Anda di halaman 1dari 11

Sejarah Kerajaan Kediri

Hanif Adriansyah
16 / X MIPA 2
Kerajaan kediri
Kerajaan Kediri (Kadiri) atau Panjalu merupakan salah satu kerajaan bercorak Hindu-
Buddha di Nusantara yang terletak di Jawa bagian timur. Sejarah Kerajaan Kediri ini
masih terkait dengan Kerajaan Kahuripan dan Dinasti Mataram Kuno, juga Kerajaan
Jenggala.
Kahuripan yang dipimpin oleh Raja Airlangga (1009-1042 M) adalah kerajaan turunan
Dinasti Mataram Kuno periode Jawa Timur. Tamatnya Kerajaan Kahuripan yang berpusat
di sekitar Sidoarjo inilah yang menjadi awal riwayat dua kerajaan baru yakni Jenggala dan
Daha atau Kediri.
Kerajaan Kadiri atau Kediri atau Panjalu, adalah sebuah kerajaan yang terdapat di Jawa Timur antara
tahun 1042-1222. Kerajaan ini berpusat di Dahanapura (Daha), yang menjadi bagian Kota Kediri
sekarang.
Sesungguhnya kota Daha sudah ada sebelum Kerajaan Kadiri berdiri. Daha merupakan singkatan dari
Dahanapura, yang berarti kota api. Nama ini terdapat dalam prasasti Pamwatan yang dikeluarkan
Airlangga tahun 1042. Hal ini sesuai dengan berita dalam Serat Calon Arang bahwa, saat akhir
pemerintahan Airlangga, pusat kerajaan sudah tidak lagi berada di Kahuripan, melainkan pindah ke
Daha.
Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya karena kedua
putranya bersaing memperebutkan takhta. Putra yang bernama Sri Samarawijaya mendapatkan
kerajaan barat bernama Panjalu yang berpusat di kota baru, Daha, sedangkan putra yang bernama
Mapanji Garasakan mendapatkan kerajaan timur bernama Janggala yang berpusat di kota lama, yaitu
Kahuripan.
Kehidupan Politik
Keadaan politik pemerintahan dan keadaan masyarakat di Kediri ini dicatat dalam berita dari Cina, yaitu dalam
kitab Ling-Wai-tai-ta yang ditulis oleh Chou K’u-fei pada tahun 1178 dan pada kitab Chu-fan-chi yang disusun
oleh Chaujukua pada tahun 1225. Kitab itu melukiskan keadaan pemerintahan dan masyarakat zaman Kediri. Kitab
itu menggambarkan masa pemerintahan Kediri termasuk stabil dan pergantian takhta berjalan lancar tanpa
menimbulkan perang saudara. Di dalam menjalankan pemerintahannya, raja dibantu oleh tiga orang putranya dan
empat pejabat kerajaan (rakryan), ditambah 300 pejabat sipil (administrasi) dan 1.000 pegawai rendahan.
Prajuritnya berjumlah 30.000 orang dengan mendapat gaji dari kerajaan. Raja berpakaian sutra, memakai sepatu
kulit, perhiasan emas, dan rambutnya disanggul ke atas. Jika bepergian, raja naik gajah atau kereta dengan dikawal
oleh 500–700 prajurit. Pemerintah sangat memperhatikan keadaan pertanian, peternakan, dan perdagangan. Pencuri
dan perampok jika tertangkap dihukum mati.. Setelah 58 tahun mengalami masa suram, Kerajaan Panjalu (Kediri)
bangkit lagi sekitar tahun 1116.
Kehidupan Ekonomi
• Kediri merupakan kerajaan agraris dan maritim. Masyarakat yang hidup di daerah pedalaman
bermata pencaharian sebagai petani. Hasil pertanian di daerah pedalaman Kerajaan Kediri sangat
melimpah karena didukung oleh kondisi tanah yang subur. Hasil pertanian yang melimpah
memberikan kemakmuran bagi rakyat.
• Masyarakat yang berada di daerah pesisir hidup dari perdagangan dan pelayaran. Pada masa itu
perdagangan dan pelayaran berkembang pesat. Para pedagang Kediri sudah melakukan hubungan
dagang dengan Maluku dan Sriwijaya.
• Pada masa itu, mata uang yang terbuat dari emas dan campuran antara perak, timah, dan tembaga
sudah digunakan. Hubungan antara daerah pedalaman dan daerah pesisir sudah berjalan cukup
lancar. Sungai Brantas banyak digunakan untuk lalu lintas perdagangan antara daerah pedalaman
dan daerah pesisir.
Kehidupan Sosial Budaya
• Kondisi masyarakat Kediri sudah teratur. Penduduknya sudah memakai kain sampai di bawah
lutut, rambut diurai, serta rumahnya bersih dan rapi. Dalam perkawinan, keluarga pengantin
wanita menerima maskawin berupa emas. Orang-orang yang sakit memohon kesembuhan kepada
dewa dan Buddha.
• Perhatian raja terhadap rakyatnya sangat tinggi. Hal itu dibuktikan pada kitab Lubdaka yang berisi
tentang kehidupan sosial masyarakat pada saat itu. Tinggi rendahnya martabat seseorang bukan
berdasarkan pangkat dan harta bendanya, tetapi berdasarkan moral dan tingkah lakunya. Raja juga
sangat menghargai dan menghormati hak-hak rakyatnya. Akibatnya, rakyat dapat leluasa
menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Raja - Raja yang
Memerintah
1. Rakai Sirikan Sri Bameswara
2. Raja Jayabaya
3. Raja Sarweswara
4. Sri Aryyeswara
5. Sri Gandra
6. Kameswara
7. Kertajaya
Karya Sastra Di Zaman Kerajaan kediri
• Kitab Wertasancaya, kitab ini berisi mengenai petunjuk mengenai bagaimana cara membuat syair yang baik. Kitab ini ditulis oleh
Empu Tan Akung.
• Kitab Smaradhahana, kitab ini berupa kakawin yang digubah oleh Empu Dharmaja. Kitab tersebut memiliki isi tentang pujian kepada
raja sebagai seorang titisan Dewa Kama. Kitab itu juga sudah menuliskan bahwa nama ibu kota kerajaannya adalah Dahana.
• Kitab Lubdaka, ditulis oleh Empu Tan Akung. Kitab itu berisi kisah Lubdaka sebagai seorang pemburu yang mestinya masuk neraka.
Karena pemujaannya yang istimewa, ia ditolong dewa dan rohnya diangkat ke surga.
• Kitab Kresnayana karangan Empu Triguna yang berisi riwayat Kresna sebagai anak nakal, tetapi dikasihi setiap orang karena suka
menolong dan sakti. Kresna akhirnya menikah dengan Dewi Rukmini.
• Kitab Samanasantaka karangan Empu Managuna yang mengisahkan Bidadari Harini yang terkena kutuk Begawan Trenawindu.
• Adakalanya cerita itu dijumpai dalam bentuk relief pada suatu candi. Misalnya, cerita Kresnayana dijumpai pada relief Candi Jago
bersama relief Parthayajna dan Kunjarakarna.
Masa Kejayaan Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri mencapai masa kejayaannya saat dipimpin oleh Raja Sri Jayabaya. Berdasarkan catatan yang ada, Sri
Jayabaya berkuasa pada tahun 1135-1157 M. Banyak pencapaian yang diperoleh Raja Sri Jayabaya, salah satunya adalah
perluasan kekuasaan. Jayabaya mampu memperluas kekuasaan Kerajaan Kediri sampai seluruh Pulau Jawa dan Sumatera.
Kemudian ia juga mampu menyejahterakan kehidupan warganya. Hal ini terbukti dari perekonomian yang melaju sangat pesat.
Bahkan sektor pertanian dan perdagangan pun dinilai sangat makmur di masa kepemimpinannya. Dalam kepemipinannya,
seluruh wilayah Kediri bisa bersatu. Jayabaya mampu menurunkan raja-raja di tanah Jawa seperti Kerajaan Majapahit dan
Kerajaan Mataram Islam. Banyak catatan prasasti ditemukan pada masa ini, di antaranya prasasti Hantang (1135 M), prasasti
Talan (1136 M), prasasti Jepun (1144 M). Selain itu ditemukan juga karya sastra seperti Kakawin Bharatayudha (1157 M).
Jayabaya dikenal akan ramalannya yang dinamakan Jangka Jayabaya. Beberapa ramalannya bahkan disebut telah terbukti
kebenarannya di masa kini.
Runtuhnya Kerajaan Kediri
Merasa tindakan raja di luar nalar, para Brahmana kabur dari Kerajaan Kediri. Mereka juga mendakwahkan
kesesatan Kertajaya pada setiap orang yang ditemui di perjalanan. Para Brahmana akhirnya pergi ke Tumapel
dan meminta bantuan akuwu (bupati) yang saat itu dijabat oleh Ken Arok. Dibantu Ken Arok, para Brahmana
merencanakan pemberontakan terhadap Kertajaya. Brahmana juga memengaruhi rakyat untuk bersama Ken
Arok menumbangkan Kertajaya. Saat itu Ken Arok juga ingin memerdekakan Tumapel dari kekuasaan Kediri.
Mengetahui serangan yang direncanakan Tumapel, Raja Kertajaya mengirimkan pasukan. Namun, atas
dukungan Brahmana dan rakyat, Tumapel berhasil melumpuhkan pasukan Kertajaya. Tumapel bahkan
mengirim serangan balik ke Ibu Kota Kerajaan Kediri. Lewat serangan itu, Tumapel berhasil menguasai seluruh
Ibu Kota Kerajaan Kediri. Ken Arok diketahui berhasil membunuh Kertajaya. Kerajaan Kediri pun runtuh.
Thanks

Anda mungkin juga menyukai