keburukan,
ditentukan oleh cara pandang kita terhadap
hidup’’. Apabila cara pandang kita melihat
hidup sebagai ’’penjara’’, maka hidup kita
secara etis gagal. Namun apabila hidup ini kita
tempatkan sebagai pilihan, maka kita akan
berhasil secara etis. Terkadang kita tidak
pernah mau berganti peran, sehingga kita
tetap tersiksa di dalamnya. ’’Hidup adalah
persoalan kebiasaan dalam kehidupan’’.
KETUJUH
TINDAKAN ITU ETIS HARUS TULUS. Betatapun
’’Benar-nya’’ suatu tindakan,apabila dilakukan
dengan maksud-maksud tertentu dibalik tindakan
itu (’’Ada Udang dibalik Batu’’), maka dianggap
tidak etis. Retorika apapun dan hasil apapun yang
dibangun atas niat buruk, tetap tidak bernilai
secara etis. Terkadang kita saksikan, begitu
cekatan penanganan terhadap seseorang yang
diduga melakukan kesalahan,akan tetapi
tindakanya tersebut sebetulnya dimakudkan agar
orang tersebut tidak sempat bernyanyi .
KEDELAPAN
TINDAKAN ITU, TIDAK MENGHALALKAN
SEGALA CARA UNTUK MENCAPAI TUJUAN.
Betatapun baiknya tujuan yang akan dicapai,
apabila dilakukan dengan cara-cara yang
tidak baik, maka yang demikian itu, dianggap
tidak etis. ’’Tujuan Tidak Boleh Menghalalkan
Segala Cara’’.
KESEMBILAN
TINDAKAN ETIS ITU, BERANI MENGAMBIL RISIKO.
Seorang yang berani mengatakan yang benar itu benar
dan yang salah itu salah pantas menjadi orang yang
luar biasa. Mengatakan yang demikian tidak mudah,
karena boleh jadi kehidupan dia menjadi sunyi dan
sepi, dikucilkan dan disingkirkan,tapi itulah nilai ’’nilai
kepahlawanan’’. Sartre, Filsuf besar Perancis pernah
mengatakan:’’Dalam mengambil keputusan, banyak
manusia cenderung mengelakan diri dari
tanggungjawab sebagai manusia bebas.Mengapa?
Tidak ada kesungguhan dan keberanian dan
keberanian untuk memikul risiko dari keputusan itu’’.
KESEPULUH
TINDAKAN ETIS ITU HARUS BERMETODE.
Terkadang orang berpikiran tidak perlu
menggunakan metode (cara) dalam tindakan
melakukan tinakan etis. Tindakan etis itu
harus sejalan dengan ilmu, agama dan seni.

Anda mungkin juga menyukai