Anda di halaman 1dari 26

HUKUM TUHAN

KELOMPOK II
AYUB PERNANDA
TIMOTHY MATTHEW JEREMI DIRK
LIN MELANI
MIRANDA MARCHELIA MARIA
Hukum dan Injil

 Keselamatan adalah karunia yang datang karena anugerah


melalui iman, bukan karya dari hukum itu (Ef. 2:8). “Bukan
karena perbuatan yang baik karena melakukan hukum,
bukan dengan usaha yang bagaimana pun yang dipujikan,
bukan pula karena perbuatan yang baik—apakah banyak
atau sedikit, pengorbanan atau tidak,—dengan cara
bagaimana pun dapat membenarkan orang berdosa (Tit.
3:5; Rm. 3:20).”18
 Di dalam Kitab Suci terdapatlah keselarasan yang
sempurna antara hukum dan Injil, satu dengan yang lain
saling meninggikan
Hukum dan injil sebelum Sinai

Apabila Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, maka


tahulah mereka apa artinya bersalah, takut, dan
kekurangan (Kej. 3:10). Allah menyambut dan
menjawab atas kekurangan mereka bukan dengan
menghapuskan hukum yang menghakimkan mereka;
melainkan dengan memberikan kepada mereka Injil
yang dapat memulihkan mereka kembali ke dalam
persekutuan dan penurutan kepada-Nya.
Injil ini berisi janji penebusan melalui Juruselamat,
benih perempuan itu, yang pada suatu ketika kelak
akan datang dan menang atas yang jahat (Kej. 3:15).
Sistem persembahan yang diberikan Tuhan untuk
mengajarkan kepada mereka pentingnya kebenaran
mengenai pendamaian: bahwa pengampunan dapat
diperoleh hanya melalui penumpahan darah melalui
kematian Juruselamat.
Dengan mempercayai bahwa korban binatang yang
dipersembahkan itu merupakan lambang kematian
yang mendatangkan pendamaian dari Kristus demi
mereka, maka mereka memperoleh pengampunan
dari dosa. Mereka diselamatkan oleh anugerah.
Janji Injil ini adalah pusat perjanjian Allah yang
kekal dari hal anugerah yang diberikan kepada
manusia (Kej. 12:1-3; 15:4, 5; 17:1-9). Hal ini sangat
erat kaitannya dengan penurutan kepada hukum
Allah (Kej. 18:18, 19;26:4, 5).
 Janji Injil ini adalah pusat perjanjian Allah yang kekal dari hal
anugerah yang diberikan kepada manusia (Kej. 12:1-3; 15:4, 5; 17:1-9).
Hal ini sangat erat kaitannya dengan penurutan kepada hukum Allah
(Kej. 18:18, 19;26:4, 5).
 Kepastian janji Allah itu adalah Anak Allah, yang satu-satunya menjadi
inti Injil, yakni “sejak dunia dijadikan di dalam kitab kehidupan dari
Anak Domba, yang telah disembelih” (Why. 13:8). Anugerah Allah,
segera berlangsung begitu Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa. Daud
berkata, ”Tetapi kasih setia Tuhan dari selama-lamanya sampai
selama-lamanya atas orang-orang yang takut akan Dia, ...bagi orang-
orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan yang ingat untuk
melakukan titah-Nya” (Mzm. 103:17, 18).
Hukum dan Injil di Sinai

 Ada hubungan yang erat antara Sepuluh Firman dengan


Injil. Pendahuluan hukum itu, misalnya, menunjuk kepada
Allah sebagai Penebus (Kel. 20:1).
 Dan setelah proklamasi Sepuluh Hukum, Allah menyuruh
orang-orang Israel mendirikan mezbah dan mulai
mempersembahkan persembahan yang mengungkapkan
anugerah-Nya yang menyelamatkan.
 Di Bukit Sinai Allah memberikan sebagian besar hukum
keupacaraan yang berhubungan dengan pembangunan
kaabah, yang menjadi tempat kediaman Allah bersama
umat-Nya dan tempat berjumpa dengan mereka untuk
membagikan berkat-berkat-Nya serta mengampuni dosa-
dosa mereka (Kel. 24:9-31:18).
 Perluasan sistem persembahan yang sederhana ini telah
ada sebelum Sinai, membayangkan karya pengantaraan
Kristus bagi penebusan orang-orang yang berdosa dan
pengesahan kuasa dan kesucian hukum Allah.
 Tempat kediaman Allah adalah di Bilik Yang Mahasuci
yang terdapat di dunia, di tempat kemurahan di tabut
tempat beradanya Sepuluh Hukum. Setiap aspek pelayanan
bait suci melambangkan Juruselamat. Korban sembelihan
menunjukkan kematian-Nya yang mengadakan
pengantaraan, yang akan menebus umat manusia dari
hukuman yang didatangkan oleh hukum itu
 Mulai dari Sinai sampai kepada kematian Kristus, para
pelanggar Sepuluh Hukum dapat memperoleh
pengharapan, pengampunan dan penyucian dengan iman
dalam Injil yang digambarkan oleh pelayanan bait suci dari
hukum keupacaraan itu.
Hukum dan Injil Sesudah Salip

Sesuai dengan pengamatan sebagian besar orang


Kristen, Alkitab menunjukkan bahwa sementara
kematian Kristus menghapuskan hukum keupacaraan,
maka dikukuhkan seterusnya keabsahan hukum moral.
Simaklah bukti berikut ini:
1. Hukum Keupacaraan
Apabila Kristus mati, Ia menggenapi lambang nubuat
sistem korban-korban persembahan. Lambang dengan yang
dilambangkannya bertemu, sehingga berakhirlah hukum
keupacaraan itu. Berabad-abad sebelumnya Daniel telah
meramalkan bahwa kematian Mesias akan “menghentikan
korban sembelihan dan korban santapan” (Dan. 9:27; baca
juga bab 4). Waktu Yesus mati, tirai di bait suci secara ajaib
tercarik dua dari atas ke bawah (Mat. 27:51), menunjukkan
berakhirnya makna rohani pelayanan di bait suci.
 Walaupun hukum keupacaraan memenuhi peran penting sebelum
kematian Kristus, dalam banyak hal hukum ini tidaklah sempurna,
karena sebagai “bayangan saja dari keselamatan yang akan datang”
(Ibr. 10:1). Yang diperankannya ialah tujuan yang bersifat sementara
dan membebani umat Allah sampai tibanya “waktu pembaharuan”
(Ibr. 9:10; Gal. 3:19)—sampai tiba waktunya Kristus mati sebagai
Domba Allah yang sejati.
 Pada waktu kematian Kristus batas hukum keupacaraan berakhir.
Korban pendamaian yang dilakukan-Nya cukup mengampuni dosa-
dosa semua orang. Tindakan ini “menghapuskan surat utang, yang
oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan
itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu salib” (Kol.
2:14; Ul. 31:26).
 Oleh karena itu, tidak perlu lagi mengadakan upacara yang telah
dihapuskan, karena hal itu tidak dapat menghapus dosa atau
menyucikan hati nurani(Ibr. 10:4; 9:9, 14).
 Dengan kematian Yesus, orang-orang percaya tidak perlu lagi
berhubungan dengan bayang-bayang—refleksi realitas Kristus.
Secara langsung sekarang mereka dapat menghampiri Juruselamat
sendiri,
 Kematian Kristus menghapuskan “segala perintah dan
ketentuannya,” meruntuhkan “tembok pemisah” antara orang
yang bukan Yahudi dan orang Yahudi sehingga menciptakan
sebuah keluarga baru, yakni umat percaya, yang diperdamaikan ke
dalam “satu tubuh... pada salib itu” (Ef. 2:14-16).
2. Sepuluh hukum dengan salip
 Sementara kematian Kristus mengakhiri otoritas hukum
keupacaraan, justru Sepuluh Hukum itu ditegakkannya. Kristus
menanggung kutuk hukum, dengan demikian membebaskan umat
percaya dari hukuman. Dengan melakukan demikian, bukan
berarti bahwa hukum itu sudah dihapuskan dan memberikan
kebebasan kepada kita untuk melanggar asas-asas atau
prinsipnya.
 Calvin dengan tegas mengatakan bahwa “kita tidak boleh
membayangkan bahwa kedatangan Kristus telah membebaskan
kita dari kekuasaan hukum; karena hukum itulah peraturan yang
abadi dari pengabdian dan hidup yang suci, dan harus, karena
itulah keadilan Allah yang tidak pernah dapat berubah.”
 Paulus melukiskan hubungan antara penurutan dan Injil anugerah
yang menyelamatkan. Memanggil orang-orang beriman agar
hidup suci, ia menantang mereka agar mereka
mempersembahkan diri sendiri “menjadi senjata-senjata
kebenaran. Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa,
karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di
bawah kasih karunia” (Rm.6:13, 14).
 Oleh karena itu, orang Kristen tidak memelihara hukum untuk
memperoleh keselamatan. barangsiapa yang berusaha melakukan
pemeliharaan hukum itu untuk memperoleh keselamatan
hanyalah akan memperdalam perhambaan dalam dosa.
 “Selama manusia berada di bawah hukum ia tetap di bawah
kuasa dosa, karena hukum tidak dapat menyelamatkan seseorang
dari hukuman mau pun dari kuasa dosa. Akan tetapi barangsiapa
yang berada di bawah anugerah mene-rima bukan saja kelepasan
dari hukuman (Rm. 8:1), tetapi juga kuasa untuk mengalahkan
(Rm. 6:4). Dengan demikian, maka dosa tidak lagi berkuasa atas
mereka.”
“Sebab Kristus,” kata Paulus menambahkan, “adalah
kegenapan hukum Taurat, sehingga kebenaran diperoleh
tiap-tiap orang yang percaya” (Rm. 10:4). Lalu, setiap
orang yang percaya di dalam Kristus mengakui bahwa
Dialah akhir hukum yang menjadi sebuah jalan untuk
memperoleh kebenaran. Kita adalah orang-orang yang
berdosa, tetapi di dalam Kristus Yesus kita dibenarkan
melalui kebenaran-Nya yang dihisabkan.
Kematian Kristus memuliakan dan membesarkan
hukum, meninggikan otoritasnya yang bersifat
universal. Jika Sepuluh Hukum (Dekalog) dapat diubah,
maka Kristus tidak perlu mati. Akan tetapi karena
hukum ini mutlak dan tidak dapat diubah, kematian
menjadi syarat pembayarannya. Dengan matinya
Kristus di kayu palang, persyaratan ini dipenuhi,
memungkinkan kehidupan kekal dapat diperoleh semua
orang yang menerima pengorbanan-Nya yang amat
mulia itu.
PENURUTAN KEPADA HUKUM

 Tiada orang yang dapat memperoleh keselamatan dengan


usahanya yang baik. Penurutan adalah buah keselamatan di
dalam Kristus. Melalui anugerah-Nya yang ajaib, terutama yang
dinyatakan di kayu salib, Allah telah membebaskan umat-Nya
dari hukuman dan kutuk dosa.
 Orang-orang percaya yang mengerti bahwa Kristus menghargai
hukum dan orang yang mengerti bahwa Kristus menghargai
hukum dan orang yang mengerti berkat-berkat penurutan akan
digerakkan dengan tangguh untuk menghayati hidup seperti
hidup yang dihayati Kristus.
Kristus dan Hukum

 Kristus sangat menghargai Sepuluh Hukum. Sebagaimana Yang


Agung “AKU ADALAH AKU,” Ia sendiri mengumumkan hukum
moral Bapa dari Sinai (Yoh. 8:58; Kel. 3:14)
 Sebuah ayat dari Mazmur yang menyatakan bahwa Perjanjian Baru
dikenakan kepada Kristus membuat jelas sikap-Nya terhadap hukum:
“Aku suka melakukan kehendak-Mu, ya Allahku; Taurat-Mu ada
dalam dadaku” (Mzm. 40:8; bandingkan Ibr. 10:5,7).
 Kristus datang bukan hanya untuk menebus manusia tetapi juga
mempertahankan otoritas dan kesucian hukum Allah, menampilkan
kebesaran dan kemuliaan di hadapan orang banyak serta memberikan
kepada mereka teladan bagaimana berhubungan dengannya.
 Sebagai pengikut-pengikut- Nya, orang-orang Kristen dipanggil untuk
memuliakan hukum Tuhan selama hidup mereka. Kristus menghayati
suatu kehidupan penurutan dengan kasih diri-Nya Sendiri, Ia
menekankan bahwa para pengikut-Nya harus menjadi pemelihara
hukum.
 Apabila ditanyakan mengenai syarat-syarat untuk memperoleh hidup
kekal, Ia menjawab, “Jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup,
turutilah segala perintah Allah” (Mat. 19:17). Ia juga mengamarkan
pelanggaran terhadap asas ini, “Bukan setiap orang yang berseru
kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga,
melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.”
Para pelanggar hukum akan ditolak masuk ke dalamnya (Mat. 7:21-
23).
 Dengan tegas Kristus menekankan bahwa tujuan mulia hukum
Allah itu haruslah senantiasa disimpan di dalam pikiran:
mengasihi Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, jiwa raga dan
pikiranmu dan sesamamu seperti dirimu sendiri (Mat. 22:37, 38).
 Bagaimanapun, Ia ingin agar para pengikut-Nya jangan
mengasihi sesamanya sebagaimana menurut kasih yang
ditafsirkan dunia ini, yang mementingkan diri atau sentimental
saja. Untuk menjelaskan kasih yang dibicarakan- Nya, Kristus
memberikan “hukum yang baru” (Yoh. 13:34).
 Hukum yang baru ini bukanlah mengambil tempat Sepuluh
Firman, melainkan menyediakan bagi umat percaya dengan
“sebuah teladan apa sebenarnya kasih sejati yang tidak
mementingkan diri sendiri itu, kasih yang belum pernah
disaksikan di atas dunia ini. Dengan demikianlah perintah- Nya
ini dapat dilukiskan sebagai sebuah perintah baru. Yang
memerintahkan mereka bukan hanya sekadar “supaya kamu
saling mengasihi,” tetapi “supaya kamu saling mengasihi, seperti
Aku telah mengasihi kamu” (Yoh. 15:12).
Berkat-berkat Penurutan

 Penurutan mengembangkan tabiat Kristen dan menghasilkan suatu perasaan yang


baik, menjadikan umat percaya bertumbuh sebagai “bayi yang baru lahir” dan akan
diubah menjadi serupa dengan gambar Kristus (1 Ptr. 2:2; 2 Kor. 3:18). Perubahan
dari orang berdosa menjadi anak Allah akan menjadikan saksi yang berhasil baik
terhadap kuasa Kristus.
 Berkat-berkat penurutan itu banyak:
 (1) kebijaksanaan dan akal budi (Mzm. 119:98, 99);
 (2) damai (Mzm. 119:165; Yes. 48:18);
 (3) pembenaran (Ul. 6:25; Yes. 48:18);
 (4) Kemurnian dan kehidupan moral (Ams. 7:1-5);
 (5) pengetahuan akan kebenaran (Yoh. 7:17);
 (6) penjagaan terhadap penyakit;
 (7) panjang usia (Ams. 3:1, 2; 4:10, 22);
 (8) jaminan bahwa doa seseorang akan dijawab (1 Yoh. 3:22; bnd Mzm.66:18).
Dengan mengundang kita supaya menjadi penurut,
Allah menjanjikan berkat yang berkelimpahan (Im.
26:3-10; Ul. 28:1-12). Apabila kita menyambut dengan
positif, maka kita akan menjadi “harta kesayangan”
Tuhan “menjadi... kerajaan imam dan bangsa yang
kudus” (Kel. 19:5, 6, 1 Ptr. 2:5, 9), ditinggikan “di atas
segala bangsa di bumi,” “menjadi kepala dan bukan
menjadi ekor” (Ul. 28:1, 13).

Anda mungkin juga menyukai