Anda di halaman 1dari 120

REVILA AULIA

405150144
LO1
MM MACAM INFEKSI
SALURAN PERNAPASAN
BAWAH
Pneumonia
Definisi

 Peradangan yang mengenai parenkim


paru, dari bronkiolus terminalis yang
mencangkup bronkiolus respiratorius,
dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat.
Etiologi
 Infeksi melalui droplet  Streptococcus pneumoniae
 Infeksi melalui selang infus  Staphylococcus
aureus
 Infeksi pada pemakaian ventilator  P. aeruginosa
dan Enterobacter
 Gangguan kekebalan
 Penyakit kronik
 Polusi lingkungan
 Penggunaan antibiotika yang tidak tepat 
karakteristik kuman berubah
Mikroorganisme penyebab pneumonia
Group Penyebab Tipe pneumonia
Bakteri -Streptokokus pneumonia Pneumonia bakterial
-Streptokokus pyogenes
-Stafilokokus aureus
-Klebsiela pneumonia
-E. Coli
-Yersinia pestis
-“legionnaires” baccilus Legionnaires disease

Aktinomisetes -A. Israeli Aktinomikosis pulmonal


-Nokardia asteroides Nokardiosis pulmonal

Fungi -Kokidoides imitis Kokidioidomikosis


-Histoplasma kapsulatum Histoplasmosis
-Blastomises dermatitidis Blastomikosis
-Aspergilus Aspergilosis
-Fikomisetes Mukormikosis

Riketsia -Koksiela burnetti Q fever


Group Penyebab Tipe pneumonia

Klamidia Klamidia psittaci -psitakosis


-ornitosis

Mikoplasma Mikoplasma pneumonia Pneumonia mikoplasma

Virus -influenza virus Pneumonia viral


-respiratory syncytial
adenovirus

Protozoa Pneumositis karinii Pneumonia


pneumosistis(pneumonia
plasma sel)
Patogenesis
 Kuman masuk bersama sekret bronkus kedalam alveoli --> reaksi
radang  infiltrasi sel2 radang
 Awal pertahanan tubuh  fagositosis kuman penyakit o/ sel2 radang
 Pada waktu terjadi proses infeksi, akan tampak 4 zona pada daerah
radang tersebut :
› Zona luar: alveol terisi kuman pneumokok
› Zona permulaan konsolidasi: tersiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel
darah merah
› Zona konsolidasi yanng luas: daerah terjadinya fagositosis yang aktif dengan
jumlah PMN yang banyak
› Zona resolusi : daerah terjadinya resolusi dengan banyak bakteri yang mati,
lekosit dan makrofag alveoler
 Hepatisasi merah: merupakan daerah perifer tempat terjadinya
perdarahan
 Hepatisasi kelabu: merupakan daerah konsolidasi yang luas
Gejala & Tanda
 Batuk dengan mukus kehijauan ; sputum berdarah (kadang-
kadang)
 Demam disertai menggigil
 Nyeri dada yg bertambah saat bernapas dalam atau batuk
 Napas cepat & dangkal
 Napas pendek

Gejala tambahan :
 Sakit kepala
 Berkeringat banyak & kulit yang lembab
 Tidak nafsu makan
 Kelelahan
 Confusion, khusunya pada orang lanjut usia
Perbedaan Manifestasi Klinis Pneumonia
Bakterial dan Non-Bakterial
gejala bakterial/tipikal Non –bakterial campuran
/atipikal

Usia Lebih tua Muda Lebih tua

onset cepat Lebih lambat cepat

Batuk Produktif Tidak Tidak menonjol

sputum Purulen/berdarah (-) mukoid Bisa purulen


gejala bakterial/tipikal Non campuran
bakterial/atipikal

nyeri dada Sering Jarang Sering

Konsolidasi Sering Jarang Jarang

Lekositosis Jelas Tak ada Ringan

Torak foto Segmen lobar Interstitial diffus Interstitial

penyebab bakteri Mycoplasma virus TBC


Legionella
Clamydia
Pemeriksaan fisik
 Inspeksi: berkeringat, panas tinggi, menggigil
 Palpasi: fremitus meningkat pada sisi yang sakit
 Perkusi: di daerah sakit didapatkan redup
 Auskultasi: suara nafas bronkial, ronki basah
halus, whispered pectoriloquoy. Kadang2
terdengan bising gesek pleura
 Distensi abdomen
Pemeriksaan Penunjang
 Gram's stain & kultur sputum
 CBC utk periksa jumlah leukosit (ada
eosinofilia  ada infeksi bakteri)
 Gas darah arteri utk periksa Saturasi Oksigen
darah)
 CAT scan
 Kultur jaringan paru jika terdapat cairan di
pleura paru
Penatalaksanaan
 Farmakologi :
- oral macrolide antibiotics (azithromycin,
clarithromycin, or erythromycin)
- utk kasus lebih parah (disertai peny.lain seperti
jantung,PPOK, atau emfisema, ginjal, diabetes, diberikan :
- Fluoroquinolone (levofloxacin (Levaquin), sparfloxacin
(Zagam), atau gemifloxacin (Factive), moxifloxacin
(Avelox)
- Amoxicillin dosis tinggi atau amoxicillin- clavulanate +
macrolide antibiotic (azithromycin, clarithromycin, or
erythromycin)
mikroorganisme antibiotika
Pneumococcus Penisilin, sefalosporin, makrolide
Haemophillus Sefalosporin gen. 3,
amoxyc/clavulanic
Staphylococcus Flucloxacilin, sefalosporin, makrolide
Legionella Makrolide
Mycoplasma Tetrasiklin, Makrolide
Anaerob Metronidazole
Kuman gram (-) Sefalosporin, aminoglikosida
Virus Sefalosporin, aminoglikosida
Kuman oportunis Sefalosporin, aminoglikosida
Non Farmakologis
 Minum air putih untuk membantu
mengeluarkan dahak
 Istirahat yang cukup
Bronkitis
 Definisi:
› Bronkitis akut: Proses inflamasi selintas yang mengenai
trakea, bronkus utama dan menengah yang
bermanifestasi sebagai batuk, serta biasanya membaik
dalam 2 minggu.
› Bronkitis kronik: Kondisi kronis atau berulang dari batuk
produktif yang terjadi selama tiga bulan dalam setahun
dan berlangsung selama dua tahun.

Sumber: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, ed. Buku ajar respirologi anak. Edisi pertama. Jakarta: IDAI,
2008. 17
Bronkitis
 Etiologi:
› Virus
 Rhinovirus, RSV, virus Influenza, virus Parainfluenza, Adenovirus, virus
Rubeola, Paramyxovirus.
› Bakteri (infeksi sekunder)
 Pseudomonas aeroginosa, Staphylococcus aureus, Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae, Corynebacterium diphteriae,
Bordetella pertussis.
› Zat iritan:
 Asam lambung, polusi lingkungan

› Pajanan yang berat:


 Aspirasi setelah muntah, pajanan dalam jumlah besar terhadap zat kimia
Sumber: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, ed. Buku ajar respirologi anak. Edisi pertama. Jakarta: IDAI, 2008. 18
Bronkitis
 Tanda dan gejala
› Mengikuti gejala-gejala infeksi saluran respiratori seperti rinitis
dan faringitis.
 Batuk
 Muntah pada saat batuk
 Nyeri dada pada keadaan yang lebih berat
› Sebagian besar bronkitis akut dapat sembuh tanpa pengobatan
sama sekali.

 Prognosis
› Bergantung pada tatalaksana yang tepat atau mengatasi
penyakit yang mendasari.
Sumber: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, ed. Buku ajar respirologi anak. Edisi pertama. Jakarta: IDAI, 2008. 19
Bronkiektasis
 Definisi:
› Penyakit kronis progresif yang ditandai dengan dilatasi bronkus dan
bronkiolus yang bersifat menetap serta penebalan dinding bronkus.

 Etiologi:
› Infeksi campak
› Aspirasi benda asing
› Kelainan kongenital
› Defisiensi imun
› Kelainan jaringan ikat
› Infeksi HIV
› Komplikasi allergic bronchopulmonary fungal disease
› Defisiensi alpha l-antitrypsin inhibitor.
Sumber: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, ed. Buku ajar respirologi anak. Edisi pertama. Jakarta: IDAI, 2008. 20
Bronkiektasis
 Tanda dan gejala:
› Batuk produktif, > 6 minggu.
› Batuk pada pagi hari dan memberat pada siang hari..
› Sputum: mukoid, mukopurulen, kental atau blood-streak
sputum.
› Demam (tidak selalu ditemukan)
› Sesak napas, mengi
› Ditemukan crackles atau ronkhi kasar
› Clubbing finger

Sumber: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, ed. Buku ajar respirologi anak. Edisi pertama.
21
Jakarta: IDAI, 2008.
Patogenesis
 Kongenital  patogenesis nya tidak diketahui,
diduga erat berhubungan dengan faktor genetik,
faktor pertumbuhan & perkembangan fetus dalam
kandungan
 Didapat  Ada beberapa faktor yang diduga ikut
berperan :
› Faktor obstruksi bronkus
› Faktor infeksi pada bronkus atau paru
› Faktor adanya beberapa penyakit tertentu (fibrosis
paru, asthmatic pulmonary eosinophilia)
› Faktor intrinsik dalam bronkus atau paru
2 mekanisme dasar patogenesis bronkiektasis :
 Faktor infeksi bakterial
› Infeksi pada bronkus atau paru  destruksi dinding
bronkus daerah infeksi  bronkiektasi
 Obstruksi bronkus
› Misalnya tuberkulosis kelenjar limfe pada
anak,karsinoma bronkus,korpus alienum dalam
bronkusbronkiektasi.
Pada bronkiektasi mungkin terjadi infeksi sekunder
(sputum berubah dari mukoid dan putih jernih
menjadi kuning/ kehijauan/berbau busuk. Sputum
berbau busuk infeksi sekunder kuman anaerob
(fusifornis fusiformis, treponema vincenti, anaerobik
streptococci, dsb), kuman aerob yang sering
(streptokukus pneumonia, H.influenza, klebsiella
ozaena,dsb).
Perubahan Morfologis Bronkus
 Dinding bronkus  inflamasi bersifat destruktif dan
reversibel, ditemukan proses fibrosis,juga terjadi kerusakan
pada otot polos, pembuluh darah, dan tulang rawan bronkus.
 Mukosa bronkus  permukaannya abnormal silia pada sel
epitel menghilang, metaplasia squamosa, sebukan hebat sel
inflamasi.
 Jaringan paru peribronkial  pada parenkim paru peribronkial
ditemukan pneumonia, fibrosis paru/pleuritis apabila
prosesnya dekat pleura.
 Pada keadaan berat jaringan paru distal bronkiektasis akan
diganti oleh jaringan fibrotik dengan kista berisi nanah. Arteri
bronkialis di sekitarnya mengalami pelebaran (aneurysma
rasmussen)/membentuk anyaman/anastomosis dengan
pembuluh sirkulasi pulmonal.
Bronkiektasis
 Pemeriksaan penunjang
› Pemeriksaan lab
› Pemeriksaan bronkografi
› Pemeriksaan radiologis
 Hilangnya bronchovascular markings
 Rongga kistik dengan air-fluid levels
 Bayanga opak yang menyebar
 Atelektasis linear
 Saluran respiratorik yang tampak melebar dan menebal
› High Resolution CT
 Tramlines, signet ring appearance
 Varikosa
 Kistik
 Bentuk campuran
25
Sumber: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, ed. Buku ajar respirologi anak. Edisi pertama. Jakarta: IDAI, 2008.
Bronkiektasis
 Prognosis:
› Jika penyebab kerusakannya diketahui dini, prognosis
cukup baik.

 Diagnosis banding:
› Hemosiderosis
› Hipersensitivitas pneumonitis
› Obstructive sleep apnea syndrome (OSAS)
› Right middle-lobe syndrome
› Sarkoidosis
› Trakeomalasia 26
Sumber: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, ed. Buku ajar respirologi anak. Edisi pertama. Jakarta: IDAI, 2008.
Pengobatan
 Tujuan : mengendalikan infeksi dan pembentukan
dahak,membebaskan penyumbatan saluran
pernafasan serta mencegah komplikasi.
 Drainase postural yang dilakukan secara teratur
setiap hari, merupakan bagian dari pengobatan untuk
membuang dahak.
 Untuk mengatasi infeksi seringkali diberikan
antibiotik, bronkodilator, ekspektoran.
 Pengangkatan paru melalui pembedahan  tidak
memberikan respon terhadap pemberian obat atau
pada penderita yang mengalami perdarahan hebat.
Pencegahan
 Imunisasi campak dan pertusis pada masa kanak-kanak,
menurunkan angka kejadian bronkiektasis
 Vaksin influenza berkala membantu mencegah kerusakan bronkus
oleh virus flu.
 Vaksin pneumokok membantu mencegah komplikasi berat dari
pneumonnia pneumokok.
 Minum antibiotik dini saat infeksi juga mencegah bronkiektasis
atau memburuknya penyakit.
 Pengobatan dengan imunoglobulin pada sindroma kekurangan
imunoglobulin mencegah infeksi berulang yang telah mengalami
komplikasi.
 Penggunaan anti peradangan yang tepat
 Menghindari udara beracun, asap dan serbuk yang berbahaya
 Masuknya benda asing ke saluran pernafasan
Bronkiolitis
 Definisi:
› Penyakit IRA-bawah yang ditandai dengan adanya inflamasi
pada bronkiolus.

 Etiologi:
› 95% kasus  Respiratory Syncytial Virus
› Adenovirus, virus Influenza, virus Parainfluenza, Rhinovirus dan
mikoplasma

Sumber: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, ed. Buku ajar respirologi anak. Edisi pertama. Jakarta: IDAI, 2008. 29
Bronkiolitis
 Tanda dan gejala:
› Pilek ringan
› Batuk
› Demam (>38,5 oC)
› Penurunan nafsu makan
› Muntah serta batuk
› Napas berbunyi

Sumber: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, ed. Buku ajar respirologi anak. Edisi pertama. Jakarta: IDAI, 2008. 30
Bronkiolitis
 Pemeriksaan fisik:
› Ekspirasi memanjang hingga wheezing
› Sianosis
› Takipnea
› Takikardia
› Konjungtivitis ringan
› Napas cuping hidung
› Retraksi interkostal

31
Sumber: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, ed. Buku ajar respirologi anak. Edisi pertama. Jakarta: IDAI, 2008.
Bronkiolitis
 Pemeriksaan penunjang:
› Analisis gas darah
› Foto rontgen toraks
 hiperinflasi dan infiltrat (tidak spesifik)
 Atelektasis
 Air trapping
 Diafragma datar
 Peningkatan diameter antero-posterior
› Kultur virus, rapid antigent detection test, polymerase
chain reaction, pengukuran titer antibodi.

32
Sumber: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, ed. Buku ajar respirologi anak. Edisi pertama. Jakarta: IDAI, 2008.
Bronkiolitis
 Diagnosis banding:
› Asma
› Bronkitis
› Gagal jantung kongestif
› Edema paru
› Pneumonia

 Prognosis:
› Infeksi bronkiolitis akut berat pada bayi memiliki keenderungan
akan berkembang menjadi asma.
Sumber: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, ed. Buku ajar respirologi anak. Edisi pertama.
Jakarta: IDAI, 2008. 33
Infeksi saluran napas bawah krn
virus (flu babi, burung, sars)
Avian flu / Influenza burung
 Merupakan penyakit infeksi akibat virus influenza
tipe A yang bisa mengenai unggas.
 Termasuk dalam famili orthomyxoviruses yang
terdiri dari 3 tipe yaitu A,B, dan C.
 Virus tipe B dan C dapat menyebabkan penyakit
pada manusia dengan gejala yang ringan dan tidak
fatal sehingga tidak terlalu mejadi masalah.
 2 protein petanda virus influenza A yaitu protein
hemaglutinin = H dan protein neuraminidase =N

IPD EDISI V JILID III HAL: 2786


 15 macam protein H, H1 hingga H15, sedangkan N
terdiri dari N9.
 Kombinasi dari kedua protein bisa menghasilkan banyak
sekali varian subtype dari virus influenza tipe A.
 Semua subtipe dari virus influenza A dapat menginfeksi
burung yang merupakan pejamu alaminya, sehingga
disebut influenza burung atau avian influenza.
 Subtipe virus influenza tipe A pada manusia adalah dari
kelompok H1,H2,H3, seta N1 dan N2 -> human
influenza.
 Virus avian influenza ini digolongkan dalam Highly
pathogenic avian influenza.

IPD EDISI V JILID III HAL:


2786
Patofisiologi
 Infeksi virus influenza A H5N1  pembentukan
sitokin yang berlebihan (cytokine storm) untuk
menekan replikasi virus  menyebabkan kerusakan
jaringan paru yang luas dan berat  pneumonia
virus  eksudasi dan edema intraalveolar, mobilisasi
sel sel radang dan juga eritrosit dari kapiler sekitar,
pembentukan membran hyalin dan juga fibroblast 
Sel radang akan memproduksi banyak sel mediator
peradangan  difusi O2 terganggu  hipoksia/
anoksia  kematian
Flu Burung (Avian Influenza)

 Faktor risiko:
› Anak kecil
› Usia lanjut
› Rentang waktu yang lebih panjang dari timbulnya gejala hingga dirawat
› Adanya pneumonia
› Leukopeni dan limfopeni
› Menangani unggas sakit atau bangkai unggas
› Memakan daging unggas yang mentah atau tidak dimasak dengan baik.

Sumber: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, ed. Buku ajar respirologi anak. Edisi pertama.
Jakarta: IDAI, 2008. 38
Flu Burung (Avian Influenza)
 Penularan:
› Percik renik sekresi respiratori saat batuk atau bersin
› Penularan secara langsung dari unggas ke manusia

Sumber: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, ed. Buku ajar respirologi anak. Edisi pertama. Jakarta: IDAI, 2008.
39
Manifestasi Klinis

 Terutama terjadi di sistem respiratorik mulai dari yang


ringan sampai berat.
 Umumnya sama dengan gejala ILI
(influenza Like illness), yaitu:
1. Batuk
2. Pilek dan demam (cukup tinggi >38˚C
3. Sefalgia
4. Nyeri tenggorokan
5. Mialgia
6. Malaise
IPD EDISI V JILID III HAL:
2787
 Keluhan gastro-intestinal , berupa diare dan keluhan
lain berupa konjungtivitis.
 Spektrum klinis bisa sangat bervariasi, mulai dari
simptomatik, flu ringan hingga berat, pneumonia, dan
banyak yang berakhir dengan ARDs.
 Umumnya berlangsung progesif dan fatal, sehingga
sebelum sempat terfikir tentang avian influenza, pasien
sudah meninggal (50%).
 Kelainan lab hematologi yang hampir selalu dijumpai
adalah leukopenia, limfopenia, dan trombositopenia.
 Banyak juga yang mengalami gangguan
ginjal(peningkatan ureum dan kreatinin).
 Pada foto toraks bisa berupa infiltrat difus, multilokal
atau tersebar (patchy) atau dapat berupa kolaps lobar.
IPD EDISI V JILID III HAL:
2787
Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
1. Uji konfirmasi:
 Kultur dan identifikasi virus H5N1.
 Uji Real Time Nested PCR (polimerase Chain Reaction) untuk
H5.
 Uji serologi:
 Imunofluorescense (IFA) test : ditemukan antigen (+) dengan
menggunakan antibodi monoklonal influenza A H5N1.
 Uji netralisasi : didapatkan kenaikan titer antibodi spesifik
influenza A/H5N1 sebanyak 4x dalam paired serum dengan uji
netralisasi.
 Uji penapisan : a). Rapid Test unutk mendeteksi influenza A.b)
HI test dengan darah kuda untuk mendeteksi H5N1.c) enzyme
Immunoassay (ELISA) untuk mendeteksi H5N1 IPD EDISI V JILID III HAL:
2788
2. Hematologi
 Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit,
total limfosit. Umumnya ditemukan leukopenia,
limfositopenia, atau limfositosis relatif dan
trombositopenia.
3. Kimia
 Albumin/globulin = menurun, SGOT/SGPT = meningkat,
ureum dan kreatinin = meningkat. Analisa gas darah
dapat normal atau abnormal. Kelainan lab sesuai dengan
perjalanan penyakit dan komplikasi yang ditemukan.
4. Pemeriksaan radiologi
 Foto toraks PA/lateral = ditemukan infiltrat di paru yang
menunjukkan bahwa kasus ini adalah pneumonia.
IPD EDISI V JILID III HAL:
2788
Penatalaksaan
1. Istirahat
2. Peningkatan daya tahan tubuh
3. Pengobatan anti viral
 diberikan awal infeksi yaitu 48 jam pertama:
 Penghambat M2: amantadin (symadine), rimantidin (flu-
madine), dosis: 2x/hari 100mg atau 5mg/kgBB 3-5 hari
 Penghambat neuramidase (WHO): zanamivir (relenza),
oseltamivir (tami-flu), dosis: 2x 75mg 1 minggu.
4. Perawatan respirasi
5. Anti inflamasi
6. Imunomodulator
IPD EDISI V JILID III HAL:
2789
 Departemen Kesehatan RI dalam pedomannya memberikan petunjuk
sebagai berikut:

1. Pada kasus suspek burung diberikan oseltamivir 2x 75mg 5 hari,


simptomatik dan antibiotik jika ada indikasi.
2. Pada kasus probabe flu burung diberikan oseltamivir 2x 75mg selama
5 hari, antibiotik spektrum luas yang mencangkup kuman tipik dan
atipikal, dan streoid jika perlu seperti pada kasus pneumonia berat,
ARDS. Respiratory Care di ICU sesuai indikasi.

 Pencegahan :
1. Untuk yg beresiko tinggi: oseltamivir 75mg sekali sehari selama lebih
dari 7 hari (sampai 6 minggu)

IPD EDISI V JILID III HAL:


2789
Flu Burung (Avian Influenza)

 Prognosis:
› Prognosis tidak baik, banyak kasus yang berakhir
dengan kematian.

Sumber: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, ed. Buku ajar respirologi anak. Edisi pertama.
46
Jakarta: IDAI, 2008.
Flu Babi (H1n1)
Epidemiologi
 Di Meksiko sejak Maret 2009, tak kurang dari
1400 orang terjangkit flu babi, 103 diantaranya
meninggal.

 itu, dilaporkan ada 20 kasus flu babi di Amerika


Serikat, 4 kasus di Kanada, dan 10 kasus di
Selandia Baru.
Manifestasi Klinis
 Pada manusia, gejala flu babi mirip flu manusia,
yaitu demam, lesu, sakit kepala, batuk, pilek,
sakit tenggorokan, mual, muntah dan diare.

 Virus ini menyebar lewat udara, yaitu lewat


bersin dan batuk penderita. Virus tidak menular
lewat daging babi jika dimasak dengan suhu
minimal 710C
Pengobatan
 Untuk mengatasi virus ini, CDC (centers of
disease control and prevention)
merekomendasikan antivirus oseltamivir
(Tamiflu) atau zanamivir (Relenza). Obat ini
efektif jika mulai diberikan dalam 2 hari pertama
gejala nampak.
SARS
 Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS)
adalah penyakit infeksi saluran napas yg
disebabkan oleh virus Corona dengan sekumpulan
gejala klinis yg berat.
 Etiologi  infeksi virus yg tergolong ke dalam
genus Coronavirus (CoV). CoV SARS bersifat
tidak stabil bila berada di lingkungan, namun bisa
tahan berhari-hari dalam suhu kamar

IPD EDISI V JILID III HAL 2790


Penularan
 Melalui kontak langsung membran mukosa (mata,
hidung, dan mulut) dengan droplet pasien yg
terinfeksi
 Berbagai prosedur aerosolisasi di rumah sakit
(intubasi, nebulisasi, suction, dan ventilasi) krn
kontaminasi alat yg digunakan, baik droplet maupun
materi infeksius lainnya seperti partikel feses dan
urin

IPD EDISI V JILID III HAL 2790 - 2791


Patogenesis dan patologi
 Fase awal  10 hari pertama penyakit. Terjadi proses
akut yg mengakibatkan diffuse alveolar damage (DAD)
yg eksudatif. Dicirikan dgn adanya infiltrasi dari
campuran sel-sel inflamasi serta edema dan pembentukan
membran hialin. Juga terjadi kerusakan sel epitel paru
 Fase selanjutnya dimulai tepat setelah 10 hari perjalanan
penyakit dan ditandai dengan perubahan pada DAD
eksudatif menjadi DAD yg terorganisir

IPD EDISI V JILID III HAL 2791


 Terdapat metaplasi sel epitel skuamosa bronkial,
bertambah ragamnya sel, dan fibrosis pada dinding
dan lumen alveolus
 Tampak dominasi pneumosit tipe 2 dengan
pembesaran nukleus, serta nukleoli yg eosinofilik
 Ditemukan sel raksasa dgn banyak nukleus
(multinucleated giant cells) di dalam rongga alveoli

IPD EDISI V JILID III HAL 2791


Manisfestasi klinis
Gejala prodromal
 Dimulai dari gejala infeksi sistemik yg tidak spesifik
spt demam, myalgia, menggigil, dan rasa kaku-kaku
di tubuh, batuk nonproduktif, nyeri kepala, dan
pusing.
 Demam dengan suhu tubuh >38⁰C
 Suara napas biasanya akan terdengar jernih saat
auskultasi, foto dada normal.

IPD EDISI V JILID III HAL 2791-


Manisfestasi pernapasan
 Batuk kering, sesak ketika batuk
 Ronki di basal paru, tidak ditemukan mengi
 Mengalami perburukan pada awal mnggu ke 2
 Saturasi oksigen darah menurun
 Gambaran CT scan toraks menunjukan gambaran
bronchiolitis obliterans organizing pnemunia
(BOOP)  suatu penyakit yg diperantarai oleh
sistem imunitas dan bersifat responsif thd terapi
kortikosteroid

IPD EDISI V JILID III HAL 2792


 Ps dapat mengalami progresi yg buruk ke arah
gagal napas berat dan ARDS
 Faktor lain yg berkaitan dgn keluaran klinis yg
buruk adalah usia lanjut, riwayat penyakit
kardiopulmoner, infiltrat paru bilateral, jumlah
neutrofil yg tinggi, peningkatan kreanitin kinase
serum, dan peningkatan laktat dehidrogenase
 Pneumotoraks dan pneumomediastium  kasus
berat

IPD EDISI V JILID III HAL 2792


Pencegahan
1. Jaga Stamina Tubuh
 Makan Makanan yang bergizi dan bervitamin 
 banyak Tidur dan Istirahat 
 Sedapat mungkin mengurangi makanan luar/jajan
2.Mengurangi Kontak 
 Mengurangi kontak dengan orang yang baru datang
dari luar Negeri
 Gunakan masker terutama jika baru datang dari luar
negeri
3.Periksakanlah diri ke Dokter/ Rumah Sakit/
Puskesmas terdekat Jika sudah menunjukan gejala
 SARS dapat menginfeksi sel lewat protein spike.
. ini masuk ke dalam host sel dan dapat
 Virus
menginjeksi RNA nya
 Protein didalam membran membutuhkan
cathepsins (enzim selular) untuk bereplikasi
didalam sel host
 Cathepsins bekerja dalam pH rendah didalam
vesicle, mempercepat fusi membran virus dan
membran vesicle, jadi protein virus dan asam
nukleat dapat masuk ke dalam sel dan terjadi
replikasi
 Masa Inkubasi, dimana penderita masih sehat dan
tidak menularkan penyakit  2 - 10 hr.   
 Orang yang demam, batuk dan sesak napas, apabila
ia tidak pernah kontak dengan penderita SARS atau
dalam 10 hari terakhir ia tidak bepergian ke daerah /
negara-negara yang terjangkit SARS tersebut 
TIDAK SARS
 SARS belum ada obatnya, namun seperti umumnya
penyakit yang disebabkan Virus, Penyakit ini dapat
sembuh sendiri oleh sistem kekebalan tubuh kita.
Pemeriksaan penunjang
1. Nonspesifik 
untuk menilai kondisi tubuh ps pada saat itu.
Dapat digunakan untuk memperkuat kecurigaan ke arah SARS, tidak
dapat digunakan sbg diagnosis pasti.

 Foto torak:
u/ mengetahui ada tidaknya gambaran infiltrat pneumonia pada
paru ps
 Pemeriksaan darah perifer lengkap:
u/ menilai komposisi sel darah dan pemeriksaan SGOT/SGPT
sbg cerminan dari fs hati

IPD EDISI V JILID III HAL 2793


2. Spesifik 
pemeriksaan yg definitif dan dapat digunakan untuk
mendeteksi langsung penyebab penyakit.

 Pemeriksaan RT-PCR pada spesimen dahak, feses,


dan darah perifer pasien.
 Deteksi antigen serum dan kultur virus
 Deteksi antibodi terhadap CoV virus  gold standar
untuk konfirmasi diagnosis SARS

IPD EDISI V JILID III HAL 2794


Diagnosis
 Kategori yg harus dipenuhi dalam kasus suspek SARS:

1. Demam tinggi dgn suhu >38⁰C atau >100⁰F


2. Satu /lebih keluhan pernapasan termasuk batuk, sesak, dan
kesulitan bernapas disertai dgn satu atau lebih dari:
- Kontak dekat dgn org yg didiagnosa suspek atau probable SARS dlm 10
hari terakhir
- Riwayat perjalan ke tempat/negara yg terkena wabah SARS dalam 10 hari
terakhir
- Bertempat tinggal/pernah tinggal di tempat/negara yg terjangkit wabah
SARS

IPD EDISI V JILID III HAL 2794


 kasus probable SARS 
kasus suspek ditambah dengan penambahan foto toraks
yg menunjukkan tanda-tanda pneumonia atau
respiratory distress syndrome,
atau seorang yg meninggal karena penyakit saluran
pernapasan yg tidak jelas penyebabnya, dan pada
pemeriksaan otopsi ditemukan tanda patologis berupa
respiratory distress syndrome yg jg tdk jelas
penyebabnya

IPD EDISI V JILID III HAL 2794


Tatalaksana kasus suspek SARS
1. Observasi 2x24 jam, perhatikan: kesadaran umum, tanda
vital
(tekanan darah, nadi, frekuensi napas, suhu)
2. Terapi suportif
3. Antibiotik:
amoksisilin atau amoksilin + anti β laktamase oral
ditambah makrolid generasi baru oral (roksitromisin,
klaritromisin, azitromisin)

IPD EDISI V JILID III HAL 2795


Tatalaksana kasus probable
ringan/sedang
1. Terapi suportif
2. Antibiotik
- Golongan betalaktam + anti betalaktamase (iv) ditambah
makrolid generasi baru secara oral, ATAU
- Sefalosporin generasi ke 2 atau ke 3 (iv), ditambah
makrolid generasi baru, ATAU
- Fluorokuinolon respirasi (iv): moxifloxacin,
levofloxacin, gatifloxacin

IPD EDISI V JILID III HAL 2795


Tatalaksana kasus probable berat

1. Terapi suportif
2. Antibiotik
a. Tidak ada faktor resiko infeksi pseudomonas:
- Sefalosporin generasi ke 3 (iv) non pseudomonas
ditambah makrolid generasi baru, ATAU
- Fluorokuinolon respirasi
b. Ada faktor resiko infeksi pseudomonas:
- Sefalosporin anti pseudomonas / karbapenem (iv)
ditambah fluorokuinolon anti pseudomonas /
aminoglikosida ditambah makrolid generasi baru
IPD EDISI V JILID III HAL 2795
3. Kortikosteroid. Hidrokortison (iv) 4mg/kgBB tiap 8
jam, tapering atau metilprednison (iv) 240-320 mg
tiap hari
4. ribavirin. 1,2 gr oral tiap 8 jam atau 8mg/kgBB
intravena tiap 8 jam

IPD EDISI V JILID III HAL 2795


SARS
 Komplikasi dan prognosis:
› Range tingkat kematian
 Tingkat kematian <1% pada pasien usia <24 tahun.
 Tingkat kematian >50% pada pasien usia >65 tahun.
› Prognosis buruk pada pasien dengan infeksi hepatitis B
kronik.

Sumber: Trivedi MN. Severe acute respiratory syndrome (SARS). Medscape. 72


Infeksi saluran napas bawah
krn jamur
infeksi saluran napas bawah krn
jamur
 Faktor predisposisi: pemakaian obat-obat
kortikosteroid, imunosupresif, dan sitostatika
 Gejala bervariasi  mulai dari tanpa gejala
berarti sampai dgn gejala terberat yaitu kematian
 Gejala utama: batuk, batuk kronik dengan dahak,
kadang-kadang sesak napas, batuk darah, sakit
dada, demam

IPD EDISI V JILID III HAL 2267


Klasifikasi
 Berdasarkan jamur penyebab:
1. Aktinomisetes (aktinomikosis, nokardiosis)
2. Ragi dan jamur menyerupai ragi (kriptokokosis,
kandidosis)
3. Jamur berfilamen (aspergilosis, mukormikosis)
4. Jamur dimorfik (histoplasmosis,
koksidiodomikosis, blastomikosis, sporotrikosis)

IPD EDISI V JILID III HAL 2267


 Berdasarkan apakah mikosis paru disebabkan
jamur patogen atau oportunitis:
1. Mikosis paru yg disebabkan oleh jamur patogen,
bisa bersifat:
- Endemik yaitu histoplasmosis, blastomikosis, koksidioi-
domikosis dan parakoksidioidomikosis
- Nonendemik yaitu kriptokokosis
2. Disebabkan jamur oportunis yaitu aspergilosis,
kandidosis, nokardiosis, mukormikosis

IPD EDISI V JILID III HAL 2267


Histoplasmosis
 Disebabkan oleh jamur Histoplasma kapsulatum,
bersifat dimorfik, hidup dalam tanah yg mengandung
kotoran burung, ayam, kelelawar.
 Tumbuh dengan baik pada suhu antara 22⁰C-29⁰C dgn
kelembaban udara 67%-87%
 Infeksi: terhirup spora jamur H. Kapsulatum
 Tidak ditularkan dari manusia ke manusia & hewan ke
manusia atau sebaliknya
 Gambaran klinis: asimptomatik, histoplasmosis akut,
histoplasmosis kronik, histoplasmosis diseminata

IPD EDISI V JILID III HAL 2268


Histoplasmosis asimtomatik
 Pada daerah endemik bisa dijumpai sekitar 90%
penduduk yg terinfeksi H. Capsulatum
 Tidak menimbulkan gejala walaupun tes
histoplasmin positif

IPD EDISI V JILID III HAL 2268


Histoplasmosis paru akut
 Setelah masa inkubasi bisa lebih dari 90% tidak
menunjukan gejala klinis yg khas
 Bisa spora jamur terhirup cukup banyak  sesak
napas, sianosis, sakit dada, rash, eritema multiforme,
sakit pleura
 Hipersensitivitas kulit timbul 4-8 minggu setelah
gejala pertama
 Pemeriksaan radiologi: gambaran infiltrat kecil yg
tersebar, pembesaran kelenjar hilus, dan bila sudah
lama bisa dijumpai kalsifikasi
IPD EDISI V JILID III HAL 2268
Histoplasmosis paru kronik
 Dijumpai pada org dewasa dengan umur paruh
baya riwayat penyakit paru kronik, misalnya: tbc
 Juga pada pasien diabetes melitus dan penyakit
mikosis paru lainnya
 Pada foto dada, kedua lobus atas paru terlihat
adanya kaverne
 Sering disangka tbc paru

IPD EDISI V JILID III HAL 2268


Histoplasmosis diseminata
 Timbul pada ps dgn penyakit yg disertai gangguan fungsi
sel T, ps yg mendapat sitostatik, kortikosteroid, ps AIDS,
transplantasi organ
 Gejala: demam tinggi, hepatosplenomegali,
limfadenopati, pasnsitopenia, dan lesi di mukosa dapat
terjadi berupa lesi ulseratif di mulut, lidah, orofaring.
Organ lain yg bisa kena adalah meningen dan
endokardium
 Foto dada kemungkinan dapat normal, walaupun kadang-
kadang didapati gambaran infiltrat difus

IPD EDISI V JILID III HAL 2268


Diagnosis histoplasmosis
 Tes kulit histoplasmin
 Tes serologik
 Deteksi antigen dr polisakarida histoplasmosis 
penting untuk diagnosis kasus yg berat
 Histoplasmosis kronik dgn kaverne  kultur jamur
dari dahak dan tes serologik biasanya +
 Pada ps AIDS yg disertai histoplasmosis diseminata
 bronchoalveolar lavage (BAL) penting utk
pemeriksaan dahak langsung & kultur

IPD EDISI V JILID III HAL 2268-


Tatalaksana
Jenis penyakit Pengobatan lebih cocok Alternatif
Pulmonari akut Tidak ada
Pulmonari kronik Itrakonazol Amfoterisin B
Diseminata penderita Itrakonazol Amfoterisin B
imunokompeten,
penyakitnya kurang berat
Perburukan cepat, penyakit Amfoterisin B Ganti ke itrakonazol
berat, terlibat SSP, infeksi setelah 2 minggu bila
HIV atau membaik dan stabil secara
imunokompromais lain klinik

IPD EDISI V JILID III HAL 2272


Cryptococcus
 Disebabkan o/ Cryptococcus neoformans
 Habitat: di tanah, terutama yg mengandung kotoran
burung merpati
 Gejala yg timbul menyerupai infeksi paru subakut
dengan batuk. Kebanyakan akan menimbulkan
meningitis subakut atau kronik
 Foto dada menunjukkan tidak spesifik dan bervariasi,
bisa berupa infiltrat, konsolidasi lobus, abses, nodul,
bentuk milier, adenopati hilus, atau efusi pleura

IPD EDISI V JILID III HAL 2269


Diagnosis cryptococcus
 Diagnosis ditegakkan dengan terlihatnya
Cryptococcus pada pemeriksaan histopatologi
atau terisolasinya Cryptococcus dari dahak,
cairan bilasan bronkus, atau jaringan paru.
 Tes antigen serum Cryptococcus

IPD EDISI V JILID III HAL 2269


Tatalaksana
 Pada ps dengan imunosupresi beri amfoterisin B
atau liposomal amfoterisin B secara iv selama 2
minggu dan sampai gejala membaik
 Dilanjutkan flukonasol (400 mg/hari) selama 8
minggu kemudian flukonasol (200 mg/hari) seumur
hidup
 Pada ps yg normal sebelumnya bisa respon dengan
flukonasol selama 6-12 bulan, sbg alternatif bisa
dengan itrakonazol

IPD EDISI V JILID III HAL 2272


Aspergilosis
 Disebabkan oleh jamur aspergilus. Yang paling
sering menimbulkan infeksi: A. Niger, A. Flavus,
A. Clavatus, A. Nidulans
 Tumbuh dalam jaringan sbg hifa
 Spora jamur secara teratur dihirup oleh manusia
dan kemudian jamur ini mengadakan kolonisasi di
permukaan mukosa.

IPD EDISI V JILID III HAL 2269


Allergic Bronchopulmonary
Aspergillosis (ABPA)
 Manisfestasi: badan tidak enak, demam, sesak, sakit dada,
wheezing, dahak yg purulen, dan batuk darah
 5 tahap ABPA  akut, remisi, eksaserbasi berulang, asma
dependen thdp kortikosteroid & fibrosis paru
 Akut: demam, batuk, sesak, sulit mengeluarkan dahak.
Lab: peninggian serum IgE dan eosinofilia. Radiologi:
ditemukan infiltrat di paru. Pada fase ini diberikan
kortikosteroid sampai timbul remisi

IPD EDISI V JILID III HAL 2269-


 Remisi:
ps tidak memberikan gejala sedangkan secara lab menunjukkan penurunan
Ige dan eosinofil darah. Radiologis:
resolusi infiltrat di paru. Tidak diperlukan kortikosteroid pemeliharaan

 Eksaserbasi berulang:
menunjukkan gejala asma yg memerlukan kortikosteroid jangka panjang.
Lab:
peningkatan IgE sedangkan gambaran radiologis berubah-ubah

 Fibrosis paru:
menunjukkan gejala sesak napas dan fibrosis paru. Faal paru menunjukkan
adanya obstruksi dan atau restriksi yg reversibel. Tjd peninggian IgE.
Membutuhkan terapi kortikosteroid jangka panjang

IPD EDISI V JILID III HAL 2270


Aspergiloma
 Terjadi pada ps yg sudah mempunyai kelainan
anatomis pada paru
 Gejala utama: hemoptisis (batuk darah) 
mengancam jiwa pasien. Selain batuk darah, juga
dijumpai gejala penyakit dasarnya
 Radiologis: tampak hifa dan spora jamur
memberikan bayangan radioopak, sedangkan
rongga kavitas radiolusen  membentuk fungus
ball

IPD EDISI V JILID III HAL 2270


Aspergilosis invasif
 Dijumpai pd ps yg mempunyai kelainan sel neutrofil
baik dalam jumlah, fungsi, atau keduanya.
 Gejala spt infeksi paru akut, misalnya berupa
demam, batuk, sesak napas, kadang disertai batuk
darah dan nyeri pleura
 Dijumpai nodul kecil di dasar pleura dengan suatu
halo sign, rongga dari lesi noduler tsb berupa
radiolusen spt bulan sabit yg menggambarkan
jaringan paru yg infark dan kontraksi

IPD EDISI V JILID III HAL 2270


Aspergilosis kronik nekrotizing
 Merupakan bentuk antara aspergiloma dan
aspergilosis invasif
 Dijumpai lesi yg berongga pada lobus atas paru
menyerupai gambaran tbc atau bisa infiltrat kronik
yg berlanjut membentuk aspergiloma atau seuatu lesi
mulai sebagai aspergiloma & menjadi invasif scr
lokal
 Gejala: sesak napas, batuk kronik, berdahak, BB
turun, keringat malam, demam, batuk darah
intermiten
IPD EDISI V JILID III HAL 2270
Diagnosis aspergilosis
 Aspergiloma diagnosisnya ditegakkan secara
radiologis, dimana kelompok hifa dan spora
jamur membentuk fungus ball. IgG antibodi
terhadap antigen aspergilus di serum pasien
positif.
 Diagnosis dugaan aspergilosis invasif sering
dibuat berdasarkan dugaan klinis dan temuan
radiologi atau terdeteksinya antigen
galactomannan di serum
IPD EDISI V JILID III HAL 2270
 ABPD ditegakkan 6. Serum IgE meninggi
berdasarkan:
1. Asma 7. Bronkiektasis proksimal
2. Eosinofilia >1000/mm3
3. Tes kulit (+) terhadap A. 8. IgE dan IgG spesifik
Fumigatus meninggi terhadap A.
4. Presipitin antibodi thd Fumigatus.
aspergilus
5. Radiologis adanya infiltrat 9. Gambaran lain berupa
hasil kultur (+) thd A.
Fumigatus dan reaksi tes
kulit tipe lambat (+)

IPD EDISI V JILID III HAL 2270


Tatalaksana
Jenis penyakit Pengobatan lebih cocok Alternatif
Fungus ball di paru Pembedahan Untuk hemoptisis
embolisasi
Aspergilosis Glukokortikoid jangka Profilaksis intrakonazol
bronkopulmoner alergik pendek
Aspergilosis invasif Varikonasol, liposomal atau Amfoterisin B koloidal
amfoterisin B konvensional dispersi atau kompleks
lipid, itrakonazol, atau
kaspofungin

IPD EDISI V JILID III HAL 2272


Kandidosis
 Disebabkan oleh jamur spesies kandida, yg paling
patogen  Candida albicans
 Secara radiologis bisa dijumpai bercak-bercak
segmental atau ada juga berupa gambaran abses.
 Dengan dijumpai kandida dalam jumlah banyak dan
berulang dalam dahak dan sekret bronkus sudah
memberi dugaan kuat bahwa jamur ini merupakan
penyebab.

IPD EDISI V JILID III HAL 2271


Manisfestasi klinis kandidosis
 Kandidosis primer, timbul krn aspirasi jamur dari
rongga mulut. Manisfestasi klinis dpt berupa
pneumonia atau dpt menyebar ke berbagai organ
 Kadang2 berupa misetoma
 Infeksi sistemik yg melibatkan berbagai organ.
Primer umumnya berasal dari ekstra paru misalnya
dari sal pencernaan yg menyebar secara hematogen
ke paru. Selain itu jg dapat ke hati, jantung, limpa,
dan ginjal

IPD EDISI V JILID III HAL 2271


Tatalaksana
 Diberikan amfoterisin B iv 0,5-0,7 mg/kg sehari
selama 2-4 minggu atau flukonazol

IPD EDISI V JILID III HAL 2272


Mukormikosis
 Disebabkan oleh ordo mucorales yg tdd Rhizopus,
Absidia, Mortierella, dan Mucor
 Infeksi baru tjd bila ada faktor predisposisi berupa
DM, leukemia, gagal ginjal, atau luka bakar
 Infeksi pada paru diperkirakan terjadi setelah
inhalasi jamur, kemudia terjadi trombosis pada
pembuluh darah paru dan infark

IPD EDISI V JILID III HAL 2271


Nokardiosis
 Disebabkan oleh Nocardia sp, N. Astroides.
 Jamur bersifat aerob, gram positif, dan bakteri
berfilamen yg bersifat tahan asam parsial
 Diagnosis ditegakkan berdasarkan dijumpainya
nokardia dalam dahak dan sekret bronkus pasien

IPD EDISI V JILID III HAL 2271


Penyakit pada Saluran
Napas Bawah
Abses paru
 Adalah infeksi destruksi berupa lesi nekrotik
pada jaringan paru yang terlokalisir sehingga
membentuk kavitas yang berisi nanah (pus)
dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih.
 Lebih sering terjadi pada laki-laki dengan usia
tua karena terdapat peningkatan insidens
penyakit periodontal dan peningkatan prevalensi
prevalensi aspirasi.

IPD EDISI V JILID III HAL:


2323
Patofisiologi
 Faktor-faktor yang berinteraksi dalam terjadinya abses paru
seperti daya tahan tubuh dan tipe dari mikroorganisme patogen
yang menjadi penyebab -> aspirasi, statis, sekresi, benda asing,
tumor dan struktur bronkial -> abses paru bronkogenik ->
obstruksi bronkus dan terbawanya organisme virulen yang akan
menyebabkan terjadinya inflamasi pada daerah distal obstruksi
tsb.
 Abses akibat aspirasi paling sering terjadi pada segmen psoterior
lobus / atas segmen apikal lobus bawah dan terjadi pada paru
kanan, karena bronkus utama kanan lebih lurus dibanding kiri.
 Biasanya pada pasien bronkitis kronik karena banyaknya mukus
pada sal napas bawah.
 Pada perokok usia lanjut keganasan bronkogenik bisa
merupakan dasar untuk terjadinya abses paru.
IPD EDISI V JILID III HAL:
 Secara hematogen, yang paling sering terjadi akibat
septikemi/fenomena septik emboli, sekunder dari fokus
infeksi dari bagian lain tubuhnya seperti tricuspid
valve endocarditis.
 Umumnya akan berbentuk abses multipel dan biasanya
disebabkan oleh stafilokokus.
 Penanganan abses multipel dan kecil – kecil adalah
lebih sulit dari abses singel walaupun ukurannya besar.
 Abses primer = bila infeksi diakibatkan aspirasi /
pneumonia yang terjadi pada orang normal
 Abses sekunder = bila infeksi terjadi pada orang yang
sebelumnya sudah mempunyai kondisi seperti
obstruksi, bronkiektasis dan ggg imunitas.
IPD EDISI V JILID III HAL:
2323
 Abses paru dapat terjadi akibat necrotizing pneumonia yang
menyebabkan terjadinya nekrosis dan pencairan pada daerah
yang mengalami konsolidasi, dengan organisme penyebabnya
paling sering ialah staphylococcus aureus, klebsiella
pneumonia dan grup pseudomonas.
 Abses yang terjadi biasanya multipel dan berukuran kecil-kecil
<2cm.
 Bulla/ kista yang sudah ada bisa berkembang menjadi abses
paru.
 Kista bronkogenik yang berisi cairan dan elemen sekresi epitel
merupakan media kultur untuk tumbuhnya mikroorganisme.
 Bila kista mengalami infeksi oleh mikroorganisme yang
virulens akan menjadi abses.
 Abses hepar bakterial/amubik bisa mengalami ruptur dan
menembus diafragma yang akan menyebabkan abses paru pada
lobus bawah paru kanan dan rongga pleura IPD EDISI V JILID III HAL:
2323
Faktor predisposisi terjadinya abses
paru
1. Kondisi yang memudahkan terjadinya aspirasi:
 Gangguan kesadaran: alkoholisme, epilepsi/kejang sebab lain, ganguan
serebrovaskular, anestesi umum, penyalahgunaan obat intravena, koma,
trauma, sepsis.
 Gangguan esofagus dan saluran cerna lainnya: gangguan motilitas
 Fistula trakeoesopageal

2. Sebab iatrogenik
3. Penyakit-penyakit periodontal
4. Kebersihan mulut yang buruk
5. Pencabutan gigi
6. Pneumonia akut
7. Immunosupresi
8. bronkiektasis
9. Kanker paru
10. Infeksi saluran napas atas dan bawah yang belum teratasi.
IPD EDISI V JILID III HAL:
Etiologi
 Kelompok bakteri anaerob, biasanya diakibatkan oleh
pneumonia aspirasi (89%):
1. Bacteriodes melaninogenus
2. Bacteriodes fragilis
3. Peptostreptococcus species
4. Bacillus intermedius
5. Fusobacterium nucleatum
6. Microaerophilic strepcoccus

85-100% dari spesimen yang didapat melalui aspirasi


transtrakheal.
IPD EDISI V JILID III HAL:
2324
 Kelompok bakteri aerob:
 Gram positif:
1. Staphylococcus Aureus
2. Streptococcus Microaerophilic
3. Streptococcus Pyogenes
4. Streptococcus Pneumonia
 Gram negatif: biasanya merupakan sebab nosokomial
1. Klepsiella Pneumoniae
2. Pseudomonas Aeruginosa
3. Escherichia Coli
4. Haemophilus Influenza
5. Actinomyces Species
6. Nocardia Species
7. Gram negatif Bacilli

IPD EDISI V JILID III HAL:


2324
 Kelompok:
1. Jamur: mucoraceae, aspergilus species
2. Parasit, amuba
3. Mikrobakterium

Spektum kuman patogen penyebab abses paru pada pasien


immunocompromised sedikit berbeda.
Pada pasien AIDS kebanyakan kuman adalah bakteri aerob, P.
Carinii dan jamur termasuk Cryptococcus neoforman dan
mycobacterium tuberculosis

IPD EDISI V JILID III HAL:


2324
Gambaran Klinis
 Onset penyakit bisa berjalan lambat atau mendadak/ akut.
 Disebut abses akut bila terjadinya kurang dari 4-6 minggu.
 Umumnya pasien mempunyai riwayat penyakit 1-3 minggu dengan gejala
awal adalah badan terasa lemah, tidak nafsu makan, penurunan berat
badan, batuk kering, keringat malam, demam intermitten bisa disertai
menggigil dengan suhu tubuh mencapai 39,4˚C atau lebih.
 Setelah beberapa hari dahak bisa menjadi purulen dan bisa mengandung
darah.
 Kadang- kadang belum dicurigai abses paru sampai dengan abses
menembus bronkus dan mengeluarkan banyak sputum dalam beberapa jam
sampai dengan beberapa hari yang bisa mengandung jaringan paru yang
mengalami gangren.

IPD EDISI V JILID III HAL:


2324
 Sputum yang bau dan amis dan berwarna anchovy
menunjukkan penyebabmya bakteri anaerob dan
disebut dengan putrid abscesses.
 Bila terdapat nyeri dada menunjukkan keterlibatan
pleura.
 Batuk darah bisa dijumpai, biasanya ringan tetapi ada
yang masif.
 Biasanya penyakit berjalan akut dengan mengelurkan
sputum yang berjumlah banyak dengan lokasi abses
biasanya di segmen apikal lobus atas.
 Abses paru sekunder seperti yang disebabkan oleh
septic emboli paru dengan infark, abses sudah bisa
timbul hanya dalam waktu 2-3 hari.
IPD EDISI V JILID III HAL:
2324
 Pemeriksaan fisik yang ditemukan:
1. Suhu badan meningkat sampai 40˚C
2. Pada paru ditemukan kelainan seperti nyeri tekan lokal
3. Pada daerah terbatas perkusi terdengar redup dengan suara
nafas bronkial.
4. Bila abses luas dan terletak dekat dengan dinding dada
kadang- kadang terdengar suara amforik.
 Suara nafas bronkial/amforik terjadi bila kavitasnya besar
dan karena bronkus masih tetap dalam keadaan terbuka
disertai oleh adanya konsolidasi sekitar abses dan drainase
abses yang baik.
 Biasanya juga terdengar suara ronki

IPD EDISI V JILID III HAL:


2325
 Bila abses paru letaknya dekat pleura dan pecah akan terjadi
piktoraks (empiema torakis) sehingga pada pemeriksaan
fisik ditemukan :
1. pergerakan dinding dada tertinggal pada tempat lesi
2. Fremitus vokal menghilang,
3. Perkusi redup/pekak
4. Bunyi nafas menghilang
5. Terdapat tanda – tanda pendorongan mediastinum terutama
pendorongan jantung ke arah kontra lateral tempat lesi.
 Pada abses paru bisa dijumpai jari tabuh, yang proses
terjadinya berlangsung cepat.

IPD EDISI V JILID III HAL:


2325
Diagnostik
1. Laboratorium:
 Leukositosis (10.000-30.000/mm³) dengan hitung jenis bergeser ke kiri
dan sel polimorfonuklear yang banyak terutama neutropil yang immatur.
 Bila abses berlangsung lama sering ditemukan anemia
 Pemeriksaan dahak (Aspirasi transtrakheal, transtorakal, atau
bilasan/sikatan bronkus)
 Kultur darah
 Pemeriksaan serologi
2. Bronkoskopi:
 dilakukan pada pasien AIDS sebelum dimulai pengobatan karena
banyaknya kuman yang terlibat sulit diprediksi secara klinis.
 10-25% penyebab abses paru pada orang dewasa adalah karsinoma
bronkogenik
 60% didiagnosa menggunakan bronkoskopi
IPD EDISI V JILID III HAL:
2325
3. Aspirasi jarum perkutan:
 Akurasi tinggi untuk diagnosis bakteriologis, dengan
spesifisitas melebihi aspirasi transtrakeal.
4. Radiologi:
 Rö toraks PA/lateral membantu untuk melihat lokasi lesi dan
bentuk abses paru.
 Hari pertama = gambaran opak dari satu atau lebih segmen
paru, atau hanya berupa gambaran densitas homogen yang
berbentuk bulat.
 Kemudian akan ditemukan gambaran rediolusen dalam
banyangan infiltrat yang padat.
 Selanjutnya bila abses tersebut mengalami ruptur terjadi
drainase abses yang tidak sempurna kedalam bronkus, maka
baru akan tampak kavitas irregular dengan batas cairan dan
permukaan udara (air fluid level).
IPD EDISI V JILID III HAL:
2325
 Khas pada abses paru anaerobik kavitasnya singel (soliter) yang biasanya
ditemukan pada infeksi paru primer, sedangkan abses paru
sekunder(aerobik,nosokomial atau hematogen) lesinya bisa multipel.
 1/3 kasus abses paru bisa disertai dengan empiema.
 Empiema yang terlokalisir dan disertai dengan fistula bronkopleura akan
sulit dibedakan dengan gambaran abses paru.
 Unutk suatu gambaran abses paru simple,noduler disertai limfadenopati
hilus maka harus dipikirkan sebabnya adalah suatu keganasan.

IPD EDISI V JILID III HAL:


2325
TATALAKSANA
1. Eradikasi secepatnya dari patogen penyebab
2. Istirahat yang cukup
3. Jika diameter abses paru 4 cm /lebih perlu dirawat inap
4. Posisi berbaring hendaknya miring dengan paru terkena yang terkena
abses berada di atas supaya gravitasi drainase baik.
5. Bila segmen superior lobus bawah yang terkena maka hendaknya bagian
atas tubuh pasien/kepala berada di bagian terbawah (posisi
trendelenberg).
6. Diet biasanya bubur biasa dengan tinggi kalori protein.
7. Bila abses telah mengalami resolusi dapat diberikan nasi biasa.
8. Antibiotik (klindamisin 3x600mg IV , 4x 300mg oral/hari)
9. Regimen alternatif (penisilin G 2-10 juta unit /hari , ada yang
memberikan sampai 25juta unit atau lebih/hari dikombinasikan dengan
streptomisin, kemudian dilanjutkan dengan penisilin oral 4 x 500-750 mg/
hari. IPD EDISI V JILID III HAL:
2326
Komplikasi
1. Komplikasi lokal meliputi penyebaran infeksi melalui aspirasi lewat
bronkus / penyebaran langsung melalui jaringan sekitar.
2. Abses paru yg drainasenya kurang baik bisa mengalami ruptur kesegmen
lain dengan kecenderungan penyebaran infeksi staphylococcus, sedangkan
yang ruptur ke rongga pleura menjadi peotoraks.
3. Abses otak
4. Hemoptisis masif
5. Ruptur pleura viseralis sehingga terjadi piopneumotoraks dan fistula
bronkopleura
6. Abses paru yang resisten(kronik), yaitu yang resisten dengan pengobatan
selama 6 minggu, akan menyebabkan kerusakan paru yang permanen dan
mungkin akan menyisakan suatu bronkiektasis, kor pulmonal dan
amioloidosis.
7. Abses paru kronik menyebabkan anemia , malnutrisi, kekersia, ggg cairan
dan elektrolit serta ggg jantung terutama pada manula.
Pencegahan

1. Menjaga kebersihan mulut


2. Menghindari pemakaian anestesi umum pada
tonsilektomi, pencabutan abses gigi dan operasi sinus
pada nasal akan menurunkan insiden abses paru
3. Setiap infeksi paru akut harus segera diobati sebaik
mungkin terutama bila sebelumnya diduga ada faktor
yang memudahkan terjadinya aspirasi pada manula
yg dirawat di rumah sakit, batuk disertai muntah,
adanya benda asing, kesadaran yang turun dan pasien
yang memakai ventilasi mekanik.
Referensi

1. Sobotta, Atlas der Anatomie des Menschen , 23. A. Elsevier GmbH. Munchen.
2010.
2. Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, ed. Buku ajar respirologi anak. Edisi
pertama. Jakarta: IDAI, 2008.
3. Kliegman RM, Behrman RE, Jensin HB, Stanton BF, eds. Nelson textbook of
pediatrics, 19th ed. Philadelphia, WB Saunders Company, 2011.
4. Trivedi MN. Severe acute respiratory syndrome (SARS). Medscape

120

Anda mungkin juga menyukai